You are on page 1of 13

ANALISIS PENCABUTAN IZIN USAHA DAN LIKUIDASI

BANK DI INDONESIA
Herlina Kurniati1, Kuryani Saputra2, Fristia Berdian Tamza3
Dosen Tetap Non PNS UIN RIL1
Lembaga Bantuan Hukum2
Dosen Tetap Non PNS UNILA3
herlinakurniati@radenintan.ac.id1, kuryanisaputra1980@gmail.com2,
fristia@gmail.com3

Abstract: Indonesia's economy in the banking sector is experiencing ups and downs.
There are times when it grows rapidly, and under certain conditions there are a number
of banks experiencing problems and eventually being revoked their licenses.
Revocation of business license is done as a last step in the efforts to heal the bank if
the bank's difficulties interfere with its business continuity or endanger the banking
system. It is a mandate from Law No. 7 of 1992 on Banking as amended by Law No.
10 of 1998. This paper wants to reveal the understanding, legal basis, liquidation factors
to analasis revocation of business license and liquidation of banks in Indonesia. The
method used in this study is the normative juridical approach method, in which the
research conducted is by examining library research materials, which relate to the title
being studied. This study concluded, first, OJK can revoke bpr business license
because the condition of a bank endangers the banking system. Like the level of
difficulty experienced in conducting business activities, the bank is unable to fulfill its
obligations to other banks. Second, the bank has difficulties that jeopardize the
continuity of its business and actions to overcome them are not enough to overcome
the difficulties faced by the bank.
Abstrak: Perekonomian di Indonesia di sektor perbankan mengalami pasang surut.
Ada kalanya berkembang pesat, dan pada kondisi tertentu ada sejumlah bank
mengalami masalah dan akhirnya dicabut izinnya. Pencabutan izin usaha dilakukan
sebagai langkah terakhir dalam upaya penyehatan bank apabila kesulitan bank tersebut
mengganggu kelangsungan usahanya atau membahayakan sistem perbankan. Hal
tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998. Tulisan ini ingin
mengungkap pengertian, dasar hukum, faktor likuidasi hingga analasis pencabutan izin
usaha dan likuidasi bank di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pendekatan yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan adalah
dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan (library research), yang berhubungan
dengan judul yang sedang diteliti. Penelitian ini menyimpulkan, pertama, OJK bisa
mencabut izin usaha BPR karena keadaan suatu bank membahayakan sistem
perbankan. Seperti tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha,
bank tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank lain. Kedua, bank
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan tindakan untuk
mengatasinya belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank.

A. Pendahuluan kemajuan yang signifikan. Hal itu dapat


Perkembangan ekonomi di Indonesia dilihat dari segi jumlah bank, jumlah kantor
dalam sektor perbankan terus mengalami bank maupun jumlah penghimpunan

44
dan penyaluran dana kepada masyarakat, mengalami solvabilitas. Ini berarti bank
dan hal ini terjadi pada era tahun 1988.1 tidak sanggup lagi memenuhi kewajiban
Tidak hanya bank konvensional, perbankan kepada seluruh deposan dan kreditur.
syariah juga maju pesat. Tujuan dari Bila suatu bank tidak dapat lagi memenuhi
adanya BPR Syariah itu sendiri adalah kewajibannya kepada deposan maupun
untuk melindungi masyarakat dari praktik kreditur, maka bank tersebut dapat dikatakan
rentenir yang memberikan pinjaman dengan sebagai bank gagal (failure bank).
syarat bunga yang besar. Tumbuhnya Untuk mewujudkan perekonomian
perbankan syariah bukanlah merupakan nasional serta sistem keuangan yang dapat
fenomena sementara saja tetapi harus tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
dilihat sebagai fenomena yang akan berlanjut diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa
seterusnya dan akan berkembang makin keuangan yang terselenggara secara teratur,
lama makin besar dan meluas di seluruh adil, transparan dan akuntabel, dan yang
dunia.2 mampu melindungi kepentingan konsumen
Namun, Indonesia juga pernah mengalami maupun masyarakat. Mengingat pentingnya
imbas krisis yang diawali dengan bergejolaknya fungsi perbankan di sektor perekonomian,
nilai tukar yang selanjutnya berkembang kegiatan perbankan perlu diawasi oleh
menjadi krisis multi dimensi yang juga Otoritas Pengawasan. Menurut Pasal 29
melanda sektor keuangan dan perbankan. ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Pasca tahun 1998, perbankan mengalami 1992 Tentang Perbankan sebagaimana
krisis kepercayaan, perbankan menjadi telah diubah dengan Undang-Undang
tidak sehat disebabkan oleh jajaran manusia Nomor 10 Tahun 1998, yang selanjutnya
pada sektor perbankan itu sendiri antara disebut UU Perbankan, pengawasan
lain para pemilik bank masih sering dan pembinaan bank dilakukan oleh
memanfaatkan bank untuk kepentingan Bank Indonesia.3
pribadi atau grup usahanya. Bank Indonesia sebagai bank sentral
Karakteristik dari bank adalah sebagian diberikan kewenangan untuk memelihara
besar usaha bank dibiayai dengan uang sistem pembayaran dan mengawasi bank-
simpanan masyarakat. Hanya sebagian bank. Bentuk-bentuk pembinaan dan
kecil saja usaha bank yang dibiayai dari pengawasan yang dilakukan BI terhadap
modal disetor. Dengan sendirinya modal bank dapat bersifat preventif dalam bentuk
bank lebih kecil akan gampang habis ketentuan-ketentuan, petunjuk dan nasihat,
bahkan menjadi negatif ketika bank bimbingan dan pengarahan, maupun secara
mengalami kerugian cukup besar, misalnya represif dalam bentuk pemeriksaan yang
karena begitu besarnya kredit macet, disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan,
sehingga dapat mengakibatkan bank sehingga pada akhirnya BI dapat menetapkan

