You are on page 1of 3

Tuesday Chapel Faith-Learning Integration

31 August 2021
Work Ethics

Summary of Today’s Sermon


Rev. Pieter Pindardhi has preached the topic on Work Ethics based on Mat. 4:19. The main points that he emphasized is:
 There are many questions asked about work. Is work only aimed for earning life? Does work have meaning, value, and purpose
beyond itself? Is work only for self-satisfaction or self-fulfillment? Is work a curse or suffering for human life? Therefore, it is important
to have a Biblical-Theological perspective on Work. A well-known view about work in the past is from the Greek. With their dualism
of form and matter, Greeks, including their famous philosophers such as Plato and Aristotle, view work as a result of our material
aspect, our body, which is lower than intellect. So, work is despised and viewed as only proper for slaves, the poor ones, people
without education, and without high cultural-minded, whereas the intellectual men in the Greek society and the philosophers aim for
a life which is similar to the gods and goddesses, a contemplative life, a life of enjoying leisure time, a life for cultural endeavours, a
life for learning the art of war, politics, military sciences. So, doing all these will demonstrate the dignity of humanity above animal
world while giving a space and worth for the body by working will hamper the soul activities for thinking, contemplating, and
philosophize. The Roman also adopted this view of work.
 Martin Luther, in discovering the significance of the doctrine of justification by faith in his theological breakthrough’s experience also
discovering the new significance of work, centered in the concept of calling (beruf in German). For Luther, God’s calling is not only to
be monks, but to do all activities in all stations of life into which God has called us. To be lecturer, teacher, parents are God’s calling,
and God wants us to serve our neighbours with our respective calling and all activities included or as fruits of the calling. Last week,
Rev. Craig Sheppard preached about the beautifulness of God’s creation and God calls each one of us to continue His work of
creation by developing our creativity in all areas and activities that God has given to us through the stations into which he has called
us. Through the performance of our calling in our works, however simple or modest they are, God continues His providence and care
for other men as well as ourselves, for example, our food is provided by farmers, fishes by fishermen, well-being by political leaders,
knowledge by teachers, and loving-caring by our parents. So, having been justified by faith, we shows forth our gratitude by embodying
our calling into activities which will benefit our neighbours, and in this way becoming God’s providential instrument. For Calvin, as
God’s image, we image God, not by avoiding works and activities, but by involving ourselves in works since our God is not the one
imagined by Greek philosophers, but the One who are unceasingly and continually active, caring, and involves in all states of affair
of His creation. The ones who serve their communities, churches, societies, and countries are the true image of God. All works have
their dignities in the presence of God. So, achieving this purpose, God has endowed each person with talents and gifts, and with
these talents and gifts we serve others and becoming blessing for them. These talents and gifts are the divine deposits which are
entrusted to our care and to be shared or used for the goodness of our neighbours, not for personal gain and interests. So, in this
regard, we are God’s steward. Calvin wrote: “Let this, then, be our method of showing good-will and kindness, considering
that, in regard to everything which God has bestowed upon us, and by which we can aid our neigbour, we are His stewards,
and bound to give account of our stewardship…” (Inst. III.7.5)
 So, we need to find our stations in this life where we can develop our gifts and talents for the goodness of our neighbours, and
becoming God’s providential instrument. In this way we can be effective in our society as a good steward of God’s beautiful creation.
In Mat. 4:19, Christ called Peter and his friends, “Come after me.” This is the most important calling for us as well, as the disciples of
Christ. And this call is followed by a special call “to be fishers of men.” So, we need to obey Christ’s most important call and faithfully
discharging His special call through our works. For this to happen, we need to discovering (1) our talents, (2) our main interests, (3)
our cares, and (4) the needs of society wherein we are, and the intersection of these is our actual calling.

Questions for Discussion


1. Could you share what you get from this sermon?
2. Could you share your own opinion about work before this sermon, and how this sermon has changed your former thought?
3. Could you share your view about your current work and calling? How do you see God’s work through your calling and work for others?
4. How can the understanding we get from this exposition is applied in your work in UPH, family, and personal life?

