Professional Documents
Culture Documents
Angelina Chandra Putri1, Dhea Sandrina2, Muhammad Asyrofi Al Hakim3, Muhammad Yaris
Ahyadi4, Richard Rivaldo5, Richard Tanuhardjanto6
Angelinacp189@gmail.com
Dheasandrina29@gmail.com
hakimasyrofi@gmail.com
m.yarisahyadi@gmail.com
richard.terra18@gmail.com
richardrivaldo84@gmail.com
Abstract
The COVID-19 pandemic has caused a significant increase in the population mortality rate, with
more than 396,000 positive cases and 13,512 deaths as of 27 October 2020 in Indonesia. This
requires authorities to issue new stricter funeral protocols. However, in Indonesia, many national
cultures that have their funeral practices and traditions. One of the unique and quite famous
traditional burial rituals is in the Trunyan area, Bali. The funeral tradition is carried out by placing the
body in a special open area and allowing it to be decomposed by nature. This funeral practice is still
being carried out today despite the local community's fear of the infamous virus. By using
quantitative data and the literature obtained, researchers will analyze the funeral traditions of
Trunyan Village from the perspective of culture and law in Indonesia, especially those related to
funeral protocols and human rights. Through this paper, it is hoped that the public can get to know
more about traditional culture in Indonesia as well as to clarify the stigma and views that exist related
to these traditions, especially during this pandemic. In addition, this paper can also be an input for the
government to pay more attention to existing national cultures and issue protocols that are in
accordance with human rights for those cultures.
Keywords: pandemic, funeral, Trunyan, law, culture
familiaritas masyarakat terhadap Desa pembersihan jenazah dengan air hujan lalu
Trunyan dan tradisi pemakamannya, bagian tubuh dibungkus dengan kain putih.
perspektif masyarakat terhadap tata cara Jenazah kemudian diberikan kurungan
pelaksanaan tradisi tersebut yang dikaitkan anyaman dari bambu (ancak saji) yang
dengan protokol yang telah diberikan oleh bertujuan untuk melindungi jenazah dari
binatang. Jenazah kemudian diletakkan di
pemerintah dan HAM, serta masukan atau lokasi bernama sema wayah, di bawah pohon
solusi yang dianggap tepat untuk diberikan Taru Menyan. Tempat meletakkan jenazah
terkait dengan masalah tersebut. dalam pemakaman mepasah hanya ada 11
(berupa ancak saji). Apabila sudah penuh,
HASIL DAN PEMBAHASAN maka jenazah paling lama akan dipindahkan
dari ancak saji ke tempat lain dan disatukan
Tradisi Pemakaman Mepasah di Desa dengan kumpulan jenazah-jenazah yang lebih
Trunyan tua lagi (biasanya hanya tersisa tengkorak dan
Adat pemakaman di Desa Trunyan tulang belulang).
berbeda dengan pemakaman di Bali pada
umumnya. Masyarakat Bali pada umumnya Familiaritas dan Perspektif Masyarakat
melakukan ritual ngaben atau yang juga terhadap Pemakaman di Desa Trunyan
disebut sebagai “kubur api”. Ritual ngaben Kuesioner ini seperti yang telah
disebut juga sebagai kubur api karena adanya dijelaskan sebelumnya memiliki jumlah
pembakaran jenazah. Berbeda dengan kubur responden akhir sebanyak 153 orang.
api, pemakaman mepasah di Desa Trunyan Responden tidak diwajibkan untuk
disebut juga sebagai kubur angin. (“Trunyan memasukkan nama asli dan dapat
kubur angin,” 2019). menggunakan nama samaran atau inisial
Pemakaman mepasah memiliki apapun. Pada saat mengisi formulir angket,
sejarah yang panjang serta dipercaya memiliki responden dihadapi dengan pertanyaan yang
nilai religius oleh masyarakat Desa Trunyan. bisa berupa jawaban kuantitatif ataupun
Pemakaman dengan cara ini dipercaya berawal kualitatif. Pertanyaan dengan jawaban
dari perintah raja terdahulu di Trunyan untuk kuantitatif merupakan pertanyaan yang wajib
menyembunyikan bau harum pohon taru untuk dijawab oleh responden, sementara
menyan dari musuh. Pohon taru menyan pertanyaan kualitatif dibebaskan kepada
merupakan pohon berbau harum yang hanya responden.
dapat tumbuh di Bali. Nama pohon ini juga
yang menjadi asal usul nama Desa Trunyan.
Dengan menaruh jenazah di bawah pohon taru
menyan, bau pohon yang harum tidak tercium
lagi dan bau jenazah dinetralisir oleh harum
pohon sehingga tidak berbau busuk. Dari sisi
kepercayaan atau religi, tradisi mepasah bagi
masyarakat Desa Trunyan merupakan suatu
bentuk penghormatan bagi leluhur.
