You are on page 1of 22

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA

DALAM BINGKAI JEJARING SOSIAL DI MEDIA SOSIAL

Loina Lalolo Krina Perangin-angin1 dan Munawaroh Zainal2


Universitas Swiss German
Jl. Jalur Sutera Barat No.15, The Prominence Tower, Alam Sutera, Tangerang 15143
Telp. (021) 29779597
Email : loina.peranginangin@sgu.ac.id1 , munawaroh.zainal@sgu.ac.id2

Abstract
The purpose of this research to identify the social networking of early voters in the social media and its
influence toward political participation. Using qualitative approach, the data is primarily collected through
focus group discussion and in-depth interview with 63 college students chosen purposively in 3 big cities;
Bandung, Jakarta, and Surabaya. Research results show that social media is massively used by the early voters
for interacting and communicating because it needs no physical preparation and revelation of their original
personality. The network is easily accessed, both on campus and at home, which sustains higher intensity in
using social media. While networking socially, the early voters only interact and communicate with old
acquaints, thus the networking does not aim for developing a new network. Their participation in politics is
considered low, have less understanding about politics, and have not participated yet, both online and offline.
Social media has become their primary source of political news and information for discussing with family and
peers face-to-face. Discussion result becomes a consideration for their political decision making. The
contribution of this research is to give perspectives on political participation of novice voters in social media in
order to motivate social media users to become politically literate.

Keywords: political participation, early voters, social networking, social media

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jaringan sosial para pemilih pemula di dalam
media sosial serta pengaruhnya pada partisipasi politik. Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, data penelitian dikumpulkan melalui diskusi terarah dan wawancara
mendalam kepada 63 orang mahasiswa yang terpilih secara purposif di 3 kota besar; Bandung,
Surabaya, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan media sosial telah digunakan secara massif
oleh para pemilih pemula karena melalui media sosial mereka dapat berinteraksi dan
berkomunikasi tanpa memerlukan persiapan fisik maupun keharusan untuk memperlihatkan
atribut kepribadian secara terbuka. Jaringan Internet dapat diakses dengan mudah, baik di kampus
maupun di rumah, sehingga intensitas menggunakan media sosial menjadi sangat tinggi. Didalam
berjejaring, interaksi dan komunikasi hanya dilakukan dengan orang-orang yang telah dikenal
sebelumnya sehingga berjejaring tidak bertujuan untuk membuat jaringan baru, tetapi memperkuat
jejaring lama dalam dunia nyata. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan wawasan mengenai
partisipasi politik pemilih pemula di media sosial dengan harapan bisa memotivasi agar pengguna
media social juga berusaha untuk bisa melek politik.

Kata kunci : partisipasi politik, pemilih pemula, jaringan sosial, media sosial

Pendahuluan putih atau golput) yang terutama didominasi


Banyak negara saat ini mengalami oleh kaum muda, terus meningkat dari pemilu
partisipasi pemilih pemula dalam politik ke pemilu berikutnya; 10,21% pada Pemilu
sangat rendah dibandingkan dengan generasi 1999, meningkat menjadi 23,34% pada
yang lebih tua. Pada kasus yang ada di Pemilu
Indonesia, misalnya, Sodikin, et.al. (2013) 2004, dan 39,10 % pada Pemilu 2009.
mencatat jumlah nonvoter (biasa disebut Disisi lain, sejak Era Reformasi
golongan dimulai, rakyat Indonesia mengalami
keterbukaan
737
738 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-754

informasi dengan semakin meningkatnya (2005) menjelaskan bahwa lingkungan se


jumlah media massa, baik cetak maupun kitar individu mempengaruhi apa yang di
elektronik. Indonesia merayakan demokrasi percaya dan apa yang akan dilakukan
setelah 32 tahun berada dibawah bayang dalam kaitan dengan politik, khususnya
bayang rezim Orde Baru. Dengan preferensi dan perilaku politik. Prinsip ini
kebebasan berbicara dan berpendapat, diambil dari sebuah pandangan mendasar
rakyat Indonesia seharusnya lebih terdidik tentang persepsi, kognisi, dan aksi: bahwa
secara politik dan memiliki lebih banyak manusia adalah mahluk sosial. Saat individu
pilihan. berinteraksi dan mengantisipasi interaksi,
Era Reformasi juga ditandai dengan masingmasing individu
lahirnya situs berita online seperti detik.com, mempengaruhi apa yang akan
beritanet.com, kompas.com, tempo.co.id, dipikirkan, dinilai, dan dilakukan individu
antara.com dan lainnya yang memungkinkan lainnya.Ketikaindividumengambilkeputusan,
berita dan informasi politik sampai ke mereka mendasarkannya pada berbagai
khalayak luas dengan cepat tanpa tanda, pengetahuan, nilai, dan harapan dari
memerlukan biaya besar. Setiap orang pasangan, orang tua, anak, teman, teman
memiliki peluang untuk terlibat dalam proses kerja, dan lain lain yang ada di sekeliling –
produksi maupun distribusi berita dan individu yang signifikan bagi kehidupan
informasi. Ditambah dengan lahirnya situs- mereka. Individu mengikuti apa yang
situs jaringan sosial, khalayak semakin dilakukan beberapa teman sejawat mereka,
mudah untuk saling berbagi berita dan mengabaikan yang lain, atau mungkin
informasi politik. memilih untuk melakukan apa yang berbeda
Lingkungan politik yang semakin dengan kebanyakan individu lainnya.
terbuka ternyata tidak mampu meningkatkan Berlandaskan pada latar belakang diatas,
partisipasi politik generasi muda. Bagi kaum studi ini menekankan pada pola jaringan
muda, politik seringkali dianggap terlalu para pemilih pemula di dalam sosial media
formal, bahkan banyak diantara mereka yang dan pengaruh pola jaringan tersebut dalam
menolak bicara tentang politik. Pada Pemilu partisipasi politik para pemilih pemula.
2014, 63% dari pemilih tinggal di Pulau Media sosial meningkatkan fleksibilitas
Jawa, dimana 19,7 juta diantaranya adalah dalam mendiskusikan politik dan masalah
pemilih pemula dengan rentang usia 1721 publik melalui koneksi “di mana saja,
tahun dan 57% diantaranya adalah pemilih kapan saja”. Komunikasi politik di dalam
muda yang akrab dengan penggunaan media situs jaringan sosial berhubungan dengan
(media literacy). Mereka ini adalah penduduk partisipasi politik, dibarengi dengan adanya
digital yang akrab dengan media sosial, asosiasi antara partisipasi politik secara
memenuhi ruang publik dengan komentar online dengan offline.
yang cepat, pedas, tegas, kadang kasar, dan Kadushin (2012) menjelaskan bahwa
mudah berpindah dari satu isu ke isu lain jaringan (network) tidaklah sama dengan
yang lebih atraktif. berjejaring (networking), Berjejaring
Keputusan politik memang tidak diambil adalah secara aktif menggunakan sebuah
di dalam sebuah ruang hampa. Zuckerman jaringan
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

