You are on page 1of 25

TUGAS 1

“NURSING PHILOSOPHIES MODEL ( KATIE ERICKSON)”

Untuk Memehuni Mata Ajar Filsafat Ilmu dan Sains Dalam

Keperawatan

Dosen Pengampu : Fauziah Rudhiati, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh : Kelompok 6


1. Asep Zaenal Arifin NPM 23500311031
2. Hasnaeni Pasande NPM 2350311014
3. Restu Eka Wahyuni NPM 2350311022
4. Ricky Alwi Hermawan NPM 2350311033
5. Riko Sandra Putra NPM 2350311021
6. Sutisna Setiawan NPM 2350311029

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN ( S2 )

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

CIMAHI-BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Sains Dalam Keperawatan
dengan Tugas Makalah berjudul “Nursing Philosophies Model ( Katie Erickson) “ ini dengan tepat
waktu.

Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu dan Sains Dalam Keperawatan di Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Dan
Teknologi Kesehatan, Universitas Jendral Achmad Yani, Cimahi - Bandung. Kelompok menyadari
bahwa dalam penulisan tugas ini masih belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan dan
kemampuan yang kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata tugas mata kuliah “Nursing Philosophies Model (Katie Erickson)“ ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugas ini hingga selesai.

Cimahi, Oktober 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................7
C. Manfaat Penulisan.....................................................................................................................7
BAB II......................................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................8
A. Pengertian...................................................................................................................................8
B. Konsep dalam Teori Caritative (Katie Eriksson)....................................................................9
C. Teori Catie Erikson dalam Filsafat ilmu dan sain keperawatan.........................................10
BAB III..................................................................................................................................................18
APLIKASI SPO.....................................................................................................................................18
A. Analisis keterkaitan Teori Katie Erikson dengan pradigma keperawatan dan filosofi....18
B. Teori Katie Erikson dalam pengimplementasikan di Rumah Sakit...................................19
1. Kasus :....................................................................................................................................19
2. Analisa Kasus........................................................................................................................20
3. Solusi kasus............................................................................................................................21
BAB IV..................................................................................................................................................22
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................................22
A. Kesimpulan...............................................................................................................................22
B. Saran.........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains, atau ilmu pengetahuan, berhubungan dengan konsep kausalitas, yaitu


hubungan sebab-akibat. Pendekatan ilmiah dalam memahami realitas ditandai oleh
pengamatan, kapasitas, dan pengalaman; metode ilmiah melibatkan pengujian
hipotesis dan eksperimen (McEwen & Wills, 2011). Di sisi lain, filsafat mencakup
topik-topik seperti tujuan kehidupan manusia, sifat keberadaan dan realitas, serta teori
dan batasan pengetahuan. Sains dan filsafat sama-sama bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman. Setiap disiplin ilmiah terkait dengan aspek filosofisnya, yang
memberikan landasan untuk memahami dan mengembangkan teori sesuai disiplin
tersebut (McEwen & Wills, 2011). Ada tiga pandangan utama dalam filsafat sains
modern: rasionalisme, empirisme, dan sains manusia/fenomenologi. Rasionalisme dan
empirisme sering dianggap sebagai pandangan yang diterima, sementara pandangan
sains manusia/fenomenologi dianggap sebagai pandangan yang dipersepsikan
(McEwen & Wills, 2011).

Pandangan yang diterima atau pengetahuan yang diterima menunjukkan bahwa


individu memperoleh pengetahuan melalui pemberian informasi atau penjelasan.
Empirisme, di sisi lain, menekankan pada kebenaran yang dapat diamati, diuji,
direduksi, diverifikasi, dikendalikan, dan bebas dari bias (S. R. Gortner & Schultz,
1988). Empirisme berfokus pada pemahaman komponen-komponen dalam upaya
memahami keseluruhan. Dalam konteks ilmu pengetahuan, empirisme digunakan
untuk menjelaskan alam melalui pengujian hipotesis dan pengembangan teori. Teori
digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan, memprediksi fenomena alam, serta
memberikan wawasan tentang hubungan antara fenomena tersebut. Keperawatan,
sebagai disiplin yang masih relatif baru, mengikuti pendekatan yang telah mapan
(seperti fisiologi) dan model medis dengan penekanan pada positivisme logis.
Pandangan ilmiah yang dipersepsikan juga dikenal sebagai pandangan interpretatif,
termasuk fenomenologi, konstruktivisme, dan teorisme. Menurut Monti & Tingen
dalam McEwen, pandangan interpretatif lebih berfokus pada persepsi subjek yang
sedang diteliti, dan peneliti cenderung tidak memberikan penekanan yang kuat pada
kontrol dan eksperimen yang ketat dalam pengaturan laboratorium (McEwen & Wills,
2011). Fenomenologi adalah studi tentang fenomena dan menekankan penampilan hal-
hal itu sendiri yang berlawanan dengan abstraksi. Dalam konteks fenomenologi,
tujuan sains adalah untuk memahami hubungan antara pengalaman, nilai-nilai, dan
perspektif individu

Keperawatan adalah tentang apa yang dilakukan perawat, tindakan keperawatan


dan kepedulian adalah tentang pengalaman pasien dan hubungan antara perawat dan
pasien, inti dari keperawatan(Eriksson, 2002, 2018). Untuk mempelajari keperawatan,
pembelajaran dan keperawatan perlu memiliki landasan fundamental yang sama
(Ekebergh, 2018; Eriksson, 2018). Hal ini pada awal tahun Sembilan belas delapan
puluhan dibentuk dan diadaptasi oleh Eriksson (1985) dan oleh Eriksson dan
Matilainen (2004, p.1) digambarkan sebagai: “Sebuah didaktik yang, dengan dasar
ilmu pengetahuan dan hermeneutik serta etos, berdasarkan caritas , adalah dunia
terbuka, di mana gerakan hermeneutik menciptakan epistemology yang mencari
cakrawala baru, dengan fokus pada tradisi dan inti teoritis ilmu kepedulian”.
Ekebergh (2018) mengeksplorasi lebih jauh didaktik ilmu kepeduliandalam kaitannya
dengan fenomenologi dan teori dunia kehidupan.

