You are on page 1of 49

STEP 6

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi retina?


Jawab:
DR  BRB breakdown  inflam sitokin (TNF-α & IL-1β)  ICAM-1 (endotel retina
& leukosit)  leukosit  kolagenase matrix metalloproteinase 9  release netrin-1
fragmen  permeabilitas vascular  VEGF + tyrosine kinase reseptor  ¯ level
interselular TJ protein  neovaskularisasi  leukostasis, the non-perfusion of the
retinal vessels, retinal hypoxiaischemia, and endothelial cell death  BRB impairment
 perisit leakage in iBRB  iBRB impairment (aktivasi mikroglia  inflam sitokin
 vascular impairment & neural death  fotoreseptor release IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-
12, TNF-α  permeabilitas iBRB  change claudin expression)
Referensi:
 Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC; 2016
 Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
 Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta: EGC, 2014.
 Hoon, Mrinalini, Okawa, Haruhisa, dkk. Functional Architecture of The Retina:
Development and Disease. Prog. Retina Eye Res. 2015.
 Tisi A, Feligioni M, Passacantando M, Ciancaglini M, Maccarone R. The Impact of
Oxidative Stress on Blood-Retinal Barrier Physiology in Age-Related Macular
Degeneration. Cells. 2021; 10(1):64.
 Yang, X., Yu, X.-W., Zhang, D.-D., & Fan, Z.-G. (2020). Blood-retinal barrier as a
converging pivot in understanding the initiation and development of retinal diseases.
Chinese Medical Journal, 133(21), 2586–2594.

2. Bagaimana klasifikasi dari katarak dan retinophaty diabetic?


Jawab:
KATARAK

a) Lokasi
b) Stadium
RETINOPATI DIABETIK

Mild, Moderate, Severe

(Proliferatif)
Referensi:
 Yanoff, Myron & Duker, Jay S. 2018. Ophthalmology 5th Edition. Germany: Elsevier.
  American Optometric Association. Evidence-based Clinical Practice Guideline: Eye
Care of the Patient with Diabetes Mellitus.

3. Apa etiologic pada kasus di skenario?


Jawab:
a) Katarak
b) Retinopati diabetikum
c) Presbiopia

Referensi:
 Ilyas, S, Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
 Hartono. 2012. Ringkasan Anatomi Fisiologi Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM 8.
 Suhardjo, Agni, AN. 2017. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Edisi ke 3. Yogyakarta:
Departemen IlmuKesehatan Mata FK UGM.
 Kamari, F., Hallaj, S., Dorosti, F., Alinezhad, F., Taleschian-Tabrizi, N., Farhadi, F., &
Aslani, H. (2019). Phototoxicity of environmental radiations in human lens: revisiting
the pathogenesis of UV-induced cataract. Graefe’s Archive for Clinical and
Experimental Ophthalmology.
 Gong, Y., Feng, K., Yan, N., Xu, Y., & Pan, C.-W. (2015). Different Amounts of
Alcohol Consumption and Cataract. Optometry and Vision Science, 92(4), 471–479.

4. (yunisa) bagaimana patofisiologi kasus di skenario?


Jawab:
a) Presbiopi

b) Katarak
c) Retinopati diabetikum
4 Jalur:
1) Jalur Poliol  akumulasi poliol  masuk ke lensa dan N. II  poliol tdk dpt
tembus membrane basal  tertimbun dlm jumlah banyak  hiperosmolatitas
 terjadi perubahan fisiologi sel Sel dengan kadar sorbitol yang tinggi
menunjukan aktivitas penurunan aktivitas protein kinase C dan Na+, K+ -
ATPase membran
 kelainan morfologi (penumpukan sorbitol  sel perisit bengkak  menekan
pembuluh darah  penyempitan pembuluh darah  memicu terjadinya
microaneurisma)  kebocoran  eritrosit (perdarahan pada retina), plasma
(edema), lipoprotein plasma (eksudat)  STADIUM NON-
PROLIFERATIF
 Microaneurisma dan penyumbatan  hipoksia dan inflamasi  memicu
faktor angiogenik (pembentukan pembuluh darah)  neovaskularisasi
 neovaskularisasi dia rapuh dan tidak sekuat pembuluh darah normal
karena cuman terdiri dari selapis sel endotel saja  rawan tjd perdarahan
berulang  memicu terbentuknya jar. fibrosis dan sikatrik
 Ketika neovaskularisasi tjd pada retina  tjd perdarahan berulang 
terbentuk jar. Fibrosis dam sikatrik  jar. Fibrosis & sikatrik akan
menarik permukaan retina sehingga tjd ablasio retina
 Neovaskularisasi pada iris disebut “rubeosis iridis”  ketika
neovaskularisasi tsb mengalami perdarahan berulang & terbentuk jar.
Fibrosis & sikatrik  bisa membuat iris nempel ke lensa  glaucoma