untuk membuat koneksi dalam mencapai kemiripan, tetapi secara konseptual


tujuan tertentu. Boyd & Ellison (2008) keduanya adalah berbeda. Dalam konsep
bahkan secara tegas membedakan jaringan jaringan, media sosial merupakan alat yang
sosial (social network) dengan berjejaring memfasilitasi proses berjejaring. Hartshorn
sosial (social networking) berdasarkan (2010) menjelaskan beberapa perbedaan
penekanan serta ruang lingkup. Jaringan jejaring sosial dengan media sosial.
sosial adalah sebuah layanan berbasis web Pertama, merujuk pada definisi, media
yang mengalokasikan satu tempat bagi sosial adalah sebuah jalan (a way) untuk
individu untuk membangun profil publik mentransmisi, atau membagi informasi
atau semipublik dalam sebuah sistem dengan khalayak yang lebih luas,
tertutup, mengartikulasikan daftar sementara jejaring sosial merupakan
pengguna lainnya yang berbagi layanan sebuah cara untuk terlibat (an act of
web yang sama untuk saling berbagi daftar engagement) dengan kelompok individu
koneksi didalam sistem tersebut. Sifat dan dengan minat yang sama, saling terhubung
klasifikasi dari setiap koneksi berbedabeda dalam situs jejaring sosial dan membangun
dari satu situs ke situs lainnya (Boyd & hubungan melalui komunitas yang
Ellison, 2008; LeonAbao, et.al., 2015). terbentuk. Kedua, merujuk pada gaya
Sementara berjejaring sosial merupakan berkomunikasi, media sosial adalah saluran
sebuah aktivitas (a practice) membuat komunikasi yang analog, sebuah sistem
kontak dan saling berbagi informasi yang menyebarluaskan informasi “pada”
dengan orang lain, grup ataupun institusi orang lain, sementara jejaring sosial
(LeonAbao, et.al, 2015). merupakan komunikasi dua arah. Seperti
Berjejaring sosial biasanya terjadi televisi, radio, atau surat kabar, media
pada individu yang memiliki kesamaan sosial bukanlah sebuah lokasi untuk
minat. Berjejaring sosial juga memberikan dikunjungi, sementara jejaring sosial,
kemampuan bagi individu untuk membuat tergantung topik, masalah, atau atmosfer
dunia lebih terbuka dan saling terhubung. yang sedang berkembang, individu datang
Hal inilah yang menjadi alasan utama bersamaan untuk saling berkumpul dengan
mengapa Situs Jejaring Sosial (Social pengalaman dan latar belakang yang
Networking Sites – SNS) dewasa ini sangat serupa. Percakapan merupakan inti dasar
popular, karena membuat individu bisa dari jejaring sosial dan melalui percakapan
saling berbagi. Green, et.al. (2014) itulah hubungan sosial akan semakin
menyatakan bahwa saling berbagi adalah terbentuk. Ketiga, dari perspektif respon
sebuah aktivitas manusiawi yang paling waktu, media sosial memerlukan waktu
mendasar dan situs situs jejaring sosial yang lebih lama untuk diikuti, sementara
dapat dipandang sebagai sebuah jalan jejaring sosial, karena merupakan
mudah untuk “terkoneksi di tengah dunia komunikasi langsung antara individu
yang terputus”. terpilih, percakapan menjadi lebih kaya,
Jejaring sosial merupakan bagian dari lebih bertujuan, dan lebih personal.
sosial media. Walaupun keduanya memiliki Jaringan akan tumbuh membesar saat
740 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-754

individu bertemu dan diperkenalkan tujuan untuk sistem tersebut dan cara untuk
dengan individu lainnya. mencapai tujuantujuan tersebut“. Menurut
Secara konvensional jaringan dihubung istilah Munroe (2002), aktivitas politik diatas
kan dengan sekelompok orang yang tinggal berhubungan dengan “any regarding
berdekatan serta saling berinteraksi satu authority in general and government in
sama lain secara regular. Dalam komunitas particular”.
tradisional, individu harus hidup bersama dan Bentuk paling mendasar dari perilaku
melakukan banyak kompromi serta politik adalah partisipasi politik. Munroe
akomodasi agar dapat menikmati (2002) mendefinisikan partisipasi politik
kenyamanan hidup bersama. Tetapi, dalam sebagai “the extent to which citizens use
komunitas virtual kita dapat mengunjungi their rights, such as the right to protest, the
komunitas virtual tanpa memandang lokasi right of free speech, the right to vote, to
dimana kita berada, dapat keluar dari jaringan influence or to get involved in political
tersebut seketika hanya dengan satu kali klik. activity.”
Kita bebas untuk berpartisipasi dalam Riset awal yang dilakukan oleh
jaringan kapan saja kita mau, untuk Campbell & Kwak (2011) menyatakan
kemudian keluar kapan saja kita mau. Kita bahwa komu nikasi politik di dalam situs
tidak perlu mengakomodasi orang lain jaringan sosial berhubungan dengan
ataupun topiktopik yang tidak menarik partisipasi politik; mem berikan efek moderat
perhatian kita. Komunitas dan jaringan virtual yang signifikan bagi mereka yang
ini menawarkan banyak keuntungan tanpa berpendirian tegas, tetapi tidak bagi mereka
keharusan untuk bertanggung jawab dengan yang berpikiran sempit, serta dibarengi
semua hal yang berlaku pada komunitas dengan adanya asosiasi antara partisipasi
dan jaringan fisik –tanggung jawab untuk politik secara online dengan offline. Media
beradaptasi dan mengakomodasi yang lain, sosial juga meningkatkan fleksibilitas dalam
serta, diatas semuanya, tanggung jawab untuk mendiskusikan politik dan masalah publik
tetap bertahan tinggal dan menjadi bagian melalui koneksi “dimana saja, kapan saja”.
didalam komunitas atau jaringan tersebut. Bucy, D’angelo & Newhagen (dalam
Politik berhubungan dengan perumusan Mustaqim, et.al, 2016) menemukan bahwa
dan pelaksanaan keputusan yang mengikat penggunaan media, termasuk Internet, men
keseluruhan populasi yang mengikatkan diri dorong partisipasi politik dibanding keter
mereka dalam sebuah kesatuan serta asingan politik.
hubungan antara mereka yang melaksanakan Irwansyah (2012) menjelaskan bahwa
keputusan tersebut dengan mereka yang Internet memungkinkan terciptanya sebuah
terkena dampak dari pelaksanaan keputusan “ruang” yang mampu memfasilitasi diskusi
tersebut (Johnston, 2009). Miriam Budiardjo dan saling berbagi berbagai isu yang ber
(1998) mendefinisikan politik sebagai hubungan dengan masyarakat luas. Internet
“berbagai aktivitas dalam sebuah sistem juga membantu partisipasi politik
politik (atau negara) yang melibatkan proses tradisional seperti menghubungi politisi,
perumusan menanda tangani petisi, atau memberikan
donasi dapat dilakukan dengan lebih mudah
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...
dan
742 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

cepat dari sisi waktu serta mengurangi mereka, semakin tinggi juga kecenderungan
biaya yang biasanya muncul dalam mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas
organisasi dan koordinasi massa dalam politik yang demokratis. Ada hubungan
skala besar. antara penggunaan media sosial untuk berita
Price and Cappella (2002) menemukan dengan ekspresi politik di media sosial.
diskusi politik meningkatkan keterlibatan Ketiga, ada hubungan yang kuat antara
warga; 60 grup warga negara dihubungkan ekspresi politik di media sosial dengan
setiap bulan dengan diskusi tentang isu partisipasi politik, baik secara online maupun
politik dan kampanye presiden. Ditemukan offline.
argumen pro dan kontra yang lebih intens Himelboim (2012) mengemukakan
atas isuisu yang sebelum diskusi sudah bahwa minat dalam interaksi interpersonal
mereka bicarakan. Perubahan ini berkorelasi tentang isu politik dan mengkonsumsi isi
dengan peningkatan pengetahuan politik tentang isu politik memberikan
peserta. Diskusi online tersebut membuat peningkatan terhadap pemahaman dan
sikap dan perilaku peserta terbentuk; mereka dapat meramalkan perilaku terhadap
yang sebelumnya terlibat dalam diskusi aktivitas politik secara online. Semakin
secara online cenderung untuk menggunakan terbuka secara politik, individu akan
hak pilih dan melakukan kewajibannya menunjukkan semakin tinggi penggunaan
sebagai warga negara dibandingkan dengan media online secara multidirectional.
mereka yang tidak berpartisipasi dalam Data dari www.wearesocial.org mencatat
diskusi (dalam Irwansyah, 2012). bahwa pengguna Internet di Indonesia per
Hampir serupa, Gil de Zuniga dan Januari 2016 adalah sebanyak 88,1 juta
Zheng (2014) mengemukakan sejumlah hasil dengan tingkat penetrasi mencapai 34% dari
penemuan mereka tentang peran media sosial keseluruhan populasi. Dari jumlah tersebut,
terhadap partisipasi politik. Pertama, media 79 Juta diantaranya adalah pengguna aktif
sosial digunakan secara luas sebagai sumber media sosial dengan lama penggunaan
berita. Orang mencari informasi via media hampir 3 jam per hari. Akhir Februari 2012,
sosial karena media sosial menyediakan jumlah pengguna Facebook di Indonesia telah
informasi secara cepat dan dengan cara yang melebihi 43 juta orang, ketiga terbesar setelah
sangat fleksibel. Lebih lanjut, media sosial Amerika dan India. Indonesia juga berada
membuat berita menjadi lebih interaktif, pada posisi kelima di dunia untuk pengguna
karena itu mendorong partisipasi politik. Twitter (Lim, 2012). Tetapi, angkaangka
Ketika membaca berita di media sosial, tersebut tidak menjamin peningkatan
seseorang dapat membagi opininya dengan partisipasi politik, walaupun Luengo (2006)
cara mentioning, meneruskan pada yang menemukan bahwa penggunaan Internet
lain, atau mendonasikan dan memilih memberikan korelasi positif terhadap aktivitas
melalui media sosial. Kedua, semakin orang politik. Penelitian yang dilakukan oleh
berpaling pada media sosial agar tetap upto Forrester Research (dalam Irwansyah, 2012)
date dengan apa yang sedang terjadi di menemukan bah wa kaum muda
sekitar menyerap media digital
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