Marton dkk. (1993) menjelaskan berbagai cara (konsepsi) pembelajaran


dikonseptualisasikan dan berarti melalui pembelajaran, cara baru dalam melihat suatu
fenomena atau fenomena berkembang dan mengubah cara seseorang dalam
memandang dunia dari sudut pandang baru. Perspektif baru dapat dicapai dengan
menggunakan refleksi, yang dianggap penting bagi siswa untuk memperluas
perspektif mereka (Knutsson et al., 2015). Refleksi dapat didasarkan pada pengalaman
dan dilakukan dengan keterbukaan (Gadamer, 2013) namun dapat juga berpedoman
pada suatu metode, misalnya siklus reflektif Gibbs (Gibbs, 1988).

Cara pengajaran dan supervisi dilakukan dalam praktik klinis penting untuk
pembelajaran (Lauvås et al., 2015). Model supervisi tradisional dan umum digunakan
didasarkan pada satu perawat terdaftar yang bertindak sebagai supervisor untuk satu
siswa. Hal ini menawarkan konsistensi dan kemungkinan untuk mendapatkan umpan
balik langsung terhadap kinerja klinis, namun hal ini bergantung pada pertemuan positif
antara mahasiswa dan supervisor (Luhanga et al., 2010). Terkadang model ini tidak cukup
menantang siswa dan menimbulkan ketergantungan antara siswa dan pengawas yang
mengarah pada model pembelajaran (Lauvås et al., 2015). Model yang lebih menantang
adalah ketika pengawas mengikuti siswa (pembelajaran aktif siswa) (Ekebergh, 2011) dan
pembelajaran teman sebaya (Nygren dan Carlson, 2017), di mana siswa belajar satu
sama lain sebagai teman sebaya dengan terlibat dan aktif bertanggung jawab.
Sebagai pembelajaran mereka sendiri (Stone et al., 2013) dan kemandirian
terhadap supervisor terbukti diperoleh ketika siswa di semester yang berbeda
belajar berpasangan (Holst et al., 2017). Terdapat model yang mendukung
pengembangan siswa dalam pengambilan keputusan klinis, refleksi dan pemikiran
kritis (Perry et al., 2018) dan model yang menggunakan unit pendidikan klinis
terbukti memberikan keterlibatan yang lebih besar serta pembelajaran yang lebih
baik. Lingkungan (Jayasekara et al., 2018). Namun keterlibatan, teorisasi dan
visualisasi perspektif caritative Caring belum ditemukan dalam model tersebut.

Ilmu dan praktik keperawatan adalah dua komponen yang sangat penting
bagi perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
Perawat yang berada pada berbagai tingkatan, seperti praktisi, peneliti, pendidik,
atau dalam peran lain, diharapkan dapat mengembangkan upaya untuk
menerapkan teori keperawatan yang telah ada ke dalam praktik keperawatan yang
tepat dan efektif. Teori keperawatan yang telah dikembangkan oleh para ahli
keperawatan sebenarnya dapat menjadi panduan yang berharga untuk
meningkatkan praktik keperawatan. Sayangnya, saat ini, upaya untuk menerapkan
teori keperawatan masih terbatas. Akibatnya, praktik keperawatan seringkali
hanya mengikuti instruksi dari tenaga medis atau menjadi rutinitas semata.
Banyak teori keperawatan telah dihasilkan oleh para ahli keperawatan dan telah
dipublikasikan dalam bentuk buku-buku. Perawat dalam berbagai peran saat ini
perlu lebih mendalami dan memahami teori-teori ini, memilih yang paling relevan
dan mudah diterapkan dalam praktik keperawatan. Melalui pemahaman mendalam
terhadap teori keperawatan, perawat dapat lebih efektif mengintegrasikan teori ini
ke dalam praktik sehari-hari mereka. Teori keperawatan membantu membentuk
landasan nilai, etika, dan moral yang mendasari sifat, perilaku, dan tindakan
keperawatan. Ini penting dalam memberikan layanan keperawatan yang
berkualitas kepada mereka yang membutuhkan perawatan. Dengan demikian,
teori keperawatan berperan penting dalam memberikan pandangan sistematis dan
mengarahkan praktik keperawatan menuju asuhan keperawatan yang lebih baik.

Salah satu teori dalam filosofi keperawatan adalah "Theory of Carative


Caring" oleh Katie Erikson. Filsafat keperawatan merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari cara seorang perawat memandang hubungan dengan pasiennya,
tentang kebenaran, dan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
tingkat kesejahteraan dan kesehatan pasien. Ketika mengaitkan filsafat
keperawatan dengan teori "Carative Caring" oleh Katie Eriksson, muncul
pertanyaan-pertanyaan penting, termasuk pertanyaan ontologi (apa itu ilmu
carative caring), pertanyaan epistemologi (bagaimana ilmu carative caring itu
lahir), dan pertanyaan aksiologi (tujuan atau nilai apa yang terkandung dalam ilmu
carative caring). Dalam makalah ini, penulis akan berusaha untuk menjelaskan
salah satu teori keperawatan, yaitu teori Katie Erikson tentang "Theory of
Carative Caring," serta menguraikan aspek-aspek filsafat yang terkait dengan teori
ini, termasuk ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari teori tersebut. Dengan
demikian, makalah ini akan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang
teori keperawatan ini serta kerangka filsafat yang melatarbelakangi pandangan
dan praktik perawatan yang terkait.

B. Tujuan Penulisan
1. Apa Definisi Theory Catie Erikson Caritative Caring?
2. Bagaimana Konsep Teori Caritative (Katie Erikson)?
3. Bagaimana Penerapan Teori Caritative Caring Dalam Filsafat Ilmu Dan Sains
Dalam Keperawatan?
4. Bagaimana Analisis Hubungan Teori Katie Erikson Dengan Filosofi Dan
Paradigma Keperawatan?
5. Bagaimana Teori Eriksson Dalam Pengaplikasian Di Rumah Sakit?

C. Manfaat Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengintegrasikan Teori Katie Eriksson dalam
Evidence-Based Practice (EBP) dan mengeksplorasi aplikasinya dalam lingkungan rumah
sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Caritas, yaitu kemurahan hati dan cinta kasih, merupakan fondasi dan prinsip
yang menyatukan berbagai bagian pengetahuan menjadi satu kesatuan yang bermakna.
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan teori etika Car-itative Caring Katie
Eriksson dan teori pembuktian. Kedua hal ini Landasan ini berlaku untuk semua teori
kepedulian Eriksson dan juga untuk teori etika kepedulian karitatif dan teori bukti.
Teori etika kepedulian caritatif pertama kali dijelaskan oleh Eriksson dalam laporan
penelitian “Towards a caritative careetics”, pada tahun 1995. Pada awalnya, fokusnya
adalah pada moral dan etika tetapi pada tahun-tahun berikutnya, dia menjadi fokus
terutama pada etika dan etos. Eriksson membuat perbedaan antara etika kepedulian
dan etika keperawatan, serta antara etika dalam dan eksternal, serta antara etika
alamiah dan etika klinis. (Östman L, Näsman Y, Eriksson K, Nyström L.2019).