1 Ali Said Kasim, Penerapan Sistem Know Your Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Graffiti,
Customer Principle Di Indonesia, (Jakarta : Yayasan 1999), h. 17
Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), h. 32. 3 Nitya Yuki Mahya, Pencabutan Izin Usaha
2 Sultan Remi Syahdeni, Perbankan Islam dan dan Likuidasi Bank, Jurnal Ilmu Sosial dan
Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Pendidikan, LPP Mandala, Vol 4, Januari 2020,
h. 284

47
arah pembinaan dan pengembangan bank, dalam menjelaskan pengertian-pengertian
baik secara individual maupun secara yang terdapat dalam literatur dan tulisan
keseluruhan. lainnya sebagai bahan hukum tertier.
Namun, hal itu belum berjalan dengan Bahan-bahan yang sudah terkumpul,
baik sehingga menyembabkan timbulnya kemudian di analisis secara kualitatif.
berbagai masalah. Seperti pencabutan B. Pembahasan
izin usaha hingga likuidasi bank di 1. Pengertian Likuidasi Bank
Indonesia. Karena itu ada beberapa Pengertian Likuidasi Bank menurut
permasalahan yang dikaji dalam penelitian Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga
ini dengan judul Analisis Pencabutan Izin Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2011
Usaha dan Likuidasi Bank di Indonesia adalah tindakan penyelesaian seluruh
Metode penelitian merupakan salah asset dan kewajiban bank sebagai akibat
satu cabang ilmu pengetahuan yang di pencabutan izin usaha dan pembubaran
dalamnya membahas tentang cara-cara badan hukum bank. Likuidasi bank
yang dipergunakan oleh peneliti untuk merupakan tindakan penyelesaian
mengadakan penelitian yang memiliki seluruh hak dan kewajiban bank
fungsi sebagai acuan atau cara yang sebagai akibat pencabutan izin usaha
dipergunakan untuk memperoleh informasi dan pembubaran badan hukum bank.
tentang sebuah data secara akurat. Untuk Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar
mencapai pengetahuan yang benar, maka pencabutan izin usaha dan pembubaran
diperlukan metode yang mampu badan hukum bank, tetapi berkaitan
mengantarkan peneliti mendapat data dengan proses penyelesaian segala
yang valid dan otentik. Metode yang hak dan kewajiban dari suatu bank
digunakan dalam penelitian ini adalah yang dicabut izin usahanya.
metode pendekatan yuridis normatif, dimana Setelah suatu bank dicabut izin
penelitian yang dilakukan adalah dengan usahanya, dilanjutkan lagi dengan
cara meneliti bahan-bahan kepustakaan proses pembubaran badan hukum
yang ada (library research), yang berhubungan bank yang bersangkutan, dan seterusnya
dengan judul yang sedang diteliti. dilakukan proses pemberesan berupa
Adapun bahan-bahan pustaka sebagai penyelesaian seluruh hak dan kewajiban
data sekunder yang diteliti itu antara lain (piutang dan utang) bank sebagai akibat
berupa Undang-undang UU No. 10 Tahun dari pencabutan izin usaha dan
1998 tentang Perbankan dan UU No. 21 pembubaran badan hukum bank.
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Likuidasi adalah kemampuan bank
Keuangan (UU OJK) sebagai bahan untuk memenuhi kewajiban hutang-
hukum primer, buku-buku literatur, dan hutangnya, dapat membayar kembali
tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan semua deposannya, serta dapat meme
pencabutan isin usaha dan likuidasi permintaan kredit yang diajukan para
bank sebagai bahan hukum sekunder, debitur tanpa terjadi penangguhan.
serta Kamus baik Kamus Hukum maupun Menurut pengertian ini bank dikatakan
kamus yang dapat memberikan bantuan likuid apabila:

48
a. Bank tersebut memiliki cash assets dimulai dari pencabutan izin usaha
sebesar kebutuhan yang akan digunakan bank oleh Bank Indonesia, kemudian
untuk memenuhi likuiditasnya; dilanjutkan dengan pembubaran badan
b. Bank tersebut memiliki cash assets hukum dari bank yang dilikuidasi tadi
yang lebih kecil dari yang tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
diatas, tetapi yang bersangkutan juga undangn yang berlaku, dan terakhir
memiliki asset lainnya (khususnya dilakukan penyelesaian terhadap seluruh
surat-surat berharga) yang dapat hak dan kewajiban yang ditimbulkan
dicairkan sewaktu-waktu tanpa oleh bank yang dilikuidasi.
mengalami penurunan nilai pasarnya; 2. Dasar Hukum Likuidasi Bank
c. Bank tersebut mempunyai kemampuan Ketentuan peraturan perundang-
untuk menciptakan cash assets baru undangan yang merupakan dasar hukum
melalui berbagai bentuk hutang.4 yang dipakai sebagai landasan bagi
Undang-Undang Nomor 10 Tahun likuidasi suatu bank yang bermasalah
1998 tentang Perubahan Atas Undang- dalam sistem perekonomian nasional
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang adalah sebagai berikut :
Perbankan tidak memberikan rumusan Pertama, Ketentuan likuidasi menurut
pengertian dari istilah Likuidasi Bank Undang-Undang Nomor 10 Tahun
sebagaimana yang disebutkan dalam 1998 Tentang Perubahan Undang-
ketentuan Pasal 37 ayat (2) dan ayat Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
(3). Namun jika diteliti secara cermat Perbankan, yaitu terdapat dalam : 1.)
ketentuan Pasal 37 ayat (2) dan ayat Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa
(3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun “Dalam hal suatu bank mengalami
1998 tentang Perubahan Atas Undang- kesulitan yang membahayakan kelangsungan
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan
Perbankan maka pengertian dari tindakan agar:
Likuidasi Bank ini tidak terbatas pada a. pemegang saham menambah modal;
pencabutan izin usaha bank saja, tetapi b. pemegang saham mengganti. Dewan
lebih luas lagi, termasuk tindakan Komisaris dan atau Direksi bank;
pembubaran (outbinding) badan hukum c. bank menghapusbukukan kredit
bank dan penyelesaian atau pemberesan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
(verifying) seluruh hak dan kewajiban Syariah yang macet dan memperhitungkan
bank sebagi akibat dibubarkannya badan kerugian bank dengan modalnya;
hukum bank tersebut. Jadi, likuidasi d. bank melakukan merger atau
bank menurut perspektif Undang- konsolidasi dengan bank lain;
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang e. bank dijual kepada pembeli yang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor bersedia mengambil alih seluruh
7 Tahun 1992 tentang Perbankan kewajiban;

4 Hotma Sautma Ronny, Hubungan Bank Deposan di Indonesia, (Bandung : Penerbit Citra
Dengan Nasabah Produk Tabungan dan Deposito : Aditya, 2005), h.. 7
Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan

49
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh tersebut, pencabutan izin usaha bank
atau sebagian kegiatan bank kepada dilakukan oleh Pimpinan Bank
pihak lain; Indonesia apabila : a. Pasal 3 ayat (2)
g. bank menjual sebagian atau seluruh huruf b dan Pasal 4 ayat (1) Pasal 3
harta dan atau kewajiban bank ayat (2) huruf b menyatakan bahwa
kepada bank atau pihak lain. 2.) apabila : a) tindakan sebagaimana
Pasal 37 ayat (2) yang menyatakan dimaksud ayat (1) belum cukup untuk
bahwa dalam hal suatu bank mengalami mengatasi kesulitan yang dihadapi
kesulitan yang membahayakan bank, dan/atau, b) menurut penilaian
kelangsungan usahanya, apabila : Bank Indonesia keadaan suatu bank
a) Tindakan sebagaimana dimaksud dapat membahayakan sistem perbankan,
dalam ayat (1) belum cukup untuk Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut
mengatasi kesulitan yang dihadapi izin usaha bank dan memerintahkan
bank, dan/atau, b) Menurut penilaian direksi bank untuk segera menyelenggarakan
Bank Indonesia keadaan suatu bank Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal
dapat membahayakan sistem perbankan, 4 ayat (1) menyatakan bahwa pencabutan
pimpinan Bank Indonesia dapat izin usaha bank dilakukan oleh Pimpinan
mencabut izin usaha bank dan Bank Indonesia. b. Pasal 25 ayat (1)
memerintahkan direksi bank untuk menyatakan bahwa pelaksanaan likuidasi
segera menyelenggarakan Rapat bank oleh Bank Indonesia ditetapkan
Umum Pemegang Saham guna dan diserahkan kepada Badan Khusus
membubarkan badan hukum bank yang bersifat sementara dalam rangka
dan membentuk tim likuidasi. 3.) penyehatan perbankan berdasarkan
Pasal 37 ayat (3) yang menyatakan ketentuan Pasal 37 A Undang-Undang
bahwa dalam hal direksi bank tidak Nomor 7 Tahun 1992 tentang
menyelenggarakan Rapat Umum Perbankan sebagaimana telah diubah
Pemegang Saham sebagaimana dengan Undang-Undang Nomor 10
dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Tahun 1998, tetap mengikuti ketentuan
Bank Indonesia meminta kepada dalam Peraturan Pemerintah ini. c.
pengadilan untuk mengeluarkan Pasal 26 ayat (1) menyatakan bahwa
penetapan yang berisi pembubaran dalam hal para pemegang saham
badan hukum bank, penunjukan akan membubarkan badan hukum
tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan bank atas keinginan sendiri, pembubaran
likuidasi sesuai dengan peraturan tersebut hanya dapat dilakukan setelah
perundang-undangan yang berlaku. pencabutan izin usaha oleh Bank
Kedua, Ketentuan likuidasi menurut Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Ketiga, Ketentuan likuidasi menurut
Tahun 1999, tanggal 3 Mei 1999 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
tentang Pencabutan izin usaha, Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14
Pembubaran dan Likuidasi Bank, Mei 1999 tentang Tata Cara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran

50
dan Likuidasi Bank umum dan Surat sebagai tindak lanjut pengaturan
Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai penjaminan dana masyarakat
Nomor 32/54/KEP/DIR tanggal 14 khususnya dalam rangka mewujudkan
Mei 1999 tentang Tata Cara apa yang telah diamanatkan dalam
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran ketentuan Pasal 37 B Undang-Undang
dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
: a. Pasal 2 dari kedua Surat Keputusan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
tersebut menyatakan bahwa pencabutan 1992 tentang Perbankan, yaitu tentang
izin usaha Bank Umum atau Bank perlunya pembentukan Lembaga
Perkreditan Rakyat dilakukan oleh Penjaminan Simpanan, pada tahun
Direksi Bank Indonesia apabila : a) 2004 pemerintah membentuk suatu
Tindakan penyelamatan sebagaimana badan khusus yang disebut Lembaga
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Penjamin Simpanan. Dengan telah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan
1998 belum cukup untuk mengatasi tersebut, ketentuan mengenai likuidasi
kesulitan yang dihadapi Bank Umum diatur pula di dalam : 1. Undang-
atau Bank Perkreditan Rakyat; dan/ Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
atau b) Menurut penilaian Bank Bank Sentral sebagaimana telah diubah
Indonesia keadaan suatu Bank Umum terakhir dengan Peraturan Pemerintah
atau Bank Perkreditan Rakyat dapat Pengganti Undang-Undang Nomor
membahayakan sistem perbankan; 2 Tahun 2008 sebagaimana telah
atau c) Terdapat permintaan dari pemilik ditetapkan dengan Undang-Undang
atau pemegang saham Bank Umum Nomor 6 Tahun 2009; 2. Undang-
atau Bank Perkreditan Rakyat. b. Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Pasal 3 dari surat keputusan tersebut Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana
di atas menyebutkan bahwa pencabutan telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
izin usaha kantor cabang dari bank Pengganti Undang- Undang Nomor
yang berkedudukan di luar negeri 3 Tahun 2008 sebagaimana telah
dilakukan oleh direksi Bank Indonesia ditetapkan dengan Undang- Undang
berdasarkan alasan tindakan penyelamatan Nomor 7 Tahun 2009; 3. Peraturan
belum cukup mengatasi kesulitan yang Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004
dihadapi oleh Bank atau membahayakan tentang Tindak Lanjut Pengawasan
sistem perbankan sebagaimana dimaksud dan Penetapan Status Bank sebagaimana
dalam Pasal 2 huruf a atau huruf b : telah diubah dengan Peraturan Bank
a) Terdapat permintaan kantor pusat Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005;
bank yang berkedudukan di luar negeri; Keempat, Peraturan Lembaga Penjamin
atau b) Izin usaha kantor pusat bank Simpanan Nomor 2/PLPS/2005 tentang
yang berkedudukan di luar negeri Likuidasi Bank, yang kemudian diganti
dicabut dan/atau kantor pusat dimaksud dan disempurnakan dengan Peraturan
dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang Lembaga Penjamin Simpanan Nomor
di negara setempat. Dalam perkembangannya, 2/PLPS/2008 tentang Likuidasi Bank;

