Professional Documents
Culture Documents
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
ABSTRACT
In the days before entering the era of nhi ( the national health insurance ) the
payment of physicians and hospitals generally using patterns of payment retrospective.
Conventionally encumbering fare done on the basis of the provision of services or fee for
services ( ffs ). Entering the era of nhi the government through institutions its executioner
bpjs health has implemented policy the payment system for prospective, This caused by
the payment system was more in line with the culture and shades in the health insurance.
The payment system for prospective is expected to more capable of control the cost of
health care and encourage health services to always having the quality of according to
standard. Among the payment of prospective models used in the program is bpjs health
system package ina-cbgs ( indonesia case base groups , ) namely a fare system for
payment with tally based on data and data costing koding hospital. Data costing obtained
from the hospital elected ( hospitals sample ) as representation and data koding the results
of grouping system of codifying of diagnosis the end and the act of / procedures be output
service. The system is used both in inpatient or outpatient to level faskes advanced by the
use of the information technology system in the form of application ina-cbg. Optimization
the success of the application of ina cbgs, in addition to technology also must be
supported by sufficiency budget , good management and services faskes and the policy
and regulations other support. Synergy these factors are is expected to optimize the
national social security system.
ABSTRAK:
Pada masa sebelum memasuki era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pembayaran
dokter dan rumah sakit umumnya menggunakan pola pembayaran retrospektif yang
secara konvensional pembebanan tarif dilakukan atas dasar pelayanan yang diberikan
atau Fee For Services (FFS). Memasuki era JKN ini pemerintah melalui institusi
pelaksananya BPJS Kesehatan telah menerapkan kebijakan sistem pembiayaan
prospektif, hal ini dikarenakan pada sistem pembayaran tersebut lebih sejalan dengan
kultur dan nuansa pada era jaminan kesehatan. Sistem pembiayaan prospektif diharapkan
dapat lebih mampu dalam mengendalikan biaya kesehatan serta mendorong pelayanan
kesehatan agar senantiasa memiliki mutu sesuai standar. Diantara model pembayaran
prospektif yang digunakan dalam program BPJS Kesehatan ialah sistem paket INA-CBGs
(Indonesia Case Base Groups) yakni suatu sistem tarif untuk pembayaran dengan
275
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
penghitungan berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data costing
didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) sebagai representasi dan data
koding hasil pengelompokan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur
yang menjadi output pelayanan. Sistem tersebut digunakan baik pada rawat inap maupun
pada rawat jalan untuk tingkat faskes lanjutan dengan menggunakan sistem teknologi
informasi berupa Aplikasi INA-CBG. Optimalisasi kelancaran penerapan Ina CBGs ini
selain teknologi juga harus didukung oleh kecukupan anggaran, baiknya manajemen dan
layanan faskes serta kebijakan dan regulasi lain yang menopang. Sinergi semua faktor
tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan sistem jaminan kesehataan nasional.
276
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
memperoleh akses atas sumber daya, dan fakta-fakta hasil informasi atas
pelayanan yang aman, bermutu, penerapan pola pembayaran INA CBGS
terjangkau di bidang kesehatan (NIHRD, yang terjadi dengan mengacu pada
2015, Undang-Undang Republik referensi dari sejumlah literatur yang
Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang mendasari regulasi pola INA CBGS
Kesehatan, http://www.ina-respond.net/ tersebut kemudian penulis berupaya
). Hingga untuk itu sebagai langkah untuk menata letak kembali keselarasan
nyata dalam menerapkan program JKN untuk kemudian memberikan kontribusi
maka pemerintah mengeluarkan undang- masukan-masukan yang membangun.
