You are on page 1of 9

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

dikerjakan untuk memenuhi Tugas Akhir Semester dalam mata kuliah


Bahasa Indonesia

Disusun Oleh:
Cahyany

Dosen Pengampu:

Ust. Maulidin Alif Utama, M.Pd

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


ASY-SYUKRIYYAH
HUKUM EKONOMI SYARIAH
TANGERANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Kehadiran Hukum ekonomi Islam dalam tata hukum Indonesia dewasa ini,
tidak sekadar tuntutan sejarah dan kependudukan yang mayoritas beragama Islam,
tetapi lebih jauh dari itu adalah karena adanya kebutuhan masyarakat luas setelah
diketahui dan dirasakan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang dicita-citakan
para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Salah satu bentuk respons
Negara terhadap perkembangan ekonomi Islam adalah dibentuknya pasar modal
syariah di Indonesia. Pasar modal syariah ini dibentuk berdasarkan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 40/X/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang
Pasar Modal.
Sebelumnya, aturan mengenai pasar modal syariah secara umum terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU 8/1995).
Semangat yang terkandung dalam UU 8/1995 adalah perlindungan investor dan
masyarakat melalui penyelenggaraan perdagangan efek yang teratur, wajar dan
efisien. Perlindungan terhadap investor dan masyarakat antara lain dilakukan
melalui kepastian hukum dan penegakan hukum, pengawasan pasar, keterbukaan
informasi, sistem dan biaya perdagangan yang efisien, kejelasan mekanisme dan
produk perdagangan, penegakan etika bisnis dan standar profesi, dan yang tidak
kalah pentingnya adalah penyempurnaan kelembagaan dari regulator, pelaku dan
penunjang pasar modal.
Salah satu aspek pengembangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2020, adalah aspek
regulasi. Bahkan, rencananya akan dibuat satu undang-undang mengenai efek
syariah. Dari beberapa aturan tersebut, belum ada yang secara jelas mengatur
penyelesaian sengketa pasar modal syariah baik secara litigasi maupun nonlitigasi

1
Muttaqien Dadan, “Politik Hukum Pemerintah Republik Indonesia Terhadap Perbankan
Syariah Pasca Disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,”
Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, no. 70 (2010): 136.
sehingga menimbulkan kekosongan hukum (leemten in het recht). Ketentuan
penyelesaian sengketa ekonomi syariah, termasuk di dalamnya sengketa pasar
modal syariah, hanya terdapat dalam UU 3/2006. Dengan demikian perlu ada
penemuan hukum terkait penyelesaian sengketa pasar modal syariah yang belum
tertuang dalam aturan tersebut.
2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka ditemukan beberapa rumusan masalah sebagai


berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa?


b. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa?
c. Apa saja jenis-jenis penyelesaian sengketa?
d. Instansi apa saja yang berwenang dalam penyelesaian sengketa?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PENYELESAIAN SENGKETA
A. SENGKETA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI),
pengertian sengketa adalah 1) sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat;
pertengkaran; perbantahan. 2) pertikaian; perselisihan. 3) perkara (dalam
pegadilan).2 Kata “sengketa” dalam Kamus Hukum diartikan sebagai sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat antara dua pihak atau lebih yang berselisih.
Sedangkan, sengketa yang masuk ke pengadilan biasa disebut juga dengan
perkara.3 Dari definisi ini, sengketa juga dapat dipahami sebagai perselisihan
antara dua pihak atau lebih karena munculnya suatu permasalahan yang
menimbulkan perbedaan pendapat dan kepentingan. Adapun secara istilah,
sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya dan dapat diberikan sanksi hukum
terhadap salah satu diantara keduanya.

Ekonomi syariah pada saat ini memiliki perhatian yang lebih karena
mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan tersebut semata-mata terjadi
karena masyarakat pada masa ini memiliki kesempatan yang sama dalam bidang
perekonomian. Akan tetapi maraknya para masyarakat ikut andil dalam
perkembangan tersebut menyebabkan perpecahan atau konflik tersendiri.
Terutama perselisihan antara para pihak yang terikat dalam perjanjian dengan
menggunakan akad syariah.4 Adapun sengketa dalam sistem perekonomian yang
didasarkan pada konsep syariah ini dapat dipahami sebagai konflik antara dua
pelaku ekonomi atau lebih yang kegiatan usahanya dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip perekonomian berbasis syariah, disebabkan adanya paradigma
yang bertolak belakang mengenai kepemilikan dan adanya indikasi untuk masuk
2
Pengertian berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
3
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h. 433.
4
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah (Dilembaga Keuangan
dan Bisnis Kontemporer) (Jakarta : Kencana,2019), 257.
kedalam jalur hukum dan dari salah satunya akan dikenai sanksi dari pelanggaran
kesepakatan.5

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sengketa ekonomi


syari’ah adalah sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang terikat
dalam akad ekonomi syari’ah. Sengketa tersebut dapat berupa sengketa antara
lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syari’ah dengan nasabahnya, seperti
pihak Bank dengan nasabah; sengketa antara sesama lembaga keuangan dan
lembaga pembiayaan syari’ah, seperti antara suatu bank syari’ah dengan bank
syari’ah yang lain dan sengketa antara orang-orang yang beragama Islam, yang
dalam akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa perbuatan/kegiatan
usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Sengketa
ekonomi syari’ah juga bisa dalam bentuk perkara Permohonan Pernyataan Pailit
(PPP) dan juga bisa berupa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di
bidang ekonomi syari’ah, di samping itu juga perkara derivatif kepailitan (perkara
tidak murni sebagai perkara kepailitan).6

