You are on page 1of 27

Nepal : politik identitas dalam transisi yang bergolak

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat


Dalam Mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS)
HI di Asia Tengah & Asia Selatan
Yang Diampu Oleh Tholhah, S.I.P ., M.H.

Disusun oleh:
• ANGGUN TRIANI PUTRI 6211201214
• DIVA NADILA PUTRINESIA 6211211042
• ALIF ILHAM RAMADHAN 6211211047
• TIANDRYA NAURAH NAZHIFAH 6211211193
• SYITA SOFIA ELKARIMA 6211211203
• FAQIH ROBBANI 6211211210

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2023
ABSTRACT
Nepal is a country undergoing a significant political transition and has become the center of
international attention due to its complex political and identity dynamics. This paper examines
political and identity change in Nepal during a turbulent period of transition. The main focus is on
how identity politics played a key role in Nepal's transition process. This paper outlines the
historical background of Nepal that is relevant to its political transition. Then, an analysis is carried
out on the role of identity politics, including the dynamics between ethnic, religious and caste
groups in Nepali politics. Apart from that, this paper also highlights the conflicts and challenges
that arise due to differences in identity in the midst of political transitions. Furthermore, this article
highlights the efforts at reconciliation and identity integration carried out by the Nepalese
government and community groups. Finally, this paper offers insight into the possible direction
Nepal might take in managing its identity politics during a turbulent period of transition. Thus, this
paper provides a deeper understanding of the complexity of political identity in the transitional
context of Nepal. Through careful analysis, this article seeks to provide a comprehensive ins ight
into the role of identity politics in Nepal's ongoing transition.
Keyword : Nepal, Identity, Politics, transition

A. Pendahuluan
Situasi Nepal dalam transisi politik yang kompleks telah melibatkan berbagai aspek politik,
ekonomi, dan sosial. Sejarah politik Nepal mencakup perubahan sistem pemerintahan, termasuk
perubahan dari sistem monarki ke sistem politik yang lebih modern. Setelah Perang Sipil Nepal,
pengaruh rezim ekonomi politik terhadap keamanan ekonomi pasca perang sipil di Nepal menjadi
fokus perhatian. Partai Komunis Nepal (CPN) dan pengaruh Maois dalam politik Nepal juga
merupakan topik yang penting. Menurut Hidayat Chusnul Chotimah, “Perpaduan antara elemen
politik dan ekonomi inilah yang menjadi dasar permulaan atas mengecewakan sipil dan konflik
bersenjata yang telah menelan korban jiwa dan sumber daya selama satu dekade di Nepal". Selain
itu, "Sejarah politik sayap kiri di Nepal berawal tahun 1949 yang merupakan tahun ketika Partai
Komunis Nepal (CPN) dibentuk oleh Pushpa Lal Shrestha dengan empat rekannya di Calcutta".

Selama masa transisi politik, manajemen kepemiluan juga menjadi penting. Lembaga
penyelenggara pemilu dalam masa transisi harus menonjolkan diri dari pendahulunya dan
membangun citra kelembagaan yang menunjukkan kemandirian politiknya. Dalam konteks ini,
studi kasus dari tiga wilayah dunia yang berbeda meneliti administrasi kepemiluan dalam konteks
transisi, dan berusaha menekan tantangan-tantangan, respons-tanggapan serta menawarkan
wawasan-wawasan yang berharga ke dalam pembaharuan lembaga penyelenggara pemilu.

Tujuan penulisan adalah untuk menyelidiki peran politik identitas dalam konteks transisi
Nepal yang kompleks. Nepal telah mengalami perubahan politik yang signifikan, termasuk transisi
dari monarki otoriter ke republik demokratis, serta konflik terkait identitas etnis, agama, dan
budaya. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana identitas politik
mempengaruhi transisi Nepal dan dampaknya terhadap stabilitas politik dan sosial di negara
tersebut. Relevansi penulisan paper ini sangat penting mengingat Nepal merupakan studi kasus
yang menarik dalam konteks politik identitas dan transisi politik. Dengan memahami dinamika
politik identitas di Nepal, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang bagaimana
konflik identitas dapat mempengaruhi proses transisi politik dan stabilitas negara. Selain itu,
tulisan ini juga dapat memberikan kontribusi penting bagi literatur tentang politik identitas, konflik
etnis, dan transisi politik di negara-negara berkembang.

Dalam penulisan paper ini, akan dilakukan analisis mendalam terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi identitas politik di Nepal, termasuk sejarah, budaya, dan dinamika kekuasaan
politik. Selain itu, akan dieksplorasi juga bagaimana politik identitas telah memainkan peran dalam
konflik internal dan proses transisi politik di Nepal. Metode penelitian yang akan digunakan
meliputi analisis literatur, studi kasus, dan wawancara dengan pemangku kepentingan terkait.
Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
kompleksitas identitas politik dalam konteks transisi Nepal, serta memberikan rekomendasi
kebijakan yang relevan untuk mendorong rekonsiliasi dan stabilitas di negara tersebut. Dengan
fokus di Nepal, tulisan ini juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang tantangan dan
peluang yang dihadapi negara-negara dengan identitas dalam proses transisi politik mereka.
B. Isi
Konteks Sejarah Nepal
Sejarah politik dan sosial Nepal sebelum masa transisi mencakup periode yang panjang
dan kompleks, termasuk sistem kasta, monarki, dan konflik bersenjata. Nepal memiliki sejarah
politik yang kaya, yang mencakup periode monarki absolut, pemberontakan, dan perubahan politik
yang signifikan. Pada awalnya, Nepal diperintah oleh raja-raja dari berbagai dinasti, dengan sistem
kasta yang kuat mempengaruhi struktur sosial dan politiknya. Pada abad ke -18, Nepal menjadi
negara yang kuat di bawah pemerintahan Dinasti Shah. Namun, pada abad ke -19, Nepal
mengalami tekanan dari Britania Raya dan Tiongkok, yang mengakibatkan perubahan politik dan
sosial yang signifikan.
Pada abad ke-20, Nepal mengalami perubahan politik yang dramatis, termasuk
pemberontakan dan konflik bersenjata. Perang saudara yang berkepanjangan antara pemerintah
Nepal dan pemberontak komunis, yang dikenal sebagai "Perang Rakyat," berlangsung dari tahun
1996 hingga 2006. Konflik ini menyebabkan perubahan besar dalam sejarah politik dan sosial
Nepal. Selama periode ini, terjadi perubahan signifikan dalam struktur politik Nepal, termasuk
penghapusan monarki absolut dan pembentukan republik federal yang de mokratis. Pada tahun
2008, Nepal mengadopsi konstitusi baru yang mengakhiri 240 tahun monarki absolut dan
membentuk republik federal yang demokratis. Hal ini menandai akhir dari masa transisi politik
yang panjang dan kompleks di Nepal.
Perubahan kunci dalam politik Nepal telah mempengaruhi identitas negara dalam beberapa
aspek. Pasca Perang Sipil di Nepal, keberadaan rezim ekonomi politik telah membawa Nepal
sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Proses perdamaian di Nepal berdasa rkan pada tiga
pilar perdamaian, yaitu reintegrasi mantan pejuang menuju Maois, restrukturisasi negara
berdasarkan prinsip federalisme, dan menyusun konstitusi baru untuk Nepal. Namun, dimensi
ekonomi sebagai salah satu aspek penting yang sebelumnya juga menjadi legitimasi Maois untuk
melancarkan Perang Rakyat yang dipinggirkan ini.

