You are on page 1of 10

62 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

ANALISIS TRADISI PEMAKAMAN TRUNYAN BERDASARKAN


PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA DAN HUKUM TERKAIT HAK ASASI
MANUSIA PADA MASA COVID-19

Angelina Chandra Putri1, Dhea Sandrina2, Muhammad Asyrofi Al Hakim3, Muhammad Yaris
Ahyadi4, Richard Rivaldo5, Richard Tanuhardjanto6

Institut Teknologi Bandung1,2,3,4,5,6

Angelinacp189@gmail.com
Dheasandrina29@gmail.com
hakimasyrofi@gmail.com
m.yarisahyadi@gmail.com
richard.terra18@gmail.com
richardrivaldo84@gmail.com

Abstract
The COVID-19 pandemic has caused a significant increase in the population mortality rate, with
more than 396,000 positive cases and 13,512 deaths as of 27 October 2020 in Indonesia. This
requires authorities to issue new stricter funeral protocols. However, in Indonesia, many national
cultures that have their funeral practices and traditions. One of the unique and quite famous
traditional burial rituals is in the Trunyan area, Bali. The funeral tradition is carried out by placing the
body in a special open area and allowing it to be decomposed by nature. This funeral practice is still
being carried out today despite the local community's fear of the infamous virus. By using
quantitative data and the literature obtained, researchers will analyze the funeral traditions of
Trunyan Village from the perspective of culture and law in Indonesia, especially those related to
funeral protocols and human rights. Through this paper, it is hoped that the public can get to know
more about traditional culture in Indonesia as well as to clarify the stigma and views that exist related
to these traditions, especially during this pandemic. In addition, this paper can also be an input for the
government to pay more attention to existing national cultures and issue protocols that are in
accordance with human rights for those cultures.
Keywords: pandemic, funeral, Trunyan, law, culture

PENDAHULAN jenazah pasien COVID-19, dan jenazah


dari luar rumah sakit yang memenuhi
Pandemi virus corona (COVID-19) kriteria COVID-19 (Mukaromah, 2020).
telah mewabah di hampir seluruh bagian Protokol pemakaman ini
dunia sejak awal 2020. Berdasarkan data mengharuskan jenazah untuk dikubur dan
worldometers, Indonesia yang juga tidak tidak dapat dihadiri oleh keluarga atau
luput dari penyebaran virus ini menjadi kerabat yang lain. Akan tetapi, tidak semua
salah satu negara dengan kasus kematian daerah di Indonesia dapat langsung
COVID-19 tertinggi di Asia (Armin & beradaptasi dengan protokol pemakaman
Amalia, 2020). Untuk mengantisipasi yang baru ini. Tiap daerah di Indonesia
terjadinya penularan virus dari jenazah, memiliki adat yang beragam dengan tradisi
pemerintah mengeluarkan protokol atau pemakaman masing-masing, dan tidak
tata cara pemakaman yang baru selama semua dapat berjalan selaras dengan
pandemi. Jenazah yang diatur dalam protokol pemakaman COVID-19 yang
protokol ini termasuk jenazah suspek, baru. Ada adat pemakaman yang dapat
63 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