dalam kehidupan mereka dengan lebih cepat waktu luang karena sibuk menyelesaikan
dibandingkan dengan generasi lainnya. tugastugas sekolah. Nilai partisipasi politik
Semua generasi sebenarnya mengadopsi yang rendah menunjukkan bahwa hampir
teknologi Internet, tetapi konsumen yang seluruh responden tidak menggunakan hak
lebih muda adalah Net Natives. Karena itu, politik mereka pada Pemilu 2014, baik
ketika politik memasuki Internet, media baru partisipasi offline maupun partisipasi online.
maupun media sosial, generasi yang lebih Korelasi antara kedua variabel tersebut
muda akan terlibat dengan politik di dalam menunjukkan angka 0,423 atau ada hubungan
media interaktif dan mampu tetapi tidak cukup kuat. Artinya, ada
mengembangkan demokrasi digital. Hamid hubungan, walaupun kecil, antara
(2013) dari Change.org menyatakan bahwa penggunaan media sosial dengan partisipasi
minat dan partisipasi politik para netizen politik para pemilih pemula pada Pemilu
terbagi dalam dua kelompok besar, satu 2014, atau dengan kata lain dapat
kelompok adalah mereka yang aktif secara disimpulkan bahwa tingkat penggunaan
politik di media sosial akan berpartisipasi media sosial para kawula muda akan
juga secara aktif di Pemilu, tetapi sebaliknya, mempengaruhi tingkat partisipasi mereka di
ada sekelompok netizen aktif di media sosial dalam politik. Tetapi, nilai korelasi tersebut
yang berpartisipasi aktif dalam bentuk juga menunjukkan bahwa hanya 42,3% dari
aktivitas politik yang lain. partisipasi politik pemilih pemula yang dapat
Hasil penelitian yang pernah dilakukan dijelaskan dengan pola penggunaan media
tentang “Peran Media Sosial terhadap sosial, selebihnya dipengaruhi oleh faktor
Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam faktor lain.
Pemilu 2014” (Peranginangin, 2014) meng Diperlukan studi yang lebih mendalam
konfirmasi apatisme para pemilih pemula tentang sistem jaringan sosial yang
dalam Pemilu 2014. Pemilih pemula diwakili dibangun oleh para pemilih pemula di
oleh 1028 orang siswa sekolah menengah dalam media sosial sehingga dengan
atas, baik SMU maupun SMK, sekolah temuan tersebut, pemanfaatan media sosial
negeri maupun swasta di 6 kota di Indonesia; dapat lebih ditingkatkan pada pemilu
Jakarta, Bandung, Surabaya. Jogja, Solo dan mendatang untuk meningkatkan partisipasi
Serang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik para pemilih pemula. Merujuk pada
penggunaan media sosial di kalangan pemilih latar belakang yang telah dipaparkan,
pemula berada pada kategori Sedang tujuan penelitian ini adalah untuk
(58,4%), tetapi partisipasi politik mereka mengidentifikasi jaringan sosial para
berada pada kategori Rendah (88,1%). pemilih pemula di dalam media sosial serta
Artinya, sebagian besar dari pemilih pemula pengaruhnya pada partisipasi politik.
sudah menggunakan media sosial sebagai
Metode Penelitian
salah satu alat berinteraksi, walaupun pola
penggunaan tersebut masih dibatasi karena Penelitian ini menggunakan pendekatan
beberapa alasan seperti keterbatasan akses kualitatif untuk memfasilitasi studi yang lebih
Internet ataupun mendalam dan mendetil. Studi deskriptif
dilakukan khususnya untuk pemetaan
perilaku
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

pemilih pemula dalam menggunakan media pemilih pemula. Sedangkan untuk


sosial, terutama aspek demografi dan
psikografi serta pengaruhnya terhadap
partisipasi politik. Unit analisis penelitian
adalah individu.
Penelitian ini ditujukan pada para
pemilih pemula yang baru pertama kali
menggunakan hak pilih mereka pada
Pemilu 2014. Sampel dipilih secara
purposif di 3 kota besar di Indonesia, yaitu
Bandung, Surabaya dan Jakarta. Kota
Bandung dan Surabaya dipilih karena
keduanya merupakan ibukota propinsi yang
memiliki jumlah pemilih terbanyak pada
Pemilu 2014. Selain itu, kedua kota
tersebut bersama dengan kota Jakarta
merupakan kotakota yang memiliki
sejumlah universitas dengan reputasi yang
baik. Untuk kota Bandung, universitas
yang terpilih adalah ITB, UNPAS, dan
UNPAD. Untuk kota Surabaya, universitas
yang terpilih adalah Universitas Widya
Mandala, sedangkan untuk Jakarta,
universitas yang terpilih adalah UNJ, SGU,
dan UI.
Data penelitian dikumpulkan melalui
kegiatan focus group discussion (FGD) dan
semistructured interview kepada 63 orang
mahasiswa dari universitas yang
disebutkan diatas. Sampel diambil dari
mahasiswa tingkat awal di sejumlah
universitas, karena mereka adalah pemilih
yang baru saja mengikuti Pemilu di tahun
2014 yang lalu. FGD adalah sebuah teknik
pengumpulan data penelitian melalui
kegiatan diskusi kelompok yang pesertanya
terbatas (dipilih) menurut kriteria tertentu
dan pembahasannya memfokuskan pada
topik (materi) tertentu yang sangat spesifik,
yaitu tentang jejaring sosial dan
pengaruhnya pada partisipasi politik
744 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

wawancara mendalam, kegiatan ini hanya


dilakukan pada beberapa orang peserta
saja untuk lebih mendalami hasil diskusi
yang telah dilakukan sebelumnya.
Kegiatan Diskusi tatap muka dilakukan
dengan rincian kegiatan sebagai berikut,
pertama, di kampus Fakultas Ilmu
Komunikasi, Unversitas Widya Mandala
Surabaya, pada tanggal 2125 Juni 2016,
dengan jumlah total 20 peserta. Diskusi dan
wawacara tatap muka dilakukan pada
tanggal 23 dan 24 Juni 2016, yang diikuti
oleh 20 orang peserta mahasiswa Fakultas
Ilmu Komunikasi dari universitas tersebut.
Kegiatan diskusi dilakukan dalam 2 tahap
yaitu masingmasing 10 orang untuk setiap
kelompok diskusi dikarenakan jumlah
peserta cukup banyak. Tanggal 22 Juni 2016
diadakan rapat persiapan untuk
membicarakan berbagai hal yang berkenaan
dengan penye lenggaraan kegiatan diskusi
tatap muka. Dalam analisis, partisipan diberi
kode #S1
20. Diskusi di Jakarta yang dilakukan
dengan 7 orang mahasiswa Universitas
Negeri Jakarta pada tanggal 19 Juli 2016 di
lokasi sekitar kampus Fakultas Ilmu
Pendidikan Psikologi UNJ. Pada analisis,
partisipan diberi kode #J1824.
Kedua, pada tanggal 23 September
2016 dilakukan kegiatan diskusi di kota
Bandung. Tanggal 2 September, diskusi
dilakukan dengan 10 orang mahasiswa
Program Studi Ilmu Informatika
Universitas Pasundan Bandung. Dalam
analisis, partisipan diberi kode #B110.
Kemudian pada tanggal 3 September
dilakukan 2 kali kegiatan diskusi masing-
masing dengan 4 orang mahasiswa
Fakultas Ilmu Psikologi Universitas
Padjajaran di area kampus Jatinangor.
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

