1 PB

You might also like

You are on page 1of 10

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

417
Volume 6, Nomor 2, Halaman 417-426 ISSN: 2528-0767
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk e-ISSN: 2527-8495

AUTENTISITAS AKTA NOTARIS YANG DIBUAT SECARA ELEKTRONIK


PADA MASA PANDEMI COVID-19
AUTHENTICITY OF NOTARY DEED ELECTRONICALLY MADE DURING THE
COVID-19 PANDEMIC
Lovita Gamelia Kimbal*, Tunggul Anshari Setia Negara, Hariyanto Susilo
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya
Jalan M. T. Haryono Nomor 169 Malang 65145, Indonesia
INFO ARTIKEL Abstract: the purpose of this study was to analyze the authenticity
of electronic deeds in terms of the Civil Code, Law Number
Riwayat Artikel: 30 of 2004 in conjunction with Law Number 2 of 2014, and
Diterima : 20 Januari 2021 Law Number 19 of 2016 and analyze the urgency of making a
Disetujui : 30 November 2021 notary deed electronically. This study used a normative juridical
method with a statutory approach. Prescriptive analytical
Keywords: techniques analyzed primary legal materials and secondary
notary, electronic legal materials. The results and discussion showed that the
deed, COVID-19 deed made electronically did not meet the exact requirements
Kata Kunci: as stated in Article 1868 of the Civil Code, Article 1 point 7
notaris, akta elektronik, COVID-19 and Article 16 of Law Number 30 of 2004 in conjunction with
Law Number 2 of 2014, and Article 5 paragraph (4) of Law
Number 19 of 2016. The urgency of making a notary deed
*) Korespondensi: electronically during the COVID-19 pandemic was that there
E-mail: kimballovita@gmail.com were obstacles for the public to physically attend the notary’s
office due to physical distancing policies, so notaries were
required to innovate in implementing cyber notary related to
the making of deeds electronically.
Abstrak: tujuan kajian ini yaitu mеngаnаlisis autentisitas akta
elektronik ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 juncto Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016, serta menganalisis urgensi pembuatan akta notaris secara
elektronik dalam keadaan pandemi Coronavirus Disease
2019 (COVID-19). Kajian ini menggunakan metode yuridis
normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dianalisis dengan
menggunakan teknik preskriptif analitis. Hasil dan pembahasan
menunjukkan bahwa akta yang dibuat secara elektronik belum
memenuhi syarat autentik sebagaimana tercantum dalam Pasal
1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1 angka 7
dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 juncto
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, serta Pasal 5 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Urgensi pembuatan
akta notaris secara elektronik pada masa pandemi COVID-19
yaitu adanya kendala bagi masyarakat untuk hadir secara fisik
ke kantor notaris karena kebijakan physical distancing sehingga
notaris dituntut untuk berinovasi dalam melaksanakan cyber
notary terkait pembuatan akta secara elektronik.

417

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Autentisitas akta notaris yang ... 418

PENDAHULUAN 2004 juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun


Pandemi Coronavirus Disease 2019 2014 (UUJNP) yang menjelaskan bahwa notaris
(COVID-19) telah mewabah di Indonesia memiliki kewenangan lain yang diatur dalam
sejak tahun 2020 hingga saat ini, sehingga peraturan perundang-undangan. Kewenangan
pemerintah melakukan segala upaya untuk yang dimaksud salah satunya yaitu terkait
mengendalikan jumlah kasus COVID-19. sertifikasi transaksi yang dilakukan secara
Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden elektronik (Permana, Salim, & Munandar, 2017).
Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Kewenangan notaris dalam hal sertifikasi transaksi
COVID-19 sebagai salah satu jenis penyakit secara elektronik hingga saat ini belum pernah
yang menimbulkan kedaruratan kesehatan bagi diimplementasikan karena belum ada peraturan
masyarakat. Peraturan tersebut merupakan tindak yang menjelaskan secara teknis tentang petunjuk
lanjut dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun pelaksanaan kewenangan tersebut (Diliyanto,
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang Asikin, & Amiruddin, 2018). Sertifikasi adalah
menegaskan bahwa karantina dalam bentuk prosedur yang dilakukan oleh pihak ketiga
pembatasan kegiatan perlu dilakukan ketika untuk memberikan jaminan tertulis terhadap
ada wabah penyakit menular sebagaimana suatu produk, proses, atau jasa yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan. memenuhi standar tertentu berdasarkan audit
Pasal 4 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah dengan prosedur yang disepakati (Rossalina,
Nomor 21 Tahun 2020 menjelaskan mengenai Bakri, & Andrijani, 2016). Notaris berwenang
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang untuk melakukan sertifikasi terhadap produk,
salah satunya dilakukan dengan meliburkan proses, atau jasa yang berkaitan dengan transaksi
sekolah dan tempat kerja. PSBB dikecualikan secara elektronik.
pada beberapa sektor vital yang harus tetap Notaris sebagai salah satu pejabat publik
beroperasi dengan menerapkan protokol yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
kesehatan yang ketat bahkan penerapan Work harus tetap melaksanakan kewajibannya meskipun
from Home (WFH). Sektor yang harus tetap dalam keadaan pandemi COVID-19. Pembuatan
beroperasi selama PSBB salah satunya yaitu akta notaris secara elektronik merupakan salah
utilitas publik, termasuk di dalamnya pengacara, satu tujuan dari adanya konsep cyber notary
hakim, jaksa, dan notaris. (Dewi, 2015). Cyber notary yang memberikan
Notaris bertugas untuk membantu dan kemudahan bagi notaris dalam melakukan proses
memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait pembuatan akta ternyata memiliki kelemahan
suatu perbuatan hukum tertentu. Pembatasan yang berkaitan dengan keautentikan dari akta
aktivitas karena COVID-19 menjadi kendala tersebut. Pembuatan akta secara elektronik perlu
bagi notaris untuk melaksanakan tugasnya, memperhatikan karakteristik dan syarat tertentu
baik dalam hal konsultasi atau pembuatan agar akta tersebut dapat dikatakan autentik dan
perjanjian (Edwar, Rani, & Ali, 2019). Upaya memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
yang dapat dilaksanakan oleh seorang notaris seperti akta autentik tidak dibuat secara elektronik
ketika dihadapkan dengan situasi tersebut (Dewi, 2016). Berdasarkan penjelasan di atas,
yaitu melaksanakan e-notary melalui media kajian ini membahas beberapa rumusan masalah
elektronik dengan fitur voice call atau video yaitu: (1) autentisitas akta elektronik ditinjau dari
call. Gagasan terkait cyber notary dalam hal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
pembuatan akta autentik secara elektronik telah Perdata), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
lama dibicarakan. Cyber notary merupakan juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi (UUJN juncto UUJNP), dan Undang-Undang
bagi para notaris untuk membuat akta autentik Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) dan (2) urgensi
dalam dunia maya (Nurita, 2012). Cyber notary pembuatan akta notaris secara elektronik dalam
dapat membantu notaris dalam melaksanakan keadaan pandemi COVID-19.
tugasnya, misalnya terkait penandatanganan akta
secara elektronik dan Rapat Umum Pemegang METODE
Saham (RUPS) secara teleconference. Kajian ini menggunakan metode yuridis
Cyber notary diatur dalam ketentuan Pasal normatif, yaitu dengan menganalisis peraturan
15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun perundang-undangan yang berkaitan dengan akta