51
Walaupun telah terbentuk Lembaga posisi extreme leverage. Extreme
Penjamin Simpanan, dalam ketentuan leverage artinya utang perusahaan
Pasal 98 Undang-Undang Nomor 24 sudah berada dalam kategori yang
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin membahayakan perusahaan itu sendiri.
Simpanan, menyebutkan bahwa proses b. Jumlah utang dan berbagai tagihan
likuidasi yang dimulai sebelum berlakunya yang datang disaat jatuh tempo sudah
Undang-Undang Nomor 24 Tahun begitu besar, baik utang di perbankan,
2004 tentang Lembaga Penjamin leasing, mitra bisnis, utang dagang,
Simpanan, tetap dilaksanakan sesuai termasuk utang dalam bentuk bunga
dengan ketentuan mengenai likuidasi obligasiyang sudah jauh tempo yang
bank sebagaimana diatur dalam Peraturan secepatnya dibayar, dan berbagai
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 bentuk tagihan lainnya c. Perusahaan
tentang Pencabutan Izin Usaha, telah melakukan kebijakan strategi
Pembubaran dan Likuidasi Bank. Selain yang salah sehingga memberi pengaruh
memperhatikan peraturan khusus dalam pada kerugian yang bersifat jangka pendek
pencabutan izin usaha, pembubaran dan jangka panjang. d. Kepemilikan
dan likuidasi bank dalam proses aset perusahaan tidak lagi mencukupi
tersebut, maka sepanjang tidak diatur untuk menstabilkan perusahaan, yaitu
secara khusus dalam ketentuan perbankan sudah terlalu banyak asset yang dijual
perlu juga memperhatikan peraturan sehingga jika asset yang tersisa tersebut
yang bersifat umum seperti: a) Undang- masih ingin dijual maka itu juga tidak
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang mencukupi untuk menstabilkan perusahaan.
Perseroan Terbatas yang terakhir diubah e. Perusahaan sering melakukan kebijakan
dengan Undang-Undang Nomor 40 gali lubang dan tutup lubang pada
Tahun 2007, bagi pembubaran bank kewajiban atau menyelesaikan persoalan
yang berbentuk hukum perseroan likuidasi di pakai dari dana untuk
terbatas; b) Undang-Undang Nomor membayar utang, sehingga pada dana
17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, yang harusnya dialokasikan untuk
bagi pembubaran bank yang berbentuk membayar utang yang sudah jatuh
hukum koperasi; c) Undang-Undang tempo namun dipakai untuk membayar
Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan gaji karyawan, listrik, dan sejenisnya
Daerah, bagi pembubaran bank yang yang termasuk kategori short term
berbentuk hukum perusahaan daerah liquidity.5
3. Faktor-faktor Terjadinya Likuidasi Berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor
Pada saat suatu perusahaan mengalami 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan
resiko likuidasi ada beberapa sebab Status dan Tindak Lanjut Pengawasan
yang melatarbelakanginya, yaitu: a. Bank Umum Konvensional terdapat
Utang perusahaan yang berada pada 3 kategori bank bermasalah yaitu

5 Irham Fahmi, Pengantar Perbankan Teori dan

Aplikasi, (Bandung : Alfabeta, 2014), h. 126

52
bank yang masuk dalam kategori bank penilaian Bank Indonesia, Bank memiliki
dalam pengawasan normal, bank dalam permasalahan likuiditas mendasar; d.
pengawasan intensif dan bank dalam rasio kredit bermasalah (non performing
pengawasan khusus. Berdasarkan Pasal loan) secara neto lebih dari 5% (lima
3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia persen) dari total kredit; e. tingkat
Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan kesehatan Bank dengan peringkat
Status dan Tindak Lanjut Pengawasan komposit 4 (empat)atau 5 (lima); f.
Bank Umum Konvensional menyatakan tingkat kesehatan Bank dengan peringkat
bahwa “Dalam hal bank dalam komposit 3 (tiga) dan Good Corporate
pengawasan normal namun dinilai Governance (GCG) dengan peringkat
memiliki permasalahan yang signifikan 4 (empat).
maka direksi, dewan komisaris, dan/atau Kemudian dalam Pasal 14 ayat (2)
pemegang saham pengendali Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor
wajib menyampaikan rencana tindak 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan
(action plan) kepada Bank Indonesia.” Status dan Tindak Lanjut Pengawasan
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Bank Umum Konvensional yang
Peraturan Bank Indonesia Nomor mengatur kategori bank dalam
15/2/PBI/2013 tentang Penetapan pengawasan khusus menyatakan bahwa
Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank dinilai mengalami kesulitan
Bank Umum Konvensional yang mengatur yang membahayakan kelangsungan
mengenai kategori bank dalam pengawasan usahanya sebagaimana dimaksud
intensif menyatakan bahwa “Bank pada ayat (1) apabila memenuhi satu
dinilai memiliki potensi kesulitan atau lebih kriteria sebagai berikut: a.
yang membahayakan kelangsungan rasio KPMM kurang dari 8% (delapan
usahanya sebagaimana dimaksud persen); b. rasio GWM dalam rupiah
pada ayat (1) jika memenuhi satu atau kurang dari 5% (lima persen) dan
lebih kriteria sebagai berikut: a. rasio berdasarkan penilaian Bank Indonesia:
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum 1. Bank mengalami permasalahan
(KPMM) sama dengan atau lebih besar likuiditas mendasar; atau 2. Bank
dari 8% (delapan persen) namun mengalami perkembangan yang
kurang dari rasio KPMM sesuai profil memburuk dalam waktu singkat.
risiko Bank yang wajib dipenuhi oleh Selain itu dalam Pasal Pasal 17 ayat
Bank; b. rasio modal inti (tier 1) (1) Bank dalam pengawasan khusus
kurang dari persentase tertentu yang wajib melakukan penambahan modal
ditetapkan oleh Bank Indonesia; c. untuk memenuhi kewajiban pemenuhan
rasio Giro Wajib Minimum (GWM) modal minimum dan/atau kewajiban
dalam rupiah sama dengan atau lebih pemenuhan giro wajib minimum sesuai
besar dari 5% (lima persen) namun dengan ketentuan yang berlaku. Dalam
kurang dari rasio yang ditetapkan ketentuan Pasal 37 ayat (2) Undang-
untuk GWM rupiah yang wajib Undang Nomor 10 Tahun 1998
dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan tentang Perubahan Atas Undang-

