Professional Documents
Culture Documents
Sufiarina1
Abstract
his study examines the urgency/virtues as a religious court dispute settlement
Islamic economics. Article 49 of Law No. 3 of 2006 provides authority to the
expansion of the religious court to examine and decide disputes of Islamic
economics. The expansion of the authority of the legal consequences District
Court no longer authorized to receive, examine and decide disputes of Islamic
economics. Diversion dispute settlement and expansion of the authority of
Islamic economics is interesting to study the religious court of the urgency.
Study of through legislation approach as normative legal research equipped
with a study of the principles of Islamic economic law, the legal principle of
dispute resolution, legal systematic, vertical and horizontal synchronization
level, comparative law and legal history. The Supreme Court has contributed
to foster religious court as Islamic economics of dispute settlement. Equipped
existence of material and formal law specifically applies only in religious
courts, officials and functional recruitment requires Islamic religious
background. It is religion that was supposed to be the main court to decide
disputes of Islamic economics. Urgency Religious Court as dispute settlement,
especially Islamic economics to better meet the principles of sharia.
Abstrak
Penelitian ini mengkaji urgensi/keutamaan Pengadilan Agama sebagai
penyelesai sengketa ekonomi syariah. Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun
2006 memberikan perluasan kewenangan pada Pengadilan Agama untuk
memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah. Perluasan kewenangan
membawa konsekuensi hukum Pengadilan Negeri tidak lagi berwenang untuk
menerima, memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah. Pengalihan
penyelesaian sengketa ekonomi syariah dan perluasan kewenangan pengadilan
agama menarik untuk dikaji dari sisi urgensinya. Kajian melalui pendekatan
perundang-undangan sebagai penelitian hukum normatif yang dilengkapi
dengan penelitian terhadap asas-asas hukum ekonomi syariah, asas hukum
penyelesaian sengketa, sistematik hukum, taraf singkronisasi vertikal dan
horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Mahkamah Agung telah
ikut berkontribusi membina Pengadilan Agama sebagai penyelesai sengketa
ekonomi syariah. Dilengkapi keberadaan hukum materil dan formil yang
1
Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, alamat
korespondensi: sufiarina_01@yahoo.com.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 227
I. Pendahuluan
2
Renny Supriyatni Bachro, “Sistem Bagi Hasil dengan Mekanisme Pembagian Untung
dan Rugi”, (Bandung: Unpad Press, 2010), hal. 12.
3
Mochtar Naim, “Kompendium Himpunan Ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan
Hukum”, (Jakarta: Hasanah, 2001), hal. 327-344.
4
Perhatikan antara lain, QS. As-Saba‟ (34:28) dan al-Anbiya‟ (21:107).
5
Ma‟ruf Amin, “Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam”, (Jakarta: Elsas, 2011), hal. 3.
6
Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asy Syakhsiyah al Islamiyah jilid III, hlm
365
7
Inilah.com. diakses tanggal 4 November 2012
228 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
8
Cik Basir, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syariah”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), hal. 5, senada dengan
Muhammad Syafi‟i Antonio, sebagaimana telah digariskan baik BMI maupun BPRS harus
menjalankan kegiatannya berdasarkan syariah. Dengan demikian, menurut hukum hubungan
yang terjadi antara BMI dan BPRS pada satu pihak dan para nasabahnya masing-masing, atau
pihak-pihak lain yang menggunakan jasa-jasa bank tersebut, harus didasarkan pada syariah
Islam, lihat Muhammad Syafi‟i Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, Cetakan
Keduabelas, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 213.
9
Suyud Margono, “ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum”,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hal. 12.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 229
10
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2007), hal. 92.
11
Ronnyi Hanitijo Soemitro, “Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri”, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990), hal. 11.
12
Kamus Bahasa Indonesia, Diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, hal. 1789.
13
Ibid., hal. 1800.
14
Ibid., hal. 1812.
230 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
II. Pembahasan
1. Ekonomi Syariah
15
Adiwarman Karim, “Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta:
Rajagrafindo, 2004), tanpa halaman.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 231
16
Ibid., hal. 27.
232 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
17
Ibid., hal. 29.
18
Ibid., hal. 30.
234 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
19
Abdul Ghofur Anshori, “Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan
Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal.