2) Jalur Glikasi Nonenzimatik  glikasi nonenzimatik pada protein & DNA 


inhibit aktivitas enzim dan kebutuhan DNA  ROS  cell damage
- glikosilasi non enzimatik  protein mengalami modifikasi  Gugus aldehid
glukosa bereaksi dengan gugus amino yang terdapat pada suatu protein 
membentuk produk glikosilasi yang bersifat reversible  Produk ini
mengalami serangkaian reaksi dengan gugus NH2 dari protein dan
mengadakan ikatan silang membentuk advanced glycoliation end-product
(AGE)  Akumulasi AGE pada kolagen  dapat menurunkan elastisitas
jaringan ikat  menimbulkan perubahan pada pembuluh darah dan membrane
basalis
3) Pembentukan Protein C-Kinase   aktivitas protein C kinase di retina and
endotel   sitokin proinflam + VEGF  pengaruhi permeabilitas vascular,
kontraktilitas, sintesis membrane basal, proliferasi sel vascular  angiogenesis
4) Jalur hekosamin   ekspresi TGF, inhibitor activator plasminogen   vascular
damage
Aktivasi berbagai jalur (glikolitik, PKC, polyol, PARP, hexosamine)   ROS  
nonenzymatic glycosylation   advanced glycation end product  inflam sitokin
(TNF-α & IL-1β)   ekspresi VEGF, MCP-1, ICAM-1 pd sel endotel retina &
leukosit  leukosit  kolagenase matrix metalloproteinase 9  release netrin-1
fragmen  permeabilitas vascular  VEGF + tyrosine kinase reseptor  ¯ level
interselular TJ protein  angiogenesis   fx aliran PD retina  respon inflame 
sitokin proinflam   vasopermeabilitas, leukostasis, the non-perfusion of the retinal
vessels, retinal hypoxiaischemia, and endothelial cell death  edema macula,
akumulasi eksudat  perisit leakage in iBRB  iBRB impairment   visus

d) Retinopati hipertensif
Referensi:
 Ilyas, S, Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
 Hartono. 2012. Ringkasan Anatomi Fisiologi Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM 8.
 Suhardjo, Agni, AN. 2017. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Edisi ke 3. Yogyakarta:
Departemen IlmuKesehatan Mata FK UGM

5. (reza) apa saja faktor resiko penyebab kasus di skenario?


Jawab:

Diabetes - Pasien dengan diabetes memiliki resiko tinggi mengalami katarak dan
risiko komplikasi post operasi lebih tinggi. Peningkatan gula darah secara
cepat dapat menyebabkan pembengkakan lensa akut dan pseudomyopia.
Akan tetapi fenomena ini bersifat reversible. Tipe yang umum pada pasien
diabetes adalah katarak subkapsular posterior, kortikal, dan campuran.
Penggunaan - Berdasarkan laporan, orang yang mengonsumsi lebih banyak alkohol
alkohol memiliki risiko katarak lebih tinggi. Mekanismenya kemungkinan karena
adanya efek kataraktogenik yang dimediasi oleh malnutrisi akibat
kekurangan asupan makanan, atau inhibisi langsung dari penyerapan nutrisi
makanan oleh alkohol.
Riwayat
keluarga
Trauma
Pengunaan - Kemungkinan kortikosteroid memiliki efek kataraktogenik yang dapat
kortikosteroid menyebabkan katarak tipe subkapsular posterior
jangka
Panjang
Merokok - Merokok dapat menyebabkan kekeruhan pada inti lensa. Mekanisme yang
menjelaskan hal tersebut masih belum diketahui
Paparan sinar - Pada penelitian dikatakan bahwa pasien yang terpapar dengan UV-B
UV memiliki risiko lebih tinggi terkena katarak. Dikatakan bahwa adanya
radikal bebas pada retina merupakan penyebab kerusakan lensa. Radiasi
sinar UV ini menyebabkan katarak subkapsular posterior
Nutrisi - Kekurangan nutrisi seperti vitamin C, E, dan karotenoid dikatakan akan
meningkatkan kejadian katarak.

Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan, dan
faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta faktor
genetik.1,2 Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet,
status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi, penggunaan
steroid, dan obat-obat penyakit gout.2,7,8 Faktor protektif meliputi penggunaan aspirin
dan terapi pengganti hormon pada wanita.
Faktor resiko Katarak Usia lanjut diatas 40 tahun
Riwayat keluarga
Dapat disebabkan oleh penyakit mata lain (missal : glaucoma,
uveitis, trauma)
Kelainan sistemik (diabetes Melitus)
Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
Kebiasaan merokok
Paparan sinar ultraviolet
Alkohol
Defisiensi vitamin E,
infeksi menahun pada mata,
polusi asap yang mengandung timbal
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi
faktor individu, lingkungan, dan faktor protektif.
Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta
faktor genetik.
Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan
sinar ultraviolet, status sosioekonomi, tingkat pendidikan,
diabetes mellitus, hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-
obat penyakit gout.
Faktor protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi
pengganti hormon pada wanita.

Faktor resiko DM tipe II yang tidak terkontrol pengobatan dan kronik
Retinopati Hiperlipidemia
Hipertensi tidak terkontrol pengobatan
Referensi:
 Hudson, Chris. 2008. A Clinical Perspective of Diabetic Retinopathy. Geriatric and
Aging, Vol. 11, No 6.
 Sugawa H, Matsuda S, Shirakawa JI, Kabata K, Nagai R. [Preventive Effects of
Aphanothece sacrum on Diabetic Cataracts]. Yakugaku Zasshi. 2019;139(3):381-384.
 Damawiyah,Noventi. 2018. FAKTOR RESIKO RETINOPATI DIABETIKA : A
CASE – CONTROL: THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE. Vol.
10, No. 2, Desember 2018.
 Prilly Astari.2018. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. CDK-
269/ vol. 45 no. 10 th. 2018. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia
 MODUL DETEKSI DINI KATARAK 2017 KEMENKES RI

6. (fanindy) apa saja kelainan pada retina dan vitreus yang ditemukan pada kasus di
skenario?
Jawab:
a. Px Visus
b. Px P. intraocular  palpasi

1) Mintalah penderita untuk melirik ke bawah


2) Dengan menggunakan jari telunjuk kanan dan kiri secara bergantian, palpasilah
bola mata pada kelopak atas, sehingga pemeriksa mendapatkan kesan tentang
tekanan bola mata.
N  sesuai tekanan o/ palpasi saat lidah dalam dorong pipi

c. Px segmen anterior mata, adneksa (palpebra & gld lacrimal)

1) Palpebra, evaluasi adanya kelainan-kelainan seperti asimetris, bengkak,


kemerahan, ketombe, benjolan/ massa, jaringan parut, lipatan kelopak mata, arah
tumbuhnya bulu mata, madarosis, dan lainnya.
2) Konjungtiva, evaluasi adanya kelainan-kelainan sepertihiperemi, benda
asing,folikel, sekret,membran, subconjunctival bleeding, jaringan fibrovaskular,
benjolan/massa, luka dan lainnya.
3) Kornea, evaluasi adanya kelainan-kelainan seperti kekeruhan akibat
edema/sikatrik, erosi, infiltrat, ulkus, benda asing, dan lainnya. Untuk evaluasi
kelainan permukaan kornea dilakukan pemeriksaan fluorescein eye stain dengan
cairan fluorescein 1%. Pemeriksaan lebih detail menggunakan slit lamp.
4) Bilik mata depan, menggunakan cahaya dengan mengarahkan senter pada mata
dari arah samping atau depan untukmengevaluasi kedalaman bilik mata dan
kelainan seperti hifema/koagulum/hipopion. Untuk mengevaluasi kedalaman
dengan menggunakan cahaya senter dengan posisi sejajar dengan iris dari arah
samping ke arah nasal. Perhatikan baik-baik sisi nasal dari iris, jika 2/3 atau lebih
dari iris tertutup bayangan, berarti bilik mata depan termasuk dangkal atau sudut
sempit.
5) Iris, evaluasi warna, bentuk, adanya perlekatan atau tidak, adanya massa, atrofi,
dan lainnya.
6) Pupil, evaluasi dengan cara mengarahkan cahaya senter pada pupil untuk
mengetahui reflex pupil, diameter pupil, isokor/anisokor, bentuk pupil, dan
lainnya.
7) Lensa, evaluasi dimulai dengan melihat apakah ada kekeruhan pada lensa.
Derajat kekeruhan pun bisa dilihat dengan menyinari lensa dari samping. Apabila
pada lensa terlihat bayangan iris (Iris Shadow), berarti kekeruhan lensa pada
tahap imatur. Apabila sudah matur, maka iris shadow akan menghilang. Pada
pasien-pasien yang telah menjalani penggantian lensa, maka lensa buatan akan
terlihat mengkilat.

