You are on page 1of 3

Pencegahan Ijime: Bullying ala Jepang di Lingkup Sekolah

Menurut Olweus (2005), bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku agresif yang
disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan
dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya
dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan secara sistematik.
Berbicara mengenai bullying yang terjadi di berbagai belahan dunia, Jepang menjadi salah
satu negara dengan kasus bullying terbanyak di dunia.

Istilah bullying di Jepang disebut ijime. Ijime menjadi istilah sosial yang mengacuh kepada
bentuk kekerasan dalam masyarakat Jepang. Ijime masih menjadi pekerjaan rumah
pemerintah Jepang sampai sekarang.

Pengaruh ijime yang sering terjadi terhadap psikologi para korban adalah hilangnya rasa
percaya diri akan dirinya dalam suatu kelompok masyarakat, serta mengalami rasa trauma
dan cemas secara berterusan karena kekerasan ijime yang pernah dialaminya.

Barbara Colorosa (2006) menjelaskan berbagai bentuk ijime dalam 4 jenis, yakni ijime
verbal, ijime relasional, ijime fisik, dan ijime elektronik. Hingga kini, diperkirakan ijime jenis
elektronik masih terus meningkat di Jepang. Dikuti dari Nippon.com, jumlah kasus yang
dilaporkan dengan melibatkan "fitnah online baik melalui ponsel atau komputer" mencapai
rekor tertinggi 18.000.

Tetapi dengan parahnya kasus virus corona di seluruh dunia, nyatanya hal ini berdampak
postitif bagi naiknya kasus ijime di Jepang. Hal ini disebabkan pembelajaran sekolah yang
secara keseluruhan diganti menjadi pembelajaran jarak jauh/daring, sehingga kasus terjadinya
kekerasan ijime secara kontak langsung mengalami penurunan.

Tapi bukan berarti kasus ijime di Jepang akan langsung hilang. Tentu pemerintah masih harus
terus mencari solusi akan permasalahan ini. Ijime terus eksis meskipun di era pandemi seperti
sekarang. Ijime verbal dapat dilakukan meskipun lewat media sosial, hanya saja klasifikasi
ijime ini akan digolongkan ijime elektronik.

Lalu bagaimanakah cara mengatasi ijime yang terus menjadi salah satu permasalahan lingkup
pendidikan ini? Sebenarnya ijime dalam pencegahan tidaklah beda jauh dengan bullying pada
umumnya. Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, upaya
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi bullying meliputi program pencegahan
dan penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi).

Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan
masyarakat.

1. Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar:


a. Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying.
b. Anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya.
c. Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi
(melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan
kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat).

2) Pencegahan melalui keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat


pola pengasuhan. Antara lain:

a. Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama.


b. Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan memperlihatkan
cara beinterakasi antar anggota keluarga.
c. Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta
mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi.
d. Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap
menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan.
e. Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi, internet
dan media elektronik lainnya.

3. Pencegahan melalui sekolah


a. Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan
kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat
kebijakan "antibullying".
b. Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid.
c. Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah.
d. Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif.
e. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully.
f. Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah.

Referensi:

Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah
hingga SMU. Diterjemahkan oleh: Santi Indra Astuti. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Olweus, D. (2005). Bullying at School: What We Know and What We Can Do. Oxford:
Blackwe

You might also like