Jenazah yang dimakamkan secara
mepasah adalah jenazah yang meninggal Gambar 2. Distribusi Usia dari Responden
secara normal dan memenuhi kriteria. Kuesioner
Pemakaman mepasah hanya boleh dilakukan Mayoritas responden berasal dari
dan diikuti oleh kaum pria, bahkan seluruh kalangan pelajar yang bisa dikategorikan
acara/kegiatan dalam pemakamannya hanya dalam rentang usia 15-17 dan 18-21 tahun.
boleh dilakukan oleh pria contohnya saat Kuesioner ini pada umumnya disebarkan
membuat sesajen. Kaum wanita dilarang untuk kepada mahasiswa-mahasiswa Institut
mengikuti mepasah karena menurut Teknologi Bandung, sehingga kebanyakan
kepercayaan akan mendatangkan bencana. responden ini bisa dikatakan sebagai
Prosesi pemakaman mepasah diawali dengan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut.
66 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
Peneliti berpendapat bahwa responden yang Gambar 4. Distribusi partisipan yang setuju
berasal dari kalangan mahasiswa dan pelajar dan tidak setuju dengan pernyataan
ini merupakan sesuatu yang baik karena “pemakaman mepasah melanggar HAM”
kategori ini bisa dikatakan sebagai kelompok
yang cukup kritis terhadap kondisi dan Jawaban dari responden untuk
perkembangan kebudayaan nasional di pertanyaan ini hampir seimbang dan hanya
Indonesia. berbeda 2%. Mayoritas responden sebanyak
51% menjawab bahwa tradisi pemakaman
tersebut melanggar HAM dan berpotensi untuk
membahayakan nyawa orang lain. Banyak
responden yang menjawab bahwa pemakaman
mepasah melanggar HAM karena kegiatan
pemakaman yang tidak sesuai protokol selama
masa pandemi dapat membahayakan hidup
orang lain. Selain itu, ada yang berpendapat
bahwa bakteri yang dapat menyebar dari
jenazah dapat mengganggu HAM atas
lingkungan hidup yang baik. Responden juga
berpendapat bahwa pemakaman tanpa
penguburan di tanah tidak sesuai dengan
kodrat manusia.
Sebaliknya, responden yang menjawab
Gambar 3. Kesesuaian Pemakaman Trunyan
bahwa pemakaman mepasah tidak melanggar
dan Protokol Pemakaman Pemerintah
HAM menyatakan bahwa pemakaman ini
merupakan tradisi yang sudah ada secara
Grafik di atas merupakan gambaran
turun-temurun dan tidak bermaksud untuk
mengenai pendapat masyarakat berdasarkan
membahayakan sekitar. Selain itu, pelaksanaan
survei yang telah dilakukan mengenai tingkat
pemakaman ini juga sudah menjadi
kesesuaian proses pemakaman di Desa
kesepakatan masyarakat di Desa Trunyan.
Trunyan dengan protokol yang dikeluarkan
oleh pemerintahan. Skala yang digunakan
Analisis Pemakaman Mepasah dari
adalah skala 1 sampai 10, dimana 1 berarti
Perspektif Sosial Budaya
sangat tidak sesuai dan 10 berarti sangat
Budaya pemakaman yang terdapat di
sesuai. Sebelum memasuki bagian ini, peneliti
Indonesia sangatlah beragam, hanya saja yang
telah menyediakan informasi dan gambar
paling umum ditemui adalah pemakaman
singkat dalam formulir kuesioner yang
dengan penguburan jenazah dalam tanah.
menjelaskan mengenai kebudayaan desa
Masyarakat pada umumnya tentu tidak
tersebut. Dari visualisasi tersebut, secara jelas
familiar dengan nilai-nilai yang terkandung
masyarakat beranggapan bahwa tata cara
dalam budaya pemakaman Trunyan. Namun,
pelaksanaan pemakaman desa yang terletak di
bagi masyarakat Desa Trunyan, pemakaman
Bali ini tidak sesuai dengan protokol
mepasah ini merupakan suatu tradisi yang
pemakaman dalam kebijakan pemerintah.
sangat penting dan mendalam maknanya.
Pemakaman secara mepasah merupakan suatu
perwujudan konsep Tri Hita Karana, sebuah
konsep hubungan antara manusia dengan
Tuhan, alam, dan sesamanya. Tradisi mepasah
dilakukan untuk menghormati sang pencipta,
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga
merupakan suatu bentuk bakti dan
penghormatan masyarakat Trunyan pada
leluhur mereka (Pranata, 2014). Mepasah juga
erat berkaitan dengan konsep hubungan
67 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
antarmanusia dan sesamanya. Hukum adat bahwa hak asasi manusia tidak akan ada tanpa
Bali berfungsi sebagai kontrol dan rekayasa kebudayaan itu sendiri. Sama halnya dengan
sosial, ketetapannya adalah mutlak dan hukum yang mengatur segala bidang di
perintah bagi anggota desa adat, sehingga Indonesia seperti hukum norma dan adat-adat
dalam praktiknya hukum adat harus ditaati yang diambil langsung dari kebudayaan/tradisi
dan dilaksanakan (Dwipayana dan Adyana, turun temurun dari masyarakat sekitar.
2019), begitu pula dengan tradisi ini bagi
masyarakat Desa Trunyan sudah menjadi suatu Analisis Pemakaman Mepasah dari
kontrol sosial. Bagi masyarakat Desa Trunyan, Perspektif Hukum Terkait Hak Asasi
cara seseorang dikuburkan tergantung dari Manusia dalam Masa Pandemi COVID-19
perilaku orang tersebut selama masa hidupnya. Seperti yang telah dijelaskan pada
Orang yang dikuburkan secara mepasah bagian pendahuluan, pemakaman di Desa
adalah orang yang semasa hidupnya Trunyan sebenarnya dilaksanakan dalam dua
berperilaku baik dan tidak tercela. Oleh karena jenis, yakni dengan cara mepasah dan
itu, secara tidak langsung, tradisi pemakaman dikuburkan atau dikebumikan seperti biasanya.
mepasah sudah menjadi suatu acuan bagi Pembagian ini berdasarkan pada kondisi orang
masyarakat Trunyan untuk berperilaku baik yang telah meninggal, sehingga tidak
bagi sesama. Tradisi mepasah ini pun menjadi sembarang orang dapat dimakamkan dengan
salah satu penjaga keharmonisan dan integrasi cara mepasah. Pemakaman dengan cara
masyarakat Desa Trunyan. Oleh karena itu, mepasah ditujukan hanya kepada orang yang
tradisi mepasah sulit untuk dihentikan memenuhi kriteria, salah satunya adalah
walaupun sedang masa pandemi. Tradisi ini meninggal secara wajar. Meninggal secara
sudah menjadi bagian dari keseharian wajar berarti bukan meninggal karena sakit,
masyarakat Desa Trunyan. kecelakaan, dibunuh, atau bunuh diri. Apabila
Dari respon yang diberikan dalam seseorang meninggal dengan penyebab seperti
kuesioner yang telah dilakukan, sebagian besar itu, maka jenazah akan dikuburkan seperti
responden beranggapan bahwa kebudayaan biasa di pemakaman yang bernama Sema
Trunyan ini merupakan sesuatu yang cukup Bantas. Namun, yang menjadi kekhawatiran
menyeramkan. Hal tersebut sangatlah lumrah masyarakat adalah kemungkinan tidak
dikarenakan kebudayaan ini merupakan terdeteksinya penyebaran COVID-19 di
kebudayaan yang unik dan bisa dibilang sudah Trunyan.
sangat tua mengingat perkembangan zaman Berdasarkan hasil kuisioner, sebagian
dan teknologi yang ada saat ini. Namun, besar responden berpendapat bahwa tradisi
kebudayaan ini masih dapat dianggap sebagai pemakaman ini melanggar HAM karena
sesuatu yang memang wajar dilakukan pemakaman mepasah dapat menyebabkan
mengingat hal ini merupakan tradisi dan adat virus pada mayat menular ke orang-orang
istiadat yang telah dilakukan secara turun- sekitar, seperti pelayat. Selain itu, opini yang
temurun. Namun demikian, tidak sedikit pula sering muncul terkait dengan hal tersebut
responden yang menganggap bahwa adalah pemakaman ini cukup membahayakan
pemakaman tersebut tidak layak lagi untuk lingkungan dan orang-orang di daerah
dilakukan dan seharusnya dilakukan sekitarnya, termasuk kelompok yang
penguburan jenazah selayaknya yang biasa melaksanakan pemakaman tersebut. Dengan
dilakukan saat ini. membiarkan jenazah seseorang yang telah
Di sisi lain juga, pemakaman Mepasah meninggal secara terbuka, pemakaman ini
ini tetap dihargai serta didukung dikatakan sudah tidak etis dan kurang layak
pelestariannya karena menurut sebagian untuk dilakukan lagi, dengan mengingat juga
responden, setiap warga negara dibebaskan bahwa ada potensi penyebaran virus melalui
untuk berbudaya dan memilih udara.
kepercayaannya. Ada juga yang menanggapi
bahwa hak asasi manusialah yang harus
menyesuaikan dengan eksistensi dari
kebudayaan yang ada, mengimplikasikan
68 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294