d. Px segmen posterior mata dengan funduskopi


a) Pemeriksaan dilakukan di ruangan gelap atau setengah gelap.
b) Aturlah alat oftalmoskop sehingga berada dalam posisi F
c) Sesuaikan ukuran lensa pada oftalmoskop kurang lebih sesuai keadaan refraksi
pasien (kalau diketahui). Misalnya pemeriksa adalah miop 2 D dan penderita
adalah emetrop, pakailah lensa 0.
d) Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya,
sedangkan jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk
menyesuaikan ukuran lensa sehingga dapat diperoleh bayangan yang paling
tajam.
e) Pada pemeriksaan terhadap penderita, pemeriksa memegang oftalmoskop dengan
tangan kanan, dan melihat melalui oftalmoskop dengan mata kanan pula.
Demikian pula sebaliknya.
f) Mintalah penderita duduk dengan tenang, pandangan difixasi pada satu titik jauh.
Pada pemeriksaan terhadap mata kanan, mintalah penderita untuk berfixasi pada
mata kiri (yang tidak diperiksa) lewat kanan pemeriksa (ke depan agak sedikit
temporal) ke titik yang jauh.
g) Dengan oftalmoskop berada pada jarak 15-30 cm di depan mata penderita,
lihatlah melalui lensa oftalmoskop, jatuhkan sinar pada pupil sehingga tampak
refleks cahaya bulat pada pupil. Dengan tetap memfokuskan sinar pada pupil,
bergeraklah mendekat, sampai terlihat fundus penderita.
h) Apabila anda melihat pembuluh darah, ikutilah ke arah proksomal sehingga akan
terlihat papil N II. Perhatikan warna, bentuk dan tegas atau tidaknya batas papil
tersebut. Dapatkah anda mengenali perbandingan diameter excavatio terhadap
diameter arteri dan vena, dan ikuti sedapat mungkin percabangan mereka.
i) Mintalah penderita untuk melihat ke arah sinar, sehingga anda dapat melihat
makula. Dapatkah anda melihat refleks fovea? Jangan terlalu lama memeriksa
daerah makula.
N: diskus optik berbentuk bulat sedikit oval dengan warna pink karena adanya
kapiler yang sangat kecil. Tepi diskus harus tajam (tegas) dan dibagian tengah ada
cekungan yang disebut physiologic cup. Perbandingan antara diskus dengan cup di
tengahnya pada keadaan normal berkisar antara 0.3-0.4 yang disebut cup disc ratio.
Pembuluh darah retina harus terlihat bercabang ke arah 4 kuadran retina.Hal yang
paling penting untuk dilihat adalah perbandingan ukuran antara Vena dan arteri
adalah 3:2 dengan posisi yang saling sejajar tidak bersilangan. Dengan tekstur halus
tidak ada penggembungan di bagian manapun. Retina normal akan berwarna orange
kemerahan karena pigmen yang dimiliki. Refleks makula terletak di temporal diskus
optikus

a) Diabetic retinopathy
- Mikroaneurisma: penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dg bentuk
berupa bintik merah kecil yg terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
- Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yg biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.
- Dilatasi pembuluh darah dg lumennya ireguler dan berkelok-kelok, seakan-akan
ada perdarahan.Hard exudate: infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya:
ireguler, kekuning-kuningan.
- Soft exudate / cotton wool patches: iskemik retina. Pada oftalmoskopi: bercak
kuning difus dan berwarna putih.
- Pembuluh darah baru pd retina biasanya terletak di permukaan jaringan.
Neovaskularisasi: terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Gambaran:
berkelok-kelok, berkelompok, ireguler.
- Edema retina: tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sangat
mengganggu tajam penglihatan pasien.
Mild, Moderate, Severe

(Proliferatif)

(HT)
b) Katarak
Shadow test
1) Pasien diminta melihat lurus ke depan
2) Pemeriksa menyenteri mata pasien pada sudut 45o dari samping
3) Tampak bayangan iris yg dibiaskan dari humor aqueous.
4) Interpretasikan hasilnya.
+  bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
-  bayangan iris lensa terlihat kecil dan letaknya dekat terhadap pupil
Referensi:
 Yanoff, Myron & Duker, Jay S. 2018. Ophthalmology 5th Edition. Germany: Elsevier.
  American Optometric Association. Evidence-based Clinical Practice Guideline: Eye
Care of the Patient with Diabetes Mellitus.
 Hartono. 2012. Ringkasan Anatomi Fisiologi Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM
 Buku keterampilan klinis FK Unissula 2021/2022
 Ilyas, S, Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI

7. Apa hubungan antara anomaly refraksi dengan penurunan visus?


Jawab:
Referensi:
 Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC; 2016.
 Chen, T.-C., Tsai, T.-H., Shih, Y.-F., Yeh, P.-T., Yang, C.-H., Hu, F.-C., … Yang, C.-
M. (2010). Long-term Evaluation of Refractive Status and Optical Components in Eyes
of Children Born Prematurely. Investigative Opthalmology & Visual Science, 51(12),
6140.

