Professional Documents
Culture Documents
net/publication/353399681
CITATIONS READS
12 3,743
4 authors, including:
Rahmat Saleh
Indonesian Institute of Sciences
5 PUBLICATIONS 23 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Irin Oktafiani on 23 July 2021.
ABSTRACT
Youth generation in the agrarian sector is needed to maintain food production and the
possibility of discovering or developing new technologies. This article aims to describe the
development of studies on farm children's existence, especially in Indonesia, and why many
have decided not to become farmers. This article uses a qualitative research approach based on
digital methods. Data were obtained through a literature review of 42 journal articles from
previous research regarding children and young people in farming families. All data collected
was processed using NVivo software. The findings of this study indicate that farmer
regeneration in Indonesia faced various complex problems. Children's education factors,
including dropping out of school, access to limited land, poverty, and migration activities,
dominate the difficulty of regenerating farmers in farming families. This article also shows the
need for intervention from various parties to support increased food security.
Keywords: Family Farming | Regeneration | Youth
Kontribusi: Dalam artikel ini, Irin Oktafiani, Marya Yenita Sitohang, dan Rahmat Saleh berperan
sebagai Kontributor Utama.
Isu terkait akses (seperti akses terhadap sekolah, regenerasi dan petani muda.
lahan, pembiayaan, pasar, dan infrastruktur Namun demikian, isu terkait kemiskinan,
produksi –irigasi, pupuk, peralatan, jalan, keterbatasan lahan dan migrasi cenderung
transportasi–), kemiskinan, migrasi dan kurang dibahas dalam literatur apabila
petani muda merupakan isu-isu awal yang dibandingkan dengan isu lain seperti akses,
sering muncul dalam kurun waktu 1999- pendidikan dan putus sekolah. Dalam hal
2010. Sedangkan dalam sepuluh tahun ini, petani muda menjadi subjek yang akan
terakhir, isu yang dibahas semakin dibahas dan keluarga merupakan sistem
berkembang yaitu membahas tentang dimana petani muda diharapkan
keterbatasan lahan, keluarga, isu bermunculan.
pendidikan yang lebih spesifik yaitu putus
5. Kemiskinan (Abrahams, 1992; Wolf, 2001; Leavy and Sally, 2010; Price,
2012; Djurfeldt, 2018; The European Access to Land
Network, 2018; Magagula and Tsvakirai, 2020)
8. Putus Sekolah (Rahayu, 2014; Moreno-Pérez and Lobley, 2015; Anshar and
Syukur, 2016; Musrah, 2016; Susilowati, 2016; Mua,
Manginsela and Baroleh, 2017; Suryati and Yuniati, 2017;
Pranata, 2018; The European Access to Land Network, 2018;
Wardani and Anwarudin, 2018; Wehantouw, Manginsela and
Moniaga, 2018; Arimbawa and Rustariyuni, 2018; Carolan,
2018; Laa, 2018; Nazaruddin and Anwarudin, 2019; Arvianti
et al., 2019; Kusumo and Mukti, 2019; Anpersya and
Wirdanengsih, 2020; Anwarudin and Satria, 2020; Magagula
and Tsvakirai, 2020)
10. Petani Muda (Abrahams, 1992; Moxnes Jervell, 1999; Wolf, 2001;
Brandth, 2002; Leavy and Sally, 2010; Gutmann et al., 2012;
Price, 2012; Fischer and Burton, 2014; Kontogeorgos et al.,
2014; Lehmann-horn et al., 2014; Moreno-Pérez and Lobley,
2015; Schewe, 2015; Susilowati, 2016; Pamungkaslara, 2017;
Laa, 2018; Pranata, 2018; The European Access to Land