13.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 235
20
Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989; “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini.
21
Sudikno Mertokusumo, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, Edisi Keenam,
(Yogyakarta: Penerbit Liberty 2002), hal. 75.
22
M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 102.
236 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
23
Ibid., hal.136.
24
Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 237
25
Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; “Penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah”.
238 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
26
Indonesia, “Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, dalam Sejarah Singkat Penyusunan
KHES”, (tanpa kota dan penerbit), hal x.
27
Riawan Amin, Seminar Nasional Penyelesaian Hukum Sengketa Ekonomi Syariah di
Indonesia, diselenggarakan HISSI bertempat di Universitas Islam Jakarta, 18 Juni 2010.
28
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, “Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek”, (Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2002), hal. 1.
29
Soerjono Soekanto, “Mengenal Antropologi Hukum”, (Bandung: Penerbit Alumni
1979), hal.26.
240 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
30
Efa Laela Fakhriah, “Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata”, Edisi
Pertama Cetakan ke ,1 (Bandung: Alumni, 2009), hal. 87.
31
Darwan Prinst, “Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata”, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 1.
32
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 29.
33
Wirjono Prodjodikoro, “Hukum Acara Perdata di Indonesia”, (Bandung: Penerbit
Sumur Bandung, 1970), hal. 12.
34
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 4.
Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah, Sufiarina 241
hukum acara perdata ini diharapkan para pihak yang bersengketa dapat
memulihkan hak-haknya yang telah dirugikan oleh pihak lain melalui
pengadilan.
Mekanisme penyelesaian sengketa ditempuh melalui cara-cara
formal maupun informal. Proses penyelesaian sengketa secara formal
berkembang menjadi proses adjudikasi (adjudicative processes) yang
terdiri dari proses penyelesaian melalui litigasi/pengadilan dan
arbitrase.36 Proses penyelesaian konflik secara informal disebut proses
konsensual (consensual processes) yang berbasis pada kesepakatan
pihak-pihak yang bersengketa di luar pengadilan (out of court).37
Pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman adalah
hakim. Hakim yang bertugas di Pengadilan Agama disyaratkan antara
lain beragama Islam, sarjana syariah dan/atau menguasai hukum Islam.38
Dengan persyaratan tersebut maka hakim di lingkungan pengadilan
agama adalah yang menguasai hukum Islam. Undang-Undang Peradilan
Agama menyatakan bahwa tidak saja bagi hakim yang memenuhi
persyaratan beragama Islam, melainkan juga, hakim ad hoc, panitera,
juru sita, sekretaris pengadilan agama antara lain keharusan beragama
Islam.39 Persyaratan kewajiban beragama Islam tidak ditemukan pada
undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan lainnya.
Berkaitan dengan hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah
diatur secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama.
Saat ini hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam
lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah
diatur secara khusus dalam undang-undang peradilan agama. Undang-
Undang Peradilan Agama berdasarkan Pasal 57 (1) menyatakan;
“Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, (2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat
Bismillahirrahmanirrahim diikuti dengan kalimat Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Dengan demikian kekhususan
yang dimaksud adalah setiap keputusan atau penetapan di Pengadilan
Agama selalu dimulai dengan menyebut nama Allah dengan kalimat
Bismillahirrahmanirrahim, sebagai bentuk penerapan amar ma‟ruf nahi
munkar. Amar ma‟ruf berupa perbuatan atau aktifitas untuk melakukan
35
Abdul Manan, “Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama”,
Cetakan ke enam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hal. 2.
36
Suyud Margono, Op.Cit., hal. 179.
37
Ibid.
38
Lihat Pasal 13 UU No. 3 Tahun 2006.
39
Lihat Pasal 13, 13b, 27, 39, dan Pasal 46 Undang-Undang Peradilan Agama.
242 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
yang baik dan nahi munkar berupa perbuatan negatif atau tidak berbuat
berupa menjauhkan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah
swt. Bagi penyelesaian sengketa ekonomi syariah prinsip amar ma‟ruf
nahi munkar ini sudah dapat dipenuhi melalui penyelesaian secara litigasi
di Pengadilan Agama dan bukan pada lingkungan peradilan lainnya.
V. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Buku
Peraturan