8. (zulfa) bagaimana alur penegakan diagnosis kasus di skenario? Apa diagnosis dan
diagnosis banding di skenario?
Jawab:
- Katarak
A) Anamnesis
Keluhan Pasien datang dengan keluhan penglihatan menurun secara perlahan seperti
tertutup asap/kabut. Keluhan disertai ukuran kacamata semakin bertambah, silau, dan
sulit membaca.

Faktor Risiko
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus
3. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
4. Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari
B) PF
1. Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole
2. Pemeriksaan shadow test positif
3. Terdapat kekeruhan lensa yang dapat dengan jelas dilihat dengan teknik pemeriksaan
jauh (dari jarak 30 cm) menggunakan oftalmoskop sehingga didapatkan media yang
keruh pada pupil. Teknik ini akan lebih mudah dilakukan setelah dilakukan dilatasi
pupil dengan tetes mata Tropikamid 0.5% atau dengan cara memeriksa pasien pada
ruang gelap.
C) DD
- Retinopati diabetikum
A) Anamnesis
Keluhan:
1. Tidak ada keluhan penglihatan
2. Penglihatan buram terjadi terutama bila terjadi edema makula
3. Floaters atau penglihatan mendadak terhalang akibat komplikasi perdarahan vitreus
dan / atau ablasio retina traksional
Faktor Risiko
1. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik
2. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik
3. Hiperlipidemia
B) PF
1. Riwayat diabetes mellitus (tipe I / tipe II).
2. Mata tenang dengan atau tanpa penurunan visus.
3. Pada pemeriksaan funduskopi pupil lebar pada retina dapat ditemukan perdarahan
retina, eksudat keras, pelebaran vena, dan mikroaneurisma (pada NPDR), yang pada
kondisi lebih lanjut disertai neovaskularisasi di diskus optik atau di tempat lain di retina
(pada PDR).
4. Pada keadaan berat dapat ditemukan neovaskularisasi iris (rubeosis iridis).
5. Refleks cahaya pada pupil normal, pada kerusakan retina yang luas dapat ditemukan
RAPD (Relative Aferent Pupilary Defect), serta penurunan refleks pupil pada cahaya
langsung dan tak langsung normal.
C) DD
- Presbiopia

A) Anamnesis
Keluhan

1. Penglihatan kabur ketika melihat dekat.


2. Gejala lainnya, setelah membaca mata terasa lelah, berair, dan sering terasa perih. D
3. Membaca dilakukan dengan menjauhkan kertas yang dibaca.
4. Terdapat gangguan pekerjaan terutama pada malam hari dan perlu sinar lebih terang
untuk membaca.
Faktor Risiko
Usia lanjut umumnya lebih dari 40 tahun.
B) PF
1. Pemeriksaan refraksi untuk penglihatan jarak jauh dengan menggunakan Snellen
Chart dilakukan terlebih dahulu.
2. Dilakukan refraksi penglihatan jarak dekat dengan menggunakan kartu Jaeger. Lensa
sferis positif ditambahkan pada lensa koreksi penglihatan jauh, lalu pasien diminta
untuk menyebutkan kalimat hingga kalimat terkecil yang terbaca pada kartu. Target
koreksi sebesar 20/30.

C) DD

Referensi:
 Ilyas, S, Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
 Gondowiarjo TD, Simanjuntak GW. 2006. Panduan Manajemen Klinis Perdami.
Jakarta.

9. (bintang) apa indikasi dilakukan laser fotokoagulasi dan mengapa dilakukan laser
fotokoagulasi dan injeksi intravitreal VEGF?
Jawab:
INJEKSI INTRAVITREAL ANTI VEGF

Indikasi:

FOTOKOAGULASI LASER
Terapi fotokoagulasi laser pada retinopati diabetika adalah untuk meningkatkan tekanan
oksigen retina sehingga memperbaiki suplai oksigen, menghilangkan vasokonstriksi dan
neovaskularisasi sehingga terjadi aliran oksigen dari daerah jejas laser ke dalam lapisan
inti retina dalam. Laser fotokoagulasi bertujuan untuk menghentikan kebocoran darah
dan cairan ke retina. Sinar laser digunakan untuk membuat luka bakar kecil di daerah
retina dengan pembuluh darah abnormal bagi menutup kebocorannya.
Indikasi:
- Diabetik Retinopathy Prtoliferatif
- Diabetic macular Edema
- Central Retinal Vein Occlusion
- Branch Retinal Vein Occlusion
- Retinal break/tear
- Lattice degeneration.
- Eals disease
- Subyaloid bleeding
- Central Serous Chorio Retinopathy

Referensi:
 Evans JR, Michelessi M, Virgili G. Laser photocoagulation for proliferative diabetic
retinopathy. Cochrane Database Syst Rev. 2014 Nov 24;2014(11):CD011234.
 Houston, S. K., Wykoff, C. C., Berrocal, A. M., Hess, D. J., & Murray, T. G.
(2012). Lasers for the treatment of intraocular tumors. Lasers in Medical Science,
28(3), 1025–1034.
 Wu, L. et al. (2007). Twelve-month safety of intravitreal injections of bevacizumab
(Avastin®): results of the Pan-American Collaborative Retina Study Group
(PACORES). Graefe’s Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology, 246(1),
81–87.

10. (rahma) bagaimana tatalaksana pada kasus di skenario?


Jawab:

 katarak

Teknik Operasi
Terapi definitif dari katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Terdapat 3
prosedur yang biasa digunakan yaitu ekstraksi katarak intrakapsular,
ekstraksi katarak ekstrakapsular dan fakoemulsifikasi.

Ekstraksi katarak
intrakapsular Pada teknik ini, seluruh lensa akan dikeluarkan bersama kapsul lensa
termasuk kapsul posterior. Saat ini teknik tersebut sudah mulai
ditinggalkan karena tingginya kejadian komplikasi pascaoperasi, seperti
ablasio retina, edema makular sistoid, astigmatisme, robekan iris, dan
edema kornea.
teknik operasi katarak dimana seluruh masa lensa dikeluarkan bersama
kapsulnya. Teknik ini memerlukan irisan kornea yang lebih besar dan
jahitan lebih banyak. Saat ini hanya dipakai pada keadaan khusus
seperti luksasi lensa.
Ekstraksi katarak Pada teknik ini, lensa dikeluarkan bersama kapsul anterior, sedangkan
ekstrakapsular
kapsul posterior ditinggalkan. Oleh sebab itu, terdapat ruang bebas di
tempat bekas lensa yang memungkinkan untuk ditempatkan lensa
pengganti (lensa intraokuler ruang posterior). Insisi dilakukan di limbus
atau sebelah perifer kornea

Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien katarak muda, pasien


dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intraokuler posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intraokuler, bedah glaukoma, mata dengan presdisposisi terjadinya
prolaps badan kaca, riwayat ablasi retina, edema makular sistoid, dan
pascabedah ablasio.

Keuntungan teknik ini dibandingkan ekstraksi intrakapsular :

● Insisi yang lebih kecil meminimalisir trauma dan waktu


penyembuhan
menjadi lebih singkat
● Komplikasi aderensi korpus vitreus ke kornea dan iris
dapat diminimalisasi.
● Letak anatomis lensa intraokuler yang lebih stabil
karena disokong oleh kapsul posterior
● Kapsul posterior yang utuh dapat berperan sebagai
sawar terhadap bakteri dan mikroorganisme yang
mungkin masuk saat operasi serta menahan pertukaran
molekul antara akuos humor dan vitreous.

Kekurangan dari teknik ini adalah dapat terjadi opasifikasi


sekunder pada kapsul posterior yang disebut sebagai katarak
sekunder. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan discission
pada kapsul posterior dengan neodymium: YAG laser. Letupan
energi laser akan menyebabkan letupan kecil di jaringan target
sehingga akan terbentuk lubang kecil di kapsul posterior pada
aksis pupil.

teknik operasi katarak dengan cara membuka kapsul anterior lensa


untuk mengeluarkan masa lensa (kortek dan nukleus) dan
meninggalkan kapsul posterior. Pengembangan dari teknik ini adalah
PHACOEMULSIFIKASI dengan memanfaatkan energi ultrasonik
untuk menghancurkan masa lensa. Pada kantong kapsul lensa
selanjutnya dipasang lensa intra okuler (IOL)

Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik yang berguna untuk
menghancurkan nukleus lensa yang keras sehingga bahan nukleus dan
korteks dapat diaspirasi melalui insisi sebesar + 3mm. Keuntungan dari
insisi kecil ini adalah bekas sayatan tidak perlu dijahit, penyembuhan
luka lebih cepat dengan distorsi kornea lebih sedikit, mengurangi
inflamasi intraokuler pascaoperasi, dan pemulihan fungsi visual lebih
cepat. Risiko terlepasnya bahan posterior lensa melalui robekan
kapsular posterior dapat dihindari.
SICS
Edukasi
a. Katarak
- Proteksi sinar ultraviolet dan konsumsi antioksidan  memperlambat
progresivitas dari katarak
- Kontrol factor risk  DM, rokok, HT
- Perlu intervensi bedah
- Pre-op
 Menggunakan obat tetes mata yang telah diresepkan sesuai dengan instruksi
dokter. Cuci tangan dengan air dan sabun sebelum menggunakan obat tetes
mata
 Mengonsumsi obat pengurang rasa nyeri yang telah diresepkan oleh dokter
 Kenakan pelindung mata (dop mata), termasuk saat tidur. Dop mata dilepaskan
saat kontrol dan tidak perlu menggantinya di rumah
 Menghindari mata dari paparan air, debu, dan angin, terutama pada 1 minggu
pertama. Hindari berenang selama 4-6 minggu setelah operasi katarak
 Hindari penggunaan make up di area sekitar mata selama 1 minggu pertama
 Hindari mengusap mata atau memberikan penekanan pada mata
 Hindari mengedan dan posisi kepala menunduk
 Setelah dop mata dibuka, gunakan kacamata untuk melindungi mata. Pada 1
minggu pertama kacamata dapat digunakan bahkan saat tidur untuk mencegah
pasien menggaruk daerah mata atau benturan yang tidak disengaja saat tidur.
Kacamata harus dicuci dengan air dan sabun setiap hari
 Hindari batuk terlalu keras, gerakan menunduk, mengedan, dan mengangkat
barang berat >4,5 kg selama minimal 2 minggu
 Aktivitas seperti membaca dan menonton televisi diperbolehkan. Olahraga
atau aktivitas yang berisiko terjadi benturan pada mata sebaiknya dihindari
sampai 4-6 minggu setelah operasi katarak
- Post-op
 Pasien harus membersihkan kelopak mata pagi dan sore hari dengan kain
muka yang lembab dan bersih dengan menghindari tekanan pada bola mata.
 Lindungi mata yang dioperasi selama minggu pertama dengan memakai
pelindung mata saat tidur dan kacamata hitam atau kacamata pada siang hari.
 Obat tetes yang diresepkan paska bedah katarak harus digunakan sesuai resep.
 Pasien dapat makan sesuai pola makan normal setelah operasi dengan
diisarankan mengkonsomsi cukup air dan serat dari buah, sayur dan biji-bijian
untuk menghindari susah buang air besar.
 Pasien dapat mencuci rambut sehari setelah operasi tetapi hindari sabun, air
atau sampo yang masuk ke mata yang di operasi.
 Pasien tidak boleh memakai riasan mata setidaknya selama seminggu dan
pemakaian kapas yang dibeli di toko tidak dianjurkan untuk kelopak mata
pasien karena partikel kapas yang tertinggal dapat menjadi tempat akumulasi
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
 Pasien disarankan untuk menghindari tidur pada sisi mata yang dioperasi.
 Pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas atau olahraga berat dan
tidak mengangkat beban berat di atas 5 kg selama 2 minggu pasca operasi serta
hindari olahraga renang selama 2 minggu pasca bedah katarak.

b. Retinopati diabetikum & hipertensif


- Kontrol gula darah dan pengendalian faktor sistemik lain (hipertensi,
hiperlipidemia) penting untuk memperlambat timbulnya atau progresifitas
retinopati diabetik.
- Setiap pasien diabetes perlu menjalani pemeriksaan mata awal (skrining), diikuti
pemeriksaan lanjutan minimal 1 kali dalam setahun.
- Menjelaskan bahwa bila dirujuk, kemungkinan memerlukan terapi fotokoagulasi
laser, yang bertujuan mencegah progresifitas retinopati diabetik. Pada kondisi
berat (perdarahan vitreus, ablasio retina) kemungkinan perlu tindakan bedah.
Referensi:
 Yanoff, Myron & Duker, Jay S. 2018. Ophthalmology 5th Edition. Germany: Elsevier.
 Gondowiarjo TD, Simanjuntak GW. 2006. Panduan Manajemen Klinis Perdami.
Jakarta.
 Kemenkes. 2017. Modul Deteksi Dini Katarak. Jakarta: Kemenkes.
 Madyaputra, Faris M. & Ratnaningsih, Nina. 2021. Pendekatan Kesehatan Masyarakat
Pada Retinopati Diabetik. Unit Oftalmologi Komunitas.
 Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P,
editor. Oftalmologi Umum Ed 14. Jakarta: Widyamedika. 2000.
 Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2010
 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran KATARAK (2017) KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
 Kementrian Republik Indonesia. 2018. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA KATARAK PADA DEWASA

11. (waudy) apa saja komplikasi dari kasus di skenario?