53
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Undang Nomor 7 Tahun 1992
Perbankan menetapkan 2 (dua) alasan tentang Perbankan).
hukum yang memungkinkan suatu b. Suatu bank mengalami kesulitan
bank dicabut izin usahanya oleh Bank yang membahayakan kelangsungan
Indonesia, yaitu apabila menurut usahanya adalah apabila berdasarkan
penilaian Bank Indonesia : 1. Keadaan penilaian dari Bank Indonesia,
suatu bank membahayakan sistem kondisi usaha bank semakin
perbankan,; atau 2. Suatu bank mengalami memburuk, antara lain ditandai
kesulitan yang membahayakan dengan menurunnya permodalan,
kelangsungan usahanya dan tindakan kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas,
untuk mengatasinya belum cukup untuk serta pengelolaan bank yang tidak
mengatasi kesulitan yang dihadapi dilakukan berdasarkan prinsip
bank. kehati-hatian (Prudential banking)
Seperti diketahui Pimpinan Bank dan asas perbankan yang sehat.
Indonesia dapat mencabut izin usaha (Penjelasan atas Pasal 37 ayat (1)
suatu bank berdasarkan alasan apabila Undang-Undang Nomor 10
menurut penilaian Bank Indonesia Tahun 1998 tentang Perubahan
keadaan suatu bank dapat membahayakan Atas Undang-Undang Nomor 7
sistem perbankan, sebagaimana kriterianya Tahun 1992 tentang Perbankan).
dijelaskan dalam penjelasan atas Pasal Selain itu, salah satu cara untuk
37 ayat (2) Undang-Undang Nomor mengukur kesehatan suatu lembaga
7 Tahun 1992 sebagaimana telah perbankan adalah dengan mempergunakan
diubah dengan Undang-Undang Nomor metode CAMEL. CAMEL atau Capital
10 Tahun 1998 tentang Perbankan Assets Management Earning Liquidity
sebagai berikut: merupakan salah satu metode penilaian
a. Kriteria yang membahayakan sistem kesehatan perbankan. Metode CAMEL
perbankan adalah apabila tingkat berisikan langkah-langkah yang dimulai
kesulitan yang dialami dalam dengan menghitung besarnya masing-
melakukan kegiatan usaha, suatu masing rasio pada komponen-komponen
bank tidak mampu memenuhi berikut: 1. C: Capital (Untuk Rasio
kewajiban-kewajibannya kepada Kecukupan Modal) 2. A: Assets
bank lain, sehingga pada gilirannya (Untuk rasio-rasio kualitas aktiva) 3.
akan menimbulkan dampak berantai M: Management (Untuk menilai kualitas
kepada bank-bank lainnya (Penjelasan manajemen) 4. E: Earning (Untuk
atas Pasal 37 ayat (2) Undang- rasio-rasio rentabilitas bank) 5. L:
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas
tentang Perubahan Atas Undang- bank).6

