You are on page 1of 6

GAMBARAN PENERAPAN PELAYANAN FARMASI KLINIS DI RS X

JAKARTA UTARA TAHUN 2023

DESCRIPTION OF IMPLEMENTATION OF CLINICAL PHARMACEUTICAL


SERVICES IN X HOSPITAL, NORTH JAKARTA, 2023

M. Setiawan Ikhrar1, Ni Kadek Dwi Fitri Sumandari2, Nouv Isnin Putri Alifa3, Yolla Andriani4

Apoteker, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jakarta Utara, Indonesia, 14350


E-mail: yollaandriani2000@gmail.com

Abstrak
Pelayanan farmasi klinis di rumah sakit diatur dalam Permenkes 72 tahun 2016. Pelayanan farmasi klinis yang
harus dilaksanakan diantaranya adalah pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat obat, rekonsiliasi
obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi
penggunaan obat, dan dispensing sediaan steril. Metode penelitian bersifat deskriptif. Pengumpulan data ini
dengan melakukan wawancara langsung dengan menggunakan metode cross sectional. Penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2023. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah X di
Jakarta Utara telak melaksanakan pelayanan farmasi klinis dari 10 aspek yang diatur dalam Permenkes Nomor 72
Tahun 2016 yaitu pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,
pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi
penggunaan obat dan dispensing sediaan steril.
Kata kunci: Rumah Sakit, Farmasi Klinis, Apoteker

Abstract
Clinical pharmacy services in hospitals are regulated in Permenkes 72 of 2016. Clinical pharmacy services that
must be carried out include reviewing and prescribing services, drug history tracing, drug reconciliation, drug
information services, counselling, visits, monitoring of drug therapy, monitoring of drug side effects, evaluation of
drug use, and dispensing of sterile preparations. The research method is descriptive. This data collection by
conducting direct interviews using cross sectional method. The research was conducted in May 2023. Based on the
results of the research, it can be concluded that the Regional General Hospital X in North Jakarta has implemented
clinical pharmacy services from 10 aspects regulated in Permenkes Number 72 of 2016, namely reviewing and
prescribing services, tracing drug use history, drug reconciliation, drug information services, counselling, visits,
monitoring of drug therapy, monitoring of drug side effects, evaluation of drug use and dispensing of sterile
preparations.
Keywords: Hospital, Clinical Pharmacy, Pharmacist

PENDAHULUAN
Rumah sakit ialah sarana kesehatan untuk masyarakat yang memiliki tanggung jawab
selaku penyedia atau pun pemberi pelayanan yang berkualitas kepada pasien, diantaranya
pelayanan yang dilakukan di Instalasi farmasi Rumah sakit[1]. Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu
fungsi Rumah Sakit untuk menjalankan tugasnya, yaitu menyelenggarakan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit Pelayanan
farmasi klinis di rumah sakit diatur dalam Permenkes 72 tahun 2016. Pelayanan kefarmasian
di Rumah Sakit ialah pelayanan yang ditujukan untuk melayani pasien, menyediakan suplai
farmasi, perlengkapan kesehatan, serta bahan medis habis pakai yang bernilai serta murah
untuk seluruh masyarakat dan juga pelayanan farmasi[2].
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dengan masyarakat akan
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
1
lama yang berorientasi kepada produk (Drug Oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (Patient Oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) lainnya memegang
peranan yang penting dalam pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara keseluruhan
baik berdasarkan yuridis formal maupun profesional. Pelayanan farmasi klinis yang harus
dilaksanakan diantaranya adalah pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat obat,
rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat,
monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dan dispensing sediaan steril[3].
Pelayanan farmasi klinik menjadi salah satu pelayanan yang berorientasi dan
bersinggungan langsung dengan pasien. Dengan diterapkannya pelayanan farmasi klinik di
rumah sakit maka secara tidak langsung pelayanan yang diberikan apoteker kepada pasien
akan meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
obat. Sehingga tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) dan kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin [4]. Oleh karena itu, perlu dilakukan kesesuaian standar pelayanan
farmasi klinik untuk menciptakan pelayanan yang bermutu dan berkualitas di Rumah Sakit X.