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 419

autentik dan akta elektronik. Pendekatan yang fungsi formal yang berarti bahwa suatu perbuatan
digunakan dalam kajian ini yaitu pendekatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila
perundang-undangan berdasarkan Undang- termuat dalam akta (Rahmayani, Sanusi, &
Undang Nomor 19 Tahun 2016, Undang-Undang Abdurrahman, 2020). Akta juga berfungsi sebagai
Nomor 2 Tahun 2014, dan Kitab Undang-Undang alat bukti bagi para pihak yang terikat dalam
Hukum Perdata, serta pendekatan analitis dengan suatu perjanjian tertentu (Mertokusumo, 1999).
memahami makna istilah yang digunakan dalam Akta berbeda dengan surat karena merupakan
peraturan perundang-undangan secara konsepsional. suatu tulisan yang sengaja dibuat sebagai bukti
Sumber data berasal dari bahan hukum primer atas suatu peristiwa hukum, serta ditandatangani
berupa peraturan perundang-undangan, serta oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
bahan hukum sekunder berupa artikel dari jurnal Pihak-pihak yang berperkara dalam hukum
yang berkaitan dengan autentisitas akta notaris acara perdata wajib mengajukan bukti dalam
yang dibuat secara elektronik di masa pandemi persidangan, untuk meyakinkan hakim dalam
COVID-19. Data yang diperoleh dari bahan pengajuan dalil kebenaran sebelum membuat
hukum primer dan sekunder kemudian dikaji keputusan. Pasal 1865 KUH Perdata menjelaskan
dengan memaparkan keterkaitan antara data bahwa setiap orang yang mendalilkan atas suatu
tersebut dengan permasalahan yang dibahas. hak yang dimiliki, baik untuk meneguhkan
Analisis data dilakukan dengan menggunakan haknya sendiri atau membantah hak orang
teknik preskriptif analitis, yaitu menemukan, lain diwajibkan membuktikan adanya hak atau
mengidentifikasi, dan menganalisis suatu peristiwa tersebut (Arifaid, 2017). Pasal 1866
permasalahan serta menelaah peraturan perundang- KUH Perdata telah menegaskan bahwa alat
undangan terkait permasalahan tersebut. bukti yang paling utama adalah bukti tulisan
(schriftelijke bewijs, written evidence), namun
HASIL DAN PEMBAHASAN ada juga yang menyebut alat bukti surat. Akta
Autentisitas Akta Elektronik Ditinjau dari adalah surat yang diberi tanda sebagai dasar
KUH Perdata, UUJNP, dan UU ITE adanya suatu hak atau perikatan, dan sengaja
Pasal 1867 KUH Perdata menjelaskan dibuat sejak awal untuk melakukan pembuktian
bahwa akta sebagai alat pembuktian dibedakan terhadap suatu perbuatan hukum (Fahmi, 2013).
menjadi dua macam, yaitu akta autentik dan Pasal 1869 KUH Perdata menjelaskan bahwa
akta di bawah tangan. Pasal 1868 KUH Perdata surat dapat dikatakan sebagai akta apabila telah
menegaskan bahwa akta autentik adalah suatu ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat.
akta dengan bentuk yang telah ditentukan oleh Tindakan hukum yang dilakukan harus dicatat
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan atau dituliskan dalam berbagai bentuk surat,
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk salah satunya dalam bentuk akta.
itu (Soegondo, 1991). Syarat formal suatu akta Akta di bawah tangan adalah akta yang
autentik harus memenuhi tiga unsur, yaitu: (a) dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- berkepentingan setelah adanya kesepakatan dalam
undang, (b) dibuat oleh dan di hadapan pejabat perikatan. Akta di bawah tangan sengaja dibuat
umum, (c) akta yang dibuat oleh atau di hadapan sebagai alat pembuktian bagi para pihak tanpa
pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu bantuan dari seorang pejabat (Mertokusumo,
dibuat (Boediarto, 2005). Akta autentik adalah 1999). Pasal 1874 KUH Perdata menjelaskan
akta yang dibuat dan diresmikan secara hukum, bahwa tulisan di bawah tangan terdiri atas akta
oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang yang ditandatangani di bawah tangan, surat,
di tempat akta itu dibuat. daftar, surat urusan rumah tangga, dan tulisan-
Akta autentik selalu dianggap benar, kecuali tulisan lain yang dibuat tanpa perantara seorang
jika dibuktikan sebaliknya di depan pengadilan. pejabat umum. Pasal 1902 KUH Perdata juga
Pembuktian dalam proses peradilan diatur dalam menegaskan tentang syarat-syarat dari suatu
Pasal 1866 KUH Perdata, bahwa alat bukti yang bukti tertulis, diantaranya yaitu: (a) harus
sah secara hukum terdiri atas bukti tulisan, bukti ada akta, (b) akta harus dibuat oleh seseorang
dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, terhadap pihak yang diwakilinya, (c) akta harus
pengakuan, dan sumpah. Akta mempunyai mencerminkan kebenaran dari peristiwa yang
beberapa fungsi penting salah satunya yaitu bersangkutan.