6 Lukman Dendawijaya, Manjemen Perbankan,

Edisi Kedua, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009),


h. 142

54
Dalam Pasal 29 ayat (2) Undag- bank yang secara materiil dapat
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang berpengaruh terhadap kadaan keuangan
perbankan menyatakan bahwa “Bank bank sehingga mengakibatkan penilaian
Indonesia menetapkan ketentuan yang keliru terhadap bank; d. Praktik
tentang kesehatan bank dengan “bank dalam bank” atau melakukan
memperhatikan aspek permodalan, usaha bank di luar pembukuan bank
kualitas asset, kuaitas manajemen, e. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan
rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, penghentian sementara atau pengunduran
dan aspek lain yang berhubungan dengan diri dari keikutsertaan dalam kliring;
usaha bank.” Penilaian kesehatan bank atau f. Praktik perbankan lain yang
dinilai berdasarkan pada peringkatnya, dapat membayangkan kelangsungan
dan setiap peringkat itu menjelaskan usaha bank dan/atau menurunkan
posisi setiap bank. Termasuk ketika kesehatan bank.
sebuah bank dari posisi tidak sehat C. Analisis Pencabutan Izin Usaha
menjadi sehat menjadi sehat maka Dan Likuidasi Bank Di Indonesia
disini ada acuannya yang harus dipahami. Undang-Undang Perbankan dan
Dalam tata cara penilaian tingkat Undang-Undang Bank Indonesia
kesehatan bank umum (Surat Keputusan mengamanatkan agar sistem perbankan
Direksi Bank Indonesia No. 30/11/kep/Dir dapat berperan secara maksimal dalam
Tanggal 30 April 1997) Direksi Bank perekonomian nasional. Maka, arah
Indonesia di Pasal 6 disebutkan, yaitu kebijakan di sektor perbankan bertujuan
: Predikat tingkat kesehatan bank yng agar hanya bank yang sehat saja yang
sehat atau cukup sehat atau kurang dapat terus eksis berusaha dalam sektor
sehat akan diturunkan menjadi sehat perbankan nasional.7 Sedangkan bank yang
apabila terdapat : a. Perselisihan intern mengalami ‘kesulitan yang membahayakan
yang diperkirakan akan menimbulkan kelangsungan usahanya’ dan tidak dapat
kesulitan dalam bank yang bersangkutan; diselamatkan lagi, dan/atau ‘keadaan
b. Campur tangan pihak-pihak di luar suatu bank yang membahayakan sistem
bank dalm kepengurusan (manajemen) perbankan’, maka bank tersebut harus
bank, termasuk di dalamnya kerja sama keluar dari sistem perbankan (exit policy). 8
yang tidak wajar yang mengakibatkan Saat erjadi kondisi yang demikian itu,
salah satu atau beberapa kantornya Bank Indonesia, secara atributif, diberi
berdiri sendiri; c. “window dressing” kewenangan oleh undang-undang untuk
dalam pembukuan dan atau laporan mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.9

7 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang


edisi Revisi, (Bandung : Mandar Maju, 2012), h. Perbankan jo. Pasal 26 Undang-undang Nomor
323 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Lihat
8 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu juga Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor
Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), h. 137 Simpanan.
9 Pasal 37 ayat (2) Undang-undang No. 10

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

55
Namun demikian, dalam praktiknya, dilakukan proses likuidasi bank dan
pencabutan izin usaha bank adalah memerintahkan direksi bank untuk
pilihan keputusan yang terakhir. Pasal segera menyelenggarakan Rapat Umum
37 ayat (1) Undang-undang Perbankan Pemegang Saham guna membubarkan
mengamanatkan agar Bank Indonesia badan hukum bank dan membentuk tim
terlebih dahulu mengupayakan tindakan likuidasi. Oleh karena itu penting untuk
penyelamatan bank yang mengalami membedakan antara kewenangan Bank
kesulitan yang membahayakan kelangsungan Indonesia untuk mencabut izin usaha
usahanya sebelum bank yang bersangkutan bank (exit policy) dalam rangka melaksanakan
harus “exit” dari sistem perbankan. otoritasnya selaku pemegang power to
Apabila tindakan penyelamatan yang license karena bank tidak dapat memenuhi
telah diupayakan belum cukup untuk standar minimal prudential rules, dengan
mengatasi kesulitan yang dihadapi bank proses likuidasi yang diperintahkan oleh
dan/atau menurut penilaian Bank Indonesia Undang-undang Perbankan untuk keperluan
keadaan suatu bank dapat membahayakan menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban
system perbankan, maka barulah suatu bank sebagai akibat dari dicabutnya izin
bank harus keluar dari system perbankan. usaha dan pembubaran badan hukum
Bahkan, pada masa masih eksisnya Badan bank.
Penyehatan Perbankan Nasioal (BPPN), Patut ditegaskan bahwa kewenangan
masih ada proses penyehatan system mencabut izin usaha adalah kewenangan
perbankan melalui tahap Bank Beku yang diatribusikan oleh Undang-undang
Operasi (BBO) dan Bank Beku Kegiatan Bank Indonesia jo. Undang-undang
Usaha (BBKU) yang hasilnya adalah bank Perbankan kepada Bank Indonesia yang
hasil merger dan bank yang direkomendasikan merupakan kewenangan diskresioner
untuk dicabut izin usahanya. Adanya karena suatu bank telah gagal memenuhi
Lembaga Penjamin Simpanan, apabila ketentuan prudential standards yang
tindakan penyehatan yang ditempuh ditetapkan, sedangkan likuidasi adalah
Bank Indonesia atas dasar Pasal 37 ayat cara atau proses yang diperintahkan
(1) Undang-undang Perbakan tidak Undang-undang Perbankan untuk
berhasil, maka Lembaga Penjamin Simpanan menyelesaikan hak dan kewajiban bank.
masih dimungkinkan untuk melakukan Jadi, pencabutan izin usaha bank merupakan
tindakan penyelamatan terhadap bank exercise atas kewenangan hukum publik
dimaksud. Lembaga Penjamin Simpanan yang diberikan undang-undang kepada
ini juga dimaksudkan untuk menjamin Bank Indonesia selaku otoritas perbankan.
simpanan uang para nasabah di bank. Adapun likuidasi dipilih oleh pembentuk
Sebagai konsekuensi yuridis dicabutnya Undang-undang Perbankan sebagai proses
izin usaha suatu bank, maka tamalah sudah keperdataan untuk mengakhiri (membubarkan)
riwayat bank tersebut. Secara yuridis, bank badan hukum bank dan menyelesaikan
tersebut tidak dimungkinkan untuk hidup hak dan kewajiban bank, termasuk menjual
kembali. Sebagai tindak lanjutnya, Undang- asset, menagih piutang dan membayar
undang Perbankan memerintahkan untuk utang, dengan tujuan agar nasabah