Prayer
Dear Lord, enable me to be your providential instrument for others through our calling and works as we show forth our gratitude for your
gracious salvation, Amen.
Tuesday Chapel Integrasi Iman-Ilmu
31 Agustus 2021

Etika Kerja

Ringkasan Khotbah hari ini

Pdt. Pieter Pindardhi telah mengkhotbahkan topik tentang Etika Kerja berdasarkan Mat. 4:19. Poin-poin penting yang beliau tekankan
adalah:
 Banyak pertanyaan yang diajikan mengenai kerja. Apakah kerja itu hanya bertujuan untuk memperoleh penghidupan? Apakah kerja
memiliki makna, nilai, dan tujuan yang melampaui dirinya? Apakah pekerjaan hanya untuk kepuasan atau pemenuhan pribadi?
Apakah kerja adalah suatu kutukan dan penderitaan bagi kehidupan manusia? Karena itu, penting bagi kita untuk memperoleh
wawasan Alkitabiah-teologis mengenai Kerja. Pandangan mengenai kerja yang terkenal di masa lampau adalah pandangan Yunani.
Dengan konsep dualisme forma dan material mereka, mereka, termasuk para filsuf mereka yang terkenal seperti Plato dan
Aristoteles, memandang kerja sebagai hasil dari aspek material kita, yaitu tubuh kita, yang lebih rendah daripada akal budi. Karena
itu kerja sangat direndahkan dan dipandang hanya pantas untuk para budak, orang-orang miskin, orang-orang yang tidak
berpendidikan, dan yang tidak mengenal kebudayaan tinggi, sementara kaum intelektual dalam masyarakat Yunani dan para filsuf
mereka bertujuan untuk mencapai suatu wujud kehidupan yang serupa dengan kehidupan para dewa-dewi mereka yaitu kehidupan
kontemplatif, kehidupan menikmati waktu luang, kehidupan untuk upaya-upaya kebudayaan, kehidupan untuk mempelajari seni
perang, politik, dan ilmu-ilmu kemiliteran. Karena itu, melakukan semuanya ini akan mendemonstrasikan kemuliaan kemanusiaan
mereka di atas dunia hewan, sementara kalau mereka memberikan ruang dan kelayakan kepada tubuh material dengan bekerja, itu
justru akan menghambat aktivitas-aktivitas jiwa untuk berpikir, berkontemplasi, dan berfilsafat. Orang-orang Romawi juga
mengadopsi pandangan Yunani ini.
 Martin Luther, ketika menemukan signifikansi doktrin pembenaran oleh iman dalam pengalaman terobosan teologisnya, juga
menemukan signifikansi kerja, yang berpusat pada konsep panggilan (beruf dalam Bahasa Jerman). Bagi Luther, panggilan Allah
bukanlah hanya untuk menjadi biarawan, tetapi juga melakukan seluruh aktifitas dalam seluruh posisi hidup kita yang ke dalamnya
Tuhan telah memanggil kita. Menjadi dosen, guru, dan orang tua adalah panggilan Allah, dan Allah menghendaki kita untuk melayani
sesama kita melalui panggilan kita masing-masing dan dalam seluruh aktifitas kita termasuk atau sebagai buah-buah dari panggilan
kita. Minggu lalu, Pdt. Craig Sheppard telah mengkhotbahkan keindahan ciptaan Allah dan Allah memanggil setiap kita untuk
melanjutkan karya penciptaan-Nya dengan mengembangkan kreativitas kita dalam seluruh area kehidupan dan aktifitas yang Allah
telah berikan kepada kita melalui posisi-posisi yang ke dalamnya Ia telah memanggil kita. Dengan melaksanakan panggilan kita
dalam pekerjaan-pekerjaan kita, betapa sederhanya pekerjaan itu, Allah melanjutkan karya providensia dan perawatan-Nya baik bagi
kita maupun orang-orang lain, sebagai contoh, makanan kita disediakan oleh petani, ikan-ikan disediakan oleh para nelayan,
kesejahteraan kita oleh para pemimpin, pengetahuan oleh para guru, dan kasih-perhatian oleh orang tua kita. Karena itu, setelah kita