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Autentisitas akta notaris yang ... 420

Akta di bawah tangan biasa dijadikan bahwa notaris dalam menjalankan fungsinya
sebagai alat pembuktian dalam bentuk tertulis harus mengaplikasikan dalam transaksi atau
(begin van schriftelijk bewijs) bagi pihak yang hubungan secara elektronik melalui internet.
menandatanganinya serta para ahli waris dan Notaris dalam kinerjanya untuk membuat akta
orang-orang yang mendapatkan hak tertentu. harus mengarah pada bentuk akta elektronik,
Akta di bawah tangan memiliki kekuatan dengan harapan dapat mempermudah masyarakat
pembuktian yang terbatas karena hanya diterima untuk memperoleh pelayanan hukum secara
sebagai permulaan bukti tertulis dalam suatu lebih mudah dan fleksibel.
persidangan, sehingga membutuhkan alat bukti Kewenangan lain yang dimiliki oleh notaris
lain yang mendukung untuk mencapai kebenaran dalam menyertifikasi transaksi secara elektronik
berdasarkan hukum. Alat bukti tertulis berupa menjadi titik berat dari kajian ini. Penjelasan
surat atau akta memiliki peran yang sangat Pasal 15 ayat (3) UUJNP telah menegaskan bahwa
penting dalam suatu perkara perdata (Faruq yang dimaksud kewenangan lain dalam frasa
& Lastiar, 2015). Pembuktian secara tertulis “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
dilakukan dengan menggunakan tulisan yang perundang-undangan”, yaitu kewenangan
bersifat autentik atau di bawah tangan. Kegiatan menyertifikasi transaksi yang dilakukan secara
yang berhubungan dengan hukum perdata selalu elektronik, membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek
dicatat atau ditulis dalam suatu surat atau akta, pesawat terbang (Winarno, 2015). Ketentuan
agar surat atau akta tersebut dapat dipergunakan tersebut dinilai masih mengalami kekaburan
sebagai alat bukti yang kuat dan sah apabila makna (vague norm) karena belum memberikan
terjadi sengketa antar para pihak di kemudian pengertian secara jelas, meskipun telah termuat
hari (Adjie, 2008). Hukum acara perdata dalam peraturan perundang-undangan. Sertifikasi
mencari kebenaran formil yaitu kebenaran yang secara terminologi berarti suatu proses, cara,
didasarkan pada segala hal yang dikemukakan atau pembuatan menyertifikatkan. Hasil dari
oleh para pihak di hadapan pengadilan. penyertifikatan tersebut yaitu sertifikat yang
Akta notaris yang dijelaskan dalam Pasal memiliki makna sebagai tanda berupa surat
1 ayat (7) UUJN adalah akta autentik yang keterangan tertulis atau tercetak dari pihak yang
dibuat oleh atau di hadapan notaris dengan berwenang, serta dapat digunakan sebagai bukti
bentuk dan tata cara berdasarkan ketentuan kepemilikan atau bukti suatu kejadian.
yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini. Pelaksanaan cyber notary menimbulkan
Akta yang dibuat oleh seorang notaris dikenal suatu benturan konflik antara ketentuan Pasal
dengan akta notaris sebagai suatu akta autentik 15 dan Pasal 16 ayat (1) UUJNP. Pasal 15
yang memiliki fungsi penting dalam kehidupan UUJNP menjelaskan bahwa kewenangan lain
bermasyarakat (Wаhyuni, Safa’at, & Fadli, yang dimaksud yaitu kewenangan notaris untuk
2017). Akta notaris merupakan alat pembuktian melakukan sertifikasi transaksi secara cyber
yang sempurna, terkuat, dan terpenuh untuk notary, sedangkan Pasal 16 ayat (1) UUJNP
menjamin suatu kepastian hukum (Witasari, menjelaskan tentang unsur-unsur keautentikan dari
2012). Akta autentik yang dibuat oleh notaris suatu akta sebagaimana tercantum dalam Pasal
semakin dibutuhkan oleh masyarakat sejalan 1868 KUH Perdata (Din, 2019). Pasal 15 ayat
dengan berkembangnya berbagai aktivitas yang (3) UUJNP menjelaskan bahwa kewenangan lain
membutuhkan adanya suatu kepastian hukum. yang dimaksud yaitu kewenangan menyertifikasi
Akta elektronik didefinisikan sebagai transaksi elektronik atau disebut dengan cyber
perikatan atau hubungan hukum yang dilakukan notary. Kewenangan ini dirasa tidak tepat jika
secara elektronik. Hal ini dilakukan dengan disebut sebagai sertifikasi, karena makna yang
memadukan jaringan (networking) dari sistem sebenarnya yaitu untuk menguatkan transaksi
informasi berbasis komputer dengan sistem elektronik agar dapat dianggap sah secara
komunikasi pada jaringan serta jasa telekomunikasi hukum (legal).
(telecommunicated based), yang difasilitasi Legalisasi secara elektronik dilakukan
oleh jaringan internet (Serfiyani, Hariyani, & dalam bentuk time stamp atau mengesahkan
Purnomo, 2013). Pembuatan akta notaris secara terjadinya suatu transaksi pada waktu tertentu
elektronik telah lama dibahas dengan adanya yang dilaksanakan oleh para pihak. Bentuk
gagasan cyber notary, yaitu suatu konsep legalisasi secara konvensional diantaranya