Katie Eriksson adalah seorang tokoh penting dalam dunia keperawatan,


terutama di negara bagian utara. Ia lahir pada 18 November 1943 di Jakobstad,
Finlandia, dan menggunakan bahasa Swedia karena ia merupakan seorang minoritas
Swedia di Finlandia. Katie Eriksson menyelesaikan pendidikan keperawatannya di
Helsinki, Swedia, pada tahun 1965. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di tempat
yang sama pada tahun 1967 dan meraih gelar guru mengajar keperawatan pada tahun
1970. Pada tahun 1976, ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Pendidikan
(Padagogy). (Eriksson K. Bukti: Melihat atau Tidak Melihat. Nurs Sci Q.2010).

Sejak tahun 1970-an, Katie Eriksson telah secara sistematis mempelajari


konsep caring, khususnya dalam mengembangkan model ideal tentang caring.
Upayanya ini menjadi dasar untuk teori "Caritative Caring." Sebagian besar
pengembangan ilmu caring yang berorientasi pada aspek manusiawi dan otonom juga
dikontribusikan olehnya. Katie Eriksson adalah salah satu peneliti utama dalam bidang
ilmu caring di negara-negara utara. Beliau adalah pelopor dalam penelitian dasar di
ilmu “CARING”, yang mendukung pengembangan pemahaman tentang konsep
perawatan dalam ilmu pengetahuan, ketika ia menulis tentang profesi keperawatan
(Eriksson, 1974, 1976a) dan tentang kesehatan (Eriksson, 1976b). Langkah pertama
Eriksson menuju menguraikan ke pandangan logis tentang realitas keperawatan dibuat
dalam tesis doktoralnya (Eriksson, 2003).
Dalam (Alligood 2018), teori caritative Caring Eriksson diartikan sebagai
filosofi kepedulian yang dipandang sebagai suatu kekuatan, karena pemikiran
Eriksson secara keseluruhan telah meluas ke disiplin ilmu dan profesi lain. Pernyataan
partisipan dalam penelitian ini cukup praktis dan sering kali dikaitkan dengan praksis
dan pengajaran klinis, yang menunjukkan bahwa teori tersebut juga berfungsi sebagai
filosofi kepedulian. Oleh karena itu,kesimpulan kami adalah bahwa teori Eriksson
juga dapat dipahami sebagaifilosofi kepedulian (Alligood, 2018).

Berkaitan dengan pemahaman tentang kompleksnya manusia dalam kesehatan


dan penderitaan dan bahwa pemahaman ini memiliki implikasi terhadap praksis
kepedulian. Seperti disebutkan sebelumnya, pengujian dalam praktik terhadap
hubungan antar konsep masih terbatas sehingga fokus di masa depan perlu dilakukan
pada upaya memperjelas dan menguji hubungan antar konsep dalam lingkungan klinis
dengan berbagai pendekatan penelitian (Alligood,2018).

Teori Eriksson, khususnya dalam Caritative Caring, menekankan pentingnya


hubungan yang saling percaya antara perawat dan pasien. Teori ini menekankan
bahwa perawat harus mampu membangun ikatan emosional yang kuat dengan pasien
sehingga tindakan perawat dapat lebih mudah diterima dan dipahami oleh pasien.
Dalam pandangan ini, aspek manusiawi dari perawatan menjadi sentral, dan perawat
diharapkan untuk bertindak dengan empati, kasih sayang, dan kebijaksanaan, sehingga
pasien merasa dihargai dan dipedulikan dalam proses perawatan.

B. Konsep dalam Teori Caritative (Katie Eriksson)


1. Caritas: Mengandung makna cinta dan kemurahan hati. Ini adalah dasar dari ilmu
caring, yang berarti bahwa keyakinan, harapan, dan cinta dapat dicapai melalui
caring. Ini terjadi melalui tindakan merawat, melaksanakan perawatan, dan
belajar dalam proses perawatan
2. Caring Communion: Mencakup makna caring dan menjadi dasar bagi
pengalaman caring. Ini terdiri dari elemen-elemen seperti kehangatan, keakraban,
ketenangan, ketanggapan, kejujuran, dan toleransi. Caring Communion adalah
apa yang menghubungkan individu atau manusia, menjadikan caring bermakna.
3. Etika Caritative Caring: Etika caring menekankan hubungan dasar antara perawat
dan pasien. Perawat harus mematuhi prinsip-prinsip etika dengan sikap tanpa
prasangka dan menghormati martabat manusia.
4. Martabat: Saat berinteraksi dengan pasien, perawat perlu memperhatikan
martabat pasien. Ada dua jenis martabat, yaitu martabat mutlak dan martabat
relatif. Martabat yang relatif dipengaruhi oleh budaya.
5. Menerima Undangan/panggilan: Perawat mengunjungi pasien dan memberikan
perawatan atas permintaan atau undangan dari pasien atau keluarganya.
6. Penderitaan: Ada tiga jenis penderitaan yang berkaitan dengan kondisi sakit dan
perawatan:
a. Penderitaan akibat kondisi sakit pasien.
b. Penderitaan yang juga berkaitan dengan kondisi sakit pasien.
c. Penderitaan yang terkait dengan perawatan, seperti tindakan medis yang
kurang mempertimbangkan martabat pasien, kurangnya kepedulian,
kesalahan tindakan, atau terapi yang menyiksa.
7. Perdamaian: Ini adalah keadaan saat pasien merasakan penderitaan saat sakit.
8. Rekonsiliasi: Ini adalah upaya untuk mengakhiri penderitaan dan mencapai
perdamaian saat seseorang sedang menderita.
9. Budaya Caring: Konsep ini mengacu pada penggunaan nilai-nilai budaya, tradisi,
dan ritual dalam perawatan pasien. Setiap budaya memiliki nilai-nilai yang
berbeda, dan budaya caring menunjukkan sikap yang peduli terhadap martabat
manusia dan mencerminkan tujuan perawatan dengan mempertimbangkan nilai-
nilai budaya.

