Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Pendahuluan
Isu HAM telah menjadi isu yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara
Barat, apalagi seusainya Perang Dingin, dimana Amerika Serikat bangkit menjadi
Negara superpower. Amerika Serikat gencar menyebarkan ideologi-ideologi
1
Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
62
Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|
liberalismenya dan konsep HAM sebagai dasar tercapainya liberalisme. Hal ini
pun mempengaruhi negara-negara Asia, terutama setelah Krisis Financial di Asia
pada tahun 1997-1998. Krisis tersebut membawa banyak perubahan terhadap Asia
terutama setelah Structural Adjustment Programs (SAPs) yang diwajibkan
International Monetary Funds (IMF) untuk meliberalisasi ekonomi dan
pemerintahan. Lalu, negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam
ASEAN mulai membuat ASEAN Charter dan membentuk ASEAN
Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) untuk membantu
dalam memantau penegakan HAM di negara-negara anggota ASEAN. Seluruh
anggota negara menandatangani Charter tersebut dan kemudian dilanjutkan oleh
pembentukan Deklarasi HAM ASEAN.
Dari tahun ke tahun, hingga hari ini, Papua dan Papua Barat tetap menjadi
wilayah yang rentan dengan kasus pelanggaran HAM. Di tahun 2013 misalnya
POLRI telah memenjarakan tujuh orang Papua Barat karena diduga akan
mengibarkan bendera Bintang Kejora (Amnesty International, 2014). Kenam
orang yang diduga sebagai warga Papua yang Pro-Papua Merdeka ditangkap pada
saaat doa bersama pada acara Pesta Mama (Amnesty International, 2014).
Keenam orang tersebut adalah Obaja Kamesrar, Yordan Magablo, Klemens
Kodimko, Antonius Saruf, Obeth Kamesrar, Hengky Mangamis, dan Isak
Kalaibin, yang ditangkap seminggu setelah acara Pesta Mama (Amnesty
Internasional, 2014).
Tidak hanya kasus-kasus tersebut saja pada tahun 2013, baru-baru ini di
pada Januari 2015, sekitar lima orang Papua ditangkap oleh POLRI dan TNI
karena diduga tergabung dalan masyarakat pro-Papua Merdeka (Papuans Behind
Bar, 2015). Selain mereka banyak sekali aktivis-aktivis pembela HAM yang
dipenjara karena mereka membela warga Papua yang tersiksa dan dipenjara
karena menyuarakan suaranya (Amnesty Internasional, 2014). Ada sekitar lebih
Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|
dari 35 orang aktivis pembela HAM yang dianiaya dan dipenjara di Provinsi
Papua Barat semenjak tahun 1970 (Papuans Behind Bar, 2015).
Hak Asasi Manusia pada hakekatnya adalah hak dasar yang kita memiliki
sebagai manusia. Hak-hak dasar tersebut merupakan hak yang wajib dilindungi
selama individu masih menjadi manusia. Seperti yang Donnelly (2003) katakan
tentang HAM,
“Human rights are equal rights: one either is or is not a human being, and
therefore has the same human rights as everyone else (or none at all). They are
also inalienable rights: one cannot stop being human, no matter how badly one
behaves nor how barbarously one is treated. And they are universal rights, in the
sense that today we consider all members of the species Homo sapiens “human
beings,” and thus holders of human rights (p.10).”
Jadi, HAM adalah hak yang sama sebagai manusia, dan HAM adalah hak
yang individu miliki sebagai manusia tanpa kemudian terpengaruh kepada
bagaimana individu tersebut bersikap. Secara alami selama seorang individu
masih menjadi manusia dan menjadi keturunan dari species Homo sapiens, hak
itu akan tetap melekat sampai kapanpun.
Karena universalitas dari HAM ini, dan bagaimana HAM ini dapat
diaplikasikan kepada seluruh warga di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun
telah memberikan wadah agar HAM dapat diterapkan dan diimplementasikan di
seluruh dunia. Pada United Nation Declaration of Human Rights menyatakan
bahwa tiap-tiap hak individu dilindungi dan hak tiap individu sebagai manusia
adalah untuk memperoleh kebebasan sebagai manusia bebas dan sederajat (United
Nations, diakses 08/05/2015).
AHRD sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk speech act yang digunakan
negara-negara anggota. Pasal-pasal dari AHRD sendiri menggunakan bahasa yang
sangat mendukung untuk sekuritisasi ini dijalankan. Terbukti dengan isu HAM
yang tadinya tidak dianggap sebagai isu keamanan yang perlu diberikan perhatian
lebih, menjadi isu keamanan yang harus diperhatikan. Terlebih ketika kepala
negara meratifikasi AHRD ini. Hal ini menjadi karakteristik speech act yang khas
yang diciptakan oleh aktor-aktor negara anggota ASEAN. Target sasarannya pun
adalah masyarakat-masyarakat negara ASEAN yang rentan terhadap kasus
pelanggaran HAM. Hal ini menjadikan perlunya HAM menjadi isu keamanan
yang penting. Adanya AICHR juga menjadi alat utama proses sekuritisasi ini
berjalan.
Nilai dan norma yang regulatif dan prosedural yang sangat dijunjung
tinggi oleh negara anggota ASEAN ini menjadi penghalang proses implementasi
AHRD sebagai bentuk speech act dari sekuritisasi masalah HAM di regional. Poin
non-intervensi yang ditekankan dalam TAC ini menjadi ujung tombak proses de-
sekuritisasi yang telah dijalankan. Proses de-sekuritisasi terjadi karena secara
regional, ASEAN telah menyepakati masalah HAM menjadi masalah keamanan,
sedangkan di tingkat nasional dan sub-nasional, negara dapat mendefinisikan
maalah HAM sebagai masalah non keamanan. Apabila negara tidak
mengindahkan masalah HAM sebagai masalah keamanan yang penting untuk
segera ditangani, negara lain pun tidak boleh mengintervensi masalah ini.
Sehingga, kerjasama secara regional dalam hal penegakan HAM masih jauh dari
Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|
Hal ini terbukti dari temuan peneliti tentang kasus penganiayaan terhadap
aktivis HAM yang ada di provinsi Papua dan Papua Barat. Masih banyak
terjadinya kasus-kasus pelnggaran HAM baik pelanggaran HAM berat maupun
ringan yang terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat dapat memperliatkan peran
regional speech act atau AHRD tidak menjadikannya momok bagi negara-negara
anggota yang telah menandatanganinya.
Tabel 1.1
Event Local
Initial
Record Event Title Geograph Local Index
Date
Number ical Area
Integrasi papua
oleh Polres
Manokwari
oleh TNI di
lokalisasi Tanjung
Elmo, Papua
Sumber: Data diperoleh dari hasil Interview dengan anggota LSM KontraS Arif Fikri
(18/08/2015)
Dari data tabel di atas, dapat dikatakan bahwa hampir tiap bulannya dari
bulan Maret hingga Juli 2015 masih adanya kekerasan terhadap aktivis HAM baik
yang berada di Papua dan Papua Barat maupun yang berasal dari kedua Provinsi
tersebut. Data yang diperoleh peneliti yang palin komprehensif menyebutkan
tindak kekerasan terhadap aktivis pembela HAM adalah hanya dari Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban tindak kekerasan (KontraS). Kontras pun menyatakan
kesulitan untuk mendapatkan data rinci mengenai tindak kekerasan ini karena
jarang adanya pelaporan dari pihak korban, kerena biasanya korban diancam oleh
pihak berwenang apabila melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya
(Interview dengan Bapak Arif, KontraS, 18/08/2015). Bentuk tindakan kekerasan
yang diterima oleh para aktivis HAM di Papua dan Papua Barat meliputi
penyiksaan, diskriminasi rasial dan intimidasi (Interview dengan Bapak Arif,
KontraS, 18/08/2015).
Selain itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) sendiri
tidak merasa banyak tindakan kekerasan terhadap aktivis-aktivis HAM di Papua
yang terjadi kecuali pada kasus Paniai (Interview dengan Ketua Komnas HAM,
Bapak Nur Kholis, 03/09/2015). Komnas HAM sebagai lembaga pemerintah yang
mengurusi soal HAM memperoleh data dari laporan masyarakat dan bekerja sama
dengan LSM untuk mendapatkan data tentang tindak penyiksaan dan pelanggaran
HAM di Indonesia (Interview dengan Ketua Komnas HAM, Bapak Nur Kholis,
03/09/2015). Laporan dari Bapak Fritz Komnas HAM Papua (Phone interview
(09/09/2015) juga hanya ada pelaporan dari Theo Hesegem Aktivis HAM di
Wamena dan Yan Warinusi dari Manokwari.
Penutup
Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|
REFERENSI
Berita Satu.2015. Polres Bintuni dan Polda Papua Barat Tidak Serius Ungkap
Pembunuhan Sadis. [online] Available at:
http://www.beritasatu.com/nasional/307451-polres-bintuni-dan-polda-papua-
barat-tidak-serius-ungkap-pembunuhan-sadis.html
Clarke, Gerard.2012. The Evolving ASEAN Human Rights System: The ASEAN
Human Rights declaration of 2012. Journal of International Human Rights
Law. Vol 11(1). Pp. 1-83.
Donelly, J.2003. Universal Human Rights in Theory and Practice. USA: Cornell
University Press.
Galih, B.2015. Ini 8 Kasus Pelanggaran HAM yang Masih Macet Hingga Sekarang.
Goh, Gillian.2003. The ASEAN Way: Non Intervention and ASEAN’s Role in
Conflict Management. Standford Journal of East Asian Affairs. Vol. 3 (1). Pp.
113-118.
Jones, W. J.2014. Universalizing Human Rights The ASEAN Way. International Journal
of Social Sciences.Vol. III(3). Pp. 72-89.
Kholis, Nur.2015. Interviewed by Karina Indrasari [in person]. Komnas HAM Indonesia
Jakarta. 3 September 2015. KOMNAS HAM Website. (2013). Accessed:
21/10/2015. <Available at: http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-
nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham>
M. Danni.2015 dalam Website TEMPO. Sejarah Dunia HAri Ini: Irian MAsuk
Indonesia. Accessed: 21/10/2015.<Available at:
http://dunia.tempo.co/read/news/2015/05/01/121662546/sejarah-dunia-hari-
ini-irian-masuk-indonesia>
Masilamani, Logan and Peterson, Jimmy.2014. The “ASEAN Way”: The Structural
Underpinnings of Constructivie Engagement. Foreign Policy Journal. Pp. 1-21.
Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|
Narine, Shaun.2012. Human Rights Norms and the Evolution of ASEAN : Moving
without Moving in a Changing Regional Environment. Contemporary Southeast
Asia. Vol 34(3). Pp. 365-388).