Tulisan lain menjelaskan bagaimana pengaruh sindikat rezim politik dan ekonomi yang
dibawa setelah perang sipil di Nepal terhadap keamanan ekonomi pasca Perang Rakyat di Nepal.
Selain itu, perubahan politik di Nepal juga mempengaruhi keamanan ekonomi pasca perang sipil.
Dalam konteks ini, perubahan politik Nepal telah mempengaruhi identitas negara dalam hal
keamanan ekonomi, pembentukan negara berdasarkan prinsip federalisme, dan pengabaian
dimensi ekonomi yang sebelumnya menjadi legitimasi untuk melancarkan perang sipil.
Sejarah Politk Nepal Sebelum Masa Transisi

Politik Identitas, merupakan bentuk sikap politik yang berfokus pada sub -kelompok, dan

merujuk pada aktivisme atau merujuk pada pencarian status yang dilandasi kategori ras, gender,

etnissitas, orientasi budaya. Menurut Agnes Hiller, politik identitas meru pakan konsep serta

gerakan politik yang perhatiannya adalah perbedaan yang merupakan faktor utama. 1

Negara Nepal yang pimpin oleh raja pertamanya yaitu Prithvi Narayan Shah, jauh dari

sebelum itu, pegunungan himalaya dipenuhi oleh kerajaan kerajaan kecil yang dimana di dalamnya

ada penduduk eropa. Dengan adanya penduduk eropa ini raja Pritvhi Narayan Sha h melakukan

hubungan dengan kerjaan kecil tersebut, yang dimana alih -alih ingin berdamai akan tetapi raja

sebenernya ingin melakukan tindakan konservatif kepada penduduk eropa. Ambisi raja Pritvhi

mengusir penduduk eropa yang ada di pegunungan Himalaya dikarenakan ditakutkannya adanya

kelunturan budaya serta adat di Nepal. Setelah berhasil menaklukan penduduk eropa yang berasal

dari pegunungan, raja Pritvhi menggantungkan perekonomiannya ke masyarakat lokal

dikarenakan ditakutkannya penduduk eropa memanfaatkan potensi negara Nepal. 2 Raja Pritvhi

Narayan Shah mengeluarkan kebijakan keamanan diperuntukan menjaga dari mata -mata,

pengungsi, pembunuh. Pada bulan januari 1775, pada usia 52 tahun Pritvhi Narayan Shah

meninggal dunia, dan dilanjutkan oleh putranya bernama Bahadur Shah, pada era

kepemimpinannya Bahadur mulai memperluas jaringan kekuasaan mereka yang pada saat ini

disebut India Utara, 1778-1791 Nepal menginvasi Tibet (Kawasan Otonom China) dan melakukan

perampokan pada Biara Tashi Lhumpo, dari Shigatse. Tibet mencari bantuan ke China. Invasi yang

1
Unknown, Tinjaun Pustaka BAB II, Diakses Melalui “BAB 2.pdf (unsil.ac.id)”.
2
Unknown, Bab II Kondisi Sistem Pemerintahan Nepal, Diakses Melalui, “6 BAB II.pdf (umy.ac.id)”.
dilakukan oleh Nepal berdampak besar terhadap kedua sisi kawasan, yang dimana pasukan Nepal

menarik pasukannya untuk merentangkan kekuatan sino-tibet di Nuwakot. China meluncurkan

serangan ke atas pada siang hari dan gagal, dikarenakan serangan balik yang kuat dari Nuwakot. 3

Kedua negara Nepal-China mengalami sebuah kebuntuan, yang dimana mereka menyetujui

adanya perjanjian Betrawati yang dimana posisinya lebih menguntungkan China, dikarenakan

Nepal harus memberi upah peti (Negara bawahan), Nepal membayar upeti ke china pada tahun

1792-1865 Nepal dan Tibet menyetujui untuk menerima kekuasaan China. 4 Koin perak Nepal

yang sudah digunakan sejak lama oleh Tibet dari zaman Raja Raja Mala menjadi suatu krisis

ekonomi bagi Nepal, dikarenakan Privith mengajukan blokade ekonomi selama kampanye

penyatuannya Jaya Prakash Malla yang berasal dari Kathmandu daerah kawasan Nepal. Disaat ia

ingin mengatasi krisis ekonomi dengan cara mencetak koin yang berkualitas rendah dan di campur

dengan tembaga, setelah kampanye penyatuan berkahir Privith akhirnya berhasil menaklukan

lembah Kathmandu pada tahun 1769 dan menegakkan dinasti Syahdi Nepal. 5 Raja Privith memulai

kembali mencetak koin perak murni setelah, perak murni beredar kembali memunculkan dampak

yang signifikan dimana kepercayaan terhadap koin koin yang dicetak Nepal telah terjadi, dimana

Tibet menuntut Nepal untuk menganti uang logam yang beredar untuk diganti menjadi koin perak

murni. 6 Tuntutan yang diajukan oleh Tibet kepada Nepal menempatkan beban keuangan yang

besar pada dinasti Shah yang baru di dirikan oleh Raja Privith. Tentunya Raja Privith tidak ingin

menanggung beban masalah yang begitu besar bagi masalah yang bukan merupakan tanggung

jawabnya, namun di sisi lain Raja Privith tetap bersedia untuk mencetak dan menjamin kemurnian

koin yang baru dicetak. Dengan adanya fenomena ini menjadikan adanya dua jenis logam yang

3 Ibid
4
Unknown, Perang Tiongkok-Nepal, Tahun Agustus 2021, Diakses Melalui “Perang Tiongkok-Nepal (hmn.wiki)”
5 Ibid

6 Ibid
beredar, kematian Raja Privith yang terhitung terlalu dini pada tahun 1775 menyebabkan kasus

tersebut tidak terselesaikan. 7Adanya fenomena ini maka dari itu Nepal menyerang Tibet seperti

kalimat yang disinggung diatas.

Perubahan Kunci Dalam Politik Nepal Yang Mempengaruhi Identitas Negara, Serta

Tantangan Utama Dalam Menangani Konflik Dan Ketegangan Identitas Di Nepal.

Dilansir lebih jauh pada tahun 1996 tepatnya pada bulan Febuari terjadinya pemberontakan

oleh partai komunis Nepal (Maoist) dan melakukan tindakan kekerasan serta pemberontakan di

sebagian wilayah Nepal. Sekitar 11.000 polisi, sipil dan pemberontak telah terbunuh dalam konflik

ini. Tujuan dari partai ini yaitu meruntuhkan sistem monarki absolut dan berpindah haluan ke

monarki konstutisional, dikarenakan adanya kesewenangan dari pihak raja dan menggunakan

kekuasaan secara mutlak. Ambisi partai komunis Nepal begitu besar, dan pada akhirnya

pemerintah mencari solusi untuk menghentikan aksi ini dengan alur negosiasi pada bulan Agustus

dan September 2001, negosiasi antara pemerintah dan Maoist berujung damai, dimana partai

komunis Nepal bergabung kembali bersama pemerintahan dan adanya penghapusan sistem

pemerintahan kerajaan yang telah langsung selama ber abad -abad.8 Partai komunis Nepal

menemukan sekutu yang tidak terduga sebelumnya yaitu partai politik negeri, dan merencanakan

agenda memulihkan demokrasi di Nepal. Akan tetapi para politisi yang pro terhadap demokrasi

Nepal selalu menghindari gerilyawan Maois. Salah satu pemimpin Maoist yaitu Baburam

Bhattarai, untuk sekarang masih tidak mungkin bagi mereka yang ingin mendirikan negara

republik di Nepal, karena situasi geopolitis itu sendiri. Di sisi lain partai komunis Nepal akan tetap

optimis untuk memerangi kalangan monarkis dan memulihkan proses demokrasi di Nepal. Dengan

