You are on page 1of 11

PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED

COMPONENT ANALYSIS (GSCA)

Dewi Fenty Ekasari1, Sony Sunaryo2


1
Institut Teknologi Surabaya
2
Institut Teknologi Surabaya

Fakultas MIPA-Jurusan Statistika ITS, Surabaya


E-mail: dewi.fenty@gmail.com

Abstract
Poverty can be seen from income dimension, as well as its characteristic from social,
health, education, access o f clean water and housing dimension. PLS and GSCA are
variance-based SEM or often called component-based SEM are powerfull analysis method
because they are not based on many assumption. GSCA have a single criteria to
minimize residual to determination of model parameter estimation determination. Due to
the problem, GSCA gives optimum solution and can not provide mechanism to evaluate
overall goodness-fit ot the model. The intention of the research is to apply GSCA on Case
study of Poverty in Regency of Jawa Tengah Province. Data that is used is secondary data
from National Socio-economic Survey 2009 in Jawa Tengah Province and other related
data. The purpose of this research is to develop a program computer for GSCA and
implement program on a case study of poverty in Regency/City in Jawa Tengah Province.
Data that is used is secondary data from National Socio-economic Survey 2009 in Jawa
Tengah Province and other related data. The result show that all the indicator variable is
a valid measurement tool and reliable to measure the latent variables. Quality of health
affects the quality of economic, quality of economic affects the quality of human, quality
of health affects ponerty, quality of economic affects poverty

Keywords : Poverty, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized


Structured Component Analysis (GSCA)

Abstrak
Kemiskinan selain dapat dilihat dari dimensi pendapatan juga dapat dilihat dari dimensi
sosial, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan. Partial Least Square (PLS) dan
Generalized Structured Component Analysis (GSCA) adalah Structural Equation
Modeling (SEM) yang berbasis varian atau sering disebut juga berbasis komponen,
merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi.
GSCA memiliki satu kriteria tunggal secara konsisten untuk meminimumkan residual
guna mendapatkan estimasi parameter model sehingga GSCA memberikan solusi yang
optimal dan dapat memberikan mekanisme untuk menilai overall goodness-fit dari model.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat program GSCA untuk studi kasus kemiskinan

1
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan mengimplementasikannya pada studi kasus.
Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu berasal dari Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2009 Provinsi Jawa Tengah dan data terkait lainnya. Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk
mengukur variabel latennya. Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi,
kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh
terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan.

Kata kunci : Kemiskinan, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized


Structured Component Analysis (GSCA)

