You are on page 1of 10

PAPER

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


“ OPTIMALISASI SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN MELALUI MANAJEMEN
KONFLIK UNTUK MEWUJUDKAN PERTANIAN BERKELANJUTAN ”

ANASTASIA DHAI
A0012020006

Dosen Pengampuh Mata Kuliah : DR. ROFINUS NETO WULI, S.FIL.,M.SI(HAN)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


SEKOLAH TINGGI PERTANIAN FLORES BAJAWA
2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang berlimpah prnulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul : “
OPTIMALISASI SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN MELALUI MANAJEMEN
KONFLIK UNTUK MEWUJUDKAN PERTANIAN BERKELANJUTAN ” tepat waktu.
Dalam penyusunan paper ini tentunya tidak akan tercapai tanpa adanya bentuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
Penulis sadar bahwa Paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan saran serta kritikan yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
Paper ini

Bajawa , Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Bagaimana konflik dalam konteks pertanian mempengaruhi optimalisasi sumber
daya manusia dalam sektor pertanian.......................................................................3
2.2 Faktor-faktor penyebab konflik dalam sektor pertanian..........................................3
2.3 Bagaimana manajemen konflik dapat diterapkan dalam pertanian untuk
mencapai pertanian berkelanjutan...........................................................................4
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................5
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................5
3.2 Saran......................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................6

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik adalah fenomena sosial yang umum kita alami setiap hari. Tidak ada orang yang
hidup bebas dari konflik. Ada konflik antar- saudara, antar agama, antara perusahaan dengan
karyawan, dan konflik antara dua kelompok masyarakat, dan lain-lain. Banyak tenaga dan
pikiran yang tercurah untuk menyelesai konflik, atau minimal agar tidak bereskalasi menjadi aksi
kekerasan. Tidak semua upaya penyelesaian konflik berhasil maksimal lantaran pihak yang
berkonflik atau penengah dalam sebuah konflik memiliki keterbatasan pengetahuan tentang
manajemen konflik. Dalam manajemen konflik ada proses yang disebut resolusi konflik, yakni
mengupayakan konflik berbuah perdamaian. Pentingnya manajemen konflik, resolusi konflik,
dan rekonsiliasi menuju terciptanya perdamaian pernah menjadi bahan penelitian penulis pada
masyarakat Ngada. Kekuatan yang dimiliki orang Ngada dalam menyikapi, menghadapi, serta
menyelesaikan konflik adalah terintegrasinya nilai budaya (adat tanah Ngadha) dan nilai-nilai-
nilai keagamaan (Katolik). Budaya Ngada dengan filosofi “modhe nee soga woe meku nee doa
delu” sejalan dengan spirit rekonsiliasi dan nilai cinta kasih serta pengampunan dalam ajaran
Katolik yang telah menyatu dengan masyarakat Ngada (Neto Wuli, 2015:3).
Manajemen konflik adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengelola dan menyelesaikan
konflik dengan cara yang konstruktif dan damai. Dalam konteks pembangunan petanian,
manajemen konflik menjadi penting untuk mewujudkan keberlanjutan sosial budaya yang
berkelanjutan. Kebijakan pembangunan petanian yang diimplementasikan harus memperhatikan
kepentingan dan kebutuhan semua pihak yang terlibat, termasuk petani dan masyarakat lokal.
Dengan melakukan manajemen konflik yang baik, pembangunan petanian dapat berjalan dengan
lancar dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan kepentingan dan keberlangsungan sosial budaya
Pembangunan petanian adalah suatu upaya untuk meningkatkan produksi pertanian dan
kesejahteraan petani. Namun, dalam praktiknya, pembangunan petanian sering kali menghadapi
konflik antara pihak-pihak yang terlibat, seperti petani, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat
lokal. Konflik ini dapat muncul karena perbedaan kepentingan, nilai, dan pandangan tentang
bagaimana pembangunan petanian seharusnya dilakukan.
Pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi dan ketahanan pangan
suatu negara. Rendahnya indeks ketahanan pangan Indonesia tidak lepas dari kualitas sumber
daya manusia (SDM) di bidang pertanian. Untuk menghasilkan petani yang berkualitas dan
andal, yang bisa melakukan lompatan kemajuan untuk bersaing dalam menghasilkan produk
pertanian unggulan dan berdaya saing, pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Departemen
Pertanian merasa perlu adanya pembalikan kualifikasi para petani yang sekarang ini dianggap
kurang berpendidikan dan keterampilan menjadi petani yang terdidik, terampil, profesional dan
mampu menerapkan modernisasi pertanian ( Neto Wuli,2023:2).
Namun, tantangan yang dihadapi dalam pertanian seringkali melibatkan konflik antara
berbagai pihak yang terlibat, seperti petani, pemilik lahan, pemerintah, dan masyarakat sekitar.
Konflik dalam konteks pertanian dapat timbul dari persaingan sumber daya, perbedaan
kepentingan, atau ketidaksepakatan terkait kebijakan dan akses terhadap sumber daya pertanian.

1
Manajemen konflik dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk mengatasi dan meredakan
konflik dalam sektor pertanian. Melalui manajemen konflik yang tepat, dapat ditemukan solusi
yang berkelanjutan untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dalam pertanian,
mengoptimalkan hasil pertanian, dan mewujudkan pertanian berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konflik dalam konteks pertanian mempengaruhi optimalisasi sumber daya
manusia dalam sektor pertanian?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab konflik dalam sektor pertanian?
3. Bagaimana manajemen konflik dapat diterapkan dalam pertanian untuk mencapai pertanian
berkelanjutan?
1.4 Tujuan
Tujuan paper ini adalah:
1. untuk mengetahui Bagaimana konflik dalam konteks pertanian mempengaruhi optimalisasi
sumber daya manusia dalam sektor pertanian
2. untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab konflik dalam sektor pertanian
3. untuk mengetahui Bagaimana manajemen konflik dapat diterapkan dalam pertanian untuk
mencapai pertanian berkelanjutan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 konflik dalam konteks pertanian mempengaruhi optimalisasi sumber daya manusia dalam sektor
pertanian
Konflik adalah fenomena sosial yang umum kita alami setiap hari. Tidak ada orang yang
hidup bebas dari konflik. Ada konflik antar- saudara, antar agama, antara perusahaan dengan
karyawan, dan konflik antara dua kelompok masyarakat, dan lain-lain.
Neto wuli,(2021) menyatakan manajemen konflik adalah mengelola dan meyelesaikan
konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia dengan berbasiskan empat elemen utama
(pengampunan, saling percaya, empati, rendah hati) yang membentuk satu kesatuan dalam
pengaruh kepribadian kuat seorang pemimpin pelayan (servant leader).
Konflik dalam konteks pertanian dapat mempengaruhi optimalisasi sumber daya manusia
dalam sektor pertanian dengan beberapa cara:
a. Gangguan Produktivitas: Konflik yang terjadi antara petani atau kelompok petani dengan
pihak lain seperti pemilik lahan, pemerintah, atau perusahaan dapat mengganggu proses
produksi pertanian. Konflik dapat menyebabkan gangguan pada aliran pasokan input
pertanian, seperti bibit, pupuk, dan pestisida, serta mengganggu proses panen dan distribusi
hasil pertanian. Hal ini dapat berdampak negatif pada produktivitas pertanian dan
menghambat optimalisasi sumber daya manusia.
b. Kurangnya Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya: Konflik dapat mempengaruhi akses
petani terhadap sumber daya pertanian yang penting, seperti lahan, air, dan teknologi
pertanian. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya tersebut dapat menyebabkan
ketidaksetaraan dalam pemanfaatan sumber daya oleh petani. Selain itu, konflik juga dapat
menciptakan ketidakpastian hukum dan keamanan yang menghambat investasi dan inovasi
dalam pertanian, sehingga menghambat optimalisasi sumber daya manusia.
c. Gangguan Psikologis dan Sosial: Konflik yang berkepanjangan dan intens dalam sektor
pertanian dapat menciptakan kondisi psikologis yang tidak stabil bagi petani. Ketegangan,
kecemasan, dan stres yang dihasilkan dari konflik dapat mempengaruhi kesejahteraan
mental dan kesehatan petani, serta mempengaruhi motivasi dan keterlibatan mereka dalam
aktivitas pertanian. Selain itu, konflik juga dapat menciptakan polarisasi sosial antara
kelompok-kelompok yang terlibat, menghambat kerjasama dan kolaborasi yang diperlukan
dalam optimalisasi sumber daya manusia.

2.2 faktor-faktor penyebab konflik dalam sektor pertanian


Faktor-faktor penyebab konflik dalam sektor pertanian dapat meliputi:
1. Persaingan atas sumber daya: Ketika sumber daya pertanian seperti lahan, air, dan input
produksi lainnya terbatas, persaingan antara petani atau kelompok petani dapat terjadi.
Persaingan ini dapat memicu konflik antara mereka.

3
2. Perubahan kebijakan dan regulasi: Perubahan kebijakan atau regulasi pemerintah terkait
pertanian dapat menciptakan konflik. Misalnya, kebijakan pengalihan penggunaan lahan
pertanian untuk tujuan lain atau perubahan dalam kebijakan subsidi pertanian dapat
mempengaruhi kepentingan dan kesejahteraan petani, sehingga memicu ketegangan dan
konflik.
3. Perbedaan kepentingan dan tujuan: Berbagai pihak yang terlibat dalam sektor pertanian,
seperti petani, pemilik lahan, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal, mungkin
memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda. Konflik dapat muncul ketika kepentingan
dan tujuan ini saling bertentangan.
4. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya: Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya
pertanian, seperti lahan, air, dan akses pasar, dapat menciptakan ketegangan dan konflik.
Misalnya, jika sejumlah petani merasa bahwa distribusi sumber daya tidak adil dan tidak
setara, hal ini dapat memicu konflik antara mereka.
5. Perubahan sosial dan ekonomi: Perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di sektor
pertanian, seperti

2.3 Penerapan Manajemen konflik dalam pertanian untuk mencapai pertanian berkelanjutan
Manajemen konflik dapat diterapkan dalam pertanian untuk mengelola dan meresolusi
konflik yang muncul. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam menerapkan
manajemen konflik dalam konteks pertanian:
1. Identifikasi konflik: Langkah pertama dalam manajemen konflik adalah mengidentifikasi
konflik yang ada. Hal ini melibatkan mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat, sumber
konflik, dan akar permasalahan yang mendasarinya.
2. Komunikasi dan keterlibatan: Penting untuk mendorong komunikasi terbuka dan
keterlibatan aktif antara semua pihak yang terlibat dalam konflik. Ini dapat dilakukan
melalui pertemuan, diskusi kelompok, atau forum dialog untuk memahami kepentingan,
kekhawatiran, dan harapan masing-masing pihak.
3. Pemetaan kepentingan: Memahami kepentingan dan tujuan yang ada di balik konflik adalah
langkah penting. Pemetaan kepentingan membantu mengidentifikasi kesamaan dan
perbedaan antara pihak-pihak yang terlibat, sehingga dapat mencari solusi yang memenuhi
kebutuhan semua pihak.
4. Penemuan solusi bersama: Manajemen konflik dalam pertanian melibatkan pencarian solusi
bersama yang menguntungkan semua pihak. Ini dapat melibatkan identifikasi opsi alternatif,
perundingan, dan negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua
pihak.
5. Implementasi dan pemantauan: Setelah solusi disepakati, langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikan tindakan yang telah disepakati. Penting untuk memantau
implementasi solusi tersebut dan mengevaluasi dampaknya terhadap konflik yang ada.

4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konflik dalam
konteks pertanian memiliki dampak yang signifikan terhadap optimalisasi sumber daya
manusia dalam sektor pertanian. Gangguan produktivitas, kurangnya akses dan pemanfaatan
sumber daya, serta gangguan psikologis dan sosial merupakan beberapa dampak negatif yang
timbul akibat konflik dalam pertanian. Faktor-faktor penyebab konflik dapat meliputi
persaingan atas sumber daya, perubahan kebijakan dan regulasi, perbedaan kepentingan dan
tujuan, ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, serta perubahan sosial dan ekonomi.
Dalam mengatasi konflik dalam sektor pertanian, penerapan manajemen konflik menjadi
penting. Beberapa langkah yang dapat diambil dalam menerapkan manajemen konflik meliputi
identifikasi konflik, komunikasi dan keterlibatan aktif semua pihak terkait, pemetaan
kepentingan, penemuan solusi bersama, serta implementasi dan pemantauan solusi yang telah
disepakati. Dengan menerapkan manajemen konflik yang efektif, dapat diharapkan pertanian
dapat mencapai tingkat keberlanjutan yang lebih baik
3.2 Saran

1. Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk
mengatasi konflik dalam sektor pertanian dan mencapai pertanian berkelanjutan:
2. Peningkatan komunikasi dan keterlibatan: Penting untuk meningkatkan komunikasi
terbuka dan keterlibatan aktif antara semua pihak yang terlibat dalam konflik. Ini akan
membantu membangun saling pengertian, mengurangi kesalahpahaman, dan
menciptakan ruang bagi dialog yang konstruktif.
3. Pembangunan kebijakan yang inklusif: Perlu adanya pembangunan kebijakan yang
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan semua pihak yang terlibat dalam sektor
pertanian. Kebijakan tersebut harus memastikan distribusi sumber daya yang adil dan
merangsang kolaborasi antarpihak.
4. Penguatan kemampuan manajemen konflik: Diperlukan penguatan kemampuan
manajemen konflik bagi semua pihak yang terlibat dalam sektor pertanian, termasuk
petani, pemilik lahan, pemerintah, dan masyarakat lokal. Pelatihan dan pendidikan
mengenai manajemen konflik dapat membantu mereka dalam menghadapi dan
menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif.
5. Pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa: Perlu dibangun mekanisme
penyelesaian sengketa yang efektif dan mudah diakses bagi semua pihak. Mekanisme
tersebut dapat mencakup mediasi, arbitrasi, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya
yang dapat membantu mengatasi konflik secara adil dan damai.
6. Penguatan kerjasama dan kolaborasi: Penting untuk mendorong kerjasama dan kolabor

5
DAFTAR PUSTAKA

NetoWuli, Rofinus.(2021)” KEKUATAN KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI


DALAM MANAJEMEN KONFLIK PADA KEUSKUPAN TNI/POLRI” Jurnal Atma Reksa Vol
V, No. 2, 2020 / 4
Neto Wuli, Rofinus. (2015). “Kekuatan Budaya dan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Resolusi
Konflik Demi Terwujudnya Rekonsiliasi dan Budaya Damai: Studi pada Masyarakat Ngada di
Flores, Nusa TenggaraTimur (Tesis). Bogor: Unhan.
Wuli, R.N. (2023). Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia Pertanian Untuk
Menciptakan Petani Unggul Demi Mencapai Ketahanan Pangan”.Jurnal pertanian UNGGUL, 2(1),
1-15. Retrieved from https://ejournal.stiperfb.ac.id/index.php/jurnalpertanianunggul/article/view/30

You might also like