7
Ibid
8
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Perubahan Sistem Pemerintahan Nepal, Diakses melalui “bab iv.pdf
(umy.ac.id)”
begitu juga keyakinan partai komunis Nepal sangat siap untuk menyambut pemulihan demokrasi

di Nepal. Secara tidak langsung partai komunis Nepal juga siap untuk berunding oleh beberapa

partai politik di Nepal, walau dengan adanya kalangan partai politik Nep al juga dengan hati-hati

mulai mendekati kelompok maois itu. 9Kekuatan politik di Nepal sangatlah ter ombang ambing

dengan kehadiran tiga kekuatan yaitu patai politik yang berada di tengah, para pemberontak maois

yang memiliki senjata serta kaum monarkis, pada saat ini tidaklah mungkin bagi Raja Gyanendra

kaum monarkis untuk membangun koalisi dengan partai yang pro demokrasi. Raja Gyanendra

yang hanya memiliki dua pilihan antara bergabung atau saling memberontak, partai politik

menempatkan posisi yang lebih menguntungkan untuk berunding. Baik dengan raja ataupun kaum

Maoist. Jurubicara pemenrintah menteri informasi sebelumnya pernah mengatakan jikalau partai

politik bersekutu dengan pemberontak (maoist) maka pemerintah juga akan melakukan hal yang

sama yaitu memberontak. Akan tetapi setelah pemerintah mengetahui bahwasannya partai politik

bersatu dengan pemberontak (Maoist) pemerintah tidak memberikan tanggapan apapun. Di satu

pihak (Mouist dan partai politk) sangatlah menguntungkan dan menjadi taruhan yang sangat besar

yang dilakukan oleh politik di Nepal. Menurut partai politik Nepal berunding adalah jalan yang

paling masuk akal, dikarenakan adanya posisi keuntungan yang di dapat oleh partai politk dengan

menjembatani antara dua kekuatan yang memegang senjata yaitu raja dan kaum pemberontak

Moist, maka dari itu kalangan partai politik mendapatkan posisi yang sangat baik 10.

Dinamika Politik Identitas di Nepal


Nepal merupakan rumah bagi 125 kasta dan kelompok etnis, 123 kelompok bahasa, 10
kelompok agama berbeda, dan 17 bahasa resmi. Secara geografis, Nepal terbagi menjadi tiga
wilayah berbeda yaitu Gunung, Bukit, dan Terai. Terai adalah dataran rendah datar yang diperluas

9
Ibid
10
Ibid
dari wilayah timur ke barat Nepal, yang juga disebut Madhesh. Madhesh menyentuh penghuni
asrama India dari seluruh bagian Nepal kecuali utara. Madhesh mencakup 20 dari 75 distrik di
Nepal dan menampung hampir setengah dari total penduduk negara tersebut. 11

Identitas Madhesh dan Madheshi adalah konvergensi faktor geografis dan politik, yang
menjadikannya isu yang dinamis dan kontroversial dalam politik Nepal. Ini cocok dengan
Brubaker dan Cooper (2000) mengemukakan bahwa pembentukan identitas nasional merupakan
proses budaya-politik yang dinamis dan cair di mana identifikasi eksternal dan definisi diri
‘internal’ saling membentuk satu sama lain. Oleh karena itu, istilah Madhesh dan Madheshi tidak
hanya mewakili wilayah, kasta, bahasa dan budaya tertentu, sebaliknya, mereka melambangkan
ras dan etnis yang berbeda di Nepal masa kini yang rumit.

Madheshi sangat berbeda dari penduduk negara lainnya dari segi bahasa, ritual, gaya hidup,
kebiasaan makan dan pakaian. Atribut-atribut ini telah membentuk keunikannya identitas kolektif
di Nepal. Sebagaimana pendapat Aronoff dan Kubik (2013) tentang identitas kolektif, yaitu
identitas Madheshi juga dikonstruksi melalui simbol, mitos, dan ritual di mana masyarakat berbagi
secara kolektif kenangan sejarah, kesamaan budaya, keterhubungan dengan tanah air, dan juga
rasa keharmonisan sebagai kesatuan. Identitas geo-politik kolektif yang unik ini telah
menghasilkan nasionalis Madheshi yang sangat kuat perasaan di kalangan Madheshi yang
mengakibatkan pemberontakan politik yang kejam melawan pemerintah.

Pemberontakan ini mengejutkan para pelaku nasional dan internasional yang telah bekerja
demi perdamaian Nepal proses setelah pemberontakan Maois. Pemberontakan Madhesh jelas
merupakan pemberontakan etnis dan ras. 12 Madheshi telah menjadi bagian integral dari dinamika
politik negara tersebut. Madhesh mengacu pada wilayah dataran rendah di perbatasan selatan
Nepal dan secara budaya dan demografis berkerabat dekat dengan India. Pemberontakan Madhesi
dilancarkan pada tahun 2007 oleh berbagai kelompok yang mewakili komunitas Madhesi untuk
memperjuangkan hak-hak politik, budaya, dan ekonomi yang mereka yakini diabaikan oleh
pemerintah pusat Nepal. Beberapa tuntutan yang diungkapkan antara lain pengakuan terhadap

11
Central Bureau of Statistics. (2012). National population and housing census 2011: National report. Kathmandu,
Nepal. Retrieved from https://unstats.un.org/unsd/demographic-social/census/documents/Nepal/Nepal-Census-2011-
Vol1.pdf
12
Hatlebakk, M. (2007). Economic and social structures that may explain the recent conflicts in the terai of nepal
(Commisioned report). Bergen: Chr. Michelsen Institute. Retrieved from http://hdl.handle.net/11250/2474493
keberadaan budaya dan bahasa mereka, distribusi sumber daya yang lebih adil, dan keterwakilan
politik yang lebih baik di tingkat nasional.

Pemberontakan tersebut merupakan faktor penting yang menyoroti kesenjangan dan


ketidakpuasan sebagian masyarakat Nepal terhadap pemerintahan yang didominasi oleh kelompok
etnis tertentu. Hal ini memicu perdebatan mendalam mengenai inklusi politik, distribusi
kekuasaan, dan pengakuan identitas multikultural di negara ini. Kebangkitan gerakan Madhesi
mempunyai dampak yang signifikan terhadap politik Nepal. Hal ini menyebabkan beberapa
perubahan signifikan dalam konstitusi Nepal pada tahun 2015, yang mengakui hak-hak etnis dan
regional yang lebih besar, meskipun beberapa pihak masih menganggap perubahan ini tidak cukup.

Sejak itu, para pemimpin Madhesi dan kelompoknya berupaya mendapatkan perwakilan
politik yang lebih besar di tingkat nasional, memperkuat identitas budaya mereka, dan
memperjuangkan hak-hak yang mereka yakini layak mereka dapatkan. Meskipun ada beberapa
perkembangan positif dalam menarik perhatian terhadap isu-isu identitas dan hak-hak nasional di
Nepal, ketegangan politik antara kelompok Madhesi dan pemerintah pusat juga masih terjadi,
terutamanya dalam hal mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak d an membangun
platform politik inklusif untuk semua kelompok etnis di Nepal.

Sistem dan mekanisme pemerintahan Nepal sepanjang sejarah telah dijalankan dengan
represi dan penggunaan kekuasaan koersif oleh negara. 13 Sehingga menyebabkan terjadinya
kemiskinan ekstrem, distribusi sumber daya yang tidak seimbang, sistematis dan pengucilan yang
disengaja seperti diskriminasi kasta, gender, dan etnis serta ketidakadilan struktural yang lebih
besar. hal-hal tersebutlah yang menjadi penyebab utama konflik di Nepal saat itu. Lawoti (2003)
sependapat bahwa banyak kelompok etnis di Nepal tidak memiliki akses nyata terhadap negara
dan lain sebagainya.