1. Pendahuluan
Hwang dan Takane mengusulkan metode baru untuk SEM dengan nama Generalized
Structured Component Analysis (GSCA)[1]. GSCA merupakan bagian dari SEM berbasis
komponen yang memiliki criteria global least square optimization, dimana dapat secara
konsisten meminimumkan sum squares residual untuk memperoleh estimasi parameter model.
GSCA juga dilengkapi dengan ukuran goodness-of fit model secara keseluruhan. GSCA
merupakan metode analisis yang powerfull [2]. Hal ini disebabkan karena tidak berdasarkan
pada banyak asumsi seperti variabel tidak harus berdistribusi normal multivariat (indikator
dengan skala kategori, ordinal , interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama),
jumlah data tidak harus besar (minimal direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus).
Kemiskinan selalu menjadi topik yang dibahas dalam berbagai forum dan bahkan
cenderung diperdebatkan. Fakta menunjukkan bahwa pembangunan telah dilakukan namun
belum mampu meredam meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negara-
negara berkembang. Selama ini kemiskinan lebih cenderung dikaitkan dengan dimensi
ekonomi karena dimensi ini paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan. Padahal
kemiskinan berkaitan juga dengan berbagai dimensi lain seperti: dimensi sosial, budaya, sosial
politik, lingkungan, kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Kemiskinan selain dilihat
dari dimensi pendapatan, kemiskinan juga perlu dilihat dari dimensi lain yaitu dimensi sosial,
dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan [3].
Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah karena jumlah penduduk miskin Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah sebesar 16,60%, berada diatas rata-rata jumlah penduduk
miskin Indonesia yaitu 13,3%. Pada wilayah pulau Jawa dan Bali, Provinsi Jawa Tengah
merupakan provinsi dengan peringkat kedua untuk jumlah penduduk miskin terbanyak setelah
DI Yogyakarta [4]. Walaupun jumlah penduduk miskinnya tinggi akan tetapi proporsi rumah
tangga dengan akses kepemilikan terhadap sumber air minum layak di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2010 adalah 58,30% (peringkat ke-2 tertinggi untuk wilayah pulau Jawa dan Bali)
cukup baik, berada diatas rata-rata Indonesia (47,71%). Demikian pula dengan proporsi rumah
tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak adalah sebesar 54,06%, diatas rata-rata
Indonesia. Sedangkan proporsi rumah tangga kumuhnya adalah sebesar 5,6%, (peringkat ke-2
terendah untuk wilayah pulau Jawa dan Bali).
Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk perumusan
kebijakan pengentasan kemiskinan [5]. Melihat kemiskinan dari berbagai dimensi lain secara
simultan, seperti kualitas kesehatan, kualitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia dapat
digunakan sebagai kajian dan informasi untuk kebijakan pengentasan kemiskinan.
Dalam penelitian ini ruang lingkup permasalahan dibatasi dengan membuat model
SEM-GSCA yang rekursif (satu arah) dan variabel laten dengan indikator refleksif. Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (i) membuat program SEM-Generalized
Sturctured Component Analysis (GSCA) untuk studi kasus penentuan struktur model
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan software open source, (ii) menerapkan SEM-
GSCA terhadap studi kasus penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah
dengan software open source.

2. Metode
Jika 𝐙𝐙 = [𝐳𝐳1 , 𝐳𝐳2 , … , 𝐳𝐳n ]′ melambangkan matrik variabel indikator yang telah
distandarisasi (berukuran nxj). GSCA merupakan SEM berbasis komponen dimana variabel
laten didefinisikan sebagai komponen atau komposit tertimbang dari indikatornya dengan
persamaan [6]:
𝛄𝛄 = 𝐖𝐖′𝐳𝐳 (1)
dimana 𝜸𝜸 adalah vektor variabel laten ukuran tx1 untuk observasi ke-1 sampai ke n dan W
adalah matrik component weight dari variabel indikator berukuran jxt.
Secara matematis persamaan pada model pengukuran dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝐳𝐳 = 𝐂𝐂′ 𝛄𝛄 + 𝛆𝛆 (2)
dimana C adalah matrik loading antara variabel laten dengan indikatornya berukuran txj, 𝜺𝜺𝑖𝑖
adalah vektor residual (jx1). Sedangkan persamaan pada model struktural dinyatakan seperti
persamaan dibawah ini:
𝛄𝛄 = 𝐁𝐁 ′ 𝛄𝛄 + 𝛏𝛏 (3)
dimana B adalah matrik koefisien jalur (txt) yang menghubungkan sesama variabel laten dan
𝝃𝝃𝑖𝑖 adalah vektor residual (tx1) untuk 𝜸𝜸𝑖𝑖 . GSCA mengintegrasikan ketiga persamaan tersebut
diatas menjadi persamaan tunggal seperti berikut:
𝐳𝐳 𝛆𝛆
�𝛄𝛄� = � 𝐂𝐂′ � 𝛄𝛄 + � 𝛏𝛏�
𝐁𝐁′
𝐈𝐈 𝛆𝛆
� � = � 𝐂𝐂′ � 𝐖𝐖 ′ 𝐳𝐳i + � 𝛏𝛏 � (4)
𝐖𝐖′ 𝐁𝐁′
𝛆𝛆
jika I adalah matriks indentitas, 𝐕𝐕 = [𝐈𝐈, 𝐖𝐖], 𝐀𝐀 = [𝐂𝐂, 𝐁𝐁], 𝐞𝐞i = � 𝛏𝛏�
𝐕𝐕 ′ 𝐳𝐳 = 𝐀𝐀′ 𝐖𝐖 ′ 𝐳𝐳 + 𝐞𝐞
𝐙𝐙𝐙𝐙 = 𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙 + 𝐄𝐄 (5)
persamaan tersebut dikatakan sebagai model GSCA.
Parameter GSCA yang tidak diketahui (V, W dan A) diestimasi sehingga nilai sum
squares dari semua residual (E) sekecil mungkin untuk semua observasi. Hal ini sama dengan
meminimumkan dengan least square optimization criterion
f = trace((𝐙𝐙𝐙𝐙 − 𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙)′(𝐙𝐙𝐙𝐙 − 𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙𝐙)) (6)

3
dengan memperhatikan V, W dan A. Komponen didalam ψ dan/atau τ dinormalisasi untuk
tujuan identifikasi, misalnya 𝛾𝛾1′ 𝛾𝛾1=1
Metode Alternating Least Squares (ALS) adalah pendekatan umum untuk estimasi
parameter yang melibatkan pengelompokkan parameter ke beberapa subset, dan kemudian
mendapatkan kuadrat terkecil untuk salah satu subset parameter dengan asumsi bahwa semua
parameter yang tersisa adalah kostan. Algoritma ALS yang digunakan dalam GSCA terdiri
dari 2 step yaitu: A di update dengan V dan W fixed kemudian V dan W di update dengan A
fixed. Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui A yaitu:
Step 1 : Inisialisasi V dan W
Step 2 : Bentuk matrik Iτ⊗
Step 3 : Bentuk matrik Ω
Step 4 : Perbaharui matrik A dengan menggunakan estimasi least squares
sebagai berikut: 𝐚𝐚� = (𝛀𝛀′ 𝛀𝛀)−𝟏𝟏 𝛀𝛀′ vec(𝚿𝚿)
Step 5 : Bentuk matrik A baru dengan memasukkan nilai 𝒂𝒂 � yang telah diperbaharui
Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui V dan W yaitu:
Step 6 : Inisialisasi A dengan menggunakan A yang telah diperbaharui.
Step 7 : Bentuk matrik S yang berisi parameter bobot yang akan diestimasi.
Step 8 : Definisikan tiap kolom pada matrik S (sebanyak k kolom) tersebut berasal dari
kolom mana saja pada matrik W (sebanyak q kolom) dan V (sebanyak p kolom).
Step 9 : Definisikan 𝜷𝜷′ dan Δ
Step 10 : Bentuk matrik β ⊗ Z
Step 11 : Bentuk matrik Π
Step 12 : Estimasi s1 dengan η�1 = (𝚷𝚷 ′ 𝚷𝚷)−1 𝚷𝚷 ′ vec(𝐙𝐙𝐙𝐙)
Step 13 : Perbaharui s1 yang lama dengan s1 yang baru, masukkan kedalam kolom pada
matrik W dan/atau V yang sesuai dimana matrik W dan V yang telah diperbaharui
ini digunakan untuk perbaharui s2.
Step 14 : Ulangi step 12 dan step 13 sebanyak K kali (K kolom).
Step 15 : Didapatkan matrik W dan V baru
Step 16 : Cek konvergen bila belum konvergen maka ulangi step 1.
Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Y1= Persentase pengeluaran perkapita untuk non makanan
2. Y2= Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor non
pertanian
3. Y3= Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor formal.
4. Y4= Angka Melek Huruf (15-55 tahun)
5. Y5= Rata-rata lama sekolah
6. Y6= Persentase penduduk yang tamat SD/SLTP/SLTA/SLTA+
7. Y7= Persentase penduduk miskin
8. Y8= Indeks kedalaman kemiskinan
9. Y9= Indeks keparahan kemiskinan
10. X1= Persentase balita yang proses kelahirannya ditolong oleh nakes.
11. X2= Angka harapan hidup
12. X3= Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri/bersama.
13. X4= Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, terdapat hubungan langsung atau tidak
langsung antar sesama variabel laten dan juga antara variabel laten dengan indikatornya seperti
terlihat dalam diagram jalur pada model konseptual dibawah ini.