B. PENYELESAIAN SENGKETA

Ketika ada satu persengketan dalam bidang ekonomi syariah dan


terindikasi adanya ketidakselarasan dengan kontrak yang sudah dibuat maka
Peradilan Agama harus bisa menyelesaiakan permasalahan ini. Hakim dalam
menjalankan tugasnya sudah diberikan satu pedoman dalam perundang-undangan
no.3 tahun.2006, dalam penyelesaian kasus hakim selaku pemutus dari
persengketaan sudah dianggap cakap dan bisa dalam menyelesaikan persengkatan
tersebut. Karena hakim dalam pepatah disebutkan adagium ius curia novit.
Penuntasan dari kasus tersebut disiapkan guna mencari solusi untuk
menyelesaikan masalah ekonomi yang terjadi antara satu pihak dengan pihak lain
yang melakukan kegiatan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

5
Mardani, Penyelesaian Sengketa Ekonomi dan Bisnis Syariah Litigasi dan Nonlitigasi
(Jakarta : Kencana-Prenadamedia Group, 2020), 49- 50.
6
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di Indonesia,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 41-43.
Hal ini untuk menciptakan suatu keputusan dan keuntungan hukum bagi kedua
pihak yang berperkara.

2. MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA

Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis syariah yang bersifat perdata


secara umum dapat diselesaikan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur litigasi dan jalur
non litigasi. Keduanya dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) alternatif. Pertama,
melalui lembaga arbitrase syariah. Di Indonesia, lembaga yang menyediakan jasa
arbitrase, antara lain Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia yang telah diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS), dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia.7

Kedua, ditempuh melalui perdamaian atau yang dikenal dengan sistem


ADR (Alternative Dispute Resolution). Pasal 1 angka 10 UU 30/1999
menyebutkan “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu
penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi atau penilaian ahli.” Berikut ini pengertian dari setiap lembaga
penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut:8

1. Konsultasi
Merupakan aktifitas konsultasi atau perundingan seperti klien dengan
penasehat hukumnya, berbentuk menyewa konsultan untuk dimintai
pendapatnya dalam upaya menyelesaikan suatu masalah. Konsultan
hanya memberikan pendapat hukum yang nantinya dapat dijadikan
rujukan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya.
2. Negosiasi
Merupakan proses yang dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan
(kepentingan) yang saling bertentangan dengan membuat suatu
persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran.
7
Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional Dan Modern
(Online).
8
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama (Jakarta: Kencana, 2014).
Kesepakatan tertulis yang dihasilkan melalui negosiasi bersifat final
dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri
dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya
kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (7) dan ayat (8)
UU 30/1999.
3. Mediasi
Merupakan proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal
dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para
pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator hanya
berfungsi mengontrol proses negosiasi, mediator tidak membuat
keputusan, dan mediator hanya memfasilitasi.
4. Konsiliasi
Merupakan upaya para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan
seorang pihak ketiga netral (konsiliator), mengindentifikasikan
masalah, menciptakan pilihan-pilihan, dan mempertimbangkan pilihan
penyelesaian.
5. Penilaian Ahli
Merupakan proses yang menghasilkan suatu pendapat obyektif,
independen dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang
dipersengketakan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak
yang bersengketa.
Ketiga, melalui jalur litigasi atau dengan dengan kata lain penyelesaian
yang dilakukan melalui pengadilan. Pengadilan yang berwenang dalam
menyelesaikan perkara ekonomi syariah umumnya adalah pengadilan agama.

3. JENIS-JENIS PENYELESAIAN
A. SULHU (PERDAMAIAN)

Langkah pertama yang perlu diupayakan ketika hendak menyelesaikan


perselisihan, ialah melalui cara damai. Untuk mencapai hakekat perdamaian,
prinsip utama yang perlu dikedepankan adalah kesadaran para pihak untuk
kembali kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rosul-Nya (Al-Sunnah) dalam
menyelesaikan segala persoalan. Upaya damai tersebut biasanya ditempuh melalui
musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang
berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-prinsip syari’at,
diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan.9

B. TAHKIM (ARBITRASE SYARIAH)

Untuk menyelesaikan perkara atau perselisihan secara damai dalam hal


keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak, juga
dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit (mediator). Upaya
ini biasanya akan ditempuh apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata
tidak mampu mencapai kesepakatan damai. Institusi formal yang khusus dibentuk
untuk menangani perselisihan/ sengketa disebut arbitrase, yaitu cara penyelesaian
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.10

C. QADHA (LEMBAGA PERADILAN SYARIAH)

Dengan disahkannya UU No. 3 Th. 2006 tentang perubahan UU No. 7 Th. 1989
tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi
lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah
penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama antara lain di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
syari’ah (pasal49). Dengan adanya kewenangan ini maka perkara yang timbul
terkait dengan penyelesaian sengketa syari’ah selain dapat diselesaikan melalui
cara damai (sulhu) dan arbitrase syari’ah (tahkim), juga dapat diselesaikan melalui
lembaga peradilan (qadha).11

4. INSTANSI BERWENANG

9
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Di Indonesia
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 137.
10
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Di Indonesia
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 141.
11
Burhanuddin, Hukum Bisnis Syari’ah (Yogyakarta: UII Press, 2011), h. 243.
Adapun instansi atau lembaga yang berwenang dalam proses penyelesaian
sengketa antara lain, adalah:

a. PERADILAN AGAMA

Dalam UU 3/2006, Peradilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan


menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama islam
di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan
ekonomi syariah. Kegiatan ‘ekonomi syariah’ meliputi: bank syariah, lembaga
keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana
syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun
lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.12
b. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
c. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia yang telah diubah menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
d. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia.

12
Diana Kusumasari, “Lingkup Kewenangan Pengadilan Niaga,” last modified 2014,
accessed July 1, 2014, http://www.hukumonline.com/.

You might also like