Jawab:
a. Katarak
- Disease related
1) Glukoma akut kongestif
2) Uveitis
3) Subluksasi lensa
4) Glukoma sekunder
- Surgery related
1) Saat bedah
1. Pendangkalan COA   cairan (e.c bocor melalui insisi yg terlalu besat,
tekanan dari luar bulbus, P vitreus +, efusi suprakoroid, suprakoroid
haemorrhage).
 Kurangi aspirasi, tinggikan botol cairan infus, cek insisi (>> 
jahit)
 Tekanan luar bulbus  atur ulang speculum palpebra
 P vitreus tinggi  obesitas (posisi anti-trendelenburg), bull-necked,
PPOK, cemas, manuver valsava

2. Posterior Capsule Rupture/PCR  vitrektomi anterior

3. Nucleus drop  seluruh/Sebagian nucleus lensa jatuh ke vitreus 


inflamasi intraocular berat, dekompensasi endotel, glaucoma sekunder,
ablasio retina, nyeri, buta
2) Pasca bedah
1. Edema kornea
2. Perdarahan  retrobulbar, efusi suprakoroid, hifema
 Pasien terapi antikoagulan/antiplatelet   risk suprakoroid
haemorrhage & efusi
3. Glaukoma sekunder  bahan viskoelastik hialuronat tertinggal di COA
post-op   TIO  glaucoma menetap  glaucoma sekunder (blok
pupil, blok siliar, glaucoma neobaskuler, sinekia anterior perifer)
4. Uveitis kronik  keratik presipitat granulomatosa (+hipopion) + inflam
>4mgg  e.c malposisi LIO, vitreus inkarserata, dragmen lensa yg
tertinggal
 Inj antibiotic intravitreal,
 Operasi perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, pengambilan
fragmen lensa yg tertinggal dan LIO
5. Edema Makula Kistoid   visus tajam 2-6 bln post-op, gb karakteristik
macula pada oftalmoskop, gb penebalan retina pada px OCT
 permeabilitas kapiler perifovea + akumulasi cairan di lap inti dalam &
pleksiform luar  EMK

 pd penderita DM & uveitis


6. Ablasio retina  rupture capsule posterior + hilangnya vitreus

7. Toxic Anterior Segment Syndrome


Tanda gejala menyerupai endoftalmitis, onset lbh akut
Tatalaksana  steroid topical/NSAID topical
8. Infeksi  endoftalmitis
Gejala (3-10 hari post-op) nyeri ringan hingga berat, hilangnya
penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau
periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion,
penurunan tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina.
Etiologi  S. epidermidis, S. aureus, Streptococcus
Tatalaksana  kultur bakteri, antibiotic intravitreal broad spectrum,
topical siklopegik, topical steroid
9. Posterior capsule opacification  tertinggalnya sel epitel lensa di
kantong kapsul anterior lensa  proliferasi  migrasi ke kapsul
posterior lensa
10. Surgical induced astigmatism  Operasi EKIK dan EKEK konvensional
 ubah topografi kornea  astigmatism
Faktor risk  besar insisi >3mm, lokasi insisi di superior, jahitan,
derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, elderly, COA dangkal
11. Dislokasi LIO  Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau
kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi
LIO ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat,
uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien dengan riwayat
operasi vitreoretinal
 Tatalaksana: reposisi/eksplantasi LIO

b. Retinopati diabetikum
- Komplikasi
1) Perdarahan vitreous
2) Edema macula diabetic
3) Ablasio retina traksional
4) Glaukoma neovasskular
- Komplikasi karena medikasi anti VEGF
1) Formasi katarak
2) Posterior capsular tear  robekan pada capsula posterior
3) Perdarahan vitreous
4) Rhegmatogenous retinal detachment  lepasnya retina karena cairan yang
terakumulasi di bawah retina, memisahkan retina dari jaringan dibawahnya
- Komplikasi karena fotokoagulasi laser
1) Perdarahan vitreous
2) Exudative retinal detachment  apabila sinar lasert terlalu banyak diberikan
pada sekali tembak
3) Pengurangan pada penglihatan perifer, penglihatan malam / gelap setelah
fotokoagulasi laser di daerah macula perifer
- Komplikasi vitrectomy
1) Pembentukan katarak
2) Rhegmatogenous retinal detachment

c. Retinopati hipertensi
a) Oklusi vena & arteri pada retina
b) Makroaneurysm pada arteriole retina
c) Glaucoma
d) Age related macular degeneration (AMD)
d. Presbiopi
a) Astigmatisma

Referensi:
 Astari, P. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. CDK-269/
Vol. 45, No. 1.
 Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2021 Aug 1]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/
 Modi P, Arsiwalla T. Hypertensive Retinopathy. [Updated 2021 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525980/
 Shukla UV, Tripathy K. Diabetic Retinopathy. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560805/
 Ilyas, S, Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
 Gondowiarjo TD, Simanjuntak GW. 2006. Panduan Manajemen Klinis Perdami.
Jakarta.

You might also like