dihentikan dulu dan mengikuti protokol,


tetapi ada juga yang sulit untuk dihentikan
walaupun sedang dalam masa pandemi dan
kebanyakan terdapat di daerah
pedesaan/bukan daerah kota. Salah satu
adat pemakaman yang masih berlanjut
selama pandemi ini adalah adat Gambar 1. Familiaritas Masyarakat terhadap
pemakaman di Desa Trunyan. Desa Kebudayaan Desa Trunyan
Trunyan merupakan salah satu desa adat Meskipun demikian, belakangan
sekaligus desa tertua di Bali. Pada ini banyak artikel maupun berita yang
dasarnya, Desa Trunyan juga melakukan muncul dan mempertanyakan mengenai
pemakaman dengan mengubur jenazah pemakaman mepasah di Trunyan yang
dalam tanah seperti pada umumnya, tetapi masih dilakukan walau sedang masa
yang menjadi fokus dari tulisan ini adalah pandemi. Tentunya, hal tersebut membuat
pemakaman mepasah. Pemakaman masyarakat yang kurang familier tadi
mepasah di Desa Trunyan tidak dilakukan menjadi takut dan khawatir terhadap
dengan penguburan di dalam tanah, informasi tersebut. Berkaitan dengan hal
melainkan dengan meletakkan jenazah tersebut, maka peneliti kemudian
yang sudah dibungkus dengan kain kafan mengangkat topik tersebut ke dalam
di bawah pohon. tulisan ini yang berjudul “Analisis
Tradisi pemakaman Trunyan ini Pemakaman Tradisional Trunyan
sudah dilakukan turun-temurun dan masih Berdasarkan Perspektif Budaya dan
berlanjut selama pandemi karena hingga Hukum Terkait Hak Asasi Manusia pada
bulan Oktober 2020, kasus COVID-19 Masa Covid-19”. Tulisan ini akan memuat
belum terdapat di daerah Trunyan dan analisis peneliti mengenai perspektif
sekitarnya. Namun, mulai muncul masyarakat terhadap tradisi Desa Trunyan
pemikiran apakah berlanjutnya tradisi ini dalam konteks Pandemi COVID-19 saat
selama pandemi dapat membahayakan, ini. Hal ini akan ditinjau dari dua buah
apalagi terdapat penderita virus COVID-19 aspek, yaitu budaya dan hukum yang
yang tidak terdeteksi. Selain itu, nantinya dikaitkan dengan Hak Asasi
pemakaman ini selama pandemi juga dapat Manusia.
melanggar hukum bahkan hak asasi Salah satu penelitian serupa yang
manusia karena dapat membahayakan pernah dilakukan merupakan karya Aji
nyawa orang lain apabila terdapat jenazah Satria Nugraha yang berjudul “Kearifan
COVID-19 yang tidak terdeteksi. Stigma Lokal dalam Menghadapi Pandemi
tersebut sangat wajar timbul akibat COVID-19: Sebuah Kajian Literatur”.
eksposur yang sangat sedikit terhadap Karya ini membahas mengenai mitigasi
tradisi Desa Trunyan dan masyarakat bencana yang dilakukan oleh masyarakat
umumnya hanya mengetahui gambaran Baduy dengan tetap melakukan tradisi
besar dari tradisi tersebut. Pernyataan ini mereka dalam masa pandemi ini. Tulisan
didukung melalui data yang telah kami lain yang membahas kebudayaan Desa
dapatkan melalui kuesioner yang telah Trunyan secara mendalam terdapat dalam
dilakukan sebelumnya. Dari 153 karya “Eksistensi Tradisi dan Budaya
responden, dapat diamati bahwa hanya Masyarakat Bali Aga pada Era Globalisasi
24,8% atau sekitar 38 orang yang familier di Desa Trunyan” oleh Putu Aridiantari, I
terhadap tradisi pemakaman tersebut. Wayan Lasmawan, dan I Nengah Suastika.
64 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Dibandingkan dengan karya-karya permasalahan yang telah dilakukan