C. Teori Catie Erikson dalam Filsafat ilmu dan sain keperawatan


1. Komponen dasar teori
Teori keperawatan terdiri dari dua komponen dasar, yaitu konsep dan
proposisi. Konsep adalah dasar dari teori dan merupakan ide-ide pokok. Menurut
Chinn dan Kramer, konsep adalah pemikiran kompleks yang muncul dari cara
seseorang melihat dunia (Chinn & Kramer, 1999). Konsep membantu kita
menggambarkan objek atau situasi. Mereka memungkinkan kita untuk memberi
nama pada hal-hal dan peristiwa di sekitar kita dan memudahkan kita berbicara
satu sama lain tentang dunia. Proposisi adalah pernyataan yang menghubungkan
konsep (Sue C & Ladner,2011).
2. Keperawatan sebagai profesi
Ada pertanyaan tentang apakah keperawatan dapat dianggap sebagai profesi
atau hanya pekerjaan. Penting bagi perawat untuk mempertimbangkan ini karena
ada perbedaan penting antara pekerjaan dan profesi. Pekerjaan adalah tugas atau
karier, sedangkan profesi adalah pekerjaan yang memerlukan pendidikan
mendalam dan memiliki status yang lebih tinggi dalam masyarakat. Umumnya,
pekerjaan memiliki berbagai tingkat pelatihan dan keterampilan yang bervariasi,
serta basis pengetahuan yang lebih luas. Semua profesi adalah pekerjaan, tetapi
tidak semua pekerjaan dapat dianggap sebagai profesi (McEwen & Wills,2011).
Karakteristik profesi meliputi: (1) Pengetahuan yang jelas. (2) Kekuasaan
dan pengaruh dalam pendidikan dan pelatihan. (3) Terdaftar atau terakui secara
resmi. (4) Pelayanan dengan niat tulus. (5) Mengikuti kode etik. (6) Proses
sosialisasi yang panjang. (7) Otonomi atau kebebasan dalam praktik. (McEwen &
Wills, 2011). Profesi harus punya misi sosial dalam institusi dan tim ilmuwan
yang terus berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dalam profesi tersebut
untuk meningkatkan praktik. Para profesional bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas pekerjaan mereka. (McEwen & Wills, 2011). Profesi
termasuk para rohaniwan, hukum, dan kedokteran (McEwen & Wills, 2011).
Keperawatan masih sering dianggap sebagai pekerjaan, bukan sebagai
profesi. Pendidikan perawat belum sepenuhnya seragam, dan ada tiga tingkatan
masuk, yaitu diploma, associate degree, dan gelar sarjana, yang menghambat
profesionalisme. Otonomi dalam praktik belum sepenuhnya ada karena
perawatan masih bergantung pada penggunaan obat untuk mengarahkan banyak
praktiknya (McEwen & Wills, 2011).
3. Filsafat Keperawatan, Sain Keperawatan dan Filsafat Sains Keperawatan Filsafat
Keperawatan adalah tentang keyakinan dan prinsip dasar yang berkaitan
dengan pengetahuan dan pemikiran serta sifat entitas dalam praktik keperawatan
dan kesehatan manusia. (Reed, 1997). Dalam keperawatan, tidak ada satu filosofi
utama yang berlaku. Filsafat adalah tentang mencari kebenaran dari segala hal.
Ini melibatkan berpikir secara mendalam dan mencoba memahami akar masalah.
Filsafat telah berkembang dalam banyak bidang, seperti filsafat pengetahuan dan
filsafat moral. Filsafat ilmu, khususnya, berfokus pada komponen-komponen
yang sangat penting dalam ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi
(Marriner, Ann (2001).
a. Ontologi adalah pemahaman tentang hakikat ilmu, kebenaran, dan realitas
yang melekat pada pengetahuan ilmiah. Ini terkait dengan cara kita
memahami "keberadaan" dan pemahaman filosofis tentang apa dan
bagaimana sesuatu "ada." Terdapat berbagai pandangan dalam ontologi,
mulai dari monisme yang dapat dibagi menjadi idealisme atau
spiritualisme, dualisme, hingga pluralisme dengan variasi pendekatannya.
Pandangan ontologis ini akhirnya memengaruhi pandangan dan keyakinan
masing-masing individu tentang apa dan bagaimana sesuatu "ada" sebagai
bentuk pencarian kebenaran (Marriner, Ann (2001).
Menurut Taylor, Carol, dan Lemone, Priscilla (1997). Ontologi adalah studi
tentang apa yang ada, bagaimana itu sebenarnya, dan bagaimana
hubungannya, terutama dalam konteks penciptaan dan eksistensi entitas
sejati. Terkait dengan aspek penciptaan dan eksistensinya, konsep ini dapat
dibagi menjadi empat kategori: 1) Ada dalam eksistensinya, 2) Tidak ada
dalam eksistensinya, 3) Ada dalam ketidakberdayaannya, dan 4) Tidak ada
dalam ketidakberdayaannya. Dalam konteks teori Caritative Caring oleh
Eriksson, konsep "tidak ada dalam eksistensinya" mencerminkan
keberadaan sesuatu yang mungkin tidak terlihat oleh mata, tetapi nyata
dalam perasaan. Ini tercermin dalam elemen-elemen seperti caritas (cinta
dan kemurahan hati), caring communion (keakraban, kehangatan,
kejujuran, dan toleransi), tindakan caring, etika caritative caring, martabat,
undangan, penderitaan, rekonsiliasi, dan budaya caring. Semua ini
didasarkan pada asumsi dasar caritative caring.
1) Human Being
Dalam teori Eriksson, konsep "human being" didasarkan pada
gagasan bahwa manusia terdiri dari tiga elemen, yaitu tubuh, jiwa,
dan roh (Eriksson. 1987 dan 1988). Erikson menyatakan bahwa
semua manusia pada dasarnya memiliki sifat spiritual, tetapi tidak
semua orang bisa mengenali sisi spiritual dalam diri mereka.
Menurutnya, setiap manusia memiliki nilai yang suci, dan
kebenaran terkait dengan martabat manusia. Ini berarti bahwa
setiap manusia harus diterima dan dilayani dengan cinta. Eriksson
menekankan pentingnya memahami aspek-aspek manusia ini
dalam praktik keperawatan.
Pandangan tentang manusia adalah bahwa mereka selalu
berubah dan tidak tetap. Ini sejalan dengan pemikiran Kierkegaard
(1843/1943) tentang kebebasan dan keputusan manusia di berbagai
aspek kehidupan mereka, termasuk dalam hal estetika, etika, dan
tingkat kepercayaan. Pada dasarnya, manusia mencari kedamaian,
saling bergantung satu sama lain, dan berusaha menjalin hubungan
baik dengan sesama manusia dan dengan Tuhan mereka (Eriksson.
1987)
Manusia mencapai kedamaian saat mereka memberikan dan
menerima cinta, mengalami kepercayaan, serta memiliki harapan.
Mereka juga memahami bahwa keberadaan mereka memiliki arti.
Menurut Eriksson (1987), orang yang peduli satu sama lain adalah
orang yang kreatif dan penuh imajinasi, serta memiliki gairah dan
harapan.
2) Caritas
Cinta dan kemurahan hati, yang disebut caritas, menjadi dasar
dari caring menurut Eriksson (1987, 1990, 2001). Menurut Nygren
(1966), caritas adalah ungkapan cinta dan kemurahan hati manusia.
Dari sudut pandang antropologi, esensi manusia adalah cinta.
Memberikan cinta adalah salah satu karakteristik manusia
(Levinas, 1988).
Bentuk konkret dari caritas yang dikemukakan oleh Eriksson
disebut sebagai "caritative outlook" yang dijelaskan dalam bentuk
"caritative caring ethics." Mereka yang memberikan perawatan
dengan cinta disebut "claritas." Caritas mencakup cinta terhadap
diri sendiri, cinta kepada sesama, cinta kepada Tuhan dan semua
ciptaannya, serta cinta Tuhan kepada manusia. Eriksson melihat
bahwa ekspresi cinta ini membangun kemurahan hati, kasih
sayang, dan harapan (Eriksson, 1987, 1990)
3) Caring
Eriksson melihat caring sebagai bagian dari ontologi, ekspresi
dari caritas (Eriksson, 1988). Dasar dari caring adalah
mengungkapkannya melalui kehadiran, tindakan dan pembelajaran
dengan penuh cinta, kepercayaan, dan harapan. Kehadiran
mencirikan diri dengan kehangatan, kedekatan, dan sentuhan,
tindakan yang diekspresikan melalui latihan, eksperimen,
kreativitas, imajinasi, serta hasrat dan harapan. Pembelajaran
dalam caring mengacu pada pertumbuhan dan perkembangan.
Eriksson menegaskan bahwa caritative caring terkait erat dengan
inti dari keperawatan itu sendiri, yang disebutnya sebagai
perawatan keperawatan. Eriksson menjelaskan bahwa perawatan
keperawatan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keperawatan
inti, dan ini hanya akan terlihat saat itu sesuai dengan prinsip-
prinsip tersebut. Inti dari hubungan antara pasien dan perawat
dalam caring digambarkan oleh Eriksson sebagai undangan
terbuka, yang ia sebut sebagai tindakan caring itu sendiri. Tindakan
caring mencerminkan semangat caring dan merupakan landasan
dari caritas. Dalam ontologi, tujuan dari caring menurut Eriksson
bukan hanya untuk mencapai kesehatan, tetapi juga untuk
mencapai masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
4) Etos
Eriksson menggunakan konsep "ethos," yang berasal dari teori
Aristoteles, untuk menjelaskan etika dalam ilmu caring. Baginya,
"ethos" dalam ilmu caring sejalan dengan konsep caring yang
mencakup pemikiran tentang cinta, kemurahan hati, penghargaan
terhadap kesucian, serta martabat manusia. Dalam ontologi,
"ethos" merupakan apa yang ada di dalam, yang menjadi tujuan
dari caring dengan bahasa dan kunci tersendiri (Eriksson, 1993).
Caring yang berkualitas dan pengetahuan yang benar akan
tercermin melalui "ethos." Awalnya, "ethos" mengacu pada tempat
atau lingkungan di mana manusia merasa seperti di rumah mereka
sendiri. "Ethos" dan etika seringkali saling terkait, dan dalam
caring, keduanya menjadi satu kesatuan. (Eriksson, 2003).
5) Sufering
Pada awal tahun 1990, ketika Eriksson memperkenalkan
konsep penderitaan sebagai dasar teori caring, ia kembali
mengingatkan tentang sejarah dasar perawatan. Ini berarti bahwa
dalam realitasnya, caring berfokus pada penderitaan pasien. Dalam
konteks ontologi, Eriksson melihat penderitaan sebagai bentuk
perjuangan antara kebaikan dan keburukan. Eriksson membedakan
antara penderitaan yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima. Dari segi makna yang lebih mendalam, penderitaan dapat
digambarkan sebagai kondisi yang hampir sekarat atau tidak dapat
pulih. Orang yang menderita ingin memastikan penderitaan yang
mereka alami dan diberi kesempatan untuk mencapai perdamaian
dan rekonsiliasi. Tujuan utama dari caring adalah untuk
mengurangi penderitaan. Eriksson mengidentifikasi tiga jenis
penderitaan: penderitaan yang terkait dengan penyakit, penderitaan
yang terkait dengan perawatan, dan penderitaan yang terkait
dengan kehidupan.
6) Healt
Eriksson menegaskan bahwa kesehatan melibatkan kebaikan,
kesegaran, dan kesejahteraan. Kesejahteraan, dalam konteks yang
lebih umum, menekankan pentingnya kekuatan ( Ericson 1976).
Kesehatan adalah pergerakan dari kondisi yang aktual ke kondisi
yang potensial di dalam tubuh manusia yang aktif dan terpadu. Ini
adalah landasan bagi gerakan dan pemikiran kita. Kesehatan
adalah kekuatan inti di dalam tubuh, jiwa, dan semangat kita. Arah
gerakan tersebut ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan
manusia, serta menemukan makna hidup. Cinta adalah sumber
energi untuk gerakan ini, dan pergerakan itu sendiri adalah
realisasi dari potensi kita (Ericson 1984). Dalam pandangan
ontologi, kesehatan adalah pemahaman tentang keselarasan
gerakan menuju kesejahteraan dan kesucian. Dalam tubuh manusia
yang sehat, sentuhan menjadi penting.
b. Epiestimologi
Mengenai ontologi, ada perbedaan dalam pemilihan sumber, sarana,
dan metode yang digunakan untuk mencapai pengetahuan ilmiah.
Perbedaan dalam landasan ontologis akan mengarah pada pemilihan sarana
yang berbeda. Beberapa sarana yang termasuk dalam epistemologi adalah
akal, akal budi, pengalaman, komunikasi antara akal dan pengalaman, serta
intuisi. Ini menghasilkan berbagai model epistemologi, seperti
rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, fenomenologi, dan variasi
lainnya. Setiap model memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing,
dan memiliki kriteria yang berbeda dalam menilai pengetahuan ilmiah,
seperti teori koherensi, korespondensi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Sejak pertengahan tahun 1970-an, Katie Eriksson tidak hanya
mengembangkan caring dalam intinya, tetapi juga mengembangkan caring
sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Inspirasi utamanya datang dari
pemikiran besar filosof Yunani klasik seperti Plato, Sokrates, dan
Aristoteles dalam pengembangan inti caring dan menjadikannya sebagai
suatu disiplin ilmu. Dari dasar-dasar ini, dia menciptakan sebuah teori meta
yang disebut "Teori Ilmu Untuk Sains Keperawatan" (Eriksson, 1988,
2001).
Selain Plato dan Aristoteles, Katie Eriksson juga mendapat inspirasi
dari beberapa sumber lain dalam mengembangkan caring sebagai disiplin
ilmu. Beberapa di antaranya adalah Teologi Swedia Anders Nygren (1972)
dan Hans Georg Gadamer (1960/1994). Nygren dan Tage Kurten (1987)
mendukung Eriksson dalam usahanya mengembangkan ilmu caring secara
lebih sistematik dan klinis. Inti dari ilmu caring dan caring itu sendiri
adalah caritas atau kasih sayang, yang menjadi dasar bagi pembangunan
elemen-elemen lainnya. Dalam pengembangan inti caring, Eriksson juga
dipengaruhi oleh pemikiran St. Augustine (1957) dan Soren Kierkegaard
(1843/1943). Dalam konteks pengembangan ilmu caring, dia merujuk pada
teori Thomas Kuhn (1971) dan Karl Popper (1997), serta filosof Amerika
Susan Langer dan filosof Finlandia Eino Kaila (1939) dan Georg von
Wright (1986), yang membawa pemahaman bahwa ilmu tidak akan
bertahan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai.
Inti dari ilmu caring dan caring itu sendiri adalah caritas atau kasih
sayang, yang menjadi fondasi awal untuk membangun elemen-elemen
lainnya dalam caring. Dalam pengembangan inti caring, sumber-sumber
utama seperti St. Augustine (1957) dan Soren Kierkegaard (1843/1943)
juga memberikan pengaruh yang signifikan. Katie Eriksson juga
terinspirasi oleh teori dari Thomas Kuhn (1971) dan Karl Popper (1997),
serta pemikiran filosofis dari Susan Langer, seorang filsuf Amerika, dan
Eino Kaila (1939) serta Georg von Wright (1986), dua filsuf dari Finlandia.
Mereka membawa pemahaman bahwa ilmu tidak akan bertahan tanpa
mempertimbangkan nilai-nilai sebagai bagian integral. Selama beberapa
tahun, Eriksson juga berkolaborasi dengan Hakam Tornebohn (1978), yang
merupakan seorang pemimpin profesional di bidang teori ilmiah di
Universitas Gothenburg, Swedia. Penelitian dan perkembangan paradigma
yang terkait dengan berbagai ilmu yang dilakukan oleh Tornebohn telah
menginspirasi Eriksson dalam pengembangan teori dan ilmu caring.
c. Aksiologi
Nilai-nilai aksiologi melibatkan aspek-aspek normatif yang memberikan
makna terhadap kebenaran dan kenyataan dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk dalam wilayah sosial, simbolik, dan fisik-material.
Selain itu, aksiologi juga menekankan bahwa nilai-nilai ini adalah
prasyarat yang harus dijunjung tinggi dalam semua aktivitas, baik dalam
konteks penelitian maupun dalam penerapan ilmu. Dengan kata lain, nilai-
nilai aksiologi memiliki peran penting dalam menentukan bagaimana kita
berinteraksi dengan dunia dan lingkungan sekitar kita.
1) Praktik di Lapangan
Teori caritative caring karya Eriksson telah berhasil diterapkan
dalam unit-unit perawatan di wilayah Eropa Utara, termasuk di klinik-
klinik di Helsinki dan Finlandia. Penggunaan teori ini telah terbukti
efektif dalam berbagai konteks, seperti perawatan psikiatri, promosi
kesehatan, dan perawatan pada kondisi akut.
2) Pendidikan
Sejak tahun 1970, teori Eriksson telah diintegrasikan ke dalam
pendidikan keperawatan. Eriksson mulai memperkenalkan konsep-
konsep teorinya di sekolah-sekolah keperawatan di Finlandia dan
Swedia. Selama ini, dia telah mengembangkan kurikulum yang fokus
pada caring. Eriksson mengerti betapa pentingnya memasukkan teori
ini dalam pendidikan keperawatan karena ini merupakan langkah awal
yang vital. Dengan cara ini, teori ini akan dapat diaplikasikan dengan
lebih baik di lingkungan klinis.
Tidak hanya bagi perawat, Eriksson juga percaya bahwa konsep
caring dapat diterapkan oleh berbagai tenaga profesional lainnya
seperti guru, psikolog, dan ahli teologi. Selain itu, dia menekankan
pentingnya teori ini untuk praktisi medis, sehingga ilmu caring dapat
menjadi bagian integral dari perawatan dan pengobatan yang diberikan.
BAB III
APLIKASI SPO

A. Analisis keterkaitan Teori Katie Erikson dengan pradigma keperawatan


dan filosofi
Dalam teori dari Katie Erikson menekankan pada aspek caritative caring,
aspek itu memberikan tuntutan kepada tenaga medis khusus nya kepada perawat untuk
memiliki kepekaan dalam hubungan interaksi kepercayaan dengan pasien sebagai
bentuk upaya dalam mempermudah proses tindakan kepada pasien sehingga mudah
diterima oleh pasien. Menurut pandangan Erikson terhadap konsep keparawatan
menegaskan motif dari penggunaan ilmu caring yaitu caritas memiliki makna
penerapan cinta dan amal kepada pasien sebagai upaya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
Penekanan keperawatan melalui konsep caring menandakan cinta, keyakinan
dan juga harapan melalui tindakan. Perawat diharapkan dapat mengimplementasikan
teori caring ini sehingga dapat memiliki kepekaan terhadap perasaan dan rasa sakit
yang pasien alami. Perawat harus dapat memposisikan pasien sebagai manusia yang
bermartabat dan melaksanakan tindakan sesuai dengan etika serta dapat menghormati
budaya pasien tersebut. Proses pengaplikasikan tindakan asuhan keperawatan
memiliki hubungan dan saling berkaitan terhadap satu sama dan lainnya. Dalam
pengaplikasn tindakan asuhan keparawatan harus memiliki dasar emosional rasa
kasing sayang dan peduli terhadap rasa penderitaan yang dialami oleh pasien dengan
tidak mengesampingkan etika dan menghormati budaya serta memandang pasien
sebagai manusi yang bermartabat.
Teori Katie Erikson menjangkau kepada empat meta paradigama yaitu
manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan. Hubungan keempat komponen tersebut
saling mempengaruhi, teori ini menyampaikan bahwa manusia itu bersih dan memiliki
martabat yang tinggi, mengenai hal tersebut manusia memiliki kewajiban untuk
membantu melayani dengan rasa cinta dan kasih kepada sesama. Selain itu, manusia
saling bergantung pada oranglain. Yang dapat kita jumpai dalam bidang keperawatan
manusi ditempatkan sebagai suatu mahkluk yang kreatif dan imajinatif sehingga dapat
memiliki keinginan. Oleh sebab itu, pada hakikatnya konsep caring manusia
dipandang sebagai mahkluk yang menderita (Erikson, 1994). Selanjutnya pada
komponen lingkungan menggunakan konsep ilmu peduli atau etos. Etos berawal untuk
menujukan sebuah rumah ataupun tempat yang disebut rumah oleh manusia (Levinas,
1998). Etos dalam Erikson menekankan pada budaya peduli dan mencontohkan nilai
menggunakan pondasi etika dan tindakan yang etis. Tujuan terakhir dari upaya konsep
caring sebagai upaya meringankan penderitaan. Teori ini mengungkapkan tiga bentuk
penderitaan yaitu menderita karena penyakit, menderita dengan perawatan dan
menderita karena kehidupan.
Erikson memiliki pandangan bahwa kesehatan sebagai bentuk dari
kesempurnaan, kebugaran dan sejahtera. Kesehatan berpengaruh terhadap perubahan
misalnya, seorang manusia dapat terbentuk atau tidak. Kesehatan dapat berproses
secara actual. Contohnya, Pasien memiliki perubahan kondisi tubuh dari sehat menjadi
sakit sehingga mengalami penderitaan. Ditinjau melalui konsep rasa cinta dan amal
yaitu caring dapat membantu menumbuhkan kepedulian terhadap penderitaan yang
dialami pasien. Caring menekankan komponen suci dan harus menjaga martabat
pasien. Karena hal tersebut caring tidak hanya untuk kepentingan kesehatan namun
dapat mencakup keseluruhan, dalam merawat pasien perawat dituntut untuk
menjunjung martabat dan focus terhadap penderitaan yang dialami pasien dalam
pelaksanaan caring.

B. Teori Katie Erikson dalam pengimplementasikan di Rumah Sakit

1. Kasus :
Ny. S berusia 65 tahun, Beliau merupakan seorang pensiunan guru dan
melakukan pemeriksaan seorang diri ke rumah sakit dengan memiliki keluhan
yaitu pusing, jantung yang berdebar-debar, berkeringat dingin dan pandangan
berkunang-kunang. Hasil dari laboratorium yaitu pasien memiliki GDS 50 mg/dl.
Dari tinjauan pengkajian dapat diketahui pasien menderita DM sudah 4 tahun.
Hasil dari interkasi komunikasi antara pasien dengan perawat mengungkapkan
bahwa pasien memiliki rasa ditinggalkan oleh dua anaknya dikarenakan anak-
anak nya sudah sibuk dengan dunianya masing-masing dan tidak ada yang peduli
kepadanya. Keputus akhirnya pasien tersebut di rawat di RS selanjutnya perawat
mencoba menghubungi keluarga dari pasien pada awalnya pasien enggan
memberikan nomor keluarganya untuk dihubungi oleh perawat dengan
memberikan pengertian secara perlahan kepada pasien. Perawat menghubungi
keluaraga dari pasien dengan menceritakan kondisi Ny.S dari hasil komunikasi
dua arah melalui telepon dapat disimpulkan bahwa keluarga dari Ny. S sangat
khawatir karena Ny.S tidak memberi tahu tujuan ke luar rumah. Dari sudut
pandang keluarga mengungkapkan bahwa Ny.S lebih banyak bersikap diam dan
marah tanpa tujuan yang jelas semenjak ditinggal oleh suaminya sehingga
anaknya tidak mengerti maksud dan keinginan dari pasien.
Tidak berselang lama keluarga pasien datang ke rumah sakit akan tetapi
respon pasien tidak baik terhadap yang menjenguknya. Hal ini dapat dilihat
ketika pasien membutuhkan bantuan pasien enggan dibantu oleh keluarganya.
Contohnya, ketika akan sarapan Ny.S harus disuap akan tetapi pasien enggan
untuk menerima bantuan pasien , namun tindakan pasien lebih memilih untuk
memanggil perawat untuk membantunya. Karena masalah yang terjadi perawat
akhirnya melakukan tindakan psikologis dengan berkomunikasi dengan pasien
dengan nyaman.
Dari hasil komunikasi tersebut dapat disimpulkan Ny. S merasakan nyaman
berada di rumah sakit daripada di rumah karena menilai bahwa perawat lebih
memahami keinginan dan perasaan Ny.S daripada keluarganya. Ia berharap
apabila keluarga nya memiliki sikap seperti perawat maka ia akan merasakan
kenyamanan dan bahagia. Selanjutnya perawat dengan sopan dan berhati-hati
meminta untuk memberikan pandangan dan pendapat terhadap permalahan pasien
alami , pasien memberikan ruang untuk perawat berpendapat dan menyimak
pendapat tersebut dengan baik. Perawat memberikan masukan kepada Ny.S
bahwa keluarga sangat menyangi beliau dan selalu ingin berada disisi Ny.S akan
tetapi kesibukan yang tidak bisa mendampingi pasien dikala membutuhkannya.
Keluarga pasien berusaha untuk mengatur waktu sehingga dapat
mendampingi Ny.S dan dilakukan secara bergilir untuk merawat pasien. Perawat
juga mengatakan akan memberikan arahan kepada keluarga pasien bagaimana
cara merawat pasien secara mandiri di rumah sehingga nanti Ny.S merasa tidak
ditinggalkan dan diabaikan. Dikala pasien menyimak perawat bercerita ia
menangis karena menyadari bahwa pada dasarnya kedua anaknya menyanginy,
dilihat dari sikap mereka berbiacara lembut, ramah dan sabar terhadap Ny.S.
Kemudian, Ny. S meminta perawat untuk memanggil anaknya dan akhirnya
pasien meminta maaf kepada anaknya begitupun sebaliknya anak-anaknya juga
meminta maaf karena tidak memahami Ny.S dengan baik dan berjanji untuk lebih
perhatian dan menyanginya.

2. Analisa Kasus
a. Caritas : Pasien merasa perawat lebih memahami nya dan pengertian
daripada keluarganya
b. Caring Communion : Perawat mengetahui dan menyadari akan pentingnya
toleransi, ketenangan , kejujuran dan kehangat.
c. Tindakan caring : Perawat memberikan perhatian lebih dan mencoba
memahami pasien
d. Etika caritative caring : memandang pasien merupakan orang yang
bermartabat
e. Martabat : Perawat memperhatikan martabat dari seorang pasien
f. Menerima panggilan : Perawat singap ketika pasien membutuhkan bantuan
g. Penderitaan : Pasien menderita DM yang memiliki dampak pada penurunan
kondisi kesehatannya, Kepedulian / kepekaan dan sikap ramah pasien
membuat pasien nyaman ketika berada di RS daripada di rumah
h. Pederitaan manusia : Pasien berasumsi tidak mendapatkan perhatian dari
keluarganya sehingga merasakan diri serba dilakukan sendiri
i. Rekonsiliasi : Memberikan arahan dan ruang kepada pasien untuk
mendapatkan kedamaian
j. Budaya caring : Ditinjau dari budaya, pasien ketika sakit sangat
membutuhkan perhatian dari keluarga sehingga pasien memiliki semangat
hidup dan menjalani kehidupan dengan damai.

3. Solusi kasus
Seorang perawat diperlukan untuk memberikan tindakan caring terhadap
pasien yang dapat diaplikadikan dengan memberikan pasien kehangatan,
ketenangan kepada pasien sehingga caring tersebut bermakna
a. Perawat memiliki etika caring dengan menghargai keberadaan pasien
melalui pendekatan dengan tidak berprasangka buruk kepada pasien dan
keluarnya
b. Apabila adanya konflik diantara keluarga dan pasien diharapkan perawat
dapat berperan untuk memperbaiki hubungan mereka
c. Dalam menerapkan caritative caring, perawat ditekankan dan dituntut
untuk memiliki kemampuan komunikasi terapeutik untuk menuntun
hubungan dari rasa kepercayaan dan mampu mengatur waktu yang tepat
dalam memberikan masukan kepada pasien sehingga masukan yang
disampaikan dapat diterima oleh pasien.
C. Analisa Jurnal
Pemilihan artikel yang digunakan untuk menganalisis Nursing Philosophies
Model ( Katie Erickson)”Adapun jurnal yang diplih berdasarkan berbagai faktor
seperti usia jurnal tidak lebih dari 10 tahun dan terdapat ISSN. Berikut jurnal
yang di telaah, Ula Urzia, Dkk (2020) Persepsi Pasien Terhadap Perilaku Caring
Perawat Dirumah Sakit. Niken Sukesi (20 ) Upaya Peningkatan Caring Perawat
Terhadap Kepuasan Pasien Diruang Rawat Inap RS PERMATA MEDIKA
Semarang
D. Analisia Sintetis
Penelitian Ula Urzia, Dkk (2020) meneliti tentang Persepsi Pasien Terhadap
Perilaku Caring Perawat Dirumah Sakit. Jurnal ini memaparkan gambaran
persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat di Rumah Sakit Prince Nayef
Bin Abdul Aziz Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jenis Penelitian ini
menggunakan deskriptif eksploratif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah convienence sampling dengan jumlah sampel 44 responden. Alat
pengumpulan data menggunakan kuesioner baku Caring Behavior Assessment
(CBA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 81% pasien memiliki persepsi
tinggi terhadap perilaku caring perawat.
Kelebihan dalam penelitian ula urzia , dkk (2020) yaitu memaparkan hasil
keseluruhan subvariabel perilaku caring perawat berdasarkan nilai humanisme/
keyakinan- harapan sensitivitas, perilaku caring perawat berdasarkan hubungan
saling membantu/ mempercayai, ekspresi perasaan positif dan negatif,
mengajar/belajar, Perilaku yang mendukung /protektif/korektif, kebutuhan
manusia/ bantuan dan dimensi eksistensial/ fenomenologis. Dan kelemahan
penelitian ini adalah sudah banyak yg meneliti tentang penelitian ini dan
diharapkan ada peneliti lanjutan yg lebih mendalami Penelitian Niken Sukesi
(2012 ) Upaya Peningkatan Caring Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Diruang
Rawat Inap Rs Permata Medika Semarang. Jurnal ini membuktikan adanya
hubungan caring perawat dengan kepuasan pasien. Metode: Merupakan jenis
penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional.
Sampel yang digunakan sebanyak 52 pasien yang diambil dengan total sampling
pada periode April 2012.
Kelebihan dalam penelitian niken sukesi (2012) yaitu memaparkan hubungan-
hubungan yg menjadikan factor utama yg memperngaruhi terjadinya perilaku
caring. Kelemahan pada lapangan yaitu banyak perawat baru yang belum paham
tentang aspek caring dalam proses perawatan dan kedepannya bisa menjadikan
salah satu penilaian evaluasi penampilan kerja perawat dan program orientasi
perawat baru.
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Katie Erikson merupakan seorang perawat dan filosof mengemukakan


bahwa keperawatan menggunakan philosophy caring memiliki pandangan bahwa
konsep caring sebagai upaya praktik dengan mengimplemtasikan tindakan asuhan
keperawatan memiliki rasa peduli terhadap pasien. Konsep caring menekankan
pada keyakinan, rasa cinta dan harapan dengan malaksanakan tindakan asuhan
keperawatan.
Erikson didalam konsep caricative caring memiliki keterkaitan pada cinta
dan kasih sayang yang dapat kita kenal sebagai caritas dan menjungjung
martabat manusia. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berfokus pada
penderitaan pasien yang terdiri dari penderitaan oleh penykitnya, penderitaan
oleh perawatannya dan masalah terhadap kesehatannya. Seorang perawat perlu
dilatih untuk mengimplementasikan tindakan asuhan keperawatan dengan
menjunjung nilai etika dan martabat pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aligood, M. R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application (4th


Ed).Missouri: Elsevier.
Aligood, M. R. (2014). Nursing Theorists: and Their Work (8th Ed).Missouri:
Elsevier.
Fawcett, Jacqueline.(2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and
Evaluation of Nursing Models and Theories (2th Ed). Philadephia: Davis
Company
Setiawan dkk. 2014. Analisis Nursing phylosofi. Universitas Indonesia: Makalah.

You might also like