56
penyimpan dana pada bank terlindungi kewajibannya kepada bank lain, sehingga
haknya. pada gilirannya akan menimbulkan dampak
Saat ini, tugas dan fungsi Bank Indonesia berantai kepada bank-bank lainnya. Kedua,
terutama untuk mengatur, mengawasi bank mengalami kesulitan yang membahayakan
dan termasuk mencabut izin usaha bank, kelangsungan usahanya dan tindakan
telah dialihkan kepada OJK melalui UU untuk mengatasinya belum cukup untuk
OJK ini. Berkaitan pada Pasal 57 UU mengatasi kesulitan yang dihadapi bank.
No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Termasuk dalam kriteria bahwa “suatu
Jasa Keuangan juga ditentukan bahwa bank mengalami kesulitan yang membahayakan
sejak undang-undang Otoritas Jasa Keuangan kelangsungan usahanya” adalah apabila
diundangkan, sampai dengan ditetapkannya berdasarkan penilaian dari BI, kondisi
anggota Dewan Komisioner sebagaimana usaha bank semakin memburuk, antara
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), lain ditandai dengan menurunnya
Kementerian Keuangan dibantu oleh permodalan, kualitas aset, likuiditas dan
Bank Indonesia menyiapkan hal lain rentabilitas, serta pengelolaan bank yang
yang diperlukan dalam rangka pengalihan tidak dilakukan berdasarkan prinsip
fungsi, tugas dan wewenang pengaturan kehati-hatian (Prudential banking) dan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan asas perbankan yang sehat. Pelaksanaan
di sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia, likuidasi bank dilakukan oleh Tim
Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Likuidasi yang dibentuk oleh LPS. Dengan
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke terbentuknya Tim Likuidasi, tanggung
OJK. Dengan demkian bila melihat jawab dan kepengurusan bank dalam
aturan pada Pasal 57 UU No. 21 Tahun likuidasi dilakukan oleh Tim Likuidasi
2011 tersebut, berarti saat ini telah terjadi dan wajib diselesaikan dalam jangka dua
peralihan fungsi, tugas dan wewenang tahun.
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa E. Daftar Pustaka
keuangan di sektor jasa keuangan dari Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu
Bank Indonesia kepada OJK. Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
D. Kesimpulan Likuidasi dan Kepailitan, Jakarta :
Sinar Grafika, 2014
Penelitian ini menyimpulkan baha Ali Said Kasim, Penerapan Sistem Know
terjadinya likuidasi bank karena manajemen Your Customer Principle Di Indonesia,
tidak memenuhi standar yang diberikan Jakarta : Yayasan Pengembangan
oleh Bank Indonesia. Saat ini kewenangannya Hukum Bisnis, 2003
telah beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan. Hotma Sautma Ronny, Hubungan Bank
Kewenangan OJK untuk mencabut izin Dengan Nasabah Produk Tabungan
dan Deposito : Suatu Tinjauan Hukum
usaha BPR karena keadaan suatu bank
Terhadap Perlindungan Deposan di
membahayakan sistem perbankan. Kriteria Indonesia, Bandung : Penerbit
yang membahayakan sistem perbankan Citra Aditya, 2005
adalah apabila tingkat kesulitan yang dialami Irham Fahmi, Pengantar Perbankan Teori
dalam melakukan kegiatan usaha, suatu dan Aplikasi, Bandung : Alfabeta,
bank tidak mampu memenuhi kewajiban- 2014

57
Lukman Dendawijaya, Manjemen Perbankan,
Edisi Kedua, Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009
Nitya Yuki Mahya, Pencabutan Izin Usaha
dan Likuidasi Bank, Jurnal Ilmu
Sosial dan Pendidikan, LPP
Mandala, Vol 4, Januari 2020
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan,
edisi Revisi, Bandung: Mandar
Maju, 2012
Sultan Remi Syahdeni, Perbankan Islam
dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, Jakarta:
Pustaka Utama Graffiti, 1999

58

You might also like