tulis sebelumnya, tulisan ini akan berkaitan dengan pandemi COVID-19 ini
memberikan tinjauan kebudayaan Desa di Desa Trunyan. Dari sini, akan dijelaskan
Trunyan secara singkat. Kemudian, beberapa hal yang terkait dengan
peneliti akan lebih menekankan fokus pemakaman korban COVID-19 di daerah
penelitian terhadap stigma masyarakat tersebut, meliputi penyebab, tradisi yang
mengenai kebudayaan tersebut dengan ada, dampak dan stigma sebagai hasil dari
menggunakan data dan opini yang telah peristiwa tersebut, serta solusi yang
didapat oleh peneliti. Peneliti juga akan menurut penulis bisa digunakan untuk
mengemukakan informasi yang diperoleh mencari jalan terbaik dalam menghadapi
berdasarkan kajian literatur untuk permasalahan yang telah disebutkan
memberikan pemahaman lebih lanjut sebelumnya.
tentang Desa Trunyan dalam masa Adapun data yang digunakan
pandemi seperti ini. Pada bagian terakhir, dalam penelitian ini merupakan data
peneliti juga akan memberikan masukan kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh
kepada pemerintah terkait dengan dengan metode survei atau kuesioner.
pengeluaran protokol agar lebih Sugiyono (2008) menyatakan bahwa
disesuaikan dengan kebudayaan nasional kuesioner (angket) merupakan teknik
yang ada. Penelitian ini diperlukan agar pengumpulan data yang dilakukan dengan
masyarakat lebih terbuka terhadap setiap cara memberi seperangkat pertanyaan atau
kebudayaan yang ada di Indonesia dan pernyataan tertulis kepada responden
tidak memiliki stigma yang salah terhadap untuk dijawab, dapat diberikan secara
kebudayaan-kebudayaan tradisional langsung atau melalui pos atau internet.
tersebut. Jenis kuesioner ini terbagi dua, yaitu
Garis besar dari tujuan penelitian tertutup dan terbuka. Dalam penelitian ini
yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk tipe kuesioner yang dipakai adalah
mengkaji tradisi pemakaman Desa kuesioner terbuka yaitu membebaskan
Trunyan dari perspektif hukum (protokol) respondennya untuk bisa menjawab dan
dan sosial budaya (pandangan masyarakat tidak ditentukan pilihan dari jawabannya.
dan kebudayaan) dalam kaitannya dengan Kuesioner untuk tulisan ini dilakukan
Hak Asasi Manusia serta memberikan melalui penyebaran formulir dalam Google
analisis terhadap informasi-informasi yang Form dan target dari survei tersebut adalah
beredar mengenai budaya tersebut. Dengan masyarakat umum (baik mahasiswa
demikian, tulisan ini diharapkan bisa maupun non-akademisi).
memberikan pandangan yang benar dalam Dalam hal ini, target awal jumlah
masyarakat serta pada akhirnya pemerintah responden adalah kurang lebih 150 orang
diharapkan bisa mengeluarkan protokol dan pada akhir survei yang dilakukan
yang lebih baik untuk tetap merangkul didapat 153 orang responden. Responden
kebudayaan-kebudayaan yang ada dalam berasal dari berbagai daerah di Indonesia,
masa pandemi ini. tidak terbatas pada satu daerah saja.
Kuesioner diberikan secara terbuka untuk
METODE menjaga objektivitas data dengan harapan
data yang dihasilkan merupakan data yang
Penelitian ini dilakukan dengan acak dan bisa dijamin kebenarannya
menggunakan metode yang bersifat walaupun identitas dari responden
deskriptif analitis (Arafah & Hasyim, disembunyikan. Selain itu, sasaran dari
2020) untuk menjelaskan hasil penguraian kuesioner ini adalah mengetahui
65 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

familiaritas masyarakat terhadap Desa pembersihan jenazah dengan air hujan lalu
Trunyan dan tradisi pemakamannya, bagian tubuh dibungkus dengan kain putih.
perspektif masyarakat terhadap tata cara Jenazah kemudian diberikan kurungan
pelaksanaan tradisi tersebut yang dikaitkan anyaman dari bambu (ancak saji) yang
dengan protokol yang telah diberikan oleh bertujuan untuk melindungi jenazah dari
binatang. Jenazah kemudian diletakkan di
pemerintah dan HAM, serta masukan atau lokasi bernama sema wayah, di bawah pohon
solusi yang dianggap tepat untuk diberikan Taru Menyan. Tempat meletakkan jenazah
terkait dengan masalah tersebut. dalam pemakaman mepasah hanya ada 11
(berupa ancak saji). Apabila sudah penuh,
HASIL DAN PEMBAHASAN maka jenazah paling lama akan dipindahkan
dari ancak saji ke tempat lain dan disatukan
Tradisi Pemakaman Mepasah di Desa dengan kumpulan jenazah-jenazah yang lebih
Trunyan tua lagi (biasanya hanya tersisa tengkorak dan
Adat pemakaman di Desa Trunyan tulang belulang).
berbeda dengan pemakaman di Bali pada
umumnya. Masyarakat Bali pada umumnya Familiaritas dan Perspektif Masyarakat
melakukan ritual ngaben atau yang juga terhadap Pemakaman di Desa Trunyan
disebut sebagai “kubur api”. Ritual ngaben Kuesioner ini seperti yang telah
disebut juga sebagai kubur api karena adanya dijelaskan sebelumnya memiliki jumlah
pembakaran jenazah. Berbeda dengan kubur responden akhir sebanyak 153 orang.
api, pemakaman mepasah di Desa Trunyan Responden tidak diwajibkan untuk
disebut juga sebagai kubur angin. (“Trunyan memasukkan nama asli dan dapat
kubur angin,” 2019). menggunakan nama samaran atau inisial
Pemakaman mepasah memiliki apapun. Pada saat mengisi formulir angket,
sejarah yang panjang serta dipercaya memiliki responden dihadapi dengan pertanyaan yang
nilai religius oleh masyarakat Desa Trunyan. bisa berupa jawaban kuantitatif ataupun
Pemakaman dengan cara ini dipercaya berawal kualitatif. Pertanyaan dengan jawaban
dari perintah raja terdahulu di Trunyan untuk kuantitatif merupakan pertanyaan yang wajib
menyembunyikan bau harum pohon taru untuk dijawab oleh responden, sementara
menyan dari musuh. Pohon taru menyan pertanyaan kualitatif dibebaskan kepada
merupakan pohon berbau harum yang hanya responden.
dapat tumbuh di Bali. Nama pohon ini juga
yang menjadi asal usul nama Desa Trunyan.
Dengan menaruh jenazah di bawah pohon taru
menyan, bau pohon yang harum tidak tercium
lagi dan bau jenazah dinetralisir oleh harum
pohon sehingga tidak berbau busuk. Dari sisi
kepercayaan atau religi, tradisi mepasah bagi
masyarakat Desa Trunyan merupakan suatu
bentuk penghormatan bagi leluhur.
Jenazah yang dimakamkan secara
mepasah adalah jenazah yang meninggal Gambar 2. Distribusi Usia dari Responden
secara normal dan memenuhi kriteria. Kuesioner
Pemakaman mepasah hanya boleh dilakukan Mayoritas responden berasal dari
dan diikuti oleh kaum pria, bahkan seluruh kalangan pelajar yang bisa dikategorikan
acara/kegiatan dalam pemakamannya hanya dalam rentang usia 15-17 dan 18-21 tahun.
boleh dilakukan oleh pria contohnya saat Kuesioner ini pada umumnya disebarkan
membuat sesajen. Kaum wanita dilarang untuk kepada mahasiswa-mahasiswa Institut
mengikuti mepasah karena menurut Teknologi Bandung, sehingga kebanyakan
kepercayaan akan mendatangkan bencana. responden ini bisa dikatakan sebagai
Prosesi pemakaman mepasah diawali dengan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut.
66 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Peneliti berpendapat bahwa responden yang Gambar 4. Distribusi partisipan yang setuju
berasal dari kalangan mahasiswa dan pelajar dan tidak setuju dengan pernyataan
ini merupakan sesuatu yang baik karena “pemakaman mepasah melanggar HAM”
kategori ini bisa dikatakan sebagai kelompok
yang cukup kritis terhadap kondisi dan Jawaban dari responden untuk
perkembangan kebudayaan nasional di pertanyaan ini hampir seimbang dan hanya
Indonesia. berbeda 2%. Mayoritas responden sebanyak
51% menjawab bahwa tradisi pemakaman
tersebut melanggar HAM dan berpotensi untuk
membahayakan nyawa orang lain. Banyak
responden yang menjawab bahwa pemakaman
mepasah melanggar HAM karena kegiatan
pemakaman yang tidak sesuai protokol selama
masa pandemi dapat membahayakan hidup
orang lain. Selain itu, ada yang berpendapat
bahwa bakteri yang dapat menyebar dari
jenazah dapat mengganggu HAM atas
lingkungan hidup yang baik. Responden juga
berpendapat bahwa pemakaman tanpa
penguburan di tanah tidak sesuai dengan
kodrat manusia.
Sebaliknya, responden yang menjawab
Gambar 3. Kesesuaian Pemakaman Trunyan
bahwa pemakaman mepasah tidak melanggar
dan Protokol Pemakaman Pemerintah
HAM menyatakan bahwa pemakaman ini
merupakan tradisi yang sudah ada secara
Grafik di atas merupakan gambaran
turun-temurun dan tidak bermaksud untuk
mengenai pendapat masyarakat berdasarkan
membahayakan sekitar. Selain itu, pelaksanaan
survei yang telah dilakukan mengenai tingkat
pemakaman ini juga sudah menjadi
kesesuaian proses pemakaman di Desa
kesepakatan masyarakat di Desa Trunyan.
Trunyan dengan protokol yang dikeluarkan
oleh pemerintahan. Skala yang digunakan
Analisis Pemakaman Mepasah dari
adalah skala 1 sampai 10, dimana 1 berarti
Perspektif Sosial Budaya
sangat tidak sesuai dan 10 berarti sangat
Budaya pemakaman yang terdapat di
sesuai. Sebelum memasuki bagian ini, peneliti
Indonesia sangatlah beragam, hanya saja yang
telah menyediakan informasi dan gambar
paling umum ditemui adalah pemakaman
singkat dalam formulir kuesioner yang
dengan penguburan jenazah dalam tanah.
menjelaskan mengenai kebudayaan desa
Masyarakat pada umumnya tentu tidak
tersebut. Dari visualisasi tersebut, secara jelas
familiar dengan nilai-nilai yang terkandung
masyarakat beranggapan bahwa tata cara
dalam budaya pemakaman Trunyan. Namun,
pelaksanaan pemakaman desa yang terletak di
bagi masyarakat Desa Trunyan, pemakaman
Bali ini tidak sesuai dengan protokol
mepasah ini merupakan suatu tradisi yang
pemakaman dalam kebijakan pemerintah.
sangat penting dan mendalam maknanya.
Pemakaman secara mepasah merupakan suatu
perwujudan konsep Tri Hita Karana, sebuah
konsep hubungan antara manusia dengan
Tuhan, alam, dan sesamanya. Tradisi mepasah
dilakukan untuk menghormati sang pencipta,
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga
merupakan suatu bentuk bakti dan
penghormatan masyarakat Trunyan pada
leluhur mereka (Pranata, 2014). Mepasah juga
erat berkaitan dengan konsep hubungan
67 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

antarmanusia dan sesamanya. Hukum adat bahwa hak asasi manusia tidak akan ada tanpa
Bali berfungsi sebagai kontrol dan rekayasa kebudayaan itu sendiri. Sama halnya dengan
sosial, ketetapannya adalah mutlak dan hukum yang mengatur segala bidang di
perintah bagi anggota desa adat, sehingga Indonesia seperti hukum norma dan adat-adat
dalam praktiknya hukum adat harus ditaati yang diambil langsung dari kebudayaan/tradisi
dan dilaksanakan (Dwipayana dan Adyana, turun temurun dari masyarakat sekitar.
2019), begitu pula dengan tradisi ini bagi
masyarakat Desa Trunyan sudah menjadi suatu Analisis Pemakaman Mepasah dari
kontrol sosial. Bagi masyarakat Desa Trunyan, Perspektif Hukum Terkait Hak Asasi
cara seseorang dikuburkan tergantung dari Manusia dalam Masa Pandemi COVID-19
perilaku orang tersebut selama masa hidupnya. Seperti yang telah dijelaskan pada
Orang yang dikuburkan secara mepasah bagian pendahuluan, pemakaman di Desa
adalah orang yang semasa hidupnya Trunyan sebenarnya dilaksanakan dalam dua
berperilaku baik dan tidak tercela. Oleh karena jenis, yakni dengan cara mepasah dan
itu, secara tidak langsung, tradisi pemakaman dikuburkan atau dikebumikan seperti biasanya.
mepasah sudah menjadi suatu acuan bagi Pembagian ini berdasarkan pada kondisi orang
masyarakat Trunyan untuk berperilaku baik yang telah meninggal, sehingga tidak
bagi sesama. Tradisi mepasah ini pun menjadi sembarang orang dapat dimakamkan dengan
salah satu penjaga keharmonisan dan integrasi cara mepasah. Pemakaman dengan cara
masyarakat Desa Trunyan. Oleh karena itu, mepasah ditujukan hanya kepada orang yang
tradisi mepasah sulit untuk dihentikan memenuhi kriteria, salah satunya adalah
walaupun sedang masa pandemi. Tradisi ini meninggal secara wajar. Meninggal secara
sudah menjadi bagian dari keseharian wajar berarti bukan meninggal karena sakit,
masyarakat Desa Trunyan. kecelakaan, dibunuh, atau bunuh diri. Apabila
Dari respon yang diberikan dalam seseorang meninggal dengan penyebab seperti
kuesioner yang telah dilakukan, sebagian besar itu, maka jenazah akan dikuburkan seperti
responden beranggapan bahwa kebudayaan biasa di pemakaman yang bernama Sema
Trunyan ini merupakan sesuatu yang cukup Bantas. Namun, yang menjadi kekhawatiran
menyeramkan. Hal tersebut sangatlah lumrah masyarakat adalah kemungkinan tidak
dikarenakan kebudayaan ini merupakan terdeteksinya penyebaran COVID-19 di
kebudayaan yang unik dan bisa dibilang sudah Trunyan.
sangat tua mengingat perkembangan zaman Berdasarkan hasil kuisioner, sebagian
dan teknologi yang ada saat ini. Namun, besar responden berpendapat bahwa tradisi
kebudayaan ini masih dapat dianggap sebagai pemakaman ini melanggar HAM karena
sesuatu yang memang wajar dilakukan pemakaman mepasah dapat menyebabkan
mengingat hal ini merupakan tradisi dan adat virus pada mayat menular ke orang-orang
istiadat yang telah dilakukan secara turun- sekitar, seperti pelayat. Selain itu, opini yang
temurun. Namun demikian, tidak sedikit pula sering muncul terkait dengan hal tersebut
responden yang menganggap bahwa adalah pemakaman ini cukup membahayakan
pemakaman tersebut tidak layak lagi untuk lingkungan dan orang-orang di daerah
dilakukan dan seharusnya dilakukan sekitarnya, termasuk kelompok yang
penguburan jenazah selayaknya yang biasa melaksanakan pemakaman tersebut. Dengan
dilakukan saat ini. membiarkan jenazah seseorang yang telah
Di sisi lain juga, pemakaman Mepasah meninggal secara terbuka, pemakaman ini
ini tetap dihargai serta didukung dikatakan sudah tidak etis dan kurang layak
pelestariannya karena menurut sebagian untuk dilakukan lagi, dengan mengingat juga
responden, setiap warga negara dibebaskan bahwa ada potensi penyebaran virus melalui
untuk berbudaya dan memilih udara.
kepercayaannya. Ada juga yang menanggapi
bahwa hak asasi manusialah yang harus
menyesuaikan dengan eksistensi dari
kebudayaan yang ada, mengimplikasikan
68 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

pemakaman mepasah dilakukan di wilayah


utara Belongan Trunyan, dan hanya dapat
dicapai dengan menyebrangi danau Batur
selama sekitar 10 menit menggunakan sampan
dari desa induk seperti ditunjukkan oleh
gambar 6.

Gambar 5. Pengetahuan partisipan tentang


tradisi pemakaman di Desa Trunyan.

Namun berdasarkan analisis data yang


telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui
dari gambar 1.1 bahwa hanya sebagian kecil
yaitu 24,8% partisipan yang mengetahui desa
trunyan dan pada gambar 3.4 dapat dilihat
hanya sebesar 26.8% yang mengenal tradisi
pemakaman di Desa Trunyan. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa opini-opini tersebut muncul
karena kurangnya familiaritas masyarakat Gambar 6. Lokasi pemakaman Trunyan.
terhadap kebudayaan dari Desa Trunyan.
Sedikitnya jumlah media massa yang meliput Selain itu, pencemaran lingkungan
Desa Trunyan menjadi salah satu faktor dapat terjadi jika jenazah tidak diurus dengan
kurang akrabnya masyarakat terhadap budaya benar. Pada proses pemakaman mepasah ini,
trunyan yang berujung pada miskonsepsi akan masyarakat diharuskan untuk mengurus
pemakaman mepasah. jenazah sesuai ketentuan tradisi dan peraturan
Menurut data pemerintah, hingga hukum. Jika tidak dilakukan, maka tentu hal
tanggal 30 oktober 2020, belum ada kasus tersebut melanggar norma agama bagi mereka.
COVID-19 di wilayah Desa Trunyan dan Selain itu, bau dari jenazah juga dinetralisir
sekitarnya. Pemerintah dan masyarakat oleh bau pohon teru menyan sehingga tidak
Trunyan telah melakukan berbagai upaya berbau. Dengan melihat jarak dan bagaimana
untuk mengurangi resiko terpapar virus corona jenazah diurus, tentu kecil kemungkinannya
dengan tetap menghargai masyarakat setempat untuk bisa menyebabkan pencemaran
untuk melakukan tradisinya. Upaya yang lingkungan yang melanggar HAM.
dilakukan yaitu membuat peraturan yang Selain itu juga ada yang beranggapan
mewajibkan petugas pemakaman untuk bahwa bertentangannya tradisi mepasah
mengenakan masker selama ritual pemakaman dengan protokol dari pemerintah tidak sesuai
dan penutupan sementara wilayah Trunyan dengan pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang
sebagai destinasi wisata. berbunyi “Segala warga negara bersamaan
Responden juga menyatakan bahwa kedudukannya di dalam hukum dan
pemakaman ini melanggar HAM karena akan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
menimbulkan bau yang tidak sedap bahkan dan pemerintahan itu dengan tidak ada
dapat merusak lingkungan sehingga kecualinya” yang mengartikan bahwa warga
mengurangi hak orang lain untuk memperoleh negara harus ikut berkontribusi dalam
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, mewujudkan keamanan nasional serta tunduk
pada kenyataanya, tempat pemakaman dengan pada peraturan-peraturan yang berlaku untuk
cara mepasah terletak cukup jauh dari melindungi semua warga negara karena
pemukiman penduduk yang ramai. Lokasi semuanya sama di depan hukum.
69 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Namun, pasal tersebut harus juga termasuk juga dalam pelaksanaan


dilihat dari sudut pandang lain yang pemakaman mepasah di Desa Trunyan.
dihubungkan dengan pasal mengenai tradisi Diperlukan suatu regulasi khusus oleh
dan budaya. Kebebasan masyarakat Trunyan pemerintah sekitar agar budaya
untuk berbudaya sudah diatur dalam pemakaman tersebut dapat berjalan dengan
Perubahan UUD 1945 Pasal 28I Ayat (3) yang
baik sesuai penyesuaian di kala pandemi
mengatur mengenai hak yang berkaitan
dengan kebebasan berbudaya : ”Identitas ini. Diperlukan juga pemahaman dari
budaya dan hak masyarakat tradisional perspektif budaya masyarakat Trunyan
dihormati selaras dengan perkembangan serta perspektif hukum yang ada. Dengan
zaman dan peradaban.” Selain itu, Perubahan adanya hal tersebut, mewujudkan
UUD 1945 Pasal 32 Ayat (1) juga terciptanya kondisi yang mendukung
menyatakan: “Negara memajukan kebudayaan protokol kesehatan serta pelestarian
nasional Indonesia ditengah peradaban dunia budaya pemakaman mepasah di Desa
dengan menjamin kebebasan masyarakat Trunyan.
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya.”. Dengan demikian Selama
masyarakat Trunyan berhati-hati dan
melakukan tindak pencegahan seperti
DAFTAR PUSTAKA
mengenakan masker dan menutup Daerah
Trunyan dari turis maka mereka sudah Aida, N. (2020). “10 Negara di Asia
membantu pemerintah menekan angka dengan Kematian Covid-19 Tertinggi,
penyebaran COVID-19 tanpa melupakan nilai- Indonesia Nomor 3.” Kompas,
nilai budaya mereka. diperoleh dari situs:
Dari argumen yang didukung dengan https://www.kompas.com/tren/read/20
pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa 20/10/19/200400165/10-negara-di-
eksekusi pemerintah yang membuat kebijakan asia-dengan-kematian-covid-19-
untuk menekan penyebaran COVID-19 namun tertinggi-indonesia-nomor-3.
diselaraskan dengan tradisi Warga Trunyan
Apni Tristia, U., & Sukana, M. (2016).
dalam melaksanakan pemakaman mepasah
merupakan pilihan yang tepat dan tidak
Pengalaman wisata penuh makna.
melanggar hukum terkait Hak Asasi Manusia. DESA TRUNYAN: Pengalaman
Wisata Penuh Makna Copyright.
Arafah, B., Hasyim, M. (2020). Covid-19
KESIMPULAN Mythology And Netizens Parrhesia
Ideological Effects Of Coronavirus
Pemakaman mepasah di Desa Myths On Social Media Users.
Trunyan merupakan suatu tradisi yang Palarch’s Journal of Archaeology Of
sudah mendarah daging dan merupakan Egypt/Egyptology. Volume 17, Issue
salah satu fondasi yang menjaga 4, 1398-1409
keharmonisan bagi masyarakat di Desa Aridiantari, P., Lasmawan, I. W., &
Trunyan. Meskipun dengan kondisi Suastika, I. N. (2020). Eksistensi
pandemi seperti saat ini, masyarakat Desa Tradisi dan Budaya Masyarakat Bali
Trunyan yang perlu melindungi diri untuk Aga pada Era Globalisasi di Desa
memutus rantai penyebaran COVID-19 Trunyan Universitas Pendidikan
tetap menghadapi tantangan tersebut Ganesha. 2(2), 68–78.
dengan melestarikan budaya yang telah Armin, M.A., Amalia, N. 2020. Semiotika
diwariskan turun-temurun. Pandemi Karikatur Pandemi Covid-19 Melalui
Covid-19 menjadi jalan bagi masyarakat Media Daring (On Line) Di Perancis.
untuk melakukan berbagai penyesuaian, Jurnal Ilmu Budaya, 8 (2), 279-293
70 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Dwipayana, I., & Gede Bawa Adnyana, I. diperoleh dari situs:


(2019). Legitimasi Hegemoni Hukum https://baliterkini.com/read/139/tradisi
Adat Dalam Karya Sastra Berlatar -mepasah-di-desa-trunyan.html.
Kultural Bali. Jurnal Ilmu Budaya, Redaksi. (2019). “Desa Adat Trunyan,
7(2), 1. antara Kubur Angin dan Kubur
Fadly, F., & Sari, E. (2020). An Approach Tanah.” Indonesia.go.id, diperoleh
to Measure the Death Impact of dari situs:
Covid-19 in Jakarta using https://indonesia.go.id/ragam/budaya/
Autoregressive Integrated Moving kebudayaan/desa-adat-trunyan-antara-
Average (ARIMA). Unnes Journal of kubur-angin-dan-kubur-
Public Health, 9 (2), 108–116. tanah#:~:text=Sohor%20disebut%20
Mahardika, I. W. T., & Darmawan, C. Mepasah%2C%20model%20pemaka
(2016). Civic Culture Dalam Nilai- man,panjang%20di%20bawah%20ud
Nilai Budaya Dan Kearifan Lokal ara%20terbuka.
Masyarakat Bali Aga Desa Trunyan. Redaksi. (2020). “Data Sebaran
Humanika, 23(1). Kecamatan Kasus Covid-19 Sampai
Mukaromah, V. (2020). “Panduan dan Dengan Tanggal 2020-10-28 di
Tata Cara Baru Menguburkan Jenazah (BANGLI).”
Pasien Covid-19.” Kompas, diperoleh pendataan.baliprov.go.id, diperoleh
dari situs: dari situs:
https://www.kompas.com/tren/read/20 https://pendataan.baliprov.go.id/map_
20/07/20/110257965/panduan-dan- covid19/kecamatan/search?_token=sG
tata-cara-baru-menguburkan-jenazah- oaxNq6S2c6QJy7P8AXFn1d3zXA7e
pasien-covid-19?page=all. pAQe4EHkNg&level=kecamatan&ka
Nugroho, A. (2016). “Misteri Taru bupaten=2&tanggal=2020-10-28.
Menyan, Pohon Ajaib Berusia Ribuan Redaksi. (2020). “Ritual Penguburan
Tahun yang Hanya Bisa Tumbuh di Trunyan di Pulau Tengkorak kala
Bali.” Boombastis, diperoleh dari Pandemi.” cnnindonesia.com,
situs: diperoleh dari situs:
https://www.boombastis.com/pohon- https://www.cnnindonesia.com/gaya-
taru-menyan/79552. hidup/20200616123018-269-
Pranata, I. W. D. (2014). Tradisi Mepasah 513802/ritual-penguburan-trunyan-di-
di Setra Wayah Desa Trunyan, pulau-tengkorak-kala-pandemi.
Kintamani, Bangli dan Rizky, A. P. (2020). “Tradisi Pemakaman
Pemanfaatannya Sebagai Sumber Mepasah Bali Jalan Terus di Tengah
Pembelajaran Sejarah Peminatan di Pandemi.” matamatapolitik.com,
SMA Berbasis Kurikulum 2013. 15. diperoleh dari situs:
Ransun, Friski, J. (2013). Perlakuan https://www.matamatapolitik.com/tra
terhadap Orang Meninggal dalam disi-pemakaman-mepasah-bali-jalan-
Tradisi Penguburan Masyarakat Desa terus-di-tengah-pandemi-in-depth/.
Trunyan Bali. Magister Sosiologi Satria, A. (2020). Kearifan Lokal Dalam
Agama Program Pascasarjana Menghadapi Pandemi Covid-19:
FTEO-UKSW. Sebuah Kajian Literatur. Sosietas,
https://repository.uksw.edu/handle/12 10(1), 745–753.
3456789/8894 Subawa, I. M. (1970). Hak Asasi Manusia
Redaksi. (2016). “Tradisi Mepasah di Bidang Ekonomi Sosial Dan Budaya
Desa Trunyan.” NetizenBali.com,
71 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Menurut Perubahan Uud 1945. Kertha


Patrika, 33(1), 1–7.
Sulistiadi, W., Rahayu, S., & Harmani, N.
(2020). Handling of public stigma on
covid-19 in Indonesian society.
Kesmas, 15(2), 70–76.

You might also like