You are on page 1of 13

Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

HUMANIORA
VOLUME 25 No. 1 Februari 2013 Halaman 69-81

REFLEKSI IDEOLOGI WANITA MINANGKABAU


DALAM NOVEL NEGERI PEREMPUAN
KARYA WISRAN HADI
Yasnur Asri*

ABSTRACT
This study aims at describing ideology of Minangnese women reflected in the novel Negeri
Perempuan by Wisran Hadi. This study was conducted based on some theories on ideology and
deconstruction. The data were analyzed by hermeneutics which provides descriptive analysis.
Analytical descriptive method aims at describing, systematic descriptions of facts and evidence,
and the connection between phenomena studied. Woman ideology in this novel was formulated by
deconstruction critical method and sociological approach in literature. The findings of this study
found out that there are two ideologies - social ideology and political ideology. The dominant
social ideology is feudal and noefeudal ideologies. Feudal ideology is reflected in the woman as the
main character who views that the royal heritage and the cultural ceremony of penghulu must be
culturally based. However, noefeudal ideology is reflected in leaderships’ wives and conglomerates’
brothers and sisters who view it flexibel in relevance with the current situation, not rituals. Political
ideology reflected in this novel has two potentials-positive and negative potentials. Positive ideology
is indicated by the activities done in by royal family, while negative ideology is reflected in activities
done by families not coming from the royal families.

Keywords: deconstruction, hermeneutics, ideology, Minangnese women, reflection

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi bentuk ideologi wanita Minangkabau yang
terefleksi dalam novel Negeri Perempuan karya Wisran Hadi. Penelitian ini dilakukan berlandaskan
teori-teori ideologi dan dekonstruksi. Metode analisis data menggunakan metode hermeneutika.
Metode hermeneutika memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
analisis deskriptif. Metode deskriptif analitis bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran,
atau uraian secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan
antarfenomena yang dikaji. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa ada dua bentuk
ideologi yang terefleksi dalam novel ini, yakni ideologi sosial dan ideologi politik. Ideologi
sosial yang menonjol adalah ideologi feodal dan neofeodal. Ideologi feodal terefleksi pada tokoh
perempuan pewaris kerajaan yang selalu berpandangan masalah warisan dan tata cara pengangkatan
penghulu sesuai dengan aturan adat yang berlaku, sedangkan ideologi neofeodal yang didukung oleh
tokoh perempuan istri pejabat dan saudara konglomerat yang berpandangan bahwa tata cara warisan
dan tata cara pengangkatan penghulu itu bukanlah sesuatu yang sakral, tetapi amat fleksibel dan
dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi kekinian. Ideologi politik yang terefleksi dalam
novel ini mempunyai dua corak, yaitu ideologi politik yang berpretensi positif dan yang berpretensi
negatif. Ideologi positif terlihat dari aktivitas keluarga pewaris kerajaan, sedangkan ideologi yang
berpretensi negatif terefleksi dari aktivitas keluarga di luar pewaris kerajaan.

Kata Kunci: dekonstruksi, hermeneutika, idoelogi, refleksi, wanita Minangkabau

* Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat

69
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

PENGANTAR ideologi wanita Minang yang terefleksi dalam


novel Negeri Perempuan ini. Dengan mengetahui
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi
bentuk ideologi wanita itu sebagai salah satu produk
pentingnya mengkaji ideologi wanita Minangkabau
budaya Minangkabau kita akan dapat mengetahui
yang terefleksi dalam novel Negeri Perempuan
sejauh mana ideologi itu diterapkan di tengah-
karya Wisran Hadi. Pertama, budaya Minangkabau
tengah masyarakat, sebab karya sastra itu pada
sangat unik dibandingkan budaya nusantara lain-
hakikatnya selalu disinari oleh nilai-nilai yang
nya. Budaya Minangkabau menganut sistem
ditetapkan dan yang diterapkan. Oleh sebab itu
matriakat yang menempatkan posisi perempuan yang dilakukan pengarang adalah meyakinkan dan
(di Minangkabau dilambangkan dengan predikat menunjukkan bahwa sastra betul-betul berinteraksi
Bundo Kanduang) sebagai figur sentral dalam dengan kehidupan individu-individu di tengah
keluarga. Semua persoalan dalam keluarga selalu masyarakat (Hoggart, 1975).
dinisbatkan kepadanya dan dia adalah penentu
Kedua, masalah harta pusaka dalam masya-
kebijaksanaan keluarga. Dalam artian ideal-abstrak-
rakat Minangkabau merupakan harta pusako
filosofi, Bundo Kanduang adalah perlambang dan
tinggi (pusaka tinggi) yang tidak dapat dibagi
sekaligus personifikasi dari budaya Minangkabau
maupun dimiliki. Sistem budaya Minangkabau
itu sendiri. Posisi laki-laki dalam keluarga hanya
memiliki cara tersendiri dalam memanfaatkan dan
berfungsi sebagai periferal. Ia hanya bertugas
mengelola harta pusaka. Demikian juga dengan
sebagai pelindung keluarga, termasuk dalam hal
sistem perkawinan, budaya Minangkabau lebih
harta warisan keluarga. Oleh karena itu, mamak
mengutamakan kawin antar keluarga yang dalam
(paman) dalam budaya Minangkabau hanya
budaya Minangkabau sering diistilahkan dengan
berfungsi sebagai protektoral dan seremonial untuk kawin awak samo awak yang dipersonifikasikan
berhadapan dengan dunia luar. Maksudnya adalah kuah tatuang ka nasi (kuah tertumpah ke nasi)
apa yang disampaikan kepada dunia luar adalah atau pulang ka bako, sehingga amat berbeda
suara keluarga yang sebelumnya telah dimufakati dibandingkan budaya lainnya. Keunikan-keunikan
dan diputuskan Bundo Kandung. Dengan sistem budaya yang seperti ini menarik untuk dikaji
matrilineal itu, budaya Minangkabau memberikan bukan hanya karena ceritanya yang menarik,
kesempatan kepada perempuan untuk memiliki. tetapi permasalahan yang dipotret pun merupakan
Wisran Hadi sebagai pengarang novel Negeri potret kehidupan sosial budaya Minangkabau
Perempuan tentulah menulis berlatarbelakang zaman sekarang, yakni permasalahan kehidupan
budaya Minangkabau, budaya yang menganut sosiobudaya masyarakat Minangkabau pasca-
sistem matrilineal, yang memposisikan wanita reformasi.
sebagai pewaris harta dan keturunan berdasarkan Berdasarkan kedua alasan di atas, dapat
garis Ibu tersebut. Di samping itu, Wisran juga dirumuskan bahwa permasalahan utama yang ingin
mempunyai seorang istri yang merupakan seorang dijawab melalui kajian ini adalah bagaimanakah
wanita pewaris kerajaan Minangkabau. Dengan bentuk ideologi wanita Minangkabau yang tere-
dasar pemikiran itu tentu banyak sedikitnya, ia fleksi dalam novel Negeri Perempuan? Untuk
menjadikan permasalahan budaya dan kehidupannya menjawab permasalahan itu, landasan teoretis
itu sebagai objek permasahan novelnya. Novel yang digunakan adalah teori ideologi Gramsci
Negeri Perempuan yang ditulisnya pada tahun 2011 dan dekonstruksi. Althusser (2008) menyatakan
merupakan alat bagi Wisran untuk memaparkan bahwa ada empat inti pengertian ideologi. Keempat
dilema ideologi wanita di Negeri Perempuan pengertian itu adalah: (1) ideologi memiliki fungsi
(Minangkabau) dan alat untuk mengemukakan visi, umum dalam pembentukan subjek; (2) ideologi
reaksi dan opininya terhadap budaya Minangkabau. sebagai pengalaman hidup bukanlah kepalsuan;
Hal semacam inilah yang menjadi salah satu (3) ideologi sebagai kesalahpahaman dalam
alasan lain mengapa penting mengkaji bentuk mengetahui kondisi riil kenyataan adalah palsu;