X1 X2 X3 X4

Y1

Kualitas
Kualitas Ekonomi Y2
Kesehatan

Y3

Y8

Y9 Kemiskinan Kualitas SDM

Y10

Y5 Y6 Y7

Gambar 1 Model Konseptual Penelitian

Berdasarkan model diatas, dapat diajukan 5 hipotesa sebagai berikut:


H1 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi
H2 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM
H3 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan
H4 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan
H5 : Kualitas SDM berpengaruh terhadap kemiskinan
Langkah-langkah analisis SEM dengan Generalized Stuctured Component Analysis
adalah sebagai berikut:
a. Mendapatkan model berbasis konsep dan teori guna merancang model struktural dan model
pengukuran.
b. Membuat diagram jalur (diagram path) yang menjelaskan pola hubungan antara variabel
laten dengan indikatornya.
c. Konversi diagram jalur ke dalam persamaan.
d. Mengestimasi parameter, yang terdiri dari estimasi bobot, estimasi factor loading, estimasi
koefisien jalur dan estimasi bootstrap standar error.

5
e. Menentukan koefisien parameter (standar error) dan nilai t statistik dengan menggunakan
metode bootstrap.
f. Menguji signifikansi parameter pada model pengukuran.
g. Menguji signifikansi parameter pada model struktural.
h. Menentukan overall goodness fit model.
i. Membuat kesimpulan.
Input data yang digunakan dalam penelitian ini adalah matrik X yang merupakan
matrik data berukuran n x j dimana n merupakan banyaknya observasi (n=35) dan j
merupakan banyaknya indikator yang digunakan (j=13). Selain input data, diperlukan pula
inputan lain untuk menjalankan program SEM dengan GSCA yaitu matrik yang menunjukkan
hubungan diantara variabel dan inputan ini digunakan sebagai nilai inisialisasi awal, yaitu
matrik: V, W, B, Cdan n, dimana:
V = merupakan gabungan matrik identitas dari indikator dengan matrik bobot
antara seluruh indikator dengan seluruh variabel laten endogen. Bila ada hubungan
antara indikator dengan variabel laten endogen, maka diberi nilai sembarang, bila tidak
ada hubungan maka diberi nilai nol. Nilai bobot untuk indikator dengan variabel
laten endogen harus sama dengan isian pada matrik W.
W = matrik bobot yang menyatakan hubungan antara seluruh indikator dengan seluruh
variabel laten, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila
tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matrik ini berukuran j x t
B = matrik jalur yang menyatakan hubungan antara seluruh variabel laten dengan
variebel laten endogen, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila
tidak ada hubungan diberi nilai 0.
C = matrik factor loadings yang menyatakan hubungan antara variabel laten dengan
indikator refleksif, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila
tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matrik ini berukuran t x j.
n = banyaknya resampling yang dilakukan untuk proses bootstrap.
Model struktural yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 𝛄𝛄 = 𝐁𝐁 ′ 𝛄𝛄 + 𝛏𝛏
γ 
 γ 2   b1 0 0 0   1   ξ1 
=
γ   0 b 0 0   γ 2  + ξ 
  
3 3  γ3   2 
 γ 4   b 2 b 4 b5 0   γ   ξ3 
 4
Model pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 𝐳𝐳 = 𝐂𝐂 ′ 𝛄𝛄 + 𝛆𝛆
zεi γ 1ci +
= i jika i ≤ 4
=
zεi γ 2 ci + i jika 5 ≤ i ≤ 7
=
zεi γ 3 ci + i jika 8 ≤ i ≤ 10
=
zεi γ 4 ci + jika 11 ≤ i ≤ 13
i
dimana i= banyaknya variabel indikator.
ekivalen dengan persamaan dalam matrik sebagai berikut:
 z1   c1 0 0 0   ε1 
 z  c 0 0 0  ε 
 2  2   2
 z 3   c3 0 0 0   ε3 
     
 z 4  c4 0 0 0  ε4 
 z5   0 c5 0 0  ε5 
     γ1   
 z6   0 c6 0 0     ε6 
z  = 0 γ
c7 0 0   2  +  ε7 
 7   γ   
 z8   0 0 c8 0   3   ε8 
γ
z  0 0 c9 0   4   ε9 
 9    
 z10   0 0 c10 0 ε10 
     
 z11   0 0 0 c11  ε11 
 z12   0 0 0 c12  ε12 
     
 z13   0 0 0 c13  ε13 

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan tabel 1 dibawah terlihat bahwa semua indikator variabel laten
memberikan nilai convergent validity (dilihat dari nilai estimasi loading) yang baik yaitu diatas
0,67 dan signifikan secara statistik. Demikian pula nilai AVE diatas 0.65 yang menunjukkan
rata-rata varians dari indikator yang dapat dijelaskan oleh variabel latennya ada diatas 65%.
Sedangkan akar kuadrat dari AVE secara berturut-turut adalah 0.806, 0.828, 0.859, 0.969,
dimana nilai tersebut lebih besar daripada nilai korelasi antara variabel laten dengan variabel
laten lainnya, hal ini menunjukkan bahwa model memiliki discriminant validity yang baik.
Nilai composit reliability dapat dilihat dengan ρc yang bernilai diatas 0.87. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel
untuk variabel latennya.

Tabel 1 Estimasi Parameter Pada Model Pengukuran

Variabel Weight Loading SE T statistik


1 2 3 4 5
K. Kesehatan AVE = 0.65 𝛒𝛒𝛒𝛒 = 0.88
X1 0.35 0.86 0.09 9.95*
X2 0.19 0.69 0.12 5.70*
X3 0.36 0.90 0.08 11.69*
X4 0.29 0.76 0.11 6.95*
K. Ekonomi AVE = 0.69 𝛒𝛒𝛒𝛒 = 0.87

7
Y1 0.26 0.67 0.13 5.38*
Y2 0.28 0.86 0.09 9.41*
Y3 0.40 0.93 0.07 13.68*
K. SDM AVE = 0.74 𝛒𝛒𝛒𝛒 = 0.89
Y5 0.25 0.80 0.10 7.80*
Y6 0.43 0.92 0.07 13.22*
Y7 0.32 0.86 0.09 9.30*
Kemiskinan AVE = 0.94 𝛒𝛒𝛒𝛒 = 0.98
Y8 0.46 0.97 0.05 19.03*
Y9 0.09 0.99 0.03 34.69*
Y10 0.34 0.95 0.05 17.79*
T statistik* = significant at .05 level (1.96)

Berdasarkan tabel 2 dibawah ini terlihat bahwa tidak semua koefisien jalur signifikan secara
statistik, koefisien jalur antara kualitas SDM dan kemiskinan tidak signifikan secara statistik dan nilai
koefisien parameternya sangat kecil (0.25) sehingga jalur antara kualitas SDM dengan kemiskinan
dihilangkan dari model. Model yang baru (model 2) didapatkan dengan menghilangkan jalur yang
tidak signifikan secara statistik, dan kemudian dilakukan proses estimasi dan evaluasi untuk model
pengukuran kembali.

Tabel 2 Estimasi Parameter Pada Model Struktural

Koefisien Jalur SE CR
K. Kesehatan -> K. Ekonomi 0.55 0.11 4.89*
K. Kesehatan -> Kemiskinan -0.45 0.11 -4.03*
K. Ekonomi -> K. SDM 0.84 0.07 11.24*
K. Ekonomi -> Kemiskinan -0.60 0.11 -5.29*
K. SDM -> Kemiskinan 0.25 0.16 1.60
T statistik* = significant at .05 level(1.96)

Evaluasi untuk model pengukuran baru (model 2) tidak terdapat banyak perubahan
dan untuk evaluasi model struktural terlihat bahwa semua koefisien jalur telah signifikan
secara statistik. Evaluasi model struktural untuk model 2 terlihat seperti pada tabel 3
dibawah ini. Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kualitas ekonomi sebesar 0.56
sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh positif terhadap kualitas
ekonomi atau semakin tinggi kualitas kesehatan maka kualitas ekonomi juga semakin baik,
demikian pula cara menganalisa koefisien jalur untuk kualitas ekonomi dengan kualitas SDM.
Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kemiskinan sebesar -0.39 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh negatif terhadap ekonomi atau semakin
tinggi kualitas kesehatan maka kemiskinan rendah. Terlihat pula bahwa semakin tinggi
kualitas ekonomi maka kemiskinan rendah.
Tabel 3 Estimasi Parameter Pada Model Struktural Model 2

Koefisien Jalur SE CR
K.Kesehatan -> K. Ekonomi 0.56 0.11 5.04*
K. Kesehatan -> Kemiskinan -0.39 0.11 -3.40*
k. Ekonomi -> K. SDM 0.85 0.07 11.15*
K. Ekonomi -> kemiskinan -0.40 0.11 -3.79*
T statistik* = significant at .05 level(1.96)

Tabel 4 Evaluasi Model Fit pada Model 2

Target Tingkat Tingkat Kecocokan


Ukuran Model Fit Hasil Estimasi
Kecocokan Model
FIT FIT ≥ 0.50 0.70 Baik (good fit)
AFIT AFIT ≥ 0.50 0.68 Baik (good fit)

Evaluasi model secara keseluruhan untuk model baru (model 2) dapat dilihat dari
pengujian model fit nya seperti ditunjukkan oleh tabel 4 diatas, dimana pada penelitian ini
digunakan FIT dan AFIT. Terlihat bahwa nilai FIT dan AFIT diatas 0.68 yang menunjukkan
bahwa model mampu menjelaskan sekitar 68% variasi dari data. Tingkat kecocokan model
yang dihasilkan adalah terdapat 2 ukuran yang mengatakan bahwa model baik sehingga dapat
disimpulkan bahwa model yang digunakan baik. Pada model ini terdapat sebanyak 30
parameter yang diestimasi.
Berdasarkan hasil factor score dari masing-masing variabel laten, didapatkan bahwa
terdapat 17 Kabupaten yang memiliki kualitas kesehatan dibawah rata-rata yaitu: Kabupaten
Cilacap, Banyumas, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang,
Grobogan, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes. Lima
Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang
dan Banjarnegara.
Hanya terdapat 13 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas ekonomi diatas rata-rata
yang terdiri dari 7 Kabupaten (Banyumas, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Jepara, Pekalongan dan
Tegal) dan 6 Kota (Magelang, Surakarta, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal). Lima
Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo, Temanggung, Grobogan,
Wonogiri dan Banjarnegara.
Terdapat 20 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas sumber daya manusia dibawah
rata-rata yang terdiri dari 1 Kota yaitu Semarang dan 19 Kabupaten (Cilacap, Purbolinggo,
Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Sragen,
Blora, Pati, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal dan Brebes). Lima
Kabupaten yang terendah kualitas SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan
Brebes.
Factor score dari variabel laten kemiskinan memperlihatkan bahwa terdapat 17
Kabupeten yang memiliki kemiskinan diatas rata-rata yaitu Cilacap, Banyumas, Purbolinggo,

9
Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo,Klaten, Wonogori, Sragen, Grobogan, Blora,
Rembang, Demak, Pekalongan, Pemalang dan Brebes). Lima Kabupeten tertinggi
kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo.
Kabupaten Sukoharjo dan Kudus, Kota Magelang, Surakarta, Salatiga, Pekalongan
dan Tegal memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang tinggi dan kemiskinan yang
rendah. Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan
Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang
tinggi.
Model persamaan struktural yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut:

 K.Ekonomi   0.56 0 0 0
K. Kesehatan   ξ 
  K.Ekonomi   
1
  
= K.SDM   0 0.84 0 0 
 K.SDM  +  ξ2 
 Kemiskinan   −0.39 −0.40 0 0 
 Kemiskinan   ξ3 

sedangkan model persamaan pengukuran yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut:
 X1  0.86 0 0 0   ε1 
X 2  0.68 0 0 0   ε2 
X    ε 
 3  0.90 0 0 0
  3
 4 
X 0.76 0 0 0   ε4 
 Y1   0 0.67 0 0   ε5 
 Y   0 0.86 0 0  K. Kesehatan  ε 
 2    K. Ekonomi   6 
 Y3  =  0 0.92 0 + ε
K. SDM   7 
0 
 Y4   0 0  ε 
 Kemiskinan   8 
0 0.79
Y   0 0 0.92 0  ε
 5    9
 Y6   0 0 0.85 0  ε10 
 Y7   0 0 0 0.97   ε11 
Y   0 0 0 0.99  ε 
 8    12 
 9 
Y 0 0 0 0.94  ε13 

4. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah
program SEM-GSCA untuk model rekursif dan variabel laten dengan indikator reflektif dapat
dibuat dengan software open source yaitu Octave, dengan inputan adalah matriks V, W, C dan
B serta n. Output yang dihasilkan adalah estimasi bobot, estimasi koefisien loading, estimasi
koefisien jalur, estimasi standard error, factor score dari variabel laten serta overall goodness-
fit model.
Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi
berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan,
kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan, dan kualitas SDM tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan.
Semakin tinggi kualitas kesehatan penduduk di suatu Kabupaten/Kota pada Provinsi
Jawa Tengah berpengaruh terhadap tinggi nya kualitas ekonomi penduduknya, dan rendahnya
kemiskinan pada Kabupaten/Kota tersebut. Semakin tinggi kualitas ekonomi penduduknya,
maka semakin tinggi kualitas SDM penduduk pada Kabupaten/Kota tertentu.
Model konseptual yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan merupakan model yang baik berdasarkan nilai FIT dan AFIT yang diatas 0.50.
Model baru ini didapat dengan menghilangkan koefisien jalur antara kualitas SDM dengan
kemiskinan.
Berdasarkan factor score yang didapatkan untuk variabel laten, terlihat bahwa lima
Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang
dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo,
Temanggung, Grobogan, Wonogiri dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas
SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan Brebes. Lima Kabupeten tertinggi
kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo. Kabupaten
Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki
kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi.

Daftar Pustaka
[1] Hwang, H. & Takane, Y., 2004, ”Generalized Structured Component Analysis”,
Psychometrika vol 69, pp.81-99.
[2] Wold, H.,1985, “Partial Least Square”, In S Kotz & N.L.Johnson(Eds). Encyclopedia of
Statistical Sciences K, Wiley. New York, vol 8, pp.587-599.
[3] Word Development Report., 2008, “Attacking Poverty”, WDR.
[4] Bappenas, 2010, “Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia 2010”,
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), Jakarta.
[5] Suryawati, C., 2005, “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”, JMPK,
Jakarta.vol 08/03.
[6] Hwang, H., 2009, “Regularized Generalized Structured Component Analysis”,
Psychometrika, vol 74, pp.517- 530.

11

You might also like