undang no 24 tahun 2011 mengenai Tujuan penulisan di dalam ulasan tulisan
terbentuknya Badan Penyelenggara ini, penulis berupaya merunut konsep
Jaminan Sosial (BPJS) sebagai institusi sistem yang digunakan dalam pola
pelaksana dari program jaminan pembayaran INA CBGS oleh BPJS
kesehatan nasional tersebut. Salah satu kesehatan baik pada regulasi, aturan
ciri dari layanan jaminan kesehatan main maupun modus transaksionalnya
adalah adanya kepastian anggaran dan kemudian secara tepat dapat
pembiayaan yang akan menutup biaya- menemukan unsur-unsur yang
biaya yang timbul dari proses dipermasalahkan dan upaya memberikan
penyehatan, pengobatan dan kontribusi berupa solusi dalam
penyembuhan dari berbagai keluhan mengatasinya.
penyakit pasien yang menjadi peserta
dari program jaminan kesehatan II. TINJAUAN PUSTAKA
tersebut. Oleh sebab itu sistem 2.1 Memahami INA CBGs
pembayaran yang tepat dan segenap Sebelum memasuki era JKN
faktor lain yang mendukungnya menjadi pembiayaan rumah sakit umumnya
salah satu unsur penting bagi menggunakan mekanisme pembayaran
kelangsungan program JKN BPJS ongkos untuk pelayanan atau Fee For
Kesehatan ini kedepannya (Tim Service (FFS) atau ada uang ada jasa
Penyusun, 2014 Buku Pegangan pengobatan. Dalam proses pembiayaan
sosialisasi Jkn, pengobatan medis yang terjadi
http://www.depkes.go.id/resources/down umumnya pasien mendatangi dokter
load/jkn/buku-pegangan-sosialisasi- kemudian dokter memberikan obat atau
jkn.pdf). Permasalahan pokok yang tindakan medis, lalu pasien
menjadi fokus pembahasan adalah mengeluarkan biaya yang kisaran
penulis berupaya untuk menguraikan besarnya tergantung penyakit, jenis
ulasan mengenai permasalahan seputar perawatan dan tarif yang ditetapkan
implementasi sistem pola pembayaran dokter atau rumah sakit tersebut. Biaya
atas jaminan kesehatan yang mengacu yang dikeluarkan pasien sangat relatif,
pada INA-CBGS oleh BPJS Kesehatan. mungkin bisa dari nol (digratiskan) atau
Pada umumnya pemberlakuan sistem sedikit sampai dengan dikenakan
INA-CBGS diperuntukan untuk faskes sejumlah nominal biaya yang besar
tingkat lanjutan. Hal-hal yang sering di sekali, bahkan adakalanya biaya berobat
polemikan seputar kecukupan bisa menyebabkan pasien kehilangan
anggaran/tarif pembiayaan maupun rumahnya untuk dijual. Posisi pasien
faktor-faktor lain yang mendukungnya yang dalam kondisi sakit dan
ditinjau dari sudut pandang regulasi dan membutuhkan kesembuhan umumnya
pelaksanaan di lapangan. Penulis mempunyai kedudukan daya tawar yang
mencoba mengurai temuan kendala- lemah, kebutuhannya untuk sembuh dari
kendala yang ada serta berupaya sakit dan minimnya pengetahuan tentang
melakukan pengumpulan argumentasi prosedur medis yang ia jalani biasanya
277
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
278
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
279
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
280
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
282
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
BPJS Kesehatan kerap kali menghadapi lain di Jakarta. Inilah yang terjadi bila
kasus komplainan dari pihak provider sistem rujukan tidak berjalan
rumah sakit yang merasa bahwa biaya sebagaimana meskinya.”
kesehatan yang mengacu patokan tarif Membeludaknya jumlah pasien akan
Ina CBGs terlampau kecil dari layanan memperbesar tagihan atau klaim biaya
riil yang telah diberikan pihak rumah atas pengobatan rumah sakit tersebut.