Dalam analisis, partisipan diberi kode Hasil Penelitian dan Pembahasan


#B11
Profil partisipan dalam penelitian ini
15. Kemudian untuk sesi berikutnya diskusi
adalah mayoritas perempuan dibandingkan
dilakukan dengan 5 orang mahasiswa Fakul
dengan lakilaki, dengan rentang usia antara
tas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
1822 tahun. Semua partisipan adalah
Pada analisis, partisipan diberi kode #B1519.
pemilih pemula yang baru memulai
Ketiga, pada tanggal 12 September 2016
aktifitas politiknya dalam Pemilu 2014
dilakukan kegiatan diskusi tatap muka
yang lalu. Dari sisi agama, 35 orang
dengan 5 orang mahasiswa di lokasi sekitar
beragama Islam, 20 orang Kristen, dan 8
Taman Mini. Peserta berasal dari beberapa
orang Katolik dengan status sosial dan
perguruan tinggi negeri dan swasta yang
ekonomi hampir semua peserta berada pada
berdomisili di sekitar wilayah Taman Mini.
kategori menengah ke atas, yang ditandai
Pada analisis, partisipan diberi kode #J13-
oleh sejumlah indikator seperti banyaknya
17. Keempat, di kampus Universitas Swiss
uang jajan per bulan, kepemilikan mobil
German dilakukan diskusi tatap muka dengan
pribadi maupun frekuensi berlibur keluarga
12 orang mahasiswa program studi Ilmu
dalam setahun lebih dari 2 kali. Sebagian
Komunikasi pada tanggal 23 September
besar peserta tinggal bersama dengan
2016. Pada analisis, partisipan diberi kode
orangtua, tetapi sejumlah partisipan lain
#J112
mengaku tinggal sendirian atau kost karena
Jumlah total peserta diskusi tatap muka
berasal dari luar daerah.
per kota adalah untuk kota Surabaya 20
Berkaitan dengan hubungan sosial,
orang, kota Bandung 19 orang, dan kota
hampir semua peserta mengaku memiliki
Jakarta 24 orang. Total ada 63 orang yang
hubungan yang sangat baik dengan kedua
menjadi partisipan diskusi dalam riset ini.
orang tua maupun saudara kandung
Peneliti bertindak sebagai moderator yang
mereka, karena masih tinggal bersama
mengatur lalu lintas diskusi dan tidak
dengan keluarga. Hanya beberapa orang
berhak mempengaruhi pendapat dan sikap
saja yang harus tinggal terpisah dengan
peserta diskusi. Semua hasil diskusi
keluarga karena lokasi tempat tinggal yang
dicatat/direkam, dan hasilnya disajikan
cukup jauh atau berada di luar kota tempat
secara tertulis dalam bentuk verbatim,
mereka menempuh studi. Mereka mengaku
berupa transkrip. Hasil transkrip disusun
masih bisa berdiskusi dan membicarakan
dan digunakan untuk menjawab
berbagai hal dengan orang tua dan saudara
permasalahan yang diteliti.
kandung. Tetapi intensitas dan durasi
Data yang sudah dikumpulkan diolah
berkomunikasi itu hanya sebentar, karena
dan dianalisis secara deskriptif. Hasil
pagi hari sudah berangkat ke kampus dan
yang didapat dari wawancara dianalisis
baru kembali ke rumah menjelang malam
dengan Tabel Triangulasi untuk kemudian
hari. Para peserta mengaku bahwa
dituangkan dalam gambaran umum dan
intensitas komunikasi sangat sedikit di
analisa permasalahan dalam bentuk narasi,
harihari sekolah, tetapi di akhir minggu
ungkapan, ataupun disajikan dalam bentuk
bisa ditingkatkan.
deskripsi untuk mendukung analisis.
746 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

Perihal hubungan sosial dengan ling memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kungan sekitar, hampir semua mengaku temanteman sekampus karena sebagian besar
hubungan sangat renggang karena jarang dari peserta diskusi adalah mereka yang aktif
berinteraksi dengan tetangga. Hanya dalam organisasi kampus. Sebagian besar
beberapa orang peserta yang mengaku sering partisipan orang mengaku aktif di organisasi
berinteraksi dan berkumpul dengan tetangga, kampus, bahkan menjadi pengurus di
sementara sisanya mengaku hanya mengenal organisasi tersebut. Bahkan banyak juga
tetangga mereka tanpa pernah berkomunikasi. diantara mereka yang juga mengaku sangat
Semua peserta mengaku tidak pernah aktif dalam kegiatan organisasi pemuda di
berdiskusi tentang politik dengan lingkungan lingkungan tempat ibadah mereka masing
sekitar, bahkan juga saat aktivitas politik masing, atau menjadi anggota, bahkan
seperti pemilihan umum sedang berlangsung pengurus lembaga non pemerintah, atau
tidak ada diskusi yang dilakukan dengan organisasi pemuda kedaerahan.
tetangga sekitar. Ketika ada partisipan yang Perihal kaitannya dengan intensitas
mengakui adanya hubungan baik antar- terhubung dengan Internet, ada beberapa
tetangga di tempatnya bermukim, hubungan hal yang bisa dilakukan oleh netter,
sosial saat ini juga menjadi agak renggang misalnya bermain games online, browsing
karena adanya perbedaan preferensi politik, informasi, atau menggunakan media sosial.
apalagi pada saat Pemilu, seperti yang Eikenberry (2012) menyebutkan paling
disebutkan dibawah ini: tidak ada 6 jenis tipe media sosial, (1)
“Karena saya, untuk di kampung saya mungkin collaborative project, seperti wikis dan
sama seperti Reza tetapi penduduk rumah aplikasi buku, (2) blogs, (3) content
disitu kebanyakan pendatang. Dan saya juga
Muslim. Otomatis ketika kita ibadah sholat pun information, situs yang memfasilitasi
itu pun kita ikut ngumpul. Tapi yang ngumpul- sharing isi media antara pengguna, seperti
ngumpul itu bukan anak muda. Atau semua
orang tua. Tetapi anak muda dengan orang tua- Google docs atau YouTube, (4) virtual game
tua. Begitu. Karena yang di masjid sekarang itu world, (5) virtual social world, seperti
kebanyakan yang sudah tuatua yang tujuannya
ya tobat dan sebagainya. Tapi untuk kanan kiri Second Life, dan (6) social networking
tetap tahu. Hanya tahu saja sih. Kenal. Tapi sites, seperti Facebook, LinkedIn, dan
ketika apa yang sedang digosipgosipkan atau
sedang hangat karena ketika kita tahu berita Twitter.
yang dibuat, kita bisa tahu memutuskan kita
harus seperti apa … kalau diskusi politik iya
Pada penelitian ini, konsep terhubung
ada. Sampai kita kumpul di pos itu buat dengan Internet adalah ketika jari
ngomongin masalah politik kalau misalnya
pemilu, biasanya dibicarakan. Iya, karena jujur menyentuh dan memainkan alat yang
aja di kampung itu pendatang. Mayoritas digunakan, bukan pada ukuran waktu
pendatang. Pemilihnya pun ada kubu kubu
seperti itu. Jadi sampai ada debat. Sampai ada ketika modem atau wifi terhubung dengan
gap. Ga ngomong atau mungkin saling internet. Beberapa peserta mengaku tidak
menghindar. Ada juga. Alasannya, kuatnya.
Seperti itu … Kadang sampai di TPS pun itu pernah mematikan wifi atau modem, tetapi
kita tuh ada berbeda. di TPS, tapi ga ribut. tidak melakukan aktivitas apapun yang
Soalnya sudah tahulah pasti menang ini, pasti
menang itu berhubungan dengan situs situs Internet,
…” (Partisipan #S2) hal ini tidak termasuk dalam kategori
Saat interaksi dengan teman sekampus terhubung dengan Internet.
maupun
Merujuk pada konsep keterhubungan
luar kampus, hampir semua juga menyatakan
dengan Internet serta media sosial, para
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