Network, 2018; Wardani and Anwarudin, 2018; Wehantouw,
Manginsela and Moniaga, 2018; Arimbawa and Rustariyuni,
2018; Carolan, 2018; Djurfeldt, 2018; Korzenszky, 2019;
Kusumo and Mukti, 2019; May et al., 2019; Nazaruddin and
Anwarudin, 2019; Anwarudin et al., 2019; Valliant et al.,
2019, 2020; Arvianti et al., 2019; Anpersya and
Wirdanengsih, 2020; Magagula and Tsvakirai, 2020;
Anwarudin and Satria, 2020; Santoso, Effendy and
Krisnawati, 2020; Valliant and Freedgood, 2020; Dayat,
Anwarudin and Makhmudi, 2020)
fertilitas secara perlahan. Walaupun pertanian harus terus dijaga. Karena sektor
demikian, fenomena ini tidak terjadi di ini menghasilkan bahan pangan yang
seluruh wilayah. Di beberapa wilayah dikonsumsi setiap hari oleh seluruh umat
seperti di Asia Selatan dan Sub-Sahara manusia di dunia. Namun faktanya, data
Afrika misalnya, populasi penduduk muda pada tabel 2 di bawah ini menunjukkan
memiliki tingkat fertilitas yang tinggi, yang kondisi sebaliknya. Pada tahun 2017, sektor
mengakibatkan angka pertumbuhan pertanian hanya menggunakan 37% dari
penduduk yang tinggi. Pergerakan luas daratan global. Secara regional,
penduduk dari area rural ke urban proporsi ini merupakan lebih dari 50% dari
sepertinya masih terus berlanjut. Saat ini total tanah di Asia, dan kurang dari 25% di
hanya 45% dari total penduduk dunia yang Eropa. Secara keseluruhan, baik global
masih terklasifikasi rural, berdasarkan maupun regional di Asia, trennya adalah
definisi rural di masing-masing negara terjadi penurunan minat untuk menjadi
(FAO, 2019). pekerja di sektor pertanian (petani,
persoalan regenerasi) meskipun luas lahan
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, yang pertanian cenderung stabil dari tahun 1997-
mana penduduk membutuhkan makan 2017.
setiap hari maka sektor pangan dan
sebagai petani dirasa kurang menjanjikan. makanan yang lebih beragam dibanding
Penurunan pekerja sektor pertanian ini penduduk desa. Artinya, penduduk desa
tentu mempengaruhi produksi pangan. yang sebagai petani, harus memberi makan
Sementara jumlah masyarakat di perkotaan penduduk di seluruh negeri, jumlah pangan
yang bukan bekerja di sektor pertanian, yang diproduksi juga harus lebih banyak
terus bertambah. Selain itu, penduduk ragamnya.
perkotaan juga cenderung mengkonsumsi
- Vietnam - - -
- Vietnam - - -
Stereotipe kedua yaitu petani adalah 2001). Melalui transmisi nilai dalam
profesi yang dekat dengan kemiskinan. keluarga, anak belajar untuk menilai apa
Bertani dianggap menjadi pekerjaan yang yang dianggap lebih baik untuk dilakukan.
jauh dari kemapanan dan kesejahteraan Ditambah lagi dengan peranan lingkungan
karena sering dikaitkan dengan kondisi sosial yang dapat memberikan konteks
kehidupan masyarakat desa (Leavy and nilai, norma, budaya lokal di dalam suatu
Sally, 2010:7-10). Menjadi petani dianggap masyarakat. Nilai-nilai yang
tidak menguntungkan karena kadang kala ditransmisikan, baik yang dilakukan oleh
ongkos produksi melampaui harga jual dari keluarga maupun lingkungan sosial,
hasil tanam. Bayang-bayang kemiskinan kemudian mempengaruhi perkembangan
menghantui para generasi muda, baik yang personal anak atau individu dalam
berasal dari keluarga petani maupun bukan. kesiapannya untuk ‘terjun’ di masyarakat.
Ditambah lagi karena pertanian erat dengan Peran keluarga dan lingkungan kemudian
bisnis keluarga, maka para (calon) petani melegitimasi bagaimana stereotip
muda ini hanya bisa bergantung kepada kehidupan petani yang sulit sejahtera
peran keluarga/kerabat dibandingkan menjadi hal yang lumrah terjadi dalam
kepada pemerintah. masyarakat. Sehingga berprofesi sebagai
petani merupakan opsi terakhir untuk
Terkait dengan regenerasi petani, dipilih bahkan di dalam keluarga petani itu
Arimbawa dan Rustariyuni (Arimbawa and sendiri.
Rustariyuni, 2018:1565) menjelaskan
bahwa tingkat pendidikan tinggi Sementara itu di tengah sulitnya
berbanding terbalik dengan keputusan anak regenerasi petani mulai bermunculan
muda untuk meneruskan menjadi petani. gerakan-gerakan pendukung bagi anak
Hal ini ternyata didukung oleh keinginan petani dan generasi muda petani.
dari orangtua agar anak mereka tidak Setidaknya di Eropa dan Amerika Utara
menjadi petani lagi. Wehantouw, gerakan dukungan kepada young farmers
Manginsela dan Moniaga, (2018:9), dalam mulai bergairah kembali. Dukungan-
penelitian di Desa Treman, Minahasa dukungan dilakukan mulai dari edukasi
Utara, menyatakan bahwa alasan generasi petani pemula dan dukungan pinjaman serta
muda bekerja di sektor non-pertanian sistem pengelolaan tanah yang dipermudah
adalah ingin memiliki status ekonomi yang (Gutmann et al., 2012; Price, 2012; Fischer
lebih tinggi daripada menjadi petani, seperti and Burton, 2014; Carolan, 2018; The
memiliki pendapatan tetap. Dari kedua European Access to Land Network, 2018;
tulisan dapat terlihat bahwa keengganan Korzenszky, 2019; May et al., 2019;
untuk menjadi petani muncul tidak hanya Valliant et al., 2019; Valliant and
dari dalam diri sendiri akan tetapi juga Freedgood, 2020). Di Indonesia, percepatan
dibentuk oleh lingkungan. Generasi muda regenerasi petani dilakukan diantaranya
merasa bahwa menjadi petani bukanlah dengan memperbanyak dukungan baik dari
keputusan yang baik karena tidak bisa segi edukasi, diantaranya perbaikan
menaikkan status sosial mereka ditambah persepsi orangtua mengenai status ekonomi
lagi, tingkat pendidikan yang tinggi petani, penyuluhan terkait produksi dan
dianggap tidak sepadan dengan profesi ini. distribusi hasil pertanian, hingga dukungan
ekonomi berupa bantuan-bantuan dari
Kedua stereotip tersebut di atas pemerintah (Anwarudin, Satria and
dapat terbentuk dan langgeng di masyarakat Fatchiya, 2018; Wardani and Anwarudin,
tidak terlepas dari adanya transmisi nilai 2018; Anwarudin et al., 2019; Anwarudin
atau yang dikenal sebagai sosialisasi. and Satria, 2020; Dayat, Anwarudin and
Peranan ini dipegang oleh keluarga sebagai Makhmudi, 2020). Dari beberapa studi
unit sosial terkecil yang memiliki fungsi terkait percepatan regenerasi tersebut,
sosialisasi kepada anak (Georgas dkk.,
pertanian. Hal ini tentunya menjadi angin masyarakat. Terakhir, penulis menyaranlan
segar bagi sektor pertanian dan studi agraria untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan
secara umum. Oleh karena itu, apabila secara empiris dan lebih mendalam terkait
upaya dukungan terhadap petani muda upaya-upaya regenerasi petani yang
semakin meluas, regenerasi petani akan dilakukan di tingkat keluarga petani dan
bisa dilakukan secara optimal dan menjadi pemangku kebijakan di Indonesia.
sebuah gerakan yang berkelanjutan dalam