70
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

dan (4) ideologi terlibat dalam reproduksi formasi Formasi ideologi dapat ditelusuri melalui
sosial dan relasi kekuasaan. Ideologi memiliki elemen material, kemudian dikaji lebih lanjut pada
dua watak, yakni sebagai lived experience yang hal-hal yang berkaitan dengan elemen kesadaran,
merepresentasikan kondisi kehidupan nyata masya- elemen solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan.
rakat, dan sebagai ilusi, ia tidak nyata dan bersifat Keempat elemen tadi tidak harus muncul ber-
imajinatif. samaan. Elemen yang harus muncul adalah ele-
Menurut Gramsci (1985) sastra adalah men material, yang berwujud berbagai aktivitas
situs ideologi. Oleh karena itu, untuk menggali praktis dan menjelma dalam kehidupan keseharian,
ideologi suatu kelompok etnis tertentu dapat cara hidup kolektif masyarakat, lembaga, serta
dilakukan dengan memahami gagasan, konsep, organisasi tempat praktik sosial berlangsung.
dan pandangan yang direpresentasikan oleh Formasi ideologi dalam materi teks sastra
para pemikirnya. Di samping melalui dokumen muncul melalui tokoh, latar (yang mencakup
kesejarahan, gagasan, konsep, dan pandangan tempat, waktu, dan sosial), serta peristiwa. Dalam
tersebut juga dapat ditelusuri melalui karya-karya perspektif kajian ini, semua elemen tersebut
budaya. Salah satu wujud hasil kebudayaan tersebut merupakan representasi ideologi yang melekat pada
adalah karya sastra. Karya sastra dapat menjadi setiap elemen tadi. Oleh karena itu, karya sastra
sarana bagi pengarang untuk merepresentasikan disebut juga sebagai situs ideologi, karena teks
pikiran, perasaan, dan tanggapan mengenai suatu sastra merupakan dialektika pemikiran pengarang
peristiwa. Pikiran, gagasan, dan pandangan itu sendiri yang dimunculkan melalu tokoh, latar,
pengarang tersebut dapat berkaitan dengan adat dan serta peristiwa. Oleh karena itu, fiksi tidak hanya
agama yang dituangkan dalam karya sastra. sebagai wadah ideologi, tetapi juga sebuah alat
Sebagai situs ideologi di dalam karya sastra yang menyenangkan dan senantiasa berhasil men-
pengarang secara sengaja atau tidak, menge- transmisikan ideologi tertentu kepada pembaca
tengahkan konsep hidup atau ideologi yang (Storey, 2007).
dianutnya. Ideologi yang merupakan sistem berpikir Wiliams (1977) mengembangkan konsep
dengan unsur-unsur (1) hubungan sebab akibat ideologi Gramsci. Dalam kajiannya terhadap teks
yang rasional, (2) kepercayaan dan asumsi yang sastra, Williams mencoba memahami kebudayaan
dipilih dan (3) nilai dasar yang mendukungnya sebagai lingkup yang tak terpisahkan. Williams
yang juga mendasari asumsi yang belum tentu juga
membuat ciri pembeda antara ciri-ciri kebudayaan,
benar, dapat ditemukan dalam kesusastraan, baik
yaitu kebudayaan tradisional atau residu atau
sebagai materi cerita maupun sebagai kekuatan
juga disebut kebudayaan endapan, kebudayaan
yang mempengaruhi terbentuknya genre sastra.
hegemoni atau dominan, dan kebudayaan bangkit.
Hubungan antara konsep hidup dan tindakan
Kebudayaan residu merupakan ke-budayaan masa
manusia sangat erat, meskipun terlihat adanya
lampau yang masih berjuang mempertahankan
tarik menarik antara kesadaran akan kebenaran
kehidupannya. Kebudayaan hegemoni merupakan
dan dorongan untuk berbuat sesuai dengan apa
kebudayaan yang dominan dalam kekuasaan.
yang diyakininya, namun, seringkali kita dapatkan
Kebudayaan bangkit merupakan kebudayaan yang
konsep ideologi yang telah meresapi si tokoh
sedang berjuang merebut hegemoni.
menjadi kekuatan yang luar biasa. Apa yang kita
lihat di dalam kehidupan nyata, seperti konsep Bagi Gramsci, bentuk-bentuk organisasi
kebebasan, otoritas atau kekuasaan tampak dengan kultural atau kebudayaan, merupakan objek
lebih jelas lewat model yang digunakan pengarang yang menarik untuk diteliti secara konkret,
dalam karyanya. Ketika pada akhirnya pembaca terutama dalam hubungan dengan kemungkinan
menangkap penerapan model dan kondisi yang dioperasikannya dalarn kehidupan praktis. Studi
diciptakan di dalam cerita, kita berhadapan, mengenai kebudayaan serupa itu, misalnya berupa
sebenarnya, dengan dunia nyata. sekolah dengan seluruh levelnya, gereja dengan