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 421

yaitu pengesahan berupa tanda tangan dalam oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
suatu dokumen, yang menjadi salah satu akta autentik. Notaris bertugas untuk menjamin
kewenangan notaris sebagaimana diatur dalam kepastian tanggal pembuatan akta, sepanjang
UUJN. Cyber notary sangat bermanfaat bagi pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau
notaris, salah satunya ketika pelaksanaan Rapat dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
Umum Pemegang Saham (RUPS) melalui video lain yang ditetapkan oleh undang-undang
teleconference atau sarana media elektronik (Sundah, 2014). Akta autentik harus memenuhi
lainnya, yang memungkinkan semua pihak dapat segala persyaratan sebagaimana dijelaskan
mendengar dan melihat jalannya rapat tersebut. dalam Pasal 1868 KUH Perdata, yang sifatnya
Proses pembuatan akta secara elektronik kumulatif dan harus dipenuhi semuanya agar
tidak jauh berbeda dengan pembuatan akta tidak terdegradasi keautentikannya menjadi
konvensional, yaitu menyusun konsep akta, akta di bawah tangan (Halim, 2015). Notaris
pembacaan isi akta, penandatanganan secara berwenang untuk membuat akta terkait suatu
digital oleh para penghadap, kemudian para perbuatan hukum dengan memperhatikan syarat-
penghadap dapat membaca isi dari draft akta syarat yang bersifat kumulatif dalam peraturan
pada layar komputer atau media elektronik lain perundang-undangan.
yang digunakan. Penambahan atau koreksi dari Pasal 15 ayat (1) UUJN menjelaskan bahwa
akta dapat dilakukan pada saat penandatanganan notaris berwenang membuat akta autentik mengenai
akta tersebut. Pembuatan akta secara elektronik semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan
dimaksudkan agar masyarakat tidak lagi face- yang diharuskan oleh peraturan perundang-
to-face untuk menghadap secara fisik ke kantor undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
notaris untuk menyelesaikan perbuatan hukum berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
yang dialami. Kendala dalam pembuatan autentik. Notaris berwenang dalam menjamin
akta secara elektronik yaitu berkaitan dengan kepastian tanggal pembuatan akta, sepanjang
autentisitas dari akta tersebut. Akta yang dibuat tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada
secara konvensional telah memiliki aturan pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang
yang jelas terkait pembuatannya atau sistem (Makarim, 2011). Ketentuan Pasal 1 angka 7
pembuktiannya. UUJNP mengandung frasa yang menjelaskan
Landasan hukum dari akta notaris yang bahwa akta autentik “dibuat oleh atau di hadapan
dibuat secara elektronik termuat dalam KUH Notaris”. Hal ini menjadi kendala bagi notaris
Perdata, UUJN juncto UUJNP, dan UU ITE. atau para pihak yang menghendaki suatu akta
Pasal 1868 KUH Perdata menjelaskan bahwa elektronik, karena dalam pembuatannya para
suatu akta autentik adalah akta yang dibuat dalam pihak menyampaikan secara virtual keterangan
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, terkait peristiwa hukum yang dialami tanpa
dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai menghadap secara fisik ke notaris.
umum yang berkuasa di tempat akta itu dibuat. Penjelasan Pasal 1 angka 7 UUJNP belum
Pejabat umum yang dimaksud yaitu notaris menguraikan secara rinci tentang makna frasa
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) “dibuat oleh atau di hadapan Notaris” sebagaimana
UUJNP bahwa notaris adalah pejabat umum yang dimaksud oleh undang-undang tersebut. Frasa
berwenang untuk membuat akta autentik dan “dibuat oleh atau di hadapan Notaris” dapat
kewenangan lainnya. KUH Perdata merupakan menimbulkan multitafsir karena kehadiran secara
suatu ketentuan umum dari aturan hukum yang fisik dapat dilaksanakan secara virtual melalui
mengatur tentang kewenangan notaris sebagai media elektronik seperti video teleconference,
pejabat publik. UU ITE merupakan aturan khusus video call atau media elektronik lainnya yang
atau biasa disebut sebagai lex specialis dari memungkinkan para pihak untuk saling bertatap
KUH Perdata yang mengatur tentang penerapan muka. Notaris tidak dapat disalahkan ketika
teknologi informasi dan komunikasi. membuat akta secara elektronik karena tidak ada
Pasal 15 ayat (1) UUJN menjelaskan petunjuk secara pasti yang menegaskan bahwa
bahwa notaris berwenang untuk membuat akta para pihak harus hadir secara fisik di kantor
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, notaris dalam proses pembuatan akta autentik.
dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJNP telah
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki menegaskan bahwa yang dimaksud dengan