METODE
Pada penelitian ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif yang memiliki tujuan
untuk mengetahui suatu gambaran dari penerapan farmasi klinis di Rumah Sakit X di daerah
Jakarta Utara. Pengumpulan data ini dengan melakukan wawancara langsung dengan
menggunakan metode cross sectional. Pengumpulan data yang dilakukan dengan
mewawancarai apoteker yang bekerja di Rumah Sakit X. Data yang diperoleh di sajikan dalam
bentuk narasi deskriptif. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2023.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rumah Sakit X merupakan Rumah Sakit Umum Daerah yaitu rumah sakit milik
pemerintah provinsi DKI Jakarta Utara. Rumah Sakit X merupakan Rumah Sakit Tipe B
dengan Akreditasi Peringkat Paripurna dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

Tabel 1. Presentase Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit X


No Aspek Pelayanan Farmasi Klinik
Ya Tidak
1 Pengkajian dan Pelayanan Resep 100% -
2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat 60% 40%
3 Rekonsiliasi Obat 70% 30%
4 Pelayanan Informasi Obat 80% 20%
5 Konseling 100% -
6 Visite 80% 20%
7 Pemantauan Terapi Obat 100% -
8 Monitoring Efek Samping Obat 100% -
9 Evaluasi Penggunaan Obat 80% 20%
10 Dispensing Sediaan Steril 80% 20%
11 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) - 100%
Pengkajian dan Pelayanan Resep
Hasil dari penelitian yang dilakukan dalam pengkajian dan pelayanan resep di rumah
sakit X dilakukan pada pelayanan rawat inap maupun rawat jalan. Secara keseluruhan
pengkajian dan pelayanan resep di Rumah Sakit X sudah 100% berjalan dengan baik. Namun
petugas juga sering menemukan resep yang tidak lengkap dan sering kesulitan dalam membaca
resep dokter. Hal ini diatasi dengan cara mengkonfirmasi secara langsung kepada dokter yang
memberikan resep melalui telepon. Konfirmasi resep dilakukan untuk menghindari hasil
pembacaan resep yang salah sehingga meminimalisir kesalahan pemberian obat kepada pasien.
2
Pengkajian resep yang dilakukan meliputi pengkajian persyaratan administrasi, farmasetik dan
klinik. Persyaratan administrasi yaitu nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien;
nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter; tanggal resep; dan ruangan/ unit asal resep.
Persyaratan farmasi yaitu bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan jumlah obat; stabilitas dan
ketersediaan; aturan, cara, dan teknik penggunaan. Persyaratan klinis yaitu ketepatan indikasi,
dosis, dan waktu penggunaan obat; duplikasi pengobatan;alergi, interaksi, dan efek samping
obat; kontra indikasi dan efek aditif. Pengkajian resep yang dilakukan di Rumah Sakit X sudah
sesuai dengan Permenkes Nomor 72 tahun 2016.
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker yang bertugs dapat lakukan saat pasien baru datang atau dapat ditanyakan ke
keluarga pasien. Hal – hal yang biasanya ditanyakan oleh apoteker meliputi kepatuhan minum
obat pasien dalam mengetahui penggunaan obat pasien sebelumnya (obat sisa) tingkat
pengetahuan pasien dan keluarga pasien terhadap penggunaan obat yang digunakan dan
apakah pasien memiliki alergi obat. Pelayanan mengenai penelusuran penggunaan obat pasien
hanya terjalankan 60%. Dikarenakan kegiatan tersebut tidak dilakukan ke semua pasien.
Kegiatan tersebut juga tidak dapat dilihat pada rekam medis pasien sehingga tidak adanya
dokumentasi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya tenaga apoteker dalam rumah sakit
sehingga kurangnya interaksi antara pasien dengan apoteker. Standar praktik apoteker
Indonesia (12) oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dicantumkan standar nomor 2 tentang
pengkajian dan penggunaan obat yaitu apoteker menggali riwayat penggunaan obat pasien
(patient’s history taking) yaitu dengan cara mengumpulkan dan mencatat riwayat penggunaan
obat pasien serta menggunakan semua informasi yang dikumpulkan untuk membuat keputusan
dan tindakan professional.
Rekonsiliasi Obat
Hasil rekonsiliasi obat di Rumah Sakit X secara umum hanya 70%. Rekonsiliasi obat
dilakukan tidak pada seluruh pasien dan hanya pasien tertentu. Pasien yang dilakukan
rekonsiliasi obat pasien yang datang dari IGD, pasien transfer rawat inap dan pasien yang akan
pulang. Rekonsiliasi obat yang didapatkan dari hasil yang hanya 70% disebabkan karena
kurangnya jumlah apoteker dirumah sakit, biasa nya kegiatan ini dibantu oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian. Hal ini dikarenakan jumlah pasien yang banyak dan untuk mengefisienkan
waktu. Apoteker akan mencatat alergi obat atau reaksi serta efek samping pada obat yang
digunakan oleh pasien. Secara umum proses rekonsiliasi obat dirumah sakit belum berjalan
100%. Hal ini menunjukan bahwa proses rekonsiliasi bejalan dengan baik, karena Apoteker
membandingkan data riwayat pengobatan pasien. Namun dalam pelaksanaan nya apoteker
mengalami beberapa kendala yaitu jumlah apoteker yang sedikit serta data rekam medis yang
tidak lengkap mengakibatkan para petugas kesulitan melakukan rekonsiliasi obat.
Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Pelayanan informasi obat dilakukan
di IFRS rawat jalan, depo rawat inap dan depo masing-masing unit pelayanan oleh Apoteker.
Sebelum apoteker melakukan pemberian informasi mengenai pengobatan pasien, Apoteker
terlebih dahulu menanyakan nama lengkap pasien, umur, dari pemeriksaan poli mana, dan
tanggal lahir pasien, jika identitas pasien telah benar maka pasien menandatangani resep
pengambilan obat beserta no hp pasien yang bertujuan agar tidak terjadinya kesalahan dalam
memberikan informasi mengenai pengobatan pasien. Pemberian informasi kepada pasien
ataupun keluarga berupa nama obat, dosis obat, khasiat/manfaat obat, cara
pemberian/penggunaan, waktu pemberian, jangka waktu pengobatan, dan efek samping yang
mungkin terjadi dan juga aktivitas serta makanan yang harus dihindari oleh pasien. Pelayanan
informasi obat ini dapat meningkatkan profesionalisme Apoteker dan tenaga medis rumah
3
sakit yang dapat menunjang terapi obat yang rasional. Pelayanan informasi obat di rumah sakit
X sudah berjalan 80% hal ini disebabkan karena kurangnya jumlah apoteker yang ada dirumah
sakit. Selain itu karena jumlah pasien yang banyak serta keterbatasan waktu pada pasien rawat
jalan.
Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien
rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan pemberian konseling adalah memberikan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama
obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat
lain. Konseling diberikan kepada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap yang akan pulang,
pasien dengan penyakit kronis seperti TBC, HIV, dan pasien geriatric (lanjut usia). Pada saat
melakukan konseling apoteker harus menulis informasi obat pada lembar informasi obat.
Konseling di Rumah Sakit X secara umum sudah berjalan 100%. Apoteker menanyakan hal-
hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-
endedquestion, apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, dan
efek yang diharapkan dari obat tersebut, apoteker juga memperagakan dan menjelaskan
mengenai cara penggunaan obat. Kemudian apoteker mengecek pemahaman pasien dengan
cara mengulangi penjelasan dari apoteker yang berguna untuk melihat sejauh mana
pemahaman atau pengetahuan pasien mengenai obat yang diberikan untuk mengoptimalkan
tujuan terapi. Sarana dan prasarana rumah sakit adalah ruangan khusus untuk konseling, kartu
pasien, dan catatan konseling.
Visite
Visite di Rumah Sakit X merupakan kegiatan kunjungan Apoteker yang dibantu oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian ke nurse station yang secara mandiri untuk melihat status pasien,
dan penggunaan obat. Untuk ruangan tertentu dilakukan visite secara langsung dengan melihat
kondisi pasien dan status pasien yaitu ruangan ICU, ICCU, HCU, NICU dan PICU. Tujuan
visite dilakukan untuk mengkaji masalah terkait obat, memantau terapiobat, reaksi obat yang
tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat
kepada dokter, pasien sertaprofessional kesehatan lainnya. Kegiatan visite di rumah sakit X
berjalan 80% dikarenakan tidak dilakukan setiap hari untuk kegiatan visite tersebut.
Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan Terapi Obat di RSUD dilakukan oleh apoteker sudah berjalan 100% yang
dilakukan dengan cara mengevaluasi penggunaan obat pada pasien yang dapat dilihat dalam
rekam medik pasien rawat inap. Dalam rekam medik dapat dilihat pemantauan obat-obatan
yang digunakan oleh pasien, jumlah obat yang diberikan pada pasien, dosis dan rute
pemberian obat serta tanggal pemberian dan penghentian obat. Tujuan dilakukan pemantauan
terapi obat oleh apoteker ialah untuk melihat apakah pengobatan yang diberikan sudah rasional
atau belum dan melihat apakah ada interaksi obat serta untuk memastikan terapi obat yang
aman, efektif, dan rasional kepada pasien. Apoteker juga wajib membuat laporan pemantauan
terapi obat (PTO) setiap bulannya yang berisi obat-obat yang diberikan kepada pasien rawat
inap atau obat pulang pasien, interaksi obat, penyelesaian masalah, dan SOAP dalam rangka
menangani masalah terkait obat.
Monitoring Efek Samping Obat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di Rumah Sakit X merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping
obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Pada
rumah Sakit X kegiatan tersebut secara umum sudah berjalan 100% hal ini sudah sesuai
dengan Permenkes Nomor 72 tahun 2016.
4
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Rumah sakit X sudah
menjalankan evaluasi penggunaan obat 100%. Evaluasi penggunaan obat di Rumah Sakit X
menggunakan obat antibiotic secara kualitatif yang dilakukan oleh tim PPRA (Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba), sementara untuk evaluasi penggunaan antibiotik secara
kuantitatif berupa jumlah pemakaian antibiotik oleh farmasi klinis yang dilakukan setiap
tahunnya. Evaluasi penggunaan obat itu sendiri berfungsi dalam mendapatkan gambaran
keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola penggunaan obat pada
periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat menilai
pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Dispensing Sediaan Steril
Sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan yang dilakukan
antara lain pencampuran obat sitostatika dan penyiapan nutrisi parenteral untuk pediatrik.
Petugas yang menerima resep kemoterapi atau nutrisi parenteral bertanggung jawab terhadap.
Pembuaan sediaan steril, Petugas juga harus mengisi formulir pelayanan campuran obat
kanker yang berisi identitas pasien, protokol, siklus, dokter penanggung jawab, informasi
produk, jenis obat-obatnya beserta keterangan tentang obat, kondisi penyimpanan, waktu
kadaluarsa, nama penyiap obat, nama pemeriksa obat, dan label. Setelah selesai disiapkan,
obat beserta labelnya diserahkan kepada petugas yang berada di dalam ruangan steril. Petugas
tersebut terlebih dahulu harus mencuci tangan dengan sabun, menggunakan pakaian khusus,
dan alat pelindung diri (APD). Proses mengganti pakaian ini dilakukan di ruang antara
sebelum masuk ke ruangan steril. Selanjutnya petugas masuk ke ruangan steril dan melakukan
kegiatan aseptik dispensing. Obat yang telah selesai disiapkan, dibungkus dengan kertas
aluminium foil dan diberi label identitas pasien danketerangan obatnya, tanggal kadaluarsa,
dan peringatan lindungi dari cahaya. Setelah itu, obat dibawa keluar dari ruangan steril untuk
diberikan kepada pasien oleh perawat. Pelaksaan aseptik dispensing sudah cukup sesuai
dengan standar keamanan yang diterapkan. Secara umum dalam aspek dispensing sediaan
steril sudah berjalan 80% di rumah sakit X dikarenakan kadang kala terdapat permasalahan
atau kendala selama proses dispensing yang dilakukan.
Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah merupakan intrerpretasi hasil pemeriksaan kadar
obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas
usulan dari Apoteker kepada dokter. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah merupakan salah satu
bentuk penerapan dari ilmu farmakokinetik yang digunakan untuk menyesuaikan terapi obat
karena karakteristik pasien dalam merespons obat, memaksimalkan manfaat obat dan
meminimalkan efek samping obat.
Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah dilakukannya penilaian terhadap kebutuhan pasien
yang membutuhkan pemeriksaan, melakukan komunikasi dengan dokter untuk persetujuan
dilakukan pemeriksaan serta melakukan analisis terhadap hasil pemeriksaan. Pemantauan Kadar
Obat dalam Darah 100% belum dilakukan di Rumah Sakit X, dikarenakan rumah sakit belum
memiliki alat penunjang untuk menerapkan kegiatan ini dan belum memenuhi SDM nya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum
Daerah X di Jakarta Utara telak melaksanakan pelayanan farmasi klinis dari 10 aspek yang
diatur dalam Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 yaitu pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konseling,
visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat dan
5
dispensing sediaan steril.

DAFTAR RUJUKAN
[1]. Rahayu, Susi, Mei R.K. Kepuasan Pasien Rawat Jalan Poli Jantung Terhadap Pemberian  Informasi 
Obat  Di  Instalasi  Farmasi  Rawat  Jalan  Rumah  Sakit  Militer  Cimahi. [Bandung]: Akademi 
Farmasi  Bumi  siliwangi; 2017.
[2]. Lolita D, Akib Yuswar M, Kartika E, Prof J, Hadari H, Pontianak N. Penerapan Pelayanan Farmasi
Klinis Di Rsud Ade Muhammad Djoen Kabupaten Sintang Tahun 2018 Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016.
[3]. Kemenkes Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta; 2014.
[4]. Rusli. Farmasi  Rumah  Sakit  dan Klinik. Pusat Pendidikan  Sumber  Daya  Manusia Kesehatan-
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, editor. Jakarta Selatan: Modul  Bahan  Ajar  Cetak
Farmasi; 2016.
 

You might also like