sakit kepada pasien peserta JKN BPJS Dana pembayaran klaim tagihan tersebut
Kesehatan. Hal ini menjadi lebih sebagian besarnya di ambil dari
runyam apabila faskes tingkat pertama anggaran APBN. Di negara maju yang
ternyata tidak optimal dalam telah juga memberlakukan sistem
memberikan layanan kesehatan. pembiayaan yang serupa dengan JKN di
Adakalanya anggaran kapitasi di faskes Indonesia diketahui bahwa 65% keluhan
pertama sudah mulai menipis tidak pasien sudah bisa ditangani di faskes
menutup kemungkinan adanya layanan primer. Sekiranya ini bisa
kecenderungan terjadinya Moral Hazard. diterapkan di Indonesia maka
Fenomena kasus yang mungkin terjadi penyerapan dana kapitasi untuk faskes
misalkan demi upaya menghemat biaya pertama sudah optimal sehingga BPJS
kapitasi untuk layanan primer faskes bisa menghemat tagihan klaim (tarif Ina
tingkat pertama kemudian main CBGs) pada faskes lanjutan. Dalam
memudahkan saja proses rujukan guna prakteknya BPJS kerap kali mengalami
mengirimkan pasiennya ke faskes defisit anggaran dalam memenuhi klaim
tingkat lanjutan. Padahal didapati fakta pembayaran terhadap layanan faskes.
sesungguhnya pasien belum patut Menteri Keuangan Bambang
dipindah rujukan karena masih dalam Brodjonegoro dalam ulasan yang
jangkauan kemampuan sumber daya diberitakan oleh Simorangkir dalam
yang ada di fakes tingkat pertama rubrik webnya (Simorangkir, Eduardo,
tersebut. Proses rujukan pengiriman ke 2016, Antisipasi Defisit, BPJS
rumah sakit dibuat bukan melihat Kesehatan Ajukan 'Suntikan' Rp 6,82T,
kondisi riil keadaan pasien secara http://finance.detik.com/ ) mengatakan
prosedural medis namun lebih kepada “PMN (Penyertaan Modal Negara) yang
upaya mengeruk keuntungan atau diperlukan sebesar Rp 6,827 triliun.
menekan penggunaan dana kapitasi dan PMN ini akan digunakan untuk menjaga
melempar masalah ke pihak lain. kecukupan Dana Jaminan Sosial (DJS)
Proses yang tidak prosedural medis kesehatan karena adanya defisit. Defisit
dalam mengirim pasien ruujukan tersebut terjadi akibat adanya missmatch
menyebabkan rumah sakit kewalahan antara klaim peserta yang lebih tinggi
menangani banyaknya pasien peserta daripada iuran masuk.” Pernyataan
BPJS kesehatan. Menurut Karmawan menteri keuangan tersebut sejalan
laman webnya (Karmawan, Budi, 2014, dengan ulasan data-data yang dihimpun
Insentif Berkeadilan, Solusi oleh Eduardo Simorangkir dalam laman
Peningkatan Mutu Layanan BPJS tersebut diatas mengenai perlunya
http://www.kompasiana.com/budi_karm penambahan PMN untuk BPJS
awan/insentif-berkeadilan-solusi- Kesehatan dikarenakan semakin
peningkatan-mutu-layanan- banyaknya jumlah peserta JKN
bpjs_54f6dcd5a33311b5408b46af) mencapai 156,79 juta jiwa (audited) per
meng- informasikan “RSCM melayani 31 desember 2015. Pada saat mendaftar
hampir 2200 pasien per hari, RS diketahui sebanyak 14,96 juta jiwa
Fatmawati hampir 1500 pasien per hari, (9,54%) sudah dalam kondisi sakit berat
RS Kanker Dharmais lebih dari 1000 yang membutuhkan biaya tinggi dan
pasien per hari, begitu juga dengan RS langsung memanfaatkan pelayanan
284
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
285
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
kesehatan maka klaim biaya pengobatan imbalan dan insentif yang proporsional
bagi masyarakat tersebut sudah di cover sesuai beban kerja dan keaktifannya. Di
oleh BPJS. Kondisi ini menimbulkan sisi lain agar efisiensi dan efektifitas
animo masyarakat untuk berobat dengan pemanfaatan dana INA CBGs dilakukan
memanfaatkan layanan proteksi secara optimal baik bagi rumah sakit dan
kesehatan BPJS semakin meningkat BPJS kesehatan. Oleh sebab itu
banyak. Pada ulasan ini dihimpun data kebijakan pemerintah harus berlaku
dari sejumlah pandangan menghadapi komprehensif baik bagi faskes pertama,
realita dilapangan baik itu dari sudut faskes lanjutan dan tentu juga bagi
pandang pengunjung rumah sakit pada pemerintah itu sendiri dalam mensikapi
umumnya maupun sisi lain dari pada kebijakan atas JKN BPJS kesehatan
sudut pandang pihak tenaga medisnya. tersebut. Dimulai dengan upaya
Dalam hal ini mengacu pada ulasan data menekan sebesar mungkin angka
yang di informasikan oleh dr Budi rujukan kunjungan ke rumah sakit. Hal
Karmawan dalam laman webnya tersebut bisa optimal jika keluhan pasien
(Karmawan, Budi, 2014, Insentif sudah bisa terselesaikan dengan baik di
Berkeadilan, Solusi Peningkatan Mutu faskes layanan primer. Layanan primer
Layanan BPJS atau faskes pertama berbasis sistem
http://www.kompasiana.com/budi_karm pembayarannya dengan sistem kapitasi
awan/insentif-berkeadilan-solusi- (beban pasien perkepala perbulan telah
peningkatan-mutu-layanan- di anggarkan dan di bayarkan
bpjs_54f6dcd5a33311b5408b46af),maka sebelumnya), artinya pemerintah sudah
bisa dicermati bersama bahwa animo menganggarkan sebelumnya untuk
masyarakat yang meningkat ini estimasi pengeluaran per kepala dari
menimbulkan demand yang besar dalam pasien yang sakit diwilayah tersebut.
memanfaatkan fasilitas kesehatan. Suatu Optimalisasi faskes pertama bisa
keniscayaan yang terjadi saat ini rumah optimal dalam layanan caranya dengan
sakit kebanjiran pasien melebihi ambang membangun sarana, prasarana lengkap
batas kapasitas yang wajar. Antrian dan segenap sumber daya yang handal
panjang pendaftaran menjadi tidak agar kinerja menjadi lebih terpercaya
terelakan, lamanya proses waktu tunggu bagi masyarakat. Bila pasien banyak
pasien pun tak bisa dihindarkan lagi. yang sembuh pada faskes pertama maka
Kondisi crowded ini berdampak pada dengan ini akan mampu menekan
jasa pelayanan menjadi tidak nyaman. jumlah pasien rujukan ke rumah sakit
Jumlah kunjungan pasien yang banyak faskes lanjutan yang berbasis pola bayar
membeludak menyebabkan beban kerja tarif INA CBGs sehingga tagihan klaim
para tenaga medis pun semakin berat. pembayaran Ina CBGs dari tiap-tiap
Beban kerja yang berat tentu akan rumah sakit pada faskes lanjutan
berdampak pada penurunan kualitas menjadi lebih terminimalisir. Diantara
pelayanan sedangkan kualitas pelayanan cara membangun sumber daya handal
kesehatan yang diberikan itu sangat diantaranya ialah upaya pembenahan
bergantung pada perilaku, sikap, manajemen dan profesionalitas faskes
kualitas, kompetensi dan motivasi para tingkat satu perlu ditingkatkan, misal
tenaga kesehatan. Guna memaksimalkan dengan upaya antara lain diberikannya
pelayanan yang bermutu merupakan insentif yang layak, adil dan transparan
suatu kepatutan agar manajemen pada bagi tenaga medis/tenaga pelayanan
tiap-tiap provider kesehatan yang bekerja agar lebih aktif dan
memperbaiki sistem manajemennya maksimal. Harus ada upaya peningkatan
guna menunjang kinerja tenaga medis kemampuan keahlian para dokter di
dan pelayanan di faskesnya dengan layanan primer. Oleh sebab itu perlunya
286
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
mekanisme yang mengatur skala sistem yang sama juga menyatakan “saat ini 90
reward dan punishment untuk kelayakan persen bahan baku obat masih
rujukan ke rumah sakit sehingga layanan bergantung pada impor. Meski 73 persen
faskes primer menjadi lebih obyektif produk yang beredar di Indonesia
sesuai kebutuhan dalam membuat surat merupakan produk industri farmasi
rujukan. Optimalnya faskes satu lokal” (Inung dan sir, 2015, 90 Persen
memperkecil angka rujukan ke faskes Bahan Baku Obat Masih Impor,
lanjutan dan tentu menghemat anggaran http://poskotanews.com/2015/09/03/90-
karena menekan angka klaim atas taris persen-bahan-baku-obat-masih-impor/).
Ina CBGs di faskes lanjutan. Kondisi menjadi tidak kondusif bila nilai
Pemerintah pun wajib membenahi dolar mengalami kenaikan maka harga
dan menindaklanjuti permasalahan obat pun harus disesuaikan. Harga obat
serius seputar kecukupan dana yang yang terjangkau menjadi komponen
mampu untuk dapat menutup beban penting dalam sistem jaminan kesehatan
klaim sesuai tarif BPJS dalam menutupi nasional (JKN). Biaya penggunaan obat
biaya operasional rumah sakit selaku tentu akan mempengaruhi pengeluaran
provider kesehatan dan mitra bagi BPJS. anggaran JKN secara keseluruhan. Pada
Harus ada suatu kebijakan yang adil dan rumah sakit faskes tingkat lanjutan juga
terpisah mengenai rumah sakit kelolaan dituntut untuk melakukan pembenahan
pemerintah yang masih mendapat dalam menghadapi arus perubahan di era
bantuan dana operasional dari negara JKN ini. Mengacu referensi dan
seperti pada gaji karyawannya (PNS) pengalaman serta wawasan dari sudut
dengan rumah sakit kelolaan swasta pandang seorang praktisi medis dr Budi
yang operasionalnya dilakukan penuh Karmawan pada release yang
secara mandiri. Pemerintah harus dilakukannya seputar ulasan
membentuk tim evaluasi yang peningkatan mutu layanan BPJS
mengakomodir semua pihak guna (Karmawan, Budi, 2014, Insentif
melakukan evaluasi optimal secara Berkeadilan, Solusi Peningkatan Mutu
berkala untuk menindaklanjuti masalah Layanan BPJS,
seputar kecukupan dana dan beban atas http://www.kompasiana.com/budi_karm
tarif ini serta melakukan kerjasama awan/), beliau mengemukakan bahwa
penuh dengan semua pihak termasuk pembenahan yang harus dilakukan
organisasi profesi untuk menyusun tarif antara lain rumah sakit faskes lanjutan
INA CBGs yang lebih valid dan sinergis harus menata ulang perencanaan dan
dengan keuangan rumah sakit. anggaran belanjanya dengan ketepatan
Pemerintah diharap mampu membuat alokasi untuk operasional, karyawan dan
kebijakan yang optimal mengenai obat- investasi. Manajemen faskes lanjutan
obatan serta lebih mendorong hidup dan harus mampu mewujudkan kesadaran
tumbuhnya industri bahan baku obat untuk membangun pelayanan yang
dalam negeri guna menghapus efisien, bermutu dan kompetitif. Selain
ketergantungan penuh pada bahan-bahan itu harus mampu membangun program
obat impor. Saat membuka rapat pleno keselamatan pasien rumah sakit yang
penyusunan formularium nasional mampu mengendalikan dan
(Fornas) pada tahun 2015 Menteri mengeliminasi kejadian yang tidak
Kesehatan Nila F Moeloek diharapkan, harus mampu merapihkan
mengemukakan “Karena kita banyak tatanan sistem pelayanan rekam medik
bergantung pada bahan impor, saat nilai dan administrasi klaim, manajemen
tukar dolar naik, maka harga obat tidak faskes lanjutan juga harus mendorong
bisa dipungkiri akan terpengaruh,”. terwujudnya sistem insentif berdasarkan
Lanjut beliau masih dalam kegiatan beban kerja dan performa secara
287
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
transparan dan adil. Faskes lanjutan yang mengacu pada besaran tarif INA
diharapkan melakukan upaya kaji ulang, CBGs maupun dampak kondisi
identifikasi maupun tindakan eliminasi layanannya tidak dapat diselesaikan
atas layanan (medik dan non medik) secara parsial namun harus
yang terbukti tidak efisien dan bermutu. komprehensif baik pada regulasi,
Menjadi bagian yang tak kalah penting implementasi dan setiap obyek pelaku
manajemen faskes lanjutan harus yang terlibat didalamnya.
meninjau ulang SOP pelayanan,
pemeriksaan penunjang, penggunaan V. PENUTUP
obat dan bahan habis pakai serta Dengan merunut pada pemaparan
melakukan standarisasi obat dan AMHP dari penulis tersaji tersebut diatas
dengan formularium serta penggunaan mengenai ulasan penerapan pola
obat generik. Manajemen faskes lanjutan pembayaran INA-BPJS Kesehatan ini
juga tidak boleh serampangan dalam dapat penulis simpulkan antara lain
menggunakan sumber daya yang ada Program JKN BPJS kesehatan yang
dan harus cerdas dalam meminimalisir telah berjalan saat ini masih belum
variasi pelayanan dengan Clinical optimal dalam implementasi
pathway agar anggaran tidak menjalankan amanah undang-undang
membengkak. Profesionalisme kerja 1945 guna memberikan kemaslahatan
juga harus ditunjukan oleh pekerja layanan kesehatan bagi seluruh rakyat
medis maupun operator lapangan Indonesia. Masih diperlukan anggaran
lainnya berkaitan dengan implementasi dana yang memadai untuk memenuhi
layanan dengan sistem INA-CBGs ini. kebutuhan operasional termasuk dalam
Kecerobohan mereka dapat merugikan hal pembayaran klaim yang sesuai
pihak-pihak lain termasuk diantaranya dengan tarif Ina CBGs yang mejadi
institusi rumah sakit itu sendiri. instrumen pembayaran bagi faskes
Sebagaimana telah diutarakan oleh lanjutan. Perlunya pengkajian dan
Indriwanto Sakidjan dalam jurnal ARSI evaluasi secara kontinyu dan berkala
mengemukakan bahwa “ mengenai kebijakan penentuan tarif Ina
..ketidaktepatan pengisian catatan rekam CBGs yang layak secara adil dan
medis dan ketidaktepatan melakukan indepeden. Secara teknologi infomasi
koding dalam INA-CBG yang aplikasi program INA CBGS pun harus
menyebabkan pelayanan menanggung selalu menyesuaikan dengan perubahan
risiko financial..”, lanjut beliau lagi dan perkembangan tuntutan kebutuhan
dalam mensikapi sistem INA-CBGs, “ medis yang ada. Meski pembayaran tarif
Pada sistem ini, pemberi pelayanan ikut Ina CBGs telah di patok sejumlah tarif
menanggung risiko finansial apabila tertentu oleh pemerintah dengan limit
tidak efisien, tidak tepat dalam pengisian tertentu namun provider layanan
catatan rekam medis, dan tidak tepat kesehatan dituntut untuk cermat
dalam melakukan koding. Risiko memperhatikan aspek penunjang kinerja
finansial yang terjadi di antaranya yakni tenaga medis dan pelayanan di
selisih kurang pada klaim” (Sakidjan, faskesnya semisal dengan imbalan dan
Indriwanto, 2014, Analisis Kelengkapan insentif yang proporsional sesuai beban
Catatan Rekam Medis Kasus Tetralogy kerja dan keaktifannya. Hal tersebut
of Fallot pada Implementasi INA-CBGS bertujuan guna mendorong timbulnya
di RSPJN Harapan Kita. Jurnal motivasi dan etos kerja yang optimal
Administrasi Kebijakan Kesehatan sehingga mampu memberi pelayanan
ARSI vol 1 no 1 oktober 2014 halaman terbaik. Pemerintah wajib menerapkan
26-31). Kompleksitas polemik proteksi suatu formula yang mampu menekan
kesehatan JKN serta kecukupan dana besarnya tagihan klaim pengobatan
288
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
289
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”