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 422

“menghadap” dalam frasa “dibuat oleh atau notaris dapat menimbulkan dampak terhadap
di hadapan Notaris” yaitu kehadiran secara akta yang dibuat. Kewajiban notaris telah
fisik bukan secara virtual atau daring. Notaris dinyatakan dalam ketentuan Pasal 16 ayat (7),
memiliki kewajiban untuk membacakan akta ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) UUJNP yang
di hadapan para pihak dengan dihadiri paling mengatur mengenai pembacaan akta di hadapan
sedikit dua orang saksi atau empat orang saksi para pihak dan saksi (Heriawanto, 2018).
khusus pembuatan akta wasiat di bawah tangan, Pembuatan akta autentik oleh notaris bertujuan
serta ditandatangani pada saat itu juga oleh untuk memberikan kepastian hukum atas suatu
para pihak, saksi, dan notaris (Setiadewi & peristiwa hukum yang dialami oleh para pihak
Wijaya, 2020). Hal ini telah mengisyaratkan (Wardhani, 2017). Akta notaris menjadi salah alat
dengan jelas bahwa suatu akta autentik harus bukti yang sempurna, sehingga suatu perbuatan
dibacakan secara langsung oleh notaris dan hukum yang bersangkutan tidak perlu dibuktikan
ditandatangani pada saat itu juga oleh pihak- lagi selama ketidakbenarannya tidak dapat
pihak yang bersangkutan. Ketentuan mengenai dibuktikan. Akta yang dibuat secara elektronik
“menghadap” dalam frasa “dibuat oleh atau di tidak dapat memberikan suatu kepastian hukum
hadapan Notaris” semakin menemukan titik yang diperlukan terkait peristiwa hukum yang
terang dengan adanya ketentuan Pasal 16 ayat dialami oleh para pihak.
(1) huruf m UUJNP, bahwa notaris harus hadir Pasal 5 UU ITE telah menyatakan bahwa
secara fisik untuk menandatangani akta di informasi dan dokumen elektronik atau hasil
hadapan para pihak dan saksi. cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti
Ketentuan dari Pasal 16 ayat (1) huruf m yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku
UUJNP ditindaklanjuti dengan adanya Pasal di Indonesia. Akta notaris dapat disimpan dalam
16 ayat (7) UUJNP, yang tidak mewajibkan bentuk elektronik, namun minuta akta harus tetap
notaris untuk membacakan akta yang telah disimpan dalam bentuk konvensional (Engelbert,
dibuat apabila penghadap telah membacanya Widhianti, & Wisnuwardhani, 2021). Informasi
sendiri, mengetahui, dan memahami isi dari akta dan dokumen elektronik atau hasil cetakannya
tersebut. Hal ini dijelaskan dalam penutup akta dinyatakan sah apabila dibuat berdasarkan
dan paraf di setiap halaman minuta akta oleh ketentuan UU ITE, namun hal ini tidak berlaku
para penghadap, saksi, dan notaris. Notaris tetap apabila informasi atau dokumen elektronik yang
berkewajiban untuk membacakan kepala akta, dimaksud berupa surat yang harus dibuat secara
komparisi dan penjelasan pokok mengenai isi tertulis berdasarkan ketentuan undang-undang.
akta tersebut (Darusman, 2017). Pasal 16 ayat (8) Pasal 5 ayat (4) UU ITE menjelaskan bahwa
UUJNP menjelaskan bahwa terdapat beberapa surat yang menurut undang-undang harus dibuat
hal sebagai pengecualian dari ketentuan Pasal secara tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
16 ayat (7) UUJNP yaitu mengenai pembacaan pada surat berharga, surat yang berharga, dan
kepala akta, komparisi, penjelasan pokok akta surat yang digunakan dalam proses penegakan
secara singkat, serta penutup akta. hukum acara perdata, pidana, dan administrasi
Pasal 16 ayat (9) UUJNP mengatur tentang negara. Surat berharga seperti saham dan surat
akibat hukum yang ditimbulkan ketika notaris dalam proses penegakan hukum tidak dapat
tidak melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat dikatakan sebagai alat bukti elektronik yang
(1) huruf m dan ayat (7) UUJNP. Notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna di
tidak membacakan akta yang telah dibuat di hadapan hukum. Akta elektronik berdasarkan
hadapan para pihak, maka kekuatan pembuktian ketentuan perundang-undangan yang berlaku
akta tersebut menjadi akta di bawah tangan tidak dapat dikatakan sebagai akta autentik
kecuali akta wasiat sebagaimana dijelaskan dengan kekuatan pembuktian yang sempurna.
dalam Pasal 16 ayat (10) UUJNP. Akta yang Kendala yang menyebabkan pembuatan
terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, akta secara elektronik tidak dapat dilaksanakan
memiliki kekuatan pembuktian yang tidak dapat yaitu adanya ketentuan Pasal 5 ayat (4) UU ITE.
disamakan dengan akta autentik. Pasal 1868 KUH Perdata menjelaskan tentang
Notaris harus mentaati seluruh kewajiban akta autentik dan menunjuk ketentuan UUJN
yang telah diisyaratkan oleh undang-undang secara eksplisit sebagai undang-undang yang
karena setiap pelanggaran yang dilakukan oleh menjadi acuan dalam pembuatan akta autentik.

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 423

Ketiga aturan ini mengatur tentang akta elektronik masyarakat dalam segala situasi.
secara berkesinambungan, khususnya dalam Kebijakan new normal yang telah dijalankan
menentukan autentisitas dari akta tersebut dalam oleh pemerintah dirasa belum cukup untuk
rangka mewujudkan suatu kepastian hukum. memutus rantai penyebaran COVID-19. Gagasan
Kepastian hukum atas keberadaan suatu akta mengenai new normal yaitu menormalisasi
dapat diperoleh apabila terdapat aturan-aturan segala kegiatan masyarakat dengan menerapkan
hukum yang jelas, konsisten, dan mudah diperoleh protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat
(Yulianti & Anshari, 2021). Akta yang dibuat tetap beraktivitas seperti biasa namun yang
secara elektronik jika ditinjau dari ketentuan membedakan yaitu adanya protokol kesehatan
KUH Perdata , UUJN juncto UUJNP, dan UU yang diberlakukan melalui kebijakan new
ITE tidak dapat memenuhi kekuatan pembuktian normal. Kantor notaris dapat dibuka seperti
yang sempurna seperti akta autentik. biasa dan para penghadap dapat hadir secara
fisik dengan menerapkan protokol kesehatan
Urgensi Pembuatan Akta Notaris secara
Elektronik pada Masa Pandemi COVID-19 seperti pengecekan suhu bagi setiap orang
Notaris harus dapat berinovasi sesuai yang datang ke kantor notaris, cuci tangan, dan
dengan perkembangan teknologi dalam berbagai selalu menggunakan masker. Penandatanganan
aktivitas di masyarakat. Penerapan suatu sistem akta juga dilaksanakan sesuai dengan protokol
atau tatanan baru seperti pembuatan akta secara kesehatan yaitu dengan melakukan sterilisasi
elektronik pasti dihadapkan pada kendala- pada alat-alat yang digunakan seperti kursi, meja,
kendala tertentu sehingga penegakan hukum dan bolpoin. Penggunaan sarung tangan juga
bergantung pada substansi hukum, struktur diwajibkan bagi seluruh pegawai notaris, agar
hukum, dan budaya hukum. Pembuatan akta terhindar dari kontak fisik dengan benda-benda
secara elektronik mengalami kendala dalam hal sekitar yang dikhawatirkan menjadi sumber
kepastian hukum khususnya terkait autentisitas penyebaran virus. Ruangan kantor notaris harus
dari akta tersebut. Autentisitas akta elektronik memiliki sirkulasi udara yang baik, agar virus
ditentukan berdasarkan peraturan perundang- tidak mengendap di ruangan tersebut.
undangan yang berlaku, khususnya dalam KUH Karantina kesehatan sebagaimana diatur
Perdata, UUJN juncto UUJNP, dan UU ITE. dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
Akta elektronik tidak dapat dikatakan sebagai (UU Karantina Kesehatan) menjadi salah satu
akta autentik karena tidak memenuhi syarat dan hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pembuatan akta notaris. UU Karantina Kesehatan
yang berlaku. mengatur beberapa hal mencakup tanggung jawab
Akibat hukum yang dapat ditimbulkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hak dan
ketika akta dibuat secara elektronik yaitu kewajiban, kedaruratan kesehatan masyarakat,
terjadinya suatu degradasi kepastian hukum dan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
dari akta tersebut. Akta dapat dikatakan autentik di pintu masuk. Undang-undang tersebut juga
apabila dibuat berdasarkan ketentuan peraturan mengatur tentang penyelenggaraan karantina
perundang-undangan, salah satunya yaitu UUJNP. kesehatan di wilayah, dokumen, sumber daya,
Klausul mengenai “menghadap” secara fisik informasi, pembinaan dan pengawasan, penyidikan
menjadi faktor penghambat dalam pembuatan dan ketentuan pidana terkait kekarantinaan
akta secara elektronik yang menyebabkan kesehatan. UU Karantina Kesehatan terdiri
kekuatan pembuktian dari suatu akta menjadi atas 14 bab dan 98 pasal yang diuraikan dalam
tidak sempurna. Pembuatan akta secara elektronik 72 halaman termasuk lampiran. UU Karantina
merupakan salah satu dampak dari adanya Kesehatan ditujukan untuk menggantikan
pandemi COVID-19. Kantor notaris dapat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
menjadi salah satu tempat penyebaran virus Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2
COVID-19, karena terdapat pegawai-pegawai Tahun 1962 tentang Karantina Udara. Kedua
notaris dan para penghadap yang berdatangan peraturan hukum tersebut dinilai tidak lagi
silih berganti ke kantor notaris. Penyebaran memadai untuk menjadi payung hukum dalam
virus COVID-19 sangat dimungkinkan terjadi perlindungan kesehatan masyarakat saat ini.
di kantor notaris, sedangkan notaris sebagai UU Karantina Kesehatan mengatur mengenai
pejabat publik harus tetap melayani kebutuhan beberapa hal yang relevan dengan keadaan

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 424

pandemi COVID-19 di Indonesia. Pasal 1 ayat SIMPULAN


(1) UU Karantina Kesehatan menjelaskan bahwa Akta yang dibuat secara elektronik dinilai
kekarantinaan kesehatan merupakan suatu upaya belum memenuhi syarat sebagai akta autentik
untuk mencegah keluar masuknya penyakit yang yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan undangan. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang
masyarakat. Pasal 1 ayat (2) UU Karantina Hukum Perdata menjelaskan bahwa akta autentik
Kesehatan menegaskan bahwa kedaruratan dibuat di hadapan pegawai umum yang berkuasa
kesehatan masyarakat yang dimaksud yaitu untuk itu. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor
kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar 30 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor
biasa serta berpotensi menyebar lintas wilayah 2 Tahun 2014 menjelaskan bahwa akta autentik
atau negara, seperti: (a) penyebaran penyakit dibuat oleh notaris berdasarkan bentuk dan tata
menular, (b) kejadian akibat radiasi nuklir, (c) cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
pencemaran biologi, (d) kontaminasi kimia, (e) Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-Undang
bioterorisme dan pangan yang menimbulkan Nomor 30 Tahun 2004 juncto Undang-Undang
bahaya kesehatan. Pasal 1 ayat (1) dan ayat Nomor 2 Tahun 2014 menjelaskan bahwa akta
(2) UU Karantina Kesehatan dirujuk sebagai autentik harus dibacakan notaris di hadapan
aturan teknis dalam menanggulangi penyebaran para pihak yang dihadiri paling sedikit dua
COVID-19 yang mewabah di Indonesia. orang saksi, serta ditandatangani pada saat itu
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala juga oleh para pihak, saksi, dan notaris. Pasal 5
Besar (PSBB) dijalankan oleh pemerintah ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 menjelaskan bahwa surat berharga yang dapat
di Indonesia. Pemerintah hanya memberikan menimbulkan suatu akibat hukum tertentu harus
izin kepada sebelas sektor vital untuk tetap dibuat secara tertulis. Urgensi pembuatan akta
beroperasi dengan protokol kesehatan yang notaris secara elektronik dalam keadaan pandemi
ketat. Sektor pelayanan hukum menjadi COVID-19 yaitu adanya kendala bagi para pihak
salah satu bidang yang diperbolehkan untuk untuk menghadap secara fisik sehingga notaris
tetap beroperasi, yang meliputi administrasi dituntut untuk berinovasi dalam bidang teknologi
pemerintah, pengacara/advokat, hakim, jaksa, agar dapat melayani kebutuhan masyarakat
dan notaris. Sektor ini ditetapkan sebagai salah serta membantu pemerintah untuk memutus
satu utilitas publik yang harus adaptif dalam penyebaran virus dengan cara melaksanakan
mentransformasikan segala pekerjaan secara segala kegiatan dari rumah selama pandemi
elektronik. Notaris harus mampu berinovasi COVID-19.
untuk melaksanakan kewajibannya dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, salah DAFTAR RUJUKAN
satunya yaitu pembuatan akta yang dilakukan Adjie, H. (2008). Hukum Notaris Indonesia.
secara elektronik. Bandung: Refika Aditama.
Masyarakat membutuhkan sikap dinamis Arifaid, P. (2017). Tanggung Jawab Hukum
dari notaris selaku pejabat publik, terlepas dari Notaris terhadap Akta in Originali. Jurnal
adanya kendala dan kepastian hukum terkait IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, 5(3),
autentisitas dan keberadaan akta elektronik. 510-520.
Masyarakat tidak mudah untuk melakukan Boediarto, M. A. (2005). Kompilasi Kaidah
tindakan hukum ke kantor notaris dalam Hukum Putusan Mahkamah Agung:
keadaan pandemi COVID-19, karena faktor Hukum Acara Perdata Setengah Abad.
risiko tertular virus serta adanya kebijakan Jakarta: Swara Justitia.
pemerintah untuk meminimalisir kontak secara Darusman, Y. M. (2017). Kedudukan Notaris
fisik dan pelaksanaan kegiatan perkantoran sebagai Pejabat Pembuat Akta Autentik
secara Work from Home (WFH). COVID-19 dan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.
telah ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan Adil: Jurnal Hukum, 7(1), 36-56.
masyarakat yang menuntut setiap individu agar Dewi, A. S. K. (2015). Penyelenggaraan RUPS
membuat terobosan baru untuk mempermudah melalui Media Elektronik terkait Kewajiban
masyarakat dalam segala kepentingannya terkait Notaris Melekatkan Sidik Jari Penghadap.
perbuatan hukum yang melibatkan notaris. Arena Hukum, 8(1), 108-126.

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 425

Dewi, M. N. K. (2016). Kedudukan Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah pada Perikatan
Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Jual Beli Bertahap. Jurnal IUS: Kajian
Saham (RUPS) melalui Media Elektronik. Hukum dan Keadilan, 5(3), 448-462.
Arena Hukum, 9(1), 112-131. Rahmayani, S., Sanusi, & Abdurrahman, T.
Diliyanto, D., Asikin, Z., & Amiruddin. (2018). (2020). Perubahan Minuta Akta oleh
Perluasan Wewenang Praperadilan Pasca Notaris secara Sepihak tanpa Sepengetahuan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Penghadap. Jurnal IUS: Kajian Hukum
21-PUU-XII-2014. Jurnal Ilmu Hukum dan Keadilan, 8(1), 97-108.
De’Jure: Kajian Ilmiah Hukum, 3(1), 28-55. Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang
Din, T. (2019). Pertanggungjawaban Notaris Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
terhadap Akta Autentik Terindikasi Tindak Notaris. Lembaran Negara Republik
Pidana. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Indonesia Tahun 2004 Nomor 117. Tambahan
19(2), 171-184. Lembaran Negara Republik Indonesia
Edwar, Rani, F. A., & Ali, D. (2019). Kedudukan Nomor 4432.
Notaris sebagai Pejabat Umum Ditinjau Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang
dari Konsep Equality Before the Law. Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Jurnal Magister Hukum Udayana, 8(2), Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
207-219. 2004 tentang Jabatan Notaris. Lembaran
Engelbert, L. T., Widhianti, H. N., & Wisnuwardhani, Negara Republik Indonesia Tahun 2014
D. A. (2021). Analisis Yuridis Penyimpanan Nomor 3. Tambahan Lembaran Negara
Minuta Akta Notaris secara Elektronik. Republik Indonesia Nomor 5491.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang
Kewarganegaraan, 6(1), 173-178. Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Fahmi, I. A. (2013). Analisis Yuridis Degradasi Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Kekuatan Pembuktian dan Pembatalan Akta tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Notaris menurut Pasal 84 Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan 2016 Nomor 251. Tambahan Lembaran
Notaris. Arena Hukum, 6(2), 218-235. Negara Republik Indonesia Nomor 5952.
Faruq, A. A., & Lastiar, R. (2015). Perlindungan Republik Indonesia. (2018). Undang-Undang
Notaris dalam Pengambilan Minuta Akta Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
dan Pemanggilan pada Peradilan Pasca Kesehatan. Lembaran Negara Republik
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Indonesia Tahun 2018 Nomor 128.
Jurnal Penelitian Hukum, 2(2), 77-89. Tambahan Lembaran Negara Republik
Halim, R. M. (2015). Akibat Hukum bagi Notaris Indonesia Nomor 6236.
dalam Pelanggaran Penggandaan Akta. Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah
Lex Et Societatis, 3(4), 98-103. Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Heriawanto, B. K. (2018). Kewajiban Menyimpan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Protokol Notaris dan Akibat Hukumnya Percepatan Penanganan Corona Virus
menurut Hukum Positif Indonesia. Arena Disease 2019 (COVID-19). Lembaran
Hukum, 11(1), 101-118. Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Makarim, E. (2011). Modernisasi Hukum Notaris Nomor 91. Tambahan Lembaran Negara
Masa Depan: Kajian Hukum terhadap Republik Indonesia Nomor 6487.
Kemungkinan Cyber Notary di Indonesia. Republik Indonesia. (2020). Keputusan Presiden
Jurnal Hukum dan Pembangunan, 41(3), Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
467-499. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona
Mertokusumo, S. (1999). Mengenal Hukum Virus Disease 2019 (COVID-19).
suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Rossalina, Z., Bakri, M., & Andrijani, I. (2016).
Nurita, E. (2012). Cyber Notary Pemahaman Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan
Awal dalam Konsep Pemikiran. Bandung: Cyber Notary sebagai Akta Autentik.
Refika Aditama. Jurnal Hukum, 1(1), 1-25.
Permana, Y. S., Salim, & Munandar, A. (2017). Serfiyani, C. Y., Hariyani, I., & Purnomo, S. D.
Tanggung Jawab Notaris dalam Penyimpanan (2013). Buku Pintar Bisnis Online dan

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 426

Transaksi Elektronik. Jakarta: Gramedia PPAT terhadap Akta yang Dibatalkan oleh
Pustaka Utama. Pengadilan. Lex Renaissance, 2(1), 49-63.
Setiadewi, K., & Wijaya, I. M. H. (2020). Winarno, D. P. (2015). Konsekuensi Yuridis
Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Salinan Akta Notaris yang Tidak Sama
Notary sebagai Akta Autentik. Jurnal Bunyinya dengan Minuta Akta terhadap
Komunikasi Hukum, 6(1), 126-134. Keabsahan Perjanjian. Arena Hukum,
Soegondo, R. (1991). Hukum Pembuktian. 8(3), 411-427.
Jakarta: Pradnya Paramita. Witasari, A. (2012). MPD Bukan Advokat Para
Sundah, P. (2014). Tinjauan Yuridis terhadap Notaris Berdasarkan Undang-Undang
Tidak Dilaksanakan Kewajiban Jabatan No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Notaris menurut Undang-Undang No.2 Jurnal Hukum, 28(2), 882-899.
Tahun 2014. Lex Et Societatis, 2(4), 35-43. Yulianti, E. D., & Anshari, T. (2021).
Wаhyuni, Safa’at, R., & Fadli, M. (2017). Pertanggungjawaban Hukum bagi
Kewenаngаn dаn Tаnggung Jаwаb Notаris Notaris dalam Membuat Akta Autentik
dаlаm Pembuаtаn Аktа Perjаnjiаn Kаwin Berdasarkan Perspektif Pasal 65 Undang-
Pаscа Putusаn Mаhkаmаh Konstitusi No 69/ Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
PUU-XII/2015. Jurnаl Ilmiаh Pendidikаn Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris.
Pаncаsilа dаn Kewаrgаnegаrааn, 2(2), Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
139-145. Kewarganegaraan, 6(1), 45-54.
Wardhani. L. C. (2017). Tanggung Jawab Notaris/

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

You might also like