Professional Documents
Culture Documents
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
ABSTRACT
Entering the era of nhi the government through institutions its executioner bpjs health has
implemented policy the payment system for prospective. The payment system for
prospective is expected to more capable of control the cost of health care and encourage
health services to always having the quality of according to standard. Among the payment
of prospective models used in the program is bpjs health system package ina-cbgs (
indonesia case base groups , ) namely a fare system for payment with tally based on data
and data costing koding hospital. Data costing obtained from the hospital elected (
hospitals sample ) as representation and data koding the results of grouping system of
codifying of diagnosis the end and the act of / procedures be output service. The system is
used both in inpatient or outpatient to level faskes advanced by the use of the information
technology system in the form of application ina-cbg. Optimization the success of the
application of ina cbgs, in addition to technology also must be supported by sufficiency
budget , good management and services faskes and the policy and regulations other
support. Synergy these factors are is expected to optimize the national social security
system.
ABSTRAK
Memasuki era JKN ini pemerintah melalui institusi pelaksananya BPJS Kesehatan telah
menerapkan kebijakan sistem pembiayaan prospektif. Sistem pembiayaan prospektif
diharapkan dapat lebih mampu dalam mengendalikan biaya kesehatan serta mendorong
pelayanan kesehatan agar senantiasa memiliki mutu sesuai standar. Diantara model
pembayaran prospektif yang digunakan dalam program BPJS Kesehatan ialah sistem
paket INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) yakni suatu sistem tarif untuk pembayaran
dengan penghitungan berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data
costing didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) sebagai representasi
dan koding hasil pengelompokan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan
tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan. Sistem tersebut digunakan baik pada
rawat inap maupun pada rawat jalan untuk tingkat faskes lanjutan dengan menggunakan
sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA-CBG. Optimalisasi kelancaran penerapan
Ina CBGs ini selain teknologi juga harus didukung oleh kecukupan anggaran, baiknya
manajemen dan layanan faskes serta kebijakan dan regulasi lain yang menopang. Sinergi
semua faktor tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan sistem jaminan kesehataan
nasional.
275
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
276
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
penting bagi kelangsungan program JKN pengobatan medis yang terjadi umumnya
BPJS Kesehatan ini kedepannya (Tim pasien mendatangi dokter kemudian
Penyusun, 2014) Buku Pegangan dokter memberikan obat atau tindakan
sosialisasi Jkn. Permasalahan pokok medis, lalu pasien mengeluarkan biaya
yang menjadi fokus pembahasan adalah yang kisaran besarnya tergantung
penulis berupaya untuk menguraikan penyakit, jenis perawatan dan tarif yang
ulasan mengenai permasalahan seputar ditetapkan dokter atau rumah sakit
implementasi sistem pola pembayaran tersebut. Biaya yang dikeluarkan pasien
atas jaminan kesehatan yang mengacu sangat relatif, mungkin bisa dari nol
pada INA-CBGS oleh BPJS Kesehatan. (digratiskan) atau sedikit sampai dengan
Pada umumnya pemberlakuan sistem dikenakan sejumlah nominal biaya yang
INA-CBGS diperuntukan untuk faskes besar sekali, bahkan adakalanya biaya
tingkat lanjutan. Hal-hal yang sering di berobat bisa menyebabkan pasien
polemikan seputar kecukupan kehilangan rumahnya untuk dijual. Posisi
anggaran/tarif pembiayaan maupun pasien yang dalam kondisi sakit dan
faktor-faktor lain yang mendukungnya membutuhkan kesembuhan umumnya
ditinjau dari sudut pandang regulasi dan mempunyai kedudukan daya tawar yang
pelaksanaan di lapangan. Penulis lemah, kebutuhannya untuk sembuh dari
mencoba mengurai temuan kendala- sakit dan minimnya pengetahuan tentang
kendala yang ada serta berupaya prosedur medis yang ia jalani biasanya
melakukan pengumpulan argumentasi pasien menurut saja kehendak
dan fakta-fakta hasil informasi atas dokter/rumah sakit soal perawatan dan
penerapan pola pembayaran INA CBGS biayanya atau kemungkinan lain pasien
yang terjadi dengan mengacu pada malah berhenti berobat sama sekali jika
referensi dari sejumlah literatur yang sudah diambang batas kemampuan
mendasari regulasi pola INA CBGS finansialnya. Sebelum ada pihak ketiga
tersebut kemudian penulis berupaya semacam asuransi atau pun negara, pihak
untuk menata letak kembali keselarasan yang menanggung risiko finansial tidak
untuk kemudian memberikan kontribusi lain adalah pasien. Dengan kehadiran
masukan-masukan yang membangun. pihak ketiga ini telah mengubah
Tujuan penulisan di dalam ulasan tulisan hubungan dokter-pasien secara
ini, penulis berupaya merunut konsep mendasar, terutama dalam hal pembagian
sistem yang digunakan dalam pola risiko finansial.
pembayaran INA CBGS oleh BPJS
kesehatan baik pada regulasi, aturan main 2.2. Era Jaminan Kesehatan
maupun modus transaksionalnya Nasional (JKN)
kemudian secara tepat dapat menemukan Ketika Indonesia mulai memasuki
unsur-unsur yang dipermasalahkan dan era jaminan kesehatan nasional seperti
upaya memberikan kontribusi berupa saat ini maka pembagian risiko fiansial
solusi dalam mengatasinya. yang lebih proporsional dengan tidak
hanya sekedar membebankan
2. KERANGKA TEORI pembiayaan kepada pasien dan tentu juga
2.1. Era Sebelum Jaminan tidak merugikan pihak medis dari
Kesehatan Nasional (JKN) kalangan dokter, rumah sakit dan lainnya
Sebelum memasuki era JKN merupakan salah satu hal penting yang
pembiayaan rumah sakit umumnya menjadi bagian perhatian pemerintah.
menggunakan mekanisme pembayaran Kesuksesan penerapan implementasi
ongkos untuk pelayanan atau Fee For Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) salah
Service (FFS) atau ada uang ada jasa satu diantaranya ditandai dengan
pengobatan. Dalam proses pembiayaan kelancaran, kecukupan, keterjaminan dan
277
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
278
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
279
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
280
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
281
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
282
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
Gambar 4.1 tarif Ina CBG’s 2013 Regional 1 Rumah Sakit Kelas A
misalkan demi upaya menghemat biaya
Pola Pembayaran BPJS Kesehatan kapitasi untuk layanan primer faskes
kepada faskes tingkat lanjut seperti pada tingkat pertama kemudian main
rumah sakit berbeda dengan faskes memudahkan saja proses rujukan guna
pertama yang menggunakan sistem mengirimkan pasiennya ke faskes tingkat
kapitasi, Pada faskes lanjutan pola lanjutan. Padahal didapati fakta
pembayaran diberlakukan sistem fee for sesungguhnya pasien belum patut
service namun dengan besaran tarif yang dipindah rujukan karena masih dalam
telah ditentukan sebelumnya berdasarkan jangkauan kemampuan sumber daya
pada paket tarif dalam INA-CBGs. Cara yang ada di fakes tingkat pertama
pembayaran fee for service yang tersebut. Proses rujukan pengiriman ke
diterapkan secara konvensional terdahulu rumah sakit dibuat bukan melihat kondisi
ditentukan secara sepihak oleh provider riil keadaan pasien secara prosedural
kesehatan (rumah sakit / klinik dan medis namun lebih kepada upaya
sebagainya) meski berorientasi pada mengeruk keuntungan atau menekan
pelayanan namun tidak menutup penggunaan dana kapitasi dan melempar
kemungkinan terjadinya unsur masalah ke pihak lain.
komersialisasi pada layanan kesehatan Proses yang tidak prosedural
tersebut. Pada sistem Ina CBGs, BPJS medis dalam mengirim pasien ruujukan
kesehatan tarif layanan telah ditentukan, menyebabkan rumah sakit kewalahan
kebijakan penentuan besaran tarif oleh menangani banyaknya pasien peserta
BPJS Kesehatan kerap kali menghadapi BPJS kesehatan. Menurut Karmawan
kasus komplainan dari pihak provider laman webnya (Karmawan, Budi, 2014
rumah sakit yang merasa bahwa biaya “RSCM melayani hampir 2200 pasien
kesehatan yang mengacu patokan tarif per hari, RS Fatmawati hampir 1500
Ina CBGs terlampau kecil dari layanan pasien per hari, RS Kanker Dharmais
riil yang telah diberikan pihak rumah lebih dari 1000 pasien per hari, begitu
sakit kepada pasien peserta JKN BPJS juga dengan RS lain di Jakarta. Inilah
Kesehatan. Hal ini menjadi lebih runyam yang terjadi bila sistem rujukan tidak
apabila faskes tingkat pertama ternyata berjalan sebagaimana meskinya.”
tidak optimal dalam memberikan layanan Membeludaknya jumlah pasien akan
kesehatan. Adakalanya anggaran kapitasi memperbesar tagihan atau klaim biaya
di faskes pertama sudah mulai menipis atas pengobatan rumah sakit tersebut.
tidak menutup kemungkinan adanya Dana pembayaran klaim tagihan tersebut
kecenderungan terjadinya Moral Hazard. sebagian besarnya di ambil dari anggaran
Fenomena kasus yang mungkin terjadi APBN. Di negara maju yang telah juga
283
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
memberlakukan sistem pembiayaan yang perhitungan iuran ini pun belum sesuai
serupa dengan JKN di Indonesia dengan hasil aktuaria dari Dewan
diketahui bahwa 65% keluhan pasien Jaminan Sosial Nasional, maka
sudah bisa ditangani di faskes layanan penambahan iuran masih belum mampu
primer. Sekiranya ini bisa diterapkan di mengatasi permasalahan keuangan DJS.
Indonesia maka penyerapan dana kapitasi Diproyeksikan pada tahun 2016 masih
untuk faskes pertama sudah optimal menunjukan sentimen negatif sebesar Rp
sehingga BPJS bisa menghemat tagihan 6,827 triliun (kekurangan likuiditas).
klaim (tarif Ina CBGs) pada faskes Masih berdasar data dari (
lanjutan. Dalam prakteknya BPJS kerap Simorangkir,2016 ) dalam laman
kali mengalami defisit anggaran dalam tersebut diatas “asumsi iuran yang
memenuhi klaim pembayaran terhadap diterima kurang-lebih sebesar Rp 70,03
layanan faskes. Menteri Keuangan triliun sementara beban jaminan
Bambang Brodjonegoro dalam ulasan kesehatan yang harus dikeluarkan
yang diberitakan oleh Simorangkir dalam sebesar Rp 73,09 triliun, terdapat minus
rubrik webnya (Simorangkir Eduardo, pengeluaran sekitar 3,06 triliun
2016), mengatakan “PMN (Penyertaan sedangkan kebutuhan beban operasional
Modal Negara) yang diperlukan sebesar BPJS sekitar Rp 3,77 triliun, total minus
Rp 6,827 triliun. PMN ini akan menjadi kurang lebih sekitar 6,83 triliun
digunakan untuk menjaga kecukupan (hasil pembulatan)”. Biaya pengeluaran
Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan besar yang harus ditanggung BPJS
karena adanya defisit. Defisit tersebut Kesehatan tentu menambah beban
terjadi akibat adanya missmatch antara anggaran negara dan juga menjadi
klaim peserta yang lebih tinggi daripada tambahan beban iuran bagi peserta yang
iuran masuk.” Pernyataan menteri menjadi sumber utama pendanaan bagi
keuangan tersebut sejalan dengan ulasan JKN BPJS kesehatan. Belakangan ini
data-data yang dihimpun oleh Eduardo diketahui kebijakan tarif atas peserta
Simorangkir dalam laman tersebut diatas mandiri JKN BPJS Kesehatan sejak 1
mengenai perlunya penambahan PMN april 2016 silam mengalami kenaikan.
untuk BPJS Kesehatan dikarenakan Sebagaimana tertuang dalam Peraturan
semakin banyaknya jumlah peserta JKN Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang
mencapai 156,79 juta jiwa (audited) per Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
31 desember 2015. Pada saat mendaftar Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
diketahui sebanyak 14,96 juta jiwa Kesehatan. Perpres itu sendiri diundang-
(9,54%) sudah dalam kondisi sakit berat undangkan pada 1 Maret lalu. Dengan
yang membutuhkan biaya tinggi dan terbitnya Perpres itu, besaran iuran kelas
langsung memanfaatkan pelayanan I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80
kesehatan seperti misalkan pasien dengan ribu, Iuran kelas II yang semula Rp
kondisi gagal ginjal yang langsung 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu
membutuhkan penanganan cuci darah. sedangkan iuran kelas III yang semula Rp
Akibat hal tersebut “Dana Jaminan 25.500 menjadi Rp 30 ribu (Sekretariat
Sosial” atau DJS pada tahun 2015 kabinet RI, 2016), Hal itu semua menjadi
menunjukan sentimen negatif sebesar Rp ironi ketika masyarakat mencita-citakan
5,76 triliun (kumulatif negatif Rp 9,07 adanya jaminan kesehatan yang
triliun). Pada tahun 2016 pemerintah paripurna dan mendapat layanan secara
sesuai dengan regulasi yang berlaku cuma-cuma tanpa terdapat pembebanan
melakukan upaya peninjauan ulang atas iuran kesehatan sebagaimana tertuang
besaran iuran dan mengalokasikan dalam UUD 45 Pasal 34 ayat 3 “Negara
penambahan iuran tersebut dalam APBN bertanggung jawab atas penyediaan
tahun anggaran 2016. Pada kenyataannya fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
284
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
pelayanan umum yang layak”. Indonesia menimbulkan demand yang besar dalam
negeri yang begitu kaya dengan sumber memanfaatkan fasilitas kesehatan”.
daya manusia dan sumber daya alamnya Suatu keniscayaan yang terjadi saat ini
maka diharapkan kedepannya rumah sakit kebanjiran pasien melebihi
pemerintah harus mampu memperkuat ambang batas kapasitas yang wajar.
anggaran guna mencukupi kebutuhan Antrian panjang pendaftaran menjadi
negara termasuk dalam sektor kesehatan tidak terelakan, lamanya proses waktu
bagi masyarakat. Pemerintah dituntut tunggu pasien pun tak bisa dihindarkan
untuk memiliki suatu regulasi yang lagi. Kondisi crowded ini berdampak
mendukung optimalisasi penambahan pada jasa pelayanan menjadi tidak
sumber dana kesehatan. Ditengah masih nyaman. Jumlah kunjungan pasien yang
carut marutnya tata kelola negara yang banyak membeludak menyebabkan
menyebabkan menguapnya sejumlah beban kerja para tenaga medis pun
besar kekayaan negara dengan maraknya semakin berat. Beban kerja yang berat
korupsi, kolusi maupun pencucian uang tentu akan berdampak pada penurunan
hasil kejahatan adalah dengan diharapkan kualitas pelayanan sedangkan kualitas
hadirnya undang-undang atau peraturan pelayanan kesehatan yang diberikan itu
yang berupaya untuk mengembalikan sangat bergantung pada perilaku, sikap,
kembalinya semua aset berupa hasil kualitas, kompetensi dan motivasi para
sitaan dari kejahatan tersebut masuk ke tenaga kesehatan. Guna memaksimalkan
kas negara guna memperkuat anggaran pelayanan yang bermutu merupakan
negara dan tentu saja termasuk guna suatu kepatutan agar manajemen pada
mengoptimalkan anggaran bagi tiap-tiap provider kesehatan
pendanaan jaminan kesehatan nasional. memperbaiki sistem manajemennya guna
Cara lain bisa pula dibuatkan kebijakan menunjang kinerja tenaga medis dan
pengalihan subsidi bbm (bahan bakar pelayanan di faskesnya dengan imbalan
minyak) sebagai solusi penambahan dana dan insentif yang proporsional sesuai
JKN. beban kerja dan keaktifannya. Di sisi lain
Di era JKN BPJS Kesehatan ini agar efisiensi dan efektifitas pemanfaatan
kekhwatiran masyarakat atas biaya dana INA CBGs dilakukan secara
pengobatan menjadi lebih diminimalisir, optimal baik bagi rumah sakit dan BPJS
dengan rutin membayar premi BPJS kesehatan. Oleh sebab itu kebijakan
kesehatan maka klaim biaya pengobatan pemerintah harus berlaku komprehensif
bagi masyarakat tersebut sudah di cover baik bagi faskes pertama, faskes lanjutan
oleh BPJS. Kondisi ini menimbulkan dan tentu juga bagi pemerintah itu sendiri
animo masyarakat untuk berobat dengan dalam mensikapi kebijakan atas JKN
memanfaatkan layanan proteksi BPJS kesehatan tersebut. Dimulai
kesehatan BPJS semakin meningkat dengan upaya menekan sebesar mungkin
banyak. Pada ulasan ini dihimpun data angka rujukan kunjungan ke rumah sakit.
dari sejumlah pandangan menghadapi Hal tersebut bisa optimal jika keluhan
realita dilapangan baik itu dari sudut pasien sudah bisa terselesaikan dengan
pandang pengunjung rumah sakit pada baik di faskes layanan primer. Layanan
umumnya maupun sisi lain dari pada primer atau faskes pertama berbasis
sudut pandang pihak tenaga medisnya. sistem pembayarannya dengan sistem
Dalam hal ini mengacu pada ulasan data kapitasi (beban pasien perkepala
yang di informasikan oleh dr Budi perbulan telah di anggarkan dan di
Karmawan dalam laman webnya bayarkan sebelumnya), artinya
(Karmawan Budi, 2014),maka bisa pemerintah sudah menganggarkan
dicermati bersama bahwa “animo sebelumnya untuk estimasi pengeluaran
masyarakat yang meningkat ini per kepala dari pasien yang sakit
285
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
286
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
287
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
kebijakan penentuan tarif Ina CBGs yang INA CBGs JKN BPJS Kesehatan akan
layak secara adil dan indepeden. Secara mampu diselesaikan permasalahannya
teknologi infomasi aplikasi program INA asalkan sinergi semua aspeknya baik
CBGS pun harus selalu menyesuaikan pada tataran regulasi, implementasi dan
dengan perubahan dan perkembangan obyek pelaku yang terlibat didalamnya.
tuntutan kebutuhan medis yang ada.
Meski pembayaran tarif Ina CBGs telah
di patok sejumlah tarif tertentu oleh DAFTAR PUSTAKA
pemerintah dengan limit tertentu namun
provider layanan kesehatan dituntut
untuk cermat memperhatikan aspek Ita Hartati, Ak., MBA., (2014) Dana
penunjang kinerja tenaga medis dan Kapitasi BPJS Kesehatan:
pelayanan di faskesnya semisal dengan Pelaksanaan dan
imbalan dan insentif yang proporsional Pertanggungjawabannya, BDK
sesuai beban kerja dan keaktifannya. Hal Makasar. 2014, diakses dari
tersebut bertujuan guna mendorong http://www.bppk.kemenkeu.go.id/
timbulnya motivasi dan etos kerja yang berita-makassar/20288-dana-
optimal sehingga mampu memberi kapitasi-bpjs-kesehatan-
pelayanan terbaik. Pemerintah wajib pelaksanaan-dan-
menerapkan suatu formula yang mampu pertanggungjawabannya. Diambil
menekan besarnya tagihan klaim dari
pengobatan dengan tarif ina cbgs di http://www.bppk.kemenkeu.go.id/
faskes lanjutan ini dengan upaya yang berita-makassar/20288-dana-
harus dilakukan diantaranya menekan kapitasi-bpjs-kesehatan-
angka jumlah pasien rujukan serta pelaksanaan-dan-
mengoptimalkan faskes primer sebagai pertanggungjawabannya
media pencegahan dan penyembuhan
penyakit bagi pasien. Pemerintah diharap Info BPJS Kesehatan. 2014. Begini Cara
mampu membuat kebijakan yang optimal Pembayaran INA-CBG’s BPJS
mengenai obat-obatan serta lebih Kesehatan. Diakses dari
mendorong hidup dan tumbuhnya http://m.kompasiana.com/infobpjs
industri bahan baku obat dalam negeri kesehatan/begini-cara-
guna menghapus ketergantungan penuh pembayaran-ina-cbg-s-bpjs-
pada bahan-bahan obat impor. Upaya ini kesehatan_54f6a68ba33311bf518
diharap mampu menekan tingginya harga b45a4
obat dan jumlah pengeluaran anggaran
JKN secara keseluruhan termasuk Inung dan sir. 2015. 90 Persen Bahan
besarnya beban klaim obat atas tarif ina Baku Obat Masih Impor. Diakses
cbgs. Untuk menyesuaikan iklim kultur dari
JKN BPJS terkait dengan kecukupan http://poskotanews.com/2015/09/
dana dengan mengacu besaran tarif yang 03/90-persen-bahan-baku-obat-
telah di patok bagi faskes lanjutan maka masih-impor/
seyogyanya institusi provider kesehatan
di faskes lanjut tersebut harus menata Karmawan, Budi.2014. Insentif
ulang mengenai perencanaan dan Berkeadilan, Solusi Peningkatan
anggaran belanjanya serta pembenahan Mutu Layanan BPJS. Diakses dari
manajemen di segala aspek baik itu http://www.kompasiana.com/budi
dalam tatanan sumber daya manusia, _karmawan/insentif-berkeadilan-
keuangan maupun pelayanannya. solusi-peningkatan-mutu-layanan-
Kompleksitas polemik penerapan tarif bpjs_54f6dcd5a33311b5408b46af
288
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
289
PROSIDING
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
290