Niraula (2007) mengemukakan, permasalahan Madhesh merupakan perpaduan antara


permasalahan politik, sosial budaya, dan ekonomi. Madheshi umumnya diperlakukan sebagai
kelompok yang dikecualikan dari kehidupan publik dan lingkungan sosio-ekonomi Nepal yang

13
Kumar, D. (2005). Proximate causes of conflict in nepal. Contributions to Nepalese Studies, 32(1), 51 -
92. Retrieved from http://lib.icimod.org/record/11848/files/6692.pdf
bersifat sistemik.14 Pada waktu yang lama, Madheshi tidak diizinkan untuk bertugas di Militer.
Pada masa rezim Rana (1846-1951), mereka harus mendapat izin tertulis untuk memasuki lembah
Kathmandu. Selain itu, Madheshi terpaksa menggunakan bahasa Nepal sebagai bahasa resmi dan
tidak diizinkan menggunakan bahasa ibu mereka untuk komunikasi resmi serta ratusan ribu
Madheshi dicabut sertifikat kewarganegaraannya hingga tahun 2007 .15

Kekerasan struktural sistemik terhadap Madheshi telah berlangsung sejak beberapa dekade.
Sebagaimana dikemukakan Galtung (1969) dalam teorinya tentang kekerasan struktural,
pengertian kekerasan struktural dimaksudkan untuk mencakup berbagai bentuk dominasi,
eksploitasi, perampasan, dan penghinaan yang berasal dari struktur masyarakat. Galtung (1969)
mendefinisikan istilah ‘kekerasan struktural’ sebagai ketidakadilan, penindasan, dan eksploitasi,
yang tertanam dalam struktur fundamental masyarakat. Dia lebih lanjut mengatakan bahwa dalam
masyarakat seperti itu, masyarakat dirugikan karena akses yang tidak merata terhadap sumber daya
dalam suatu sistem sosial. Sejauh kesengsaraan mereka yang disebabkan oleh kekerasan struktural,
Madheshi tidak punya apa-apa kecuali untuk memberontak melawan sistem.16

Bagi warga Madhes lainnya, mereka adalah Madhesi yang dimana merupakan sebuah ras
atau kelompok etnis yang lebih rendah, dan sisanya adalah Non-Madhesh. Perbedaan inilah yang
menciptakan kesenjangan antara orang Madhesi dan orang Non -Madhesh di mana pun tempat
mereka tinggal karena perbedaan tersebut akibat dari distribusi kekuasaan yang tidak setara.
Kesenjangan ini menjadi intensitas yang membuatnya sangat sensitif dan sulit untuk diperiksa.
Akibatnya, kesenjangan ini juga menimbulkan ketidakpercayaan dan ancaman bagi satu sama lain.
Apalagi persepsi dan efek tersebut memperdalam perbedaan dengan isolasi yang lebih besar satu
sama lain dalam masyarakat majemuk seperti Nepal.

Dalam kasus pemberontakan Madhesh, identitas sosial mereka yang berbeda digunakan
untuk melawan pemerintah yang membuat mereka terisolasi dari arus utama pembangunan selama
beberapa dekade karena kebijakan negara yang cacat seperti merajalelanya korupsi, lemahnya

14
Hachhethu, K., Yadav, L. B., & Gurung, D. (2009). Nepal: Interface between state and ethnicity. Kathmandu: Social
Inclusion Research Fund.
15
Cheah, F. (2008). Inclusive democracy for madheshis: The quest for identity, rights and representation. Institute of
South Asian Studies (ISAS). Retrieved from https://madheshmovement.files.wordpress.com/2012/11/inclusive-
democracy-for-madheshis.pdf
16
Galtung, J. (1969). Violence, peace, and peace research. Journal of Peace Research, 6 (3), 167–191.
https://doi.org/10.1177/002234336900600301
kehadiran negara di wilayah yang berbatasan dengan India, dan kurangnya komitmen politik
adalah beberapa penyebab struktural Pemberontakan Madhesh. Lalu, semua pecahan kecil dan
besar Madhesh melakukan pemberontakan dengan kekerasan terhadap semua orang demi tujuan
bersama Madhesh.

Isu identitas dapat diangkat secara strategis dalam politik kekuasaan. Pemberontakan
Madhesh benar-benar mengubah tatanan politik negara tersebut. Secara historis, Madhesh adalah
bank suara untuk partai politik arus utama. Gerakan ini mengguncang bangsa sejak saat itu gerakan
kekerasan etnis pertama yang muncul di Nepal kontemporer. Sejak beberapa dekade, politik besar
partai-partai menggunakan Madheshi untuk tujuan mereka dalam politik nasional. Salah satu
prestasi langsung dari gerakan Madhesh adalah menjadi partai politik terbesar keempat dan kelima
di majelis konstituante pertama.

Partai politik arus utama terpaksa memilih calon Madheshi dalam pemilihan presiden dari
Nepal. Akibatnya, Nepal mendapatkan presiden dan wakil presiden pertamanya dari Madhesh.
Partai-Partai Madheshi telah menunjukkan pendirian yang kuat terhadap struktur federal Nepal di
masa depan. Karena itu, Pemberontakan Madhesh telah menjadi pelajaran berharga bagi pemain
lain dalam politik Nepal dan menunjukkannya seperti yang ditunjukkan oleh Lawoti (2010) bahwa
peningkatan politik identitas di Nepal berkaitan dengan sikap negara tersebut. Hal ini memperjelas
politik identitas juga didasarkan pada etnis. Ikatan etnis ini telah mengikat semua Madheshi
menjadi satu.17

Nepal adalah negara yang terdiri dari beragam kelompok etnis dan agama, sehingga faktor
identitas menjadi sangat penting dalam politik dan kehidupan masyarakat Nepal. Salah satu faktor
identitas yang paling penting di Nepal adalah agama. Nepal adalah negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Hindu, namun terdapat juga minoritas Buddha, Islam, dan Kristen. Tulisan
ini menyoroti peran agama dalam politik Nepal, terutama dalam konteks konflik antara Hindu dan
Buddha. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara kedua agama, dan
seringkali dimanfaatkan oleh politisi untuk memperoleh dukungan dari kelompok agama tertentu.
Selain agama, faktor identitas budaya juga memainkan peran penting dalam politik Nepal.

17
Lawoti, M. (2010). Rise of identity politics. Kantipur ePaper. Kathmandu. Retrieved from
http://www.ekantipur.com/2010/09/03/oped/rise-of-identity-politics/321643/
Faktor-Faktor Penentu Politik Identitas
Identitas politik Nepal dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peran politik, kelompok
masyarakat, dan lembaga lainnya. Peran politik sangat penting dalam membentuk identitas politik
Nepal. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum kepala daerah merupakan hal yang
sangat penting. Namun, tingkat golput di Nepal masih tinggi dan menjadi perhatian lembaga
penyelenggara, partai politik, dan aktor politik. Kelompok masyarakat juga memainkan peran
penting dalam membentuk identitas politik Nepal. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan
politik, efikasi politik, dan kandidat dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Namun,
di Nepal, masyarakat tidak terlalu tertarik untuk terlibat dalam kegiatan politik.

Lembaga lainnya juga mempengaruhi identitas politik Nepal. Politik hukum di Nepal
menjadi penentu arah kebijakan hukum dan peraturan -undangan dalam rangka melakukan
pembaharuan hukum menuju hukum yang dicita-citakan. Pembentukan hukum di Nepal tidak bisa
dipahami hanya sebagai produk hukum semata, melainkan juga sebagai produk politik. Secara
keseluruhan, identitas politik Nepal dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peran politik,
kelompok masyarakat, dan lembaga lainnya. Meskipun demikian, tingkat partisipasi politik
masyarakat masih perlu ditingkatkan agar identitas politik Nepal semakin kuat dan terdefinisi
dengan baik.

Identitas politik Nepal dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal dan eksternal yang berperan
dalam membentuk dinamika politik di negara tersebut.

Faktor Internal:
1. Keragaman Etnis dan Kultural: Nepal memiliki keragaman etnis yang luar biasa. Lebih
dari 120 kelompok etnis berbeda menghuni negara ini. Dinamika identitas politik
dipengaruhi oleh upaya-upaya kelompok etnis untuk memperjuangkan pengakuan
budaya, bahasa, dan hak-hak politik yang lebih besar. Tuntutan untuk representasi politik
yang lebih baik dan pengakuan atas identitas etnis telah menjadi perhatian utama dalam
politik Nepal.
2. Perubahan Status Agama: Transformasi dari status Nepal menjadi negara Hindu menjadi
negara sekuler pada tahun 2007 telah menjadi faktor penting dalam politik identitas.
Perdebatan tentang peran agama dalam politik dan kebijakan negara menciptakan
ketegangan antara kelompok-kelompok agama yang berbeda. Isu-isu terkait dengan
pluralisme agama dan keseimbangan antara agama-agama minoritas dan mayoritas
menjadi sorotan penting.
3. Perubahan Sosial-Politik: Perubahan dalam lanskap politik dan sosial Nepal
mempengaruhi dinamika politik identitas. Transisi dari monarki otoriter demokrasi,
bersamaan dengan perubahan-perubahan menuju struktur sosial dan ekonomi, memainkan
peran penting dalam memunculkan isu-isu identitas yang kompleks.

Faktor Eksternal:
1. pengaruh Regional: Nepal terletak di antara dua kekuatan besar, India dan Cina, yang
memiliki pengaruh yang signifikan dalam politik dan stabilitas Nepal. Persaingan
kepentingan antara kedua kekuatan ini, yang sering tercermin dalam politik regional,
dapat mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung identitas politik di Nepal.
2. Bantuan dan Keterlibatan Asing: Bantuan dan keterlibatan lembaga-lembaga internasional
serta organisasi non-pemerintah dapat memiliki dampak besar dalam politik identitas
Nepal. Mereka sering kali memainkan peran dalam mendukung inisiatif perdamaian,
pemberdayaan etnis, dan advokasi untuk hak-hak minoritas.

Pengaruh faktor internal dan eksternal ini menciptakan kompleksitas dalam politik
identitas Nepal. Sementara faktor internal mengacu pada dinamika budaya, agama, dan perubahan
internal lainnya, faktor eksternal meliputi peran negara-negara tetangga dan intervensi lembaga
internasional dalam menentukan arah politik identitas di Nepal. Perubahan politik identitas di
Nepal merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor-faktor internal dan eksternal ini.
Memahami peran dan pengaruh keduanya sangat penting dalam sejarah, meramalkan, dan
merumuskan strategi penyelesaian konflik identitas yang terus-menerus di Nepal.
Perkembangan Politik Identitas Selama Masa Transisi Yang Begolak

Pada akhirnya pihak Maoist mengakhiri kebutuhan politik dengan menandatangani perjanjian

sejumlah 23 butir dengan enam politik partai yang lainnya. Kelompok Maoist meninggalkan

pemerintahan bulan September 2001, menuntut dilakukannya reformasi pemilu dan p enghapusan
sistem monarki absolut. Dalam perjanjian itu Dewan konstitusi baru akan di pilih pada pertengahan

April 2002, serta putusan pertama yang akan dibuatkannya adalah menyatakan bahwasannya

Nepal sebagai Republik, para tokoh politik juga menyepakati perubahan p roses pemilu. Menurut

rencana itu, rakyat diberikan kebebasan untuk memilih 240 anggota dewan secara langsung, dan

355 anggota dewan berdasar perwakilan proposional, dengan partai partai menerima jatah kursi

sesuai dengan jumlah suara yang masing masing memperoleh 18. Diketahui pula monarki absolut

pada era raja Gyanendra dalam kurun waktu yang cukup lama telah membawa penderitaan kepada

rakyatnya. Banyaknya permasalahan kenegaraan, yang mengakibatkan negara dengan sistem

monarki absolut hingga ke bentuk monarki konstutisional tidak membawa damapk yang cukup

baik bagi rakyatnya. Kekuasaan penuh yang dikendalikan oleh raja semakin menjadi, dan hal inilah

rakyat mempunyai ambisi besar untuk mengubah sistem ketatanegaraannya. Monarki

konstutisional adalah bentuk pemerintahan dalam negara yang di pimpin oleh raja yang

kekuasannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi), adakalanya proses perpindahan

antara monarki absolut ke monarki konstutisional dikhawatirkannya raja dikudeta, ada juga yang

terjadi karena rakyat memberontak terhadap raja. Dengan sistem republik konstutisional, presiden

memegang kekuasaan kepala negara serta kepala pemerintahan yang tinggi dengan dibatasi oleh

konstitusi, dan parlemen sebagai lembaga pengawas. 19 Pada tanggal 1 Febuari 2005 raja

Gyanendra ditangguhkan parlemen, yang ditunjuk oleh dirinya sendiri. Dan membela diri dari

hukum. Raja berpendapat bahwa politisi sipil yang tak layak untuk menangani pemberontakan

Moaist, adapaun beberapa petinggi partai serta pemimpin yang mendukung aksi pemberontakan

yang ditahan pula untuk mendukung aksinya tersebut. Pemimpin oposisi lainnya melarikan diri ke

india dan merencanakan kembali kekuatannya disana. Tujuh koalisi partai Aliansi menuntut

18
Ibid
19
Ibid
pemindahan kekuasaan, meliputi tujuh pihak parlemen yang diselenggarakan sekitar 90% dari

kursi lama, dan parlemen dibubarkan. Organisasi internasional yaitu PBB-OHCHR merespon atas

peristiwa yang terjadi di Nepal, serta dijalaknnya program pemantauan di tahun 2005 untuk

menilai dan memperhatikan situasi hak asasi manusia yang ada. Pada tanggal 22 November 2005

di tujuh partai Aliansi (SPA) dari pihak parlemen dan partai komunis di Nepal (mouist) sepakat

yang dalam sejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya 12 point dalam Memorandum Of

Undersstanding (MOU) untuk perdamaian dan demokrasi. Dengan adanya MOU tersebut

membuat transisi yang damai melalui konstituante yang dipilih, serta membuat suatu formula yang

dapat diterima untuk gerakan demokrasi per 12 point tersebut MOU, SPA yang di panggil untuk

sebuah gerakan protes, dan Partai Komunis di Nepal (Maoist) itu didukung inilah yang

menyebabkan pemberontakan di seluruh negeri yang dimulai pada bulan April 2006. Semua

kekuatan politik termasuk masyarakat sipil dan organisasi profesi aktif memperjuangkan tuntutan

masyarakat. Hal ini mengakibatkan demonstrasi secara besar besarran dan sangat spontan dan

diselenggarakan di Nepal terhadap Raja Gyanendra dari aturan otoriter 20. 27 Desember 2007,

dirancangnya kesepakatan untuk monarki menjadi akan dihapuskan menjadi Negara Republik

Federal dengan perdana menteri menjadi kepala negara. Penentangan politik oleh kaum terpelajar,

yang di prediksi akan mengalahkan antar kekuatan politik pada pemilihan umum pada tahun 2008,

yang dari partai Komunis Nepal (Maoist) menjadi partai terbesar di tengah-tengah suasana umum

dari ketakutan dan intimidasi dari semua pihak. Didirikannya republik Federal pada Mei 2008

denngan hanya empat anggota yang berjumlah dari 601 kursi konstituante melakukan voting untuk

melakukan reformasi. Reformasi yang lebih dari 240 tahun berbentuk kerajaan dan akhirnya

tumbang lalu pemerintah mengumumkan hari libur selama tiga hari (28 Mei-30 Mei) untuk

20
Ibid
merayakan negara menjadi Republik Federal. Adapun pemilu Nepal yang semakin berkembang

sistem demokrasi dengan berubahnya sistem monarki absolut serta otoriter yang bergeser ke arah

lebih demokratis sungguh hal inilah yang menjadi sangat istimewa untuk negara Nepal.21 Mengapa

demikian, dikarenakan adanya korban jiwa dari kedua belah pihak yaitu kaum monarki dan kaum

Mouist yang mengakibatkan angka kematian mencapai 31 ribu lebih korban jiwa. Saat nepal

menjadi pemerintahan Republik Federal maka disepakati untuk mengada kan pemilihan umum

dalam rangka mengakomodir kekuatan yang seimbang dalam politik Nepal. 22 Sama dengan halnya

Indonesia negara-negara yang sedang menempuh demokrasi tidaklah mudah. Nepal pun

mengalami kesulitan dalam menyamai konsolidasi demokrasi pasca konflik besar-besarran, dan

kuatnya sistem monarki absolut. Prestasi yang sangat besar bagi oposisi yaitu mampu meruntuhkan

sistem monarki dan sampai raja menyepakati sistem pemerintahannya diubah menjadi Republik

Federal serta mengadakan pula pemilu yang demokratis pula, akan tetapi dengan adanya pemilu

pasca otoriter memanglah tidak mudah. Ibaratkan orang orang yang belum pernah merasakan

makanan enak, karna makanan yang enak selama ini hanya untuk orang orang tertentu saja, maka

ketika hak memperoleh makananan enak itu di perluas, tentunya semua pihak akan berebutan

untuk mengambil makanan tersebut. Kekuasaan yang di pegang oleh raja selama 240 tahun hilang

begitu saja dikarenakan banyaknya yang ingin memegang kekuasaan penuh dalam politik

demokrasi di Nepal. Adanya faktor lain yang dimana militer masih kuat mendukung

kepemimpinan raja, terjadilah konflik kembali dengan adanya ledakkan bom, pembunuhan

disinyalir kuat merupakan gerakan dari kekuatan lama yang tidak menginginkan pemilu. 23

21
Ibid
22
Ibid
23 Ibid
Studi Kasus dan Analisis

Studi kasus konkret tentang konflik atau peristiwa terkini yang mencerminkan identitas
politik di Nepal adalah pemilihan umum Nepal yang diadakan pada November 2017. Pemilihan
ini merupakan bagian dari implementasi Konstitusi Nepal 2015 yang bertujuan untuk mengakhiri
konflik politik yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Pemilihan ini mencerminkan
identitas politik di Nepal karena melibatkan berbagai kelompok etnis dan politik yang berbeda.
Pemilihan tersebut disebabkan oleh ketegangan antara kelompok-kelompok etnis dan politik yang
berbeda. Salah satu contoh konkret dari konflik ini adalah tertundanya pemilihan di beberapa
wilayah di Nepal bagian selatan yang dipekerjakan oleh kelompok -kelompok etnis Madhesi.
Kelompok ini merasa bahwa konstitusi baru tidak mampu memperjuangkan hak-hak politik dan
ekonomi mereka. Penundaan pemilihan di wilayah ini mencerminkan ketegangan politik antara
kelompok-kelompok etnis di Nepal.

Selain itu, pemilihan ini juga mencerminkan identitas politik di Nepal melalui keterlibatan
berbagai partai politik yang mewakili berbagai kepentingan politik dan etnis. Partai-partai seperti
Partai Komunis Nepal (Maois) dan Partai Kongres Nepal bersaing untuk mendapatkan dukungan
dari berbagai kelompok etnis dan politik di Nepal. Hal ini mencerminkan kompleksitas identitas
politik di Nepal dan bagaimana identitas etnis dan politik saling terkait dalam konteks politik
Nepal. Pemilihan umum Nepal 2017 adalah studi kasus konkret yang mencerminkan identitas
politik di Nepal melalui konflik dan persaingan politik antara berbagai kelompok etnis dan politik.
Pemilihan ini menunjukkan bagaimana identitas politik dan etnis memainkan peran penting dalam
dinamika politik Nepal, serta kompleksitas dalam mencapai kesepakatan politik yang memadai
untuk semua pihak.

Pemilihan umum Nepal tahun 2017 merupakan peristiwa penting dalam sejarah politik
negara tersebut setelah diadakannya pemilu pertama sejak tahun 1999. Pemilu ini dilaksanakan
untuk memilih anggota Parlemen Federal dan Provinsi serta membentuk pemerintahan yang diatur
oleh Konstitusi Nepal 2015 yang memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah
federal dan otonomi bagi provinsi-provinsi.
Konteks Pemilihan Umum 2017:
1. Pergeseran Sistem Politik: Pemilu ini merupakan bagian dari transisi politik Nepal menuju
sistem federal yang lebih inklusif dan demokratis setelah bertahun-tahun terperosok dalam
konflik bersenjata, pergolakan politik, dan ketidakstabilan.
2. Keterlibatan Kelompok Etnis dan Minoritas: Pemilu ini memberikan kesempatan bagi
kelompok etnis dan minoritas untuk meraih representasi yang lebih kuat dalam
pemerintahan federal dan provinsi, yang sebelumnya sering kali tidak terwakili secara
memadai.

Dampak pada Masyarakat:


1. Peningkatan Partisipasi Politik: Pemilu ini melibatkan masyarakat secara lebih luas,
terutama kaum muda dan kelompok etnis minoritas yang sebelumnya kurang terlibat dalam
proses politik.
2. Peningkatan Kesadaran Politik: Pemilu ini meningkatkan kesadaran politik di kalangan
masyarakat Nepal, mengarahkan partisipasi aktif dalam proses demokratisasi.
3. Representasi yang Lebih Inklusif: Pemilihan ini memberikan peluang lebih besar bagi
kelompok etnis dan minoritas untuk memiliki representasi yang lebih kuat di tingkat
pemerintahan federal dan provinsi, menciptakan landasan bagi inklusivitas politik yang
lebih baik.

Dampak pada Negara:


1. Konsolidasi Pemerintahan Federal: Pemilu ini memperkuat struktur pemerintahan federal
yang baru, memungkinkan terbentuknya pemerintah yang lebih inklusif dan representatif.
2. Stabilitas Politik: Meskipun terdapat tantangan dan ketegangan dalam perjalanan pemilu,
keberhasilan pelaksanaan pemilu membawa harapan akan stabilitas politik yang lebih besar
di Nepal.
3. Penguatan Demokrasi Umum: Pemilihan ini menandai langkah penting menuju
konsolidasi demokrasi di Nepal dengan memperkuat prinsip -prinsip inklusivitas,
partisipasi, dan representasi yang lebih baik bagi semua kelompok masyarakat.

Namun, terdapat juga tantangan yang muncul seiring dengan pemilu tersebut:
1. Isu Teknis dan Administratif: Terdapat tantangan dalam penyelenggaraan pemilu,
termasuk isu-isu teknis, administratif, dan logistik yang mempengaruhi proses pemungutan
suara.
2. Polarisasi Politik: Meskipun pemilu ini memberikan peluang bagi inklusivitas politik,
namun juga terdapat potensi terjadinya polarisasi politik antara berbagai kelompok di
Nepal.

Pemilihan umum Nepal tahun 2017 memberikan momentum signifikan bagi proses transisi
politik dan demokrasi di negara ini. Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat, representasi
yang lebih inklusif, dan konsolidasi pemerintahan federal, pemilu ini menjadi langkah penting
dalam membentuk landasan demokrasi yang lebih kuat di Nepal. Meskipun terdapat beberapa
tantangan dan potensi konflik, hasil pemilu ini telah memberikan harapan akan stabilitas politik
yang lebih besar dan representasi yang lebih adil bagi seluruh kelompok masyarakat di Nepal.
Keberhasilan implementasi konstitusi baru melalui proses pemilihan umum ini juga menjadi titik
terang bagi proses demokratisasi yang sedang berlangsung di Nepal.

Tantangan dalam Mengelola Kasus Pemilu Nepal 2017:


1. Permasalahan Teknis: Pemilu seringkali melibatkan permasalahan teknis, seperti
ketidaksempurnaan infrastruktur pemilu, masalah logistik, atau gangguan teknis yang
dapat mempengaruhi integritas proses pemungutan suara.
2. politik dan Keamanan: Pemilu seringkali terkait erat dengan ketegangan politik dan
keamanan. Adanya konflik antarpartai politik atau kelompok -kelompok tertentu dapat
mengganggu pelaksanaan pemilu.
3. ransparansi dan Integritas: Masalah terkait transparansi dan integritas sering muncul dalam
proses pemilu. Hal ini bisa meliputi tuduhan penipuan, penggunaan uang secara tidak sah,
atau penipuan pemilu.
4. Partisipasi Pemilih: Menyunting partisipasi yang tinggi dari pemilih sangatlah penting.
Tantangan dapat muncul dalam meningkatkan kesadaran politik dan minat masyarakat
untuk ikut serta dalam proses pemilu.
Dampak Kasus Pemilu Nepal 2017:
1. Ketidakstabilan Politik: Kasus kontroversial atau permasalahan dalam pemilu dapat
menyebabkan ketidakstabilan politik di negara tersebut. Ini bisa memicu konflik antar
partai atau keraguan publik terhadap legitimasi pemerintahan yang terpilih.
2. Kehilangan Kepercayaan Publik: Kasus-kasus yang menimbulkan kontroversi dapat
mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi dan
lembaga-lembaga terkait pemilu.
3. Kemunduran Pembangunan Demokrasi: Kasus yang mempengaruhi integritas pemilu
dapat menghambat perkembangan demokrasi di negara tersebut. Ini bisa menghambat
upaya menuju proses pemilihan yang lebih adil dan transparan di masa mendatang.
4. Polarisasi Sosial dan Politik: Kontroversi dalam pemilu bisa memperdalam polarisasi
antara kelompok-kelompok politik atau sosial di Nepal, yang mengakibatkan perpecahan
dalam masyarakat.

Strategi Penyelesaian dan Rekomendasi


Konflik politik identitas di Nepal dapat diatasi dengan beberapa strategi atau pendekatan.
Pertama, pemerintah Nepal dapat memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan memastikan
bahwa hak-hak minoritas diakui dan dihormati. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan akses
yang lebih besar kepada minoritas dalam proses politik dan memastikan bahwa kebijakan publik
tidak merugikan kelompok minoritas tertentu. Kedua, pemerintah Nepal dapat mendorong dialog
antar kelompok dan membangun jembatan antara kelompok yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengadakan forum-forum dialog dan memfasilitasi pertemuan antara kelompok-kelompok
yang berbeda untuk membahas masalah-masalah yang memicu konflik.

Ketiga, pemerintah Nepal dapat memperkuat lembaga-lembaga hukum dan memastikan


bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat
sistem pengawasan dan memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia dihukum secara adil
dan efektif. Keempat, masyarakat sipil dan organisasi non -pemerintah dapat memainkan peran
penting dalam mengatasi konflik identitas politik di Nepal. Mereka dapat mendorong dialog antar
kelompok, memperjuangkan hak-hak minoritas, dan mengkoordinasikan pelanggaran hak asasi
manusia.
Kelima, media dapat memainkan peran penting dalam mengatasi konflik identitas politik
di Nepal dengan memberikan liputan yang adil dan seimbang tentang isu -isu yang memicu konflik.
Media juga dapat mendorong dialog antar kelompok dan membangun kesadaran te ntang
pentingnya menghormati hak-hak minoritas. Keenam, pendidikan dapat memainkan peran penting
dalam mengatasi konflik identitas politik di Nepal dengan mempromosikan pemahaman yang lebih
baik tentang keragaman budaya dan menghormati hak-hak minoritas. Pendidikan juga dapat
mendorong dialog antar kelompok dan membangun kesadaran tentang pentingnya menghormati
hak-hak minoritas.

Ketujuh, pemerintah Nepal dapat memperkuat perekonomian dan memastikan pemerataan


pembangunan ekonomi di seluruh wilayah. Hal ini dapat dilakukan dengan mempromosikan
investasi di wilayah-wilayah yang kurang berkembang dan memastikan bahwa kebijakan ekonomi
tidak merugikan kelompok minoritas tertentu. Kesimpulannya, konflik identitas politik di Nepal
dapat diatasi dengan berbagai strategi atau pendekatan, termasuk memperkuat lembaga -lembaga
demokrasi, mendorong dialog antar kelompok, memperkuat lembaga-lembaga hukum,
memperjuangkan hak-hak minoritas, memainkan peran penting media dan pendidikan, dan
memperkuat ekonomi. Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi konflik identitas politik
di Nepal dan memastikan bahwa hak-hak minoritas diakui dan dihormati.

Nepal adalah sebuah negara yang kaya akan budaya dan sejarahnya yang panjang. Namun,
negara ini juga memiliki tantangan dalam menyikapi politik identitasnya. Sebagai negara yang
terdiri dari beragam kelompok etnis dan agama, Nepal harus menemukan cara untuk
mempromosikan keberagaman dan mengatasi konflik yang muncul akibat perbedaan identitas.
Berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan Nepal dalam menyikapi politik
identitas negaranya.
1. Meningkatkan Pendidikan Multikultural
Salah satu cara untuk mengatasi konflik identitas adalah dengan meningkatkan pendidikan
multikultural. Nepal dapat memperkenalkan kurikulum yang lebih inklusif dan mempromosikan
pemahaman yang lebih baik tentang keberagaman budaya dan agama di kalangan siswa. Hal ini
dapat membantu mengurangi stereotip dan prasangka yang mungkin muncul akibat
ketidakpahaman tentang kelompok etnis dan agama yang berbeda.
2. Meningkatkan Partisipasi Politik Kelompok Minoritas
Nepal dapat memperkuat partisipasi politik kelompok minoritas dengan memberikan
kesempatan lebih besar bagi mereka untuk terlibat dalam proses politik. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan kursi khusus untuk kelompok minoritas di parlemen atau pemerintahan lokal.
Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat hak suara kelompok minoritas dan memastikan bahwa
mereka memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan publik.
3. Meningkatkan Keterwakilan Kelompok Minoritas dalam Pemerintahan
Nepal dapat meningkatkan keterwakilan kelompok minoritas dalam pemerintahan dengan
memperkuat kebijakan afirmatif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan lebih
besar bagi kelompok minoritas untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan, s eperti
menteri atau kepala daerah. Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat kebijakan yang melindungi
hak-hak kelompok minoritas dan memastikan bahwa mereka memiliki akses yang sama terhadap
sumber daya dan layanan publik.
4. Meningkatkan Dialog Antar-Kelompok
Nepal dapat meningkatkan dialog antar-kelompok dengan memperkuat forum-forum dialog
yang ada. Hal ini dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan pemahaman antara
kelompok-kelompok yang berbeda. Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat kebijakan y ang
mempromosikan kerjasama antar kelompok dan memastikan bahwa kelompok -kelompok
minoritas memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan publik.
5. Meningkatkan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Nepal dapat meningkatkan perlindungan hak asasi manusia dengan memperkuat kebijakan
yang melindungi hak-hak kelompok minoritas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat
lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan hak asasi manusia dan memastikan
bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan tugas mereka. Selain itu,
Nepal juga dapat memperkuat kebijakan yang melindungi hak -hak kelompok minoritas dan
memastikan bahwa mereka memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan lay anan publik.
6. Meningkatkan Keterbukaan dan Transparansi Pemerintah
Nepal dapat meningkatkan keterbukaan dan transparansi pemerintah dengan memperkuat
kebijakan yang memastikan bahwa keputusan politik dibuat secara terbuka dan transparan. Hal ini
dapat membantu mengurangi ketidakpercayaan dan meningkatkan partisipasi politik dari
kelompok minoritas. Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat kebijakan yang memastikan bahwa
kelompok minoritas memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan pu blik.
7. Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Kelompok Minoritas
Nepal dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi kelompok minoritas dengan memperkuat
kebijakan yang mendorong ekonomi inklusi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
kesempatan lebih besar bagi kelompok minoritas untuk terlibat dalam sektor ekonomi dan
memastikan bahwa mereka memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan publik.
Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat kebijakan yang mendorong pembangunan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan.
8. Meningkatkan Kerjasama Regional
Nepal dapat meningkatkan kerjasama regional dengan negara-negara tetangganya untuk
meningkatkan keberagaman dan mengatasi konflik identitas. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperkuat forum-forum regional yang ada dan mempromosikan kerjasama antar negara dalam
bidang pendidikan, ekonomi, dan budaya. Selain itu, Nepal juga dapat memperkuat kebijakan yang
mempromosikan kerjasama antar kelompok dan memastikan bahwa kelompok minoritas memiliki
akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan publik

Dalam menyikapi politik identitas negaranya, Nepal harus memperkuat kebijakan yang
mendorong keberagaman dan mengatasi konflik identitas. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan pendidikan multikultural, meningkatkan partisipasi politik kelompok minoritas,
meningkatkan keterwakilan kelompok minoritas dalam pemerintahan, meningkatkan dialog antar
kelompok, meningkatkan perlindungan hak asasi manusia, meningkatkan keterbukaan dan
transparansi pemerintah, meningkatkan kesejahteraan ekonomi kelompok minoritas, dan
meningkatkan kerjasama regional . Dengan mengambil langkah -langkah ini, Nepal dapat
mempromosikan keberagaman dan memastikan bahwa semua kelompok etnis dan agama memiliki
akses yang sama terhadap sumber daya dan layanan publik.

C. Kesimpulan
Nepal memiliki sejarah politik yang kaya, yang mencakup periode monarki absolut,
pemberontakan, dan perubahan politik yang signifikan. Pada awalnya, Nepal diperintah oleh raja-
raja dari berbagai dinasti, dengan sistem kasta yang kuat mempengaruhi struktur sosial dan
politiknya. Perang saudara yang berkepanjangan antara pemerintah Nepal dan pemberontak
komunis, yang dikenal sebagai "Perang Rakyat," berlangsung dari tahun 1996 hingga 2006.
Konflik ini menyebabkan perubahan besar dalam sejarah politik dan sosial Nepal. Selama periode
ini, terjadi perubahan signifikan dalam struktur politik Nepal, termasuk penghapusan monarki
absolut dan pembentukan republik federal yang demokratis. Pasca Perang Sipil di Nepal,
keberadaan rezim ekonomi politik telah membawa Nepal sebagai salah satu negara termiskin di
dunia. Politik Identitas, merupakan bentuk sikap politik yang berfokus pada sub -kelompok, dan
merujuk pada aktivisme atau merujuk pada pencarian status yang dilandasi kategori ras, gender,
etnissitas, orientasi budaya. Menurut Agnes Hiller, politik identitas merupakan konsep serta
gerakan politik yang perhatiannya adalah perbedaan yang merupakan faktor utama .

Nepal merupakan rumah bagi 125 kasta dan kelompok etnis, 123 kelompok bahasa, 10
kelompok agama berbeda, dan 17 bahasa resmi. Secara geografis, Nepal terbagi menjadi tiga
wilayah berbeda yaitu Gunung, Bukit, dan Terai.Terai adalah dataran rendah datar yang diperluas
dari wilayah timur ke barat Nepal, yang juga disebut Madhesh. Madhesh menyentuh penghuni
asrama India dari seluruh bagian Nepal kecuali utara. Madhesh mencakup 20 dari 75 distrik di
Nepal dan menampung hampir setengah dari total penduduk negara tersebut. Identitas Madhesh
dan Madheshi adalah konvergensi faktor geografis dan politik, yang menjadikannya isu yang
dinamis dan kontroversial dalam politik Nepal. Ini cocok dengan Brubaker dan Cooper
mengemukakan bahwa pembentukan identitas nasional merupakan proses budaya-politik yang
dinamis dan cair di mana identifikasi eksternal dan definisi diri ‘internal’ saling membentuk satu
sama lain. Nepal adalah negara yang terdiri dari beragam kelompok etnis dan agama, sehingga
faktor identitas menjadi sangat penting dalam politik dan kehidupan masyarakat Nepal.

Salah satu faktor identitas yang paling penting di Nepal adalah agama. Nepal adalah negara
dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu, namun terdapat juga minoritas Buddha, Islam,
dan Kristen. Tulisan ini menyoroti peran agama dalam politik Nepal, teruta ma dalam konteks
konflik antara Hindu dan Buddha. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara
kedua agama, dan seringkali dimanfaatkan oleh politisi untuk memperoleh dukungan dari
kelompok agama tertentu. Selain agama, faktor identitas budaya juga memainkan peran penting
dalam politik Nepal. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara kedua
kelompok etnis, dan seringkali dimanfaatkan oleh politisi untuk memperoleh dukungan dari
kelompok etnis tertentu.

Identitas politik Nepal dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peran politik, kelompok
masyarakat, dan lembaga lainnya. Peran politik sangat penting dalam membentuk identitas politik
Nepal. Kelompok masyarakat juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas politik
Nepal. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan politik, efikasi politik, dan kandidat dapat
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Politik hukum di Nepal menjadi penentu arah
kebijakan hukum dan peraturan-undangan dalam rangka melakukan pembaharuan hukum menuju
hukum yang dicita-citakan. Pembentukan hukum di Nepal tidak bisa dipahami hanya sebagai
produk hukum semata, melainkan juga sebagai produk politik.

Sistem dan mekanisme pemerintahan Nepal sepanjang sejarah telah dijalankan dengan
represi dan penggunaan kekuasaan koersif oleh negara.Sehingga menyebabkan terjadinya
kemiskinan ekstrem, distribusi sumber daya yang tidak seimbang, sistematis dan pengucilan yang
disengaja seperti diskriminasi kasta, gender, dan etnis serta ketidakadilan struktural yang lebih
besar. hal-hal tersebutlah yang menjadi penyebab utama konflik di Nepal saat itu.

Dengan demikian konflik politik identitas di Nepal dapat di atasi dengan beberapa cara
seperti pemerintah Nepal dapat memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan memastikan bahwa
hak-hak minoritas diakui dan dihormati. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan forum-forum
dialog dan memfasilitasi pertemuan antara kelompok-kelompok yang berbeda untuk membahas
masalah-masalah yang memicu konflik.Pemerintah Nepal juga dapat memperkuat lembaga-
lembaga hukum dan memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak terjadi. Mereka dapat
mendorong dialog antar kelompok, memperjuangkan hak-hak minoritas, dan mengkoordinasikan
pelanggaran hak asasi manusia.
Referensi

Chusnul, Hidayat. (2020 ). Pengaruh Rezim Ekonomi Politik Terhada p Keamanan


Ekonomi Pasca Perang Sipil di Nepal. journal Unpar
https://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalIlmiahHubunganInternasiona/article/download/3398/
2988/10254
M, Adisti. (2021). KEBANGKITAN MAOIST SETELAH DELAPAN TAHUN
BERDAMAI. Jurmafis Untan
https://jurmafis.untan.ac.id/index.php/Proyeksi/article/download/2890/pdf_18

You might also like