telah dibenarkan oleh iman, kita mengungkapkan rasa syukur kita kepada Tuhan dengan mewujudnyatakan panggilan kita ke dalam
aktivitas-aktivitas yang akan memberkati sesama kita, dan dengan cara ini menjadi instrumen providensia Allah. Bagi Calvin, sebagai
gambar Allah, kita mencitrakan Allah, bukan dengan menghindari pekerjaan dan aktifitas, melainkan dengan melibatkan diri kita ke
dalam pekerjaan karena Allah kita bukanlah seperti Allah yang dibayangkan oleh para filsuf Yunani, tetapi adalah Allah yang secara
tidak berkesudahan dan bekelanjutan memelihara, dan melibatkan diri-Nya dalam seluruh peristiwa yang terjadi dalam ciptaan-Nya.
Orang-orang yang melayani komunitas, gereja, masyarakat, dan negara, adalah gambar-gambar Allah sejati. Seluruh pekerjaan
memiliki kemuliaan mereka masing-masing di hadapan Allah. Karena itu, untuk mencapai tujuan ini, Allah telah mengaruniakan setiap
pribadi dengan talenta dan karunia, dan dengan talenta dan karunia ini, kita melayani sesama kita dan menjadi berkat bagi mereka.
Talenta-talenta dan karunia-karunia ini adalah deposit ilahi yang dipercayakan kepada perawatan kita dan untuk dibagikan kepada
sesama kita demi kebaikan mereka, bukan untuk mencari keuntungan dan interest pribadi. Karena itu, dalam hal ini, kita adalah
penatalayan Allah. Calvin menulis: “Biarlah ini menjadi metode kita untuk menunjukkan maksud yang baik dan kebaikan,
dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang telah dikaruniakan Allah kepada kita, dan yang melaluinya kita dapat
menolong sesama kita, kita menjadi penatalayan-Nya, dan terikat untuk mempertanggungjawabkan penatalayanan itu.”
 Karena itu, kita perlu untuk menemukan posisi-posisi kita dalam hidup ini di mana kita dapat mengembangkan talenta dan karunia
kita untuk kebaikan sesama kita, dan menjadi instrumen providensia Allah. Dengan demikian, kita dapat menjadi efektif dalam
masyarakat kita sebagai penalalayan ciptaan Allah yang indah. Dalam Mat. 4:19, Kristus memanggil Petrus dan sahabat-sahabatnya,
“Ikutlah Aku.” Ini adalah panggilan yang paling penting untuk kita juga sebagai murid-murid Kristus. Dan panggilan ini diikuti oleh
panggilan khusus, “menjadi penjala manusia.” Karena itu, kita perlu untuk menaati panggilan terpenting Kristus dan dengan setia
melaksanakan panggilan khusus-Nya melalui pekerjaan-pekerjaan kita. Dengan demikian, agar ini dapat terjadi, kita perlu
menemukan (1) talenta kita, (2) minat pribadi kita, (3) apa yang paling menarik perhatian kita, dan (4) kebutuhan-kebutuhan
masyarakat di mana kita berada, dan interseksi atau irisan dari ke-4 elemen ini, adalah panggilan kita yang sesungguhnya.

Pertanyaan untuk didiskusikan


1. Bagikan apa yang Anda peroleh melalui khotbah ini.
2. Dapatkah Anda membagikan pendapat Anda mengenai kerja sebelum mendengar khotbah ini, dan bagaimana khotbah ini telah
mengubah pandangan Anda sebelumnya?
3. Dapatkah Anda membagikan pandangan Anda tentang pekerjaaan dan panggilan Anda saat ini? Bagaimana Anda melihat karya Allah
melalui pekerjaan dan panggilan Anda saat ini bagi orang lain?
4. Bagaimana pemahaman yang ada dapatkan dari eksposisi ini diaplikasikan dalam pekerjaan Anda di UPH, keluarga, dan kehidupan
pribadi?

Doa
Tuhan yang baik, mampukan aku untuk menjadi instrument providensia-Mu bagi orang lain melalui panggilan dan pekerjaan yang aku
kerjakan untuk mengungkapkan perasaan syukurku atas keselamatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Amin.

You might also like