71
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

organisasi sosial besarnya, surat-surat kabar, membongkar hierarki yang diakibatkan oleh
rnajalah-majalah, perdagangan buku, juga apa cara berpikir yang logo sentris yang percaya
saja yang komplementer bagi sistem negara, atau bahwa makna dan realitas bersifat stabil. Dekon-
lembaga-lembaga kultural seperti universitas struksi berusaha menunjukkan ketidakadilan
popular. Studi mengenai kebudayaan juga meliputi yang tersembunyi melalui lubang-lubang teks
berbagai aktivitas kultural lainnya, seperti seni dan yang membuat makna tidak stabil. Menurut
kesusastraan (Faruk, 1994). Storey, mendekonstruksi berarti tidak sekadar
Ada empat hal yang patut dicatat dari teori menetralisasi oposisi biner, tetapi juga membuang
Gramsci dalam bandingannya dengan teori Marx. hierarki dengan cara melakukan usaha agar yang
Pertama, Gramsci berpendapat bahwa di dalam tersembunyi menjadi nyata. Dengan demikian,
masyarakat selalu terdapat pluralitas ideologi. mendekonstruksi dapat diartikan sebagai kegiatan
Kedua, konflik tidak hanya antarkelas, tetapi konflik membongkar pasang hierarki teks dengan tujuan
antara kelompok-kelompok dengan kepentingan- untuk membangun kembali apa yang selama ini
kepentingan yang bersifat global (umum) untuk selalu disiratkan oleh teks (Sarup, 1993).
mendapatkan kontrol ideologi dan politik terhadap Pembacaan secara dekonstruktif tidak
masyarakat. Ketiga, jika Marx menyebut kelas memiliki pengandaian teleologis seperti yang
sosial harus menyadari keberadaan dirinya dan biasa diharapkan oleh banyak orang. Tidak ada
memiliki semangat juang sebagai kelas, Gramsci makna yang ingin ditangkap. Setelah sebuah teks
menyatakan bahwa untuk menjadi kelompok didekonstruksi, yang ada hanyalah permainan
dominan, kelompok harus mewakili kepentingan. belaka, yang tidak mengarah kepada satu tujuan
Kelompok dominan harus berkoordinasi, mem- atau referens, tetapi menyebar ke segala arah.
perluas, dan mengembangkan interest-nya dengan Dengan kata lain, tidak ada satu kekuatan pun yang
kepentingan-kepentingan umum kelompok subal- dapat menghentikan menyebarnya penafsiran-
tern. Kata kunci dalam pemahaman teori hegemoni penafsiran baru yang sewaktu-waktu dapat mencuat
Gramsci adalah negosiasi yang dibutuhkan untuk tanpa disangka-sangka dari sebuah teks. Dalam
rnencapai konsensus semua kelompok. Keempat, pembacaan dekonstruktif, makna lebih dialami
Gramsci berpandangan bahwa seni atau sastra sebagai proses dari penafsiran (Al-Fayydl, 2006).
berada dalam superstruktur. Seni diletakkan dalam
Sumber data kajian ini adalah novel Negeri
upaya pembentukan hegemoni dan budaya baru.
Perempuan karya Wisran Hadi. Pengumpulan
Seni membawa ideologi atau superstruktur yang
kohesi sosialnya dijamin kelompok dominan. data dilakukan dengan teknik pustaka dan teknik
Ideologi tersebut merupakan wujud counter- analisis dokumen. Teknik ini dilakukan dengan cara
hegemoni (hegemoni tandingan) atas hegemoni membaca data dengan tujuan mengidentifikasikan
kelas penguasa yang dipertahankan anggapan data sesuai dengan teori yang digunakan.
palsu bahwa kebiasaan dan kekuasaan penguasa Metode analisis data menggunakan metode
merupakan kehendak Tuhan atau produk alam. hermeneutika. Menurut Ratna (2004), metode
Seni merupakan salah satu upaya persiapan hermeneutika memanfaatkan cara-cara penafsiran
budaya sebelum sebuah kelas melakukan tindakan dengan menyajikannya dalam bentuk analisis
politik. Hal ini berarti bahwa sastrawan merupakan deskriptif. Metode deskriptif analitis bertujuan
intelektual. Untuk mengidentifikasi ideologi, tidak untuk membuat deskripsi, gambaran, atau uraian
hanya melihat karya sastra, tetapi juga memper- secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta-
hatikan pandangan dan intensi pengarang tentang fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena
kehidupan, serta kondisi sosial historis pada saat itu. yang diteliti. Kajian ideologi tokoh wanita dalam
Kandungan ideologi dalam karya sastra kajian ini diformulasikan dengan perpaduan metode
dipahami dengan melakukan studi dekonstruksi, kritik sastra dekonstruksi dengan pendekatan
yakni suatu teori sastra yang bertujuan untuk sosiologi sastra melalui (1) penentuan latar