pemilih pemula mengaku menghabiskan mencari kesempatan berselancar di mall


waktu antara 612 jam per hari untuk atau ruang publik lain yang memberi akses
terhubung dengan dunia maya. Sebagian berinternet secara gratis.
kecil partisipan mengaku mengakses
Perihal media sosial, semua peserta
Internet kurang dari 5 jam sehari. Sebagian
mengaku paling tidak memiliki 3 akun
lagi mengaku mengaktifkan Internet dan
media sosial, terutama di media sosial
media sosial selama 510 jam sehari,
seperti Path, Line, dan Instagram. Selain
sementara sebagian besar mengaktifkan
itu, akun media sosial lainnya yang mereka
Internet dan media sosial lebih dari 10 jam
miliki adalah WA, Snapchat, Telegram dan
sehari. Bahkan, sebagian lainnya mengaku
AskFM. Beberapa media sosial yang dulu
tidak pernah mematikan Internet dan media
cukup terkenal seperti Facebook dan
sosial mereka, seperti disebutkan berikut
ini: Twitter saat ini tidak menarik lagi bagi para
pemilih pemula. Mereka mengaku masih
“Saya gimana ya … saya dibilang 24 jam bisa.
Itu gimana ya. Saya ga sepenuhnya pakai. memiliki akunakun tersebut, tetapi tidak
Kayak saya download sesuatu, saya tinggal
semalaman gitu. Tapi kalau misalnya saya pernah atau jarang sekali membukanya.
benarbenar pakai sekitar 15 jam. Sosial media Para peserta juga lebih tertarik dengan
kirakira 10 jam.” (Partisipan #J13)
situs media sosial yang memungkinkan
“Kalau Internet hampir tidak pernah dimatikan.
Koneksi 6 jam, sosial media sepanjang hari. mereka untuk berkumpul dalam satu grup,
Selalu dicek grup. dari tidur sampai bangun.” seperti Line atau Whatsapp (WA), sehingga
(Partisipan #B3)
mereka dapat menggunakan media sosial
“Saya mungkin connect 19 jam ya. Sosmednya
paling 14 sampai 15 jam.” (Partisipan #J1) itu juga sebagai alat berkomunikasi. Seperti
yang disebutkan beberapa partisipan alasan
“Sosial media kan di HP, jadi bisa dibilang 10
jam. Berarti 16 jam, Internetnya 6 jam, sosial mereka menggunakan Line atau WA adalah
medianya 10 jam.” (Partisipan #J3)
berikut ini :
Peralatan utama yang digunakan para
“Kalau untuk internetnya kirakira 11 jamlah.
partisipan untuk mengakses Internet Sosial medianya bisa 1516 jam. Saya kadang
maupun media sosial adalah telepon sering buka Line.” (Partisipan #J4 )
genggam yang dimiliki secara pribadi “Line ini biasanya, Line itu tiap saat, Soalnya
kontak sama orang lewat Line … itu saya ga
maupun peralatan pendukung lainnya bisa sebutin dong berapa jamnya … jadi khan
seperti komputer jinjing, modem dan wifi, buka, terus tutup lagi, buka yang lain … chat,
baca newsnya.” (Partisipan #S15)
yang juga sebagian besar dimiliki secara
“Karena update hal baru, jadi kayak sejam gitu
pribadi. Hampir semua peserta menyatakan udah beda lagi kegiatannya, topik baru … Tapi
bahwa telepon genggam selalu berada kenapa harus 12 jam? Kenapa harus 8 jam?
Karena kepo.” (Partisipan #S14)
dalam genggaman tangan atau paling tidak
selalu berada dekat mereka. Sedangkan “Kalau Line tahan sampai 2 jam 3 jam soalnya
banyak grupnya” (Partisipan #S16)
untuk lokasi menggunakan internet,
Situs lain yang menjadi favorit bagi para
sebagian besar menyatakan bahwa mereka
pemilih pemula adalah Instagram dan Path.
biasa berselancar di dunia maya saat
Sejumlah alasan menggunakan situs ini
sedang berada di rumah atau kampus. Ada
beberapa orang dari peserta yang mengaku
748 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

dikemukakan, seperti stalking atau mencari media (content sharing) seperti YouTube
tahu aktivitas orang lain, memamerkan karena banyak video menarik yang bisa
aktivitas personal, dan lain sebagainya, dinikmati. Berbagai alasan menggunakan
seperti yang disebutkan oleh beberapa YouTube disebutkan sebagai berikut :
partisipan berikut ini:
“Setiap hari nonton YouTube, kayak misalnya
“Jadi pegang HP buat update. Kalau banyak make up, kayak tutorial … ini bisa sampai 12 jam
media sosial itu nunjukin gaya hidup kita. … Terus kaya short movie.” (Partisipan #S15)
Misalnya kita lagi barengbareng, checkin path.
Eksis di dunia maya itu sudah suatu kayak “Vlogvlog gitu. Video blogger, yang luculucu,
kebutuhan soalnya nunjukin status sosial kita, tutorial dance.” (Partisipan #S12)
ketika gak update ada perasaan apa … “Karena di YouTube ada kayak misalnya yang
mungkin susah.” (Partisipan #B19) main game. Tutorial. Ada yang bikin video
“Biasa 1012 jam, sosial media 7 jam, biasa kreatif. Ada video musik yang bisa dilihat.
buka Line, Instagram … di tempat bagus masa Kadangkadang udah nonton satu video bisa
ga pamer ya?” (Partisipan #B17) nagih ke video yang lain lagi …nyambung,
nyambung, nyambung terus.” (Partispan #B2)
“812 jam, media sosial 8 jam, biasa buka Line, Penggunaan media sosial menjadi sangat
Instagram, Path. Kecenderungan untuk selalu
update itu selalu … kayak ada yang kurang.” penting sebagai alat untuk terus
(Partisipan #B18)
memelihara komunikasi, baik dengan
“Keseringan buat chatting pake WA sama Line. anggota keluarga maupun dengan teman-
Kalau stalking di Instagram.” (Partisipan #J15)
teman. Peserta hanya membuka jejaring
“Internet 12 jam, sosmed 10 jam, untuk Line,
Snapchat, Instagram, askFM, Path … stalking dengan orangorang yang sudah pernah
selebgram, teman ..” (Partisipan #B15) mereka kenal sebelumnya, misalnya
“Kalau Instagram gitu, saya kadang lihat gitu anggota keluarga, teman semasa sekolah,
saya lihat orangnya, saya scroll lagi … Satu
orang tuh bisa upload 2 foto. Begitu saya lihat atau teman dalam kegiatan diluar sekolah.
follower saya ada 660. Coba 660 kali 2. Apa Jejaring dengan orang baru atau yang tidak
cukup tuh 8 jam? Ngerti ga sih? Kayak ada aja
yang baru. Setiap saya scroll ada yang baru.” pernah dikenal sangat dihindari, sehingga
(Partisipan #J1) jejaring didalam media sosial bukanlah
“Karena rasa penasaran orang itu mungkin tinggi jejaring baru, tetapi jejaring lama yang
kali ... Kan misalnya, kalau kita lagi sendirian di
rumah, kita gak tau harus ngapain. Bosan … kan dipindahkan dari dunia realitas kedalam
lihat Instagram karena kita penasaran gitu. Kita dunia maya. Hal ini disampaikan oleh
gak lihat apaapa tapi rasa penasaran kita tinggi.
Jadi buka Instagram, Path gitu … efeknya itu beberapa partisipan sebagai berikut:
cukup tahu … kayak ngestalk terus tahu dia di
sini … kalau misalnya tempat yang teman kita “Tapi nggak ngeadd teman baru, karena seram.”
datangi tempatnya bagus. Terus kayak oh coba (Partisipan #J3)
deh … dan ada beberapa kejadian mencoba gara- “Sosmed dibuat tidak hanya untuk new network
gara itu … garagara ada gambar di Path … sering tapi malah ke old network. Saya update sama
banget … jadi informasi yang disampaikan itu temen sma kelas 10. Dalam tiap kelas ada
di follow up gang. Ada 1 teman ada komen, 3 bersepuluh
… jadi bahan obrolan.” (Partispan #J5) dari nama geng. Jadi dari satu upload bisa
“Karena kalau lihat bisa sekalian ngebayangin.” muncul lagi yang 10. akhirnya yang baru itu
(Partisipan #S16) kembali berteman … jadi grup yang ga pernah
muncul jadi ribut lagi.” (Partisipan #B14)
Para pemilih pemula juga mengaku meng
Begitu juga untuk pola hubungan sosial
habiskan banyak waktu dengan mengakses
didalam kampus atau organisasi. Semua
situs yang memfasilitasi saling berbagi isi
peserta mengaku menggunakan media
sosial,
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

terutama grupgrup pertemanan sebagai alat film maupun Internet), tetapi juga pada
komunikasi utama. Seharian bersama konvergensi media yang lebih fundamental
dalam aktivitas kampus dan organisasi dari saluran massa, interpersonal maupun
tetap dianggap belum cukup, sehingga teman sejawat (peer).
komunikasi intensif tetap dilakukan Kekuatan dari jaringan sosial yang
melalui media sosial. Koordinasi dan baru adalah karena adanya perbedaan
saling berbagi informasi menjadi alasan dengan karakteristik jaringan sosial secara
utama bagi para pemilih pemula ini untuk tradisional. Pada jaringan tradisional,
terus berkomunikasi lewat media sosial. atribut setiap personal menjadi sangat
“Kalau misalnya di BPM itu, kalau misalnya, penting, apakah individu tersebut dianggap
chatting itu biasanya sih, kalau misalnya, cuman
bikin kordinasi rapatnya kapan. Terus kebetulan sebagai orang yang ramah atau kurang
dicatatnya disitu. Terus, kalau mau dekatin ramah, bodoh atau pintar, atau atribut lain
antar angkatan, ini kan masih baru, masih
banyak anggota baru. Aku harus mulai, apa sih, yang melekat pada kepribadian sang
otomatis, harus mulai, maksudnya harus lebih individu akan sangat mempengaruhi
instan sekarang, harus kenal satu sama lain dulu,
kan. Tapi kalau misalnya tiga bulan sudah jalan bagaimana individu tersebut menjalin relasi
periode, akan banyak ketemunya karena biasanya dengan orang lain. Kemudian, dalam
kan harus koordinasi secara langsung. Bukan
lewat chat. Jadi … jadi face to facenya tetap, gak jaringan sosial baru, atributatribut personal
bisa di ilangin.” (Partisipan #S1)
itu menjadi sangat tidak penting
“Kalau saya mungkin kalau secara, kalau misal dibandingkan dengan hubungan dan jalinan
bilang soal frekuensi, pasti akan lebih banyak
frekuensinya di chat. Karena, kan, kalau meetup yang dirajutnya dengan orang lain didalam
itu kita pasti butuh waktu untuk bertemu.
Gunanya chat itu untuk mengatur jadwal
jaringan tersebut. Para peserta diskusi
pertemuan itu. Jadi mengakui bahwa kekuatan dari jaringan
… jadi, tetap dikoordinasikan. Kalau misalkan
interaksi pun juga lewat chat. Karena, kan, sosial didalam media sosial adalah
sering kali, pengalaman kalau sendiri selama ini hilangnya identitas personal yang
sebenarnya kalau kita face to face masih kalau
pertama kali mungkin lebih canggung. Tapi, yang dilekatkan pada kepribadian mereka secara
kita coba komunikasikan, saya mungkin nanti tatap muka. Pada saat berinteraksi di media
pertemuan selanjutnya bisa.” (Partisipan #S10)
sosial, mereka dapat menampilkan
Sistem sosial merupakan contoh paling
karakter lain dari yang bisa mereka
konkrit dari sebuah jaringan. Dalam jaringan
tampilkan, misalnya biasanya pendiam,
sosial, individu saling membangun hubungan
tetapi bisa aktif memberikan komentar
–siapa berkomunikasi dengan siapa, siapa
ketika berinteraksi di media sosial. Secara
berkomunikasi secara regular dengan siapa.
konvensional jaringan dihubung
Chafee (1986) yang dikutip oleh Walther
kan dengan sekelompok orang yang tinggal
(2011) menyatakan peran konvergensi dan
berdekatan serta saling berinteraksi satu
saling melengkapi dari saluran tradisional dan
sama lain secara regular. Pada komunitas
interpersonal dalam melakukan diseminasi
tradisional, individu harus hidup bersama dan
pesan komunikasi. Teknologi komunikasi
melakukan banyak kompromi serta
membuka akses pada informasi bukan hanya
akomodasi agar dapat menikmati
pada konvergensi media (televisi, surat
kenyamanan hidup bersama. Tetapi, dalam
kabar,
komunitas virtual kita dapat mengunjungi
komunitas virtual
750 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

tanpa memandang lokasi dimana kita berada, dikasikan untuk melakukan input, interaksi,
dapat keluar dari jaringan tersebut seketika diskusi isi, serta kolaborasi yang berbasis
hanya dengan satu kali klik. Kita bebas untuk komunitas,” karena itu, Mayfield (2008)
berpartisipasi dalam jaringan kapan saja kita mengemukakan sejumlah karakteristik dari
mau, untuk kemudian keluar kapan saja kita media sosial yaitu partisipasi, keterbukaan,
mau. Kita tidak perlu mengakomodasi orang percakapan, komunikasi, dan keterikatan.
lain ataupun topiktopik yang tidak menarik Kemudian, dalam kaitan dengan peserta
perhatian kita. Komunitas dan jaringan virtual diskusi, kegiatan komunikasi yang paling
ini menawarkan banyak keuntungan tanpa intens dilakukan adalah memperhatikan
keharusan untuk bertanggung jawab dengan berbagai fotofoto maupun status yang ditulis
semua hal yang berlaku pada komunitas oleh temanteman mereka di dalam media
dan jaringan fisikal –tanggung jawab untuk sosial, untuk kemudian foto dan status
beradaptasi dan mengakomodasi yang lain, tersebut akan dikomentari ataupun
serta, diatas semuanya, tanggung jawab untuk didiskusikan.
tetap bertahan tinggal dan menjadi bagian Keputusan politik memang tidak diambil
didalam komunitas atau jaringan tersebut. di dalam sebuah ruang hampa. Lingkungan
Mooney (2009) mencatat bahwa ke sekitar individu akan mempengaruhi apa
kuatan lain dari interaksi lewat media sosial yang dipercaya dan apa yang akan dilakukan
adalah bahwa aktivitas utama didalam dalam kaitan dengan politik, khususnya
media sosial adalah BERBICARA, bukan preferensi dan perilaku politik. Ketika
menulis. Berbicara adalah basis bagi sistem individu mengambil keputusan, mereka
berinteraksi dan berkomunikasi. Para peserta mendasarkannya pada berbagai
menyatakan bahwa mereka merasa nyaman tanda, pengetahuan, nilai, dan
untuk mengeluarkan opini mereka tanpa harapan dari individu yang signifikan bagi
takut teridentifikasi dengan mudah. Secara kehidupan mereka, seperti orang tua, teman,
online, orang bebas mengekspresikan seluruh dan lainlain yang ada di sekeliling Individu
aspek diri mereka yang tidak mungkin mengikuti apa yang dilakukan beberapa
dilakukan dalam kontak tatap muka. Saat teman sejawat mereka, mengabaikan yang
terjadi ketidaksetujuan atas suatu idea yang lain, atau mungkin memilih untuk melakukan
dilontarkan, misalnya, mereka bisa langsung apa yang berbeda dengan kebanyakan
meninggalkan TEMPAT tanpa harus minta individu lainnya. Salah satu kegiatan yang
ijin dulu (yang tentunya akan dianggap tidak membantu para pemilih pemula dalam
sopan dalam keadaan tatap muka) atau mengambil keputusan politik adalah
memberi komentar lain tanpa harus adanya diskusi tentang politik
mempertimbangkan reaksi penerima. dengan keluarga dan keluarga
Wigmore (2013) lebih lanjut menjelaskan besar. Semua partisipan mengaku diskusi
bahwa media sosial merupakan “sekumpulan antar anggota keluarga berjalan dengan
saluran komunikasi secara online yang dide baik, ada waktuwaktu mereka bisa
membicarakan banyak hal dengan orang
tua, tetapi sayangnya diskusi politik hampir
tidak pernah dilakukan. Namun, ada
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...
sebagian
752 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

kecil partisipan mengaku berdiskusi politik ya … oh iya … iya. Ya gitugitu aja sih cuma
dengan orang tua, bukan hanya tentang isu respon ya…ya gitu gitu aja.” (Partisipan #S8)
isu politik yang sedang hangat diberitakan “Kalau masalah politik di keluarga saya, kita
sangat apa … mengikuti acara yang lagi hits.
oleh media lain, tetapi juga mereka bisa Contohnya kalau ada pemilihan, TVOne pasti
belajar praktek politik lewat bimbingan langsung ada debat. Itu tuh pasti langsung
dicatat jadwalnya kapan. Tapi saya gak milih
orang tua. karena di keluarga saya tuh bukan tipe yang
milih. Jadi kita gak milih. karena pertama kita
“Ngomongin tentang perdagangan. Terus ya
keluarga pindahan dari Jember. Nah kita mau
kayak partaipartai … oh sampai ke partai …
proses ke Surabaya ini jadi KTPnya KKnya
sampai perilaku tokohtokoh partai, itu sampai
semua, SIM Surabaya, eh sorry, Jember. Jadi
dibicarakan. Karena keluarga juga kan ada
saya kan harus pulang. Kalau pulang itu saya
yang terlibat. Kayak jadi bahan perbincangan.”
gak sempat.” (Partisipan #S9)
(Partisipan #S15)
“Isu politik sih paling pas pemilu. Karena
“Pernah ada omongan diskusi soal politik …
baru pertama jadi nanya ke orang tua … Pas
karena keluarga saya keluarga yang sangat
waktu 2014 … iyakan jadi pemilih Itu nanya
tidak suka politik Indonesia, jadi sangat …
nanya cara ke orangtua juga … kalau milih itu
semuanya dikritik gitu … kritikkritik terhadap
di serahkan ke kita. Tapi caloncalonnya udah
realitas politik. Kayak misalnya kalau ada
dikasih tau.” (Partisipan #B1)
highlight apa misalnya kayak, misalnya Ahok
yang banjir banjir itu dibahas … jadi kalau ada Bahkan beberapa partisipan mengaku
isuisu …” (Partisipan #B15)
bahwa pilihan politik pun kemudian diatur
“Karena, kalau saya pribadi saya tidak terlalu oleh keluarga atau oleh partisipan,
tertarik dengan politik. Kalau lihat kok malah
jadi gak interest. Tetap ada diskusi sedikit- tergantung suasana diskusi yang terjadi,
sedikit dari keluarga. Tapi masalahnya seperti yang disebutkan berikut ini :
seringkali saya kalau pulang ke rumah itu
sudah malam, jadi keluarga sudah istirahat. “Karena dua tahun yang lalu tiga tahun yang
Sudah selesai nonton TVnya. Tapi tetap lalu ketika umur tujuh belas yang
didiskusikan. khususnya waktu hari pemilihan diperkenalkan ke dunia politik oleh ibu saya
bahkan tetap pilih ini pilih ini. Tetap sendiri. Dan langsung jadi simpatisan legislatif
didiskusikan, tetap didorong. Tetap memilih dia, walkot, pilgub sampai kemarin yang
sendiri. Tetapi tetap sebelum memilih didorong terakhir pilpres. Saya jadi simpatisan.”
tapi tetap saya memilihnya pilihan saya sendiri, (Partisipan #S2)
karena saya punya pertimbangan pertimbangan
yang lain. Beda dengan pilihan orang tua.” “Ada membicarakan keputusan … Karena papa
(Partisipan #S10) mama milih sama jadi cenderung milihnya jadi
sama …” (Partisipan #B8)
Diskusi politik dengan keluarga terjadi jika
“Kalau mempengaruhi sih malah saya yang
ada informasi, berita, atau isu politik yang mempengaruhi bukan orang tua saya. mungkin
hangat atau untuk kepentingan pemilihan pengalaman kan tahun lalu, saya terlibat dalam
politik, kan. Contohnya tahun lalu saya terlibat
yang terjadi lima tahun sekali. Informasi dalam kampanye politik kan. Yang menjadi
dan berita tersebut didapat dari berbagai wakil DPR di Surabaya itu kan Om saya. Jadi
saya tahu caranya orang kampanye. Jadi saya
sumber informasi untuk kemudian turut serta dalam mempromosikan Om saya itu
tadi. Jadi yang mempengaruhi justru saya
didiskusikan, seperti yang disebutkan oleh bukan orang tua saya.” (Partisipan #S1)
beberapa partisipan berikut ini : Diskusi juga bisa terjadi dengan teman
“Kalau urusan politik sih kalau ada teman, terutama teman kampus dimana parti
stimulusnya baru ngomongin tentang politik.
Jadi kaya pas nonton TV misalnya ada Metro, sipan bergabung bersama dalam organisasi
TVOne. Soalnya mama sukanya nonton kemahasiswaan. Tetapi, diskusi tentang
memang Metro sama TVOne, gitu. Jadi dia
kadang suka komen suka cerita tentang apa politik sendiri tidak terjadi didalam media
yang dia tonton. Cuma aku kan memang gak sosial. Semua partisipan menyatakan bahwa
begitu ngerti politik jadi
didalam
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

jaringan mereka didalam media sosial, sumber resmi atau asli dari berita dan
diskusi tentang isuisu yang berbau politik informasi tersebut secara online. Ada juga
tidak terjadi karena beberapa alasan seperti yang mengaku berusaha mencari
yang disebutkan berikut ini: penjelasan yang lebih mendalam dari
“Ya kalau saya bicara di sosial media kan media informasi lainnya, seperti media
nggak semua orang nanggapi gitu … di Line
yang begitu aktif politik juga sangat jarang. elektronik dan media cetak. Mereka hanya
Teman yang diajak bicara itu yang gak suka mencari berita atau informasi tentang
…” (Partisipan #S11)
politik yang menarik perhatian saja,
“Pas pemilu baru ramai … tetap gak bisa bu.
Tetap ga ada jawaban … bingung juga sama
misalnya isuisu yang sedang hangat atau
sifat kita nih. Harusnya ada perubahan tadi ketika ada kontroversi atas satu isu tertentu.
ya?” (Partisipan #J1)
Berita atau informasi tersebut kemudian
Perihal sumber berita dan informasi didiskusikan dengan anggota keluarga
tentang politik, sebagian besar peserta mereka atau temanteman mereka. Hasil
mengaku mendapatkan informasi tentang diskusi dengan keluarga dan teman itu
politik terutama dari situssitus berita online kemudian dipergunakan sebagai bahan
seperti detik.com atau kompas.com. rujukan dalam mengambil keputusan
Sebagian lagi mengaku menggantungkan keputusan yang berhubungan dengan
informasi yang mereka dapat dari berita politik, misalnya untuk memilih pasangan
atau informasi yang dibagikan oleh teman- presiden dan wakil presiden pada
teman atau oleh grup media sosial. Jadi, pemilihan umum.
kelompok ini tidak mencari berita atau Kegiatan partisipasi politik secara
informasi tentang politik, tetapi hanya online yang biasa dilakukan adalah
secara pasif menunggu berita dan informasi memberikan tanda like untuk informasi dan
yang masuk ke dalam akun media sosial berita politik yang dibagi dari temanteman
mereka. yang lain atau komentar teman atas satu
“Sharing berita dari teman. Kalau gak dapat berita dan informasi yang dibagikan,
sharing malah ga baca.” (Partisipan #J17)
kemudian meneruskan (forwarding) berita
“Sering lihatlihat video di YouTube terus atau informasi tersebut kepada teman
diinformasikan ke papa kalau Ahok begini
begini …” (Partisipan #S11) lainnya atau memberi komentar pribadi.
“Karena semua informasi penting pasti di Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Line.” (Partisipan S17) aktivitas partisipasi politik secara online
Kemudian, untuk media konvensional, masih kurang banyak dilakukan oleh para
hanya sebagian kecil partisipan yang peserta kelompok tatap muka. Hanya
mengaku masih mendapatkan informasi beberapa orang saja yang mengaku pernah
dari televise. Media elektronik lainnya memberikan tanda suka (like) untuk berita
seperti radio atau media cetak malah tidak atau informasi politik yang masuk dalam
lagi menjadi sumber berita. akun media sosial mereka. Seperti
Setelah membaca sharing berita dari disebutkan oleh Partisipan #S12
media sosial, hanya bebeapa orang “Onlinenya sih ngelike
partisipan yang mengaku kemudian … ngelike beritaberita politik. Pasang foto
berusaha mencari profile juga. Pasang profile picture … tapi
itu waktu pemilu.”
752 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

Komunikasi politik di dalam situs mereka secara terbuka. Mereka juga tidak
jaringan sosial berhubungan dengan mengalami masalah dalam mengakses
partisipasi politik, dibarengi dengan adanya internet, sehingga dapat terhubung dalam
asosiasi antara partisipasi politik secara online jaringan dengan intensitas yang sangat tinggi;
dengan offline. Media sosial juga (2) Saat berjejaring di dalam media sosial,
meningkatkan fleksibilitas dalam mereka berinteraksi hanya dengan orang
mendiskusikan politik dan masalah publik orang yang sebenarnya mereka telah kenal
melalui koneksi “di mana saja, kapan saja”. di dunia realitas, komunikasi dan interaksi
Sebagian besar peserta ternyata belum dilakukan lebih intensif karena keterbatasan
berpartisipasi secara maksimal untuk parti waktu dan tempat untuk berinteraksi akibat
sipasi politik secara offline. Sebanyak 30 padatnya aktivitas harian yang harus
orang diantara peserta mengaku hanya dilakukan setiap harinya. Tetapi kesempatan
melakukan kegiatan bertukar informasi untuk berinteraksi secara tatap muka di akhir
tentang politik dengan teman atau keluarga. minggu juga ternyata tidak dilakukan karena
Ada 6 orang peserta yang mengaku pernah mereka sudah merasa nyaman untuk
menjadi anggota partai politik, anggota tim berinteraksi lewat media sosial yang tidak
sukses atau anggota tim relawan untuk calon memerlukan persiapan fisik; (3) Media sosial
anggota legislatif ataupun calon pasangan juga saat ini menjadi sumber rujukan berita
presiden. Sebanyak 6 orang juga yang dan informasi politik bagi mereka. Jika
mengaku pernah menghadiri rapat dalam diperlukan, atau merasa memerlukan
hubungan dengan kegiatan politik maupun informasi tambahan, mereka akan mencari
kegiatan kampanye politik. Dari 63 orang informasi lewat media lain. Informasi yang
partisipan, hanya 22 orang diantara mereka didapat kemudian akan didiskusikan dengan
yang ikut memilih dalam pemilihan anggota keluarga atau teman teman sebelum mereka
legislatif di Pemilu 2014, dan 35 orang yang mengambil suatu keputusan politik; (4)
mengaku ikut memilih presiden dan wakil Partisipasi politik mereka sangat rendah
presiden. Hanya 11 orang juga yang pernah karena para peserta tidak memahami secara
melakukan aktivitas politik lainnya, seperti mendalam bahwa definisi politik sebenarnya
memasang stiker partai politik atau calon menyangkut banyak hal dalam bidang
maupun kegiatan lain seperti memberi kehidupan. Para peserta hanya mengkaitkan
sumbangan. politik dengan partai politik dan aktor
politik, karena itu mereka belum mengambil
Simpulan
peran aktif dalam politik, baik secara online
Hasil penelitian yang dilakukan dapat
maupun offline.
ditarik kesimpulan sebagai berikut, (1) Media
Daftar Pustaka
sosial telah digunakan secara luas dan massif
oleh anakanak generasi sekarang karena Boyd, D.M. and Nicole B. Ellison.(2008).
didalam media sosial mereka dapat “Social Network Sites: Definition, History,
and Scholarship.” Journal of Computer
berinteraksi dan berkomunikasi secara
Mediated Communication 13 (2208) @
nyaman tanpa harus memperlihatkan atribut- International Communication Association.
atribut kepribadian
IlLoina Lalolo K. P. & Munawaroh Zainal. Partisipasi Politik Pemilih...

Budiardjo, Miriam. (1998). DasarDasar Ilmu Himelboim, Itai. et.al. (2012). Social media
Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka and Online Political Communication:
Utama. The Role of Interpersonal Informational
Campbell, Scott W. & Nojin Kwak. (2011). Trust and Openness. Journal of
“Political Involvement in ‘Mobilized’ Broadcasting and Electronic Media.
Society: The Interactive Relationships 56:1, 92115. http://dx.doi.org/10.1080/
among Mobile Communication, 08838151.2011.64.8682.
Network Characteristics, and Irwansyah. (2012). “Media social and
Political Participation,” in Journal of Political Participation: Youth Activists’
Communication 61 (2011) 10051024 Perspective” in Communicate: Journal
@2011 International Communication of Communication Studies. Vol. 5 No. 2
Association. July – December 2012.
Eikenberry, Angela M. (2012). Social Net Johnston, Larry. (2009). Politics: an
working, Learning, and Civic Enga Introduction to the Modern Democratic
gement: New Relationships between State. Canada: University of Toronto
Professors and Students, Public Press.
Administrators and Citizens. http://
digitalcommons.unomaha.edu/ Kadushin, Charles. (2012). Understanding
pubadfacpub/32. Social Networks: Theories, Concepts,
and Findings. USA: Oxford University
Gil de Zuniga, Homero and Pei Zheng.(2014). Press, Inc.
Media social: a Driver for Improved
Citizenship. http://www/polity.org.za/ LeonAbao, E., et al. (2015). Engagement to
article/ social media a driver for Social Networking Challenges and
improvedcitizenshipas as accessed 4th Opportunities to Educators. European
April 2014. Scientific Journal, June 2015 edition
vol.11, No. 16, p. 173191.
Green, Janet, Aileen Wyllie, Debra Jackson.
(2014). “Social Networking for Nurse Lim, Merlyna. (2012). “Media social and
Education: Possibilities, Perils, and Political Mobilization” in The
Pitfalls.” In eContent Management Pty Indonesia Journal of Leadership.Policy
Ltd. Contemporary Nurse Vol. 47, Issue and World Affairs Strategic Review.
12, April/June 2014. AprilJune 2012/Volume 2/Number 2, p.
5260.
Hamid, Usman. (2013). “Minat Politik
Terbelah: Partisipasi Politik Anak Muda Luengo, Oscar Garefa. (2006). “Eactivism:
Berpotensi Lewat Media Social,” New Media & Political Participation in
http://m.facebook. Europe.” Journal CONfines 2/4 Agosto
com/notes/changeorg/minatpolitik Diciembre 2006, ISSN: 1870 – 3569.
terbelahpartisipasipartisipasipolitik http://web2.mty.itesm.mx/temporal/
nakmudaberpotensilewatmediasosial, confines/articulos4/OLuengo.pdf, as
August 5th, 2013, as accessed by August accessed on October 31st, 2013.
23rd, 2013. Mayfield, Antony. (2008). What is Media
Hartshorn, Sarah. (2010). 5 Differences social? Ebook from ICrossing.co.uk as
Between Social Media and Social accessed on October 4th, 2013.
Networking. http:// Mooney, Carla. (2009). Online Social
socialmediatoday.com/SMC/194754, as Networking: Hot Topics. USA: Cengage
accessed by Sept 17th, 2013. Learning.
754 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 737-

Munroe, Trevor. (2002). An Introduction to Source Online; A research Agenda


Politics: Lectures for First Year for Technological Convergence,” in A
Students. Jamaica: Stephenson’s Litho networked Self; Identity, Community, and
Press. Culture on Social Network Sites, edited by
Mustaqim, Asrul, et.al. (2006). “Hubungan Zizi Papacharissi, New York: Routledge.
Penggunaan Media dan Partisipasi Wigmore, Ivy. (2012). “What is Media
Politik” in Jurnal IISIP, Juli 2006, social?”, http://whatis.techtarget.com/
Jakarta, p. 89106. definition/socialmedia, as accessed on
Sodikin, Amir and Wisnu Nugroho September 12th, 2013.
(2013).“Demokrasi Era Digital: Wood, Julia T., (2008). Communication
Mengejar Generasi Pedas, Lekas, dan Mosaics; an Introduction to the Field
Bergegas”, in Kompas Daily, edition of Communication, USA: Thomson
Friday, October 25th, 2013, p. 54. Wadsworth.
Walther, Joseph B., et al. (2011), “Interaction of Zuckermann, Alan. (2005). The Social Logic
Interpersonal, Peer, and Media Influence of Politics: Personal Networks as
Context for Political Behavior, the
editor. USA: Temple University Press.

You might also like