72
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

cerita; (2) mengidentifikasi tokoh-tokoh wanita internal terjadi antarsesama anggota keluarga
pada karya yang dikaji; (3) mengidentifikasi pewaris kerajaan, yaitu konflik antara Bundo dan
dan mengklasifikasikan bentuk ideologi tokoh Reno dengan Oncu. Oncu selalu tidak sependapat
wanita melalui tindakan, pikiran, dan dialog terhadap setiap keputusan yang diambil Bundo
sang tokoh; (4) menghubungkan keterkaitan dan Reno karena ia merasa setiap keputusan yang
bentuk ideologi tokoh wanita dalam karya sastra diambil Bundo dan Reno selalu merugikannya.
(realitas fiksi) dengan realitas objektif; dan (5) Konflik eksternal terjadi antara tokoh perempuan
menginterpretasikan sikap penulis sebagai bagian pewaris kerajaan dengan orang luar (orang kaya dan
dari realitas sosial masyarakat terhadap bentuk penguasa yang diwakili oleh tokoh Merrajuti dan
ideologi tokoh wanita yang terefleksi dalam Bu Lansia).
karyanya. Kedua konflik tersebut merupakan biang
keladi (penyebab utama) terjadinya konflik inter-
nal karena merasa terganggu dengan orang luar
REFLEKSI IDEOLOGI WANITA MINANGKABAU
untuk mengurus kerajaan. Ideologi yang ingin
DALAM NOVEL NEGERI PEREMPUAN
dibangun berdasarkan konflik internal dengan
Berdasarkan perbuatan, pikiran, ucapan eksternal adalah di Negeri Perempuan yang
dan dialog tokoh, ada dua bentuk ideologi yang selama ini berideologi demokratis, egaliter,
terefleksi dalam novel ini. Kedua bentuk ideologi mengambil keturunan dan harta dari garis ibu,
itu adalah ideologi sosial dan ideologi politik. yang menganggap kedudukan manusia sama,
Bentuk ideologi sosial yang terefleksi dalam tetapi karena pengaruh eksternal berubah ke
novel ini adalah ideologi sosiobudaya feodal idealisme dan paham neofeodal. Mereka mulai
yang didukung oleh tokoh-tokoh wanita pewaris membeda-bedakan orang berdasarkan asal-usul
kerajaan, yakni tokoh Bundo dan tokoh Reno. dan gelar kebangsawanan. Untuk mendapatkan
Sebaliknya, ideologi sosiobudaya kedua adalah gelar kebangsawanan itu, mereka melakukan
ideologi neofeodal yang didukung oleh tokoh berbagai cara meskipun tidak sesuai dengan adat
Bu Lansia, istri pejabat pemerintahan, dan tokoh Nagariko (latar cerita novel ini) sendiri, seperti
Merrajuti, adik dari saudagar kaya raya Nagariko. yang dilakukan Bu Lansia untuk memperoleh
Ideologi politik tokoh yang terefleksi dalam gelar bangsawanan suaminya Barajoan (pejabat
pemerintahan). Konflik memuncak terjadi ketika
novel ini adalah ideologi tokoh wanita yang ingin
pembangunan Puri Alam sebagai pengganti rumah
mempertahankan nilai-nilai tradisi kerajaan yang
Bundo yang dijadikan museum. Berubahnya mata
didukung oleh tokoh wanita pewaris kerajaan dan
pencaharian penduduk dari petani menjadi penjual
ideologi politik tokoh wanita yang ingin melakukan
jasa bertambah bebas, dan luasnya pergaulan
pembaharuan terhadap tradisi yang didukung oleh
akibat banyaknya orang luar berkunjung ke Puri
tokoh Bu Lansia dan Merrajuti.
Alam juga berakibat terhadap idealisme tokoh-
Munculnya kedua ideologi tersebut ber- tokoh perempuan dalam novel ini ikut bergeser
sumber dari budaya adat, terutama dalam hal dari idealisme feodal menjadi idealisme neofeodal.
pengangkatan penghulu dan membangun rumah Sebelum pembangunan Puri Alam, keluarga
gadang. Dari sumber ini pula muncul dua oposisi pewaris kerajaan hidup dengan tenang, adat berjalan
ideologi yang saling bertentangan, yakni ideologi sebagaimana mestinya, setiap orang menyadari
tokoh wanita pewaris kerajaan bersikukuh untuk posisinya dalam adat, tetapi setelah Puri Alam
mempertahankan tata cara pengangkatan penghulu dibangun, keluarga pewaris kerajaan mulai terusik
dan pembangunan rumah gadang sesuai dengan karena kaum penguasa dan proletar menginginkan
tradisi adat yang berlaku dengan tokoh Bu Lansia tempat yang diduduki Bundo itu sebab kaum
dan Merrajuti yang berkeinginan untuk merombak penguasa dan kaya belum merasa puas dan
tradisi. Akibatnya adalah munculnya dua konflik, terhormat manakala belum berhasil mendapatkan
yakni konflik internal dan konflik eksternal. Konflik kedudukan seperti keluarga Bundo.

73
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

Peristiwa pembangunan Puri Alam, yakni santun yang selama ini menjadi kebanggaan negeri
sebuah museum megah yang dibiayai pemerintah ini pun tidak dihiraukan lagi bahkan keluarga
Nagariko (setting cerita), pada awalnya yang akan Bundo sekali pun dilecehkan. Menghadapi kemelut
dibangun hanya sebuah rumah sebagai pengganti ini, untunglah ada tokoh Reno anak perempuan
rumah Bundo yang terbakar di lokasi yang sama. Bundo menyelesaikan dilema tersebut sebagai
Rumah Bundo yang terbakar itu merupakan istana seorang perempuan bangsawan yang berideologi
raja, tetapi ketika pembangunan akan dimulai feodal.
timbul bermacam-macam ideologi, baik yang Reno adalah anak perempuan Bundo yang
mendukung keberadaan Bundo maupun yang sulung. Ia adalah seorang dosen di fakultas
tidak menghormatinya. Akhirnya, Puri Alam pertanian. Ia sering pulang ke kampung untuk
tersebut dibangun tidak persis di lokasi rumah membantu ibunya menyelesaikan persoalan-
Bundo yang terbakar, tetapi di tanah lain meskipun persoalan keluarga. Reno digambarkan sebagai
tanah tersebut milik keluarga Bundo juga. Ketika perempuan yang taat beragama, cekatan, cerdas,
akan diresmikan, timbul suatu problem apakah dan mempunyai pandangan yang luas serta peduli
peresmian itu secara adat atau secara pemerintah. terhadap perubahan pandangan yang terjadi
Seluruh penghulu di negeri itu semuanya meng- di dalam masyarakat dan kaum kerabatnya.
ancam dan akhirnya Puri Alam diresmikan secara Kepedulian itu digambarkan pengarang, “… bukan
adat. Meskipun persoalan peresmian itu sudah jelas, karena ia mau kembali hidup pada zaman raja-
persoalan lain yang muncul adalah ketika memilih raja tempo dulu, tapi perubahan yang kini terjadi
anggota keluarga yang akan duduk di singgasana. akan mempengaruhi segala aspek kehidupan”
Menurut adat seharusnya yang duduk di singgasana (hlm.10). Tokoh Reno juga memaklumi keadaan
itu adalah Engku, tetapi dia tidak bersedia, ia masyarakatnya yang masih lemah dari sektor
menunjuk tokoh Muning anak Bundo sebagai ekonomi, pendidikan yang rendah dan dasar agama
penggantinya. Akan tetapi Oncu, adik Bundo meng- yang goyah, sehingga nilai-nilai yang mereka anut
anggap tokoh Mangun (anaknya) yang pantas akan mudah terpengaruh dan tentu akan menerima
karena Mangun lebih tua dua hari dari Muning. perubahan tanpa saringan. Oleh karena itu, Reno
Engku tetap memilih Muning untuk didudukkan berpikir tentang kaumnya.
di singgasana sebagai Raja Alam pada upacara
“Perjuangan perempuan negeri ini ternyata
tersebut.
tidak seperti dulu lagi. Persoalan yang
Kehadiran Puri Alam sebagai tujuan wisata kita hadapi sekarang bukan lagi kawin
mulai mengubah ideologi masyarakat. Sebagian paksa, ditinggal suami merantau, tanah
masyarakat, terutama yang fanatik terhadap adat pusaka digadaikan mamak ke bank! Tetapi
dan pro terhadap tokoh Bundo dan Reno mengutuk bagaimana kita dapat mencegah setiap usaha
atas kehadiran Puri Alam tersebut, sedangkan yang akan dapat menghancurkan kebanggaan
sebagian lainnya terutama tokoh Merrajuti dan Bu kita, pengaburan sejarah kita....” (hlm.35)
Lansia menerima realitas itu dengan hati yang lega
karena dengan kehadiran Puri Alam sebagai objek Pernyataan tokoh Reno merembes pada
wisata mereka dapat mempengaruhi dan mengambil pemahaman yang diamatinya pada pergeseran
simpatik dari masyarakat agar mereka dapat nilai-nilai, seperti kawin paksa, suami yang
menjual jasa, mendirikan warung untuk berjualan meninggalkan istrinya untuk merantau, dan mamak
dan memperbaiki ekonomi. Ini dilakukan Merrajuti yang mengadaikan harta kaumnya yang sering
dan Bu Lansia untuk mengukuhkan keberadaannya terjadi pada masa lalu, tidak relevan lagi dialami
sebagai adik orang kaya dan istri pejabat penguasa pada masa sekarang. Pergeseran nilai tersebut
yang mempunyai ideologi neofeodal. Kehadiran diideologikan sebagai hal yang tidak penting
Puri Alam juga berpengaruh terhadap pola berpikir dibahas, tetapi seharusnya adalah mencarikan
dan berpakaian anak-anak muda. Adat dan sopan jalan keluar dari pergeseran tersebut. Tokoh

74
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

Reno menyaran pada usaha untuk mencegah agar Cucuak sangguah! Di depanku kalian
kebanggaan sebagai perempuan Minang tidak pura-pura mengerti, cengangguk-angguk,
luntur sehingga perempuan Minang seharusnya menangis terisak-isak! Besok pagi kalian
bersikap lebih bijak dan mampu mempertahankan berdiri di halaman Puri Alam, tertawa
kehormatannya. cekikikan, berpakaian tidak karuan dan
Di samping bijak, Reno juga temperamental. menggoda setiap lelaki! Tidak begitu caranya
Kalau ada orang yang menurutnya tidak mencari laki, tahu! Kalau mau kawin,
seideologi dengannya dan akan merusak urusan katakan padaku terus-terang. Aku akan
adat keluarganya sebagai pewaris kerajaan, tidak carikan suami yang sepadan untuk kalian.
peduli pejabat tinggi sekalipun, ia akan marah. Sekiranya tidak seorang pun laki-laki yang
Hal ini terlihat dari perlakuannya terhadap tokoh mau mengawini kalian, akan kujemput
Burik yang suka melecehkan keluarganya, Reno hantu-hantu jantang dari gunung Patah
berkata, “Kalau mau berolok-olok jangan bawa- Tujuh itu! Tapi jangan jadi gadis jangak!”
bawa keluargaku!” (hlm.9). Akibatnya, Burik (hlm.13)
terpaksa minta maaf dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi perbuatannya itu. Banyak orang Kutipan tersebut menjelaskan kepedulian
yang ingin berbicara pada Bundo tentang efek tokoh Reno terkait fernomena pergeseran nilai-
samping pembangunan Puri Alam, tetapi mereka nilai ideologi perempuan Minang yang sudah
takut berhadapan dengan Reno seperti terlihat pada kabur. Kepedulian tersebut “terbungkus” pada
kutipan berikut. kodrat perempuan Minang yang seharusnya tidak
melecehkan dan menghina sejarah. Bentuk ideologi
“Yang membuat mereka takut bicara di
tersebut merupakan salah satu bentuk ideologi
hadapan Bundo bukan karena Bundo,
neofeodal yang mengarah pada tatanan kekuasaan
tetapi Reno. Karena jika ada kesalahan dan
yang menyimpang pada warisan lama. Tokoh Reno
pelanggaran sopan santun yang mereka
berpandangan dengan memaparkan satu per satu
lakutkan baik sengaja atau tidak, Reno
bentuk pelecehan dan penghinaan tersebut seperti
pasti akan memarahi mereka habis-habisan.
mencalak mata, mengincu bibir, menginai kuku,
Seakan Reno tidak takut pada siapa pun.”
berpakaian tidak karuan, dan menggoda laki-laki.
(hlm.10)
Ideologi neofeodal yang tercermin pada tokoh Reno
Kutipan tersebut menegaskan bahwa ideologi adalah usahanya dalam memberi petunjuk pada
dan pandangan tokoh Reno mengasosiasikan perempuan-perempuan Minang bahwa seharusnya
dirinya sebagai seseorang yang tidak takut untuk perbuatan tersebut tidak dilakukan lagi pada saat ini
menyatakan suatu kebenaran. Selanjutnya, per- dan seharusnya perempuan Minang mencari suami
lakuan yang sama juga ditunjukkan Reno terhadap yang lebih sepadan.
gadis-gadis yang suka menjual tampang di Puri Selain itu, Barajo, Bu Lansia, Merrajuti,
Alam, dengan nasihat: Palimo Parangusai dan Pak Sati adalah orang-
“Nagariko ini dikenal sebagai pusat adat. orang penting yang pernah merasakan kemarahan
Negeri yang terkenal dengan peninggalan dan hardikan Reno. Apalagi terhadap orang-orang
sejarah. Karena itu pula pemerintah mau biasa seperti Burik dan Masam. Reno hanya marah
mendirikan Puri Alam di tanah kita. Tapi kalau orang-orang itu melakukan sesuatu yang
kalian melecehkan! tidak sesuai dengan ideologinya dan tata cara adat
Menghina sejarah dan leluhur. Aku tahu keluarganya, seperti yang dirasakan Palimo berikut.
kalian memerlukan berbagai penyaluran “Palimo! Payung kuning itu bukan milik
dari desak kegadisan dan kegatalan remaja kalian! Aku yang berhak memutuskan siapa
kalian. Kau calak mato, gincu bibir, inai yang harus dipayungi dan siapa yang tidak!
kuku dan kau juga Payung itu tidak boleh dikeluarkan. Sudah

75
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

kuberi kebebasan di rumahku malah mau Barajoan (kepala daerah atau penguasa di daerah
mengambil semua apa yang ada .... Palimo tersebut). Semua penghulu-penghulu yang ter-
tahu, bukan si Joan yang harus dipayungi kenal kritis dan pandai petatah-petitih menerima
dengan payung pusakaku! Katakan kepada sebuah putusan dari seorang perempuan ...”Apa
induk semangmu itu. Dia tidak akan yang dikatakan Dipertuan Gadis tadi merupakan
dipayungi dengan payungku walau berepa titah raja kami.Tugas kami menjalankan, bukan
pun tinggi pangkatnya di negeri ini!” (hlm. mempertanyakan.” (hlm.117)
129-130) Berdasarkan data-data tersebut jelas bahwa
di dalam novel Negeri Perempuan ini pengarang
Kutipan tersebut merupakan salah satu memperlihatkan dominasi kekuasaan perempuan.
bentuk ideologi feodal dari tokoh Reno. Tokoh Hal ini terlihat dengan ditonjolkannya tokoh
Reno mempertahankan bentuk ideologinya secara Reno dalam setiap pengambilan keputusan yang
feodal dengan mempertahankan harta pusakanya. berhubungan dengan kerajaan, meskipun tokoh
Pusaka yang dimaksud adalah payung kuning Reno sendiri mempunyai seorang adik laki-
yang seharusnya dialah atau kaum kerajaanlah laki, yakni tokoh Muning. Akan tetapi karena
yang tepat menyimpan pusaka tersebut. Ideologi Muning tidak mempunyai ideologi yang kokoh,
tersebut ditujukan pada panglimo atau pemerintah setiap ada permasalahan selalu dipercayakan pada
yang ingin mengambil pusaka tersebut. Kasus Reno untuk menyelesaikannya. Ketidakkokohan
tersebut mencerminkan bahwa ideologi feodal ideologi Muning itu terlihat ketia ia disuruh tokoh
pada tokoh Reno terkait harta pusaka kerajaan Engku mengantarkan Rajasyah (orang kaya yang
tetap dipertahankannya sehingga dia memiliki hak berasal dari negeri sembilan Malaysia yang orang
penuh terhadap kekuasan tersebut. Selain itu, ketika tuanya juga sebagai pewaris kerajaan) menemui
Bajoan datang minta maaf atas kesalahan Palimo, Barajoan (pemerintah) dalam rangka pembangunan
dengan sinis Reno mengatakan Barajoan tidak tahu rumah sembilan ruang. Muning merasa kurang
adat sehingga wajah Barajoan berubah pucat pasi. mampu sehingga ia harus mengadukan pada dan
“E, Pak Joan! Anak buah Bapak yang mengajak Reno. Realitas di atas bertentangan
tidak tahu adat jangan suruh ke rumahku dengan konsep “mamak” dalam masyarakat
ini! Jangan disangka orang di sini tidak Minangkabau yang matriakat mengacu pada sistem
ada yang mengerti adat. Upacara apa pun kekerabatan ibu. Namun, perempuan Minang tidak
bentuknya, penghulu-penghulu di sini lebih memiliki kekuasaan dan otoritas dalam mengambil
paham dari mereka. Kalau mau beradat, keputusan. Keputusan berada di tangan saudara
ikuti adat di rumah ini. Bukan kami yang laki-laki si perempuan atau “ninik mamak”. Dengan
harus mengikuti adat kalian.” (hlm.131). demikian, kekuasaan dan otoritas masih berada di
tangan laki-laki.
Sebagai anak perempuan sulung, Reno diharap-
kan Engku dan Bundo untuk menggantikan perannya Konstruksi dominasi tokoh Bundo dan
sebagai pengayom masyarakat. Oleh sebab itu, kalau Reno dalam keluarga kerajaan, dominasi tokoh
ada masalah-masalah dalam negeri, Bundo selalu Merrajuti terhadap saudara laki-lakinya, dan
meminta Reno pulang untuk menyelesaikannya. dominasi Bu Lansia terhadap suaminya merupakan
Reno mampu menyelesaikan. Bundo dan Engku bukti nyata bahwa di Negeri Perempuan tidak
membiarkan dan mengedepakannya. Kalau Reno mempertimbangkan dan menghargai etnik mereka.
sudah minta bantuan barulah kedua orang itu tampil Secara tidak langsung novel ini menyiratkan kepada
memberikan saran atau memberi kata putus. pembaca bahwa novel ini ingin memenangkan
Bahkan, kalau Bundo telah mengizinkan Reno ideologi matriarkhat atas ideologi patriarkhat.
memutuskan sesuatu, semua penghulu negeri itu Namun pengarang juga menyadari bahwa ideologi
akan patuh. Hal ini terlihat dari keputusan Reno ini tidak akan bertahan. Hal ini terbukti dari
memberikan gelar penghulu Bakaresi kepada pengakuan tokoh Reno sendiri yang pada akhirnya

76
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

juga mempunyai keterbatasan. Beragamnya Bu Lansia yang mempunyai kekuasaan dengan


masalah membuat dia membatin. Ia tidak akan suaminya juga membentuk kelompok untuk
mungkin lari dari tanggung jawab sebagai pewaris mendapatkan power over dan memperjuangkan
keturunan raja Nagariko. ideologi mereka. Inilah dominasi perempuan yang
“ .... Tapi kodrat kewanitaannya kadang- diperlihatkan Wisran, yakni perempuan pasca-
kadang memperlihatkan sisi-sisi kelemahan- feminis, perempuan pascaterbakarnya rumah
nya. Sesaat dia merasa tidak berdaya. Bundo.
Seakan dia sendiri sedang berdayung
melawan arus. Sampai seberapa lamanya IDEOLOGI WANITA MINANGKABAU DALAM
dia tahan berdayung, sementara beban NOVEL NEGERI PEREMPUAN
perahunya semakin sarat dan arus semakin Ada dua ideologi wanita Minangkabau yang
kuat. Sesaat dia menyesali dirinya, kenapa terefleksi dalam novel Negeri Perempuan karya
harus dilahirkan sebagai perempuan. Wisran Hadi, yakni ideologi sosial dalam bentuk
Kenapa tidak sebagai seorang laki-laki ideologi feodal dan neofeodal. Munculnya dua
perkasa yang dapat membusungkan dada ideologi tokoh wanita yang saling beroposisi dalam
di galadak kapal saat badai menerpa novel ini bersumber dari adat, terutama dalam tata
kapalnya.” (hlm.270-271) cara pengangkatan penghulu dan membangun
rumah gadang. Bagi wanita pewaris kerajaan,
Dalam perspektif feminis, kekuasaan diter- pengangkatan penghulu idealnya harus didasarkan
jemahkan sebagai kekuasaan yang ada di dalam pada tata cara pengangkatan, kedudukan, dan
diri sendiri. Keberdayaan ini mengarah pada makna fungsi penghulu yang sesuai dengan adat yang
“kemampuan diri” atau “kemampuan kontrol telah berlaku secara turun-temurun. Namun, realitas
internal”. Para feminis menganggap perempuan sekarang menunjukkan bahwa kedudukan penghulu
yang berdaya adalah perempuan yang mampu tidak lagi sebagaimana mestinya. Kini bagi
mengarahkan dirinya untuk tidak didominasi atau masyarakat Nagariko (latar novel ini) kedudukan
mendominasi. Kebebasan dan otonomi perempuan penghulu hanya dipandang sebagai status sosial
yang berdaya tidaklah dengan mengorbankan yang meskipun mereka tidak memahami tugas dan
lain. Menurut Thomson (1984), ada empat macam kewajiban yang harus dipikul oleh seorang
kekuasaan yang saling tumpang tindih, menyatu penghulu. Begitu berartinya kedudukan penghulu
bagi masyarakat Nagariko, semua laki-laki atau
dan berinteraksi, yaitu power over (mendominasi);
anggota kaum ingin mendapatkan gelar tersebut
power from within (kesadaran); power with
dengan segala cara. Bahkan, jasa para penghulu
(bekerja sama); dan power to (mampu), sedangkan
sudah mulai dihargai dengan uang oleh mereka
level kekuasaan ada tiga, yakni personal power
yang berharta. Masyarakat Minangkabau sekarang
(kekuasaan personal) relational power (kekuasaan banyak memandang kedudukan penghulu sebagai
hubungan) dan group power (kekuasaan kelompok). status sosial meskipun mereka tidak memahami
Konstruksi tokoh Bondo dan Reno dalam tugas dan kewajiban seorang penghulu. Oleh karena
novel ini digambarkan sebagai perempuan-perem- pemahaman yang salah, mereka sangat ambisius
puan yang memiliki semua elemen power to, power untuk mendapatkan gelar penghulu.
from within, power with, dan power over. Mereka Semua tokoh dalam novel ini ingin menjadi
menyadari mereka memiliki kelebihan, yakni status penghulu atau pewaris kerajaan, baik yang
sosial yang lebih tinggi sebagai pewaris kerajaan tua dan berjabatan maupun rakyat biasa. Hal
untuk memperjuangkan ideologi mereka, yakni ini terlihat dari ambisi tokoh Bu Lansia yang
kekuasaan untuk mempertahankan kejayaan masa memperjuangkan suaminya Barajoan (pejabat
lalu, sedangkan tokoh Merrajuti yang mempunyai tinggi) dan Diringgiti (pengusaha kaya raya)
power with dengan saudara laki-lakinya dan tokoh yang diusahakan sekuat tenaga oleh adiknya

77
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

Merrajuti untuk mendapatkan gelar penghulu. standar keberadaan suatu kaum yang terhormat
Ia berpandangan bahwa jabatan politik dan dan berstatus sosial tinggi. Oleh karena itu, ada
kekayaan yang melimpah itu belum cukup beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar
untuk mengukuhkan kebesarannya. Situasi ini bisa mendirikan rumah gadang. Pertama, mereka
menimbulkan kekacauan dalam keluarga pewaris harus berasal dari pribumi atau keturunan raja-
kerajaan karena satu per satu kebanggaannya raja. Kedua, mereka harus memiliki penghulu yang
diambil dan keluarganya dilecehkan. Selain keberadaannya diakui oleh para penghulu lainnya
itu, hal yang paling tidak disukai oleh pewaris secara turun-temurun. Ketiga, rumah tersebut harus
kerajaan adalah cara-cara yang digunakan oleh didirikan di atas tanah kaum atau tanah pusaka.
orang kaya dan pejabat itu untuk mendapatkan Berbeda halnya dengan wanita yang ber-
gelar penghulu. Mereka menghalalkan semua cara ideologi neofeodal. Mereka tidak mempedulikan
asal gelar kebangsawanan itu mereka peroleh, syarat-syarat pendirian rumah gadang tersebut.
seperti memalsukan silsilah, membeli gelar, dan Tokoh Merrajuti misalnya, supaya ia dapat diakui
mengubah-ubah aturan adat. sebagai keturunan bangsawan dan berstatus sosial
Ketika di kampung banyak orang yang enggan tinggi, ia tidak malu mendirikan rumah limo
menjadi penghulu, datang orang dari kota untuk ruang (rumah lima ruang) meskipun melanggar
mendapatkan gelar itu. Sayangnya, mereka itu aturan-aturan mendirikan rumah lima ruang.
tidak memahami adat di “negeri perempuan”. Rumah limo ruang hanya boleh didirikan oleh
Mereka hanya mengandalkan jabatan, pangkat, dan penghulu, sementara Merrajuti sendiri tidak
kekayaan sehingga yang muncul ke permukaan memiliki penghulu yang akan memimpin dalam
adalah ideologi neofeodal, jabatan penghulu pindah rumah itu. Demikian juga dengan Bu Lansia,
dari pemilik tanah ke pemilik modal atau penguasa. ia selalu menggunakan kekuasaan suaminya
Akibat dari ideologi itu, banyak gadis yang hidup (Barajoan) untuk mendapatkan tanah pusaka untuk
hedonis dan menjual tampang di Puri Alam serta mendirikan rumah gadang. Akibatnya adalah
para pemuda menjadi pemalas yang juga berakibat masyarakat Nagariko tidak dapat berbuat apa-apa
pada banyaknya lahan pertanian yang tidak tergarap karena mereka diancam dengan kekerasan. Hal ini
Terjadinya pergeseran peran dan fungsi peng- terlihat dari sikap Barajoan yang semena-mena
hulu di Minangkabau disebabkan oleh beberapa menggunakan kekuasaannya sebagai kepala daerah
hal, antara laian (1) adanya pengangkatan penghulu dan penghulu untuk mengelola tanah pusaka milik
yang tidak sesuai dengan persyaratan adat, (2) Bundo. Barajoan bertindak sekehendak hati tanpa
adanya penghulu baru yang berasal dari orang ada musyawarah dengan pihak keluarga pewaris.
luar atau pendatang yang tidak paham dengan Meskipun orang-orang Nagariko berasal dari
kedudukan dan tugas-tugas yang harus dijalankan, nenek monyang yang sama, tetapi dalam sistem
dan (3) adanya unsur-unsur kepentingan politik kepemilikan tanah pusaka tidak semua kaum dapat
dalam pengangkatan penghulu. Pengangkatan memiliki tanah pusaka. Orang-orang Nagariko
penghulu ini terjadi karena adanya tekanan dan memiliki hak tersendiri dalam sistem pemilikan
pengaruh dari para penguasa. tanah pusaka.
Kedua ideologi wanita yang saling beroposisi Pada hakikatnya, penggunaan tanah pusaka
itu (feodal vs neofeodal) juga terefleksi dalam adalah untuk kepentingan bersama, tetapi tidak
membangun rumah gadang. Bagi wanita dapat digunakan bergitu saja tanpa ada kesepakatan
yang berideologi feodal, keberadaan rumah melalui musyawarah dari anggota kaum itu sendiri.
gadang selain berfungsi sebagai tempat tinggal Hal itulah yang terjadi dalam keluarga Bundo.
dan berhimpunnya anak kemenakan, serta Barajoan sebagai kepala daerah tidak memahami
bundo kanduang, juga berfungsi sebagai simbol hakikat penggunaan dan pengelolaan tanah pusaka
pengkultusan suatu kaum. Ia juga dijadikan sebagai dan batas-batas wewenang dalam pengelolaan

78
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

tanah pusaka. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Realitas ini menunjukkan kepada kita bahwa
Barajoan memperlakukan tanah pusaka suatu kaum di Minangkabau (di negeri perempuan) sedang
dengan semena-mena. terjadi pergeseran ideologi masyarakat, termasuk
Oposisi ideologi feodal dan neofeodal itu ideologi kaum perempuan. Pergeseran ini terjadi
melahirkan dua corak budaya politik, yakni ideologi akibat dampak logis dari perubahan pola berpikir
politik yang berpretensi positif dan yang berpretensi masyarakat, yakni dari pola berpikir masyarakat
negatif. Ideologi ini terlihat dari aktivitas keluarga agraris ke pola berpikir masyarakat industri.
pewaris kerajaan, sedangkan ideologi yang Kalau pada era agraris nilai-nilai budaya yang
berpretensi negatif didukung oleh keluarga di luar membentuk ideologi perempuan Minangkabau
pewaris kerajaan dan pendukungnya. Di dalam masih terbatas pada nilai adat dan agama
keluarga pewaris kerajaan, tokoh Reno aktif (Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan
melibatkan diri ke dalam aktivitas sosial politik. kitabullah; syarat mengatakan, adat memakai)
Dengan ideologi politiknya itu, tokoh Reno selalu yang memosisikan perempuan dalam streotipenya
berpikir bagaimana caranya agar masyarakat sebagai orang kukuh, kuat dan anggun sehingga
kembali kepada tata cara adat dan sopan santun. mereka dilambangkan dengan predikat bundo
Dalam hal ini jelas bahwa Reno memperlihatkan kanduang yang artinya berideologi matrilineal.
peran sosial politiknya sebagai penentu. Dengan ideologi itu, perempuan Minang menjadi
Di dalam keluarga nonpewaris kerajaan, figur sentral dalam keluarga. Semua persoalan
tokoh Bu Lansia dan Merrajuti mempunyai dinisbatkan pada perempuan seperti dalam hal
peran yang dominan dalam aktivitas politik. warisan termasuk dalam hal kebijakan dalam
Bahkan mereka lebih dominan ketimbang suami penentuan gelar adat.
dan kakaknya. Aktivitas politik tokoh Merrajuti Kini di era industri, predikat bundo kanduang
terlihat dari ambisinya untuk membangun rumah mulai berubah. Kekuatan perombak pertama
limo ruang untuk kebanggaan kaumnya bahkan adalah ekonomi dan kekuasaan penguasa. Kalau
dia pula yang mencarikan jalan agar saudaranya dulu pada era agraris kekuatannya menyatu pada
Diringgiti menjadi penghulu, sedangkan aktivitas tanah, sekarang perlu ada pelengkapnya, yakni
politik Bu Lansia tergambar pada upayanya untuk dengan berniaga, membuka usaha, dan mendapat
mengusahakan gelar penghulu bagi suaminya gaji dari pemerintah sehingga ideologi perempuan
Barajoan, tetapi aktivitas sosial politik yang Minang dalam praktiknya telah menyatu dengan
dilakukannya adalah dengan menghalalkan semua perempuan Indonesia, dan ciri-ciri khasnya nyaris
cara sehingga menimbulkan kesan negatif. tidak kelihatan lagi. Dari kondisi ini, hal pertama
Jika hal ini dikaitkan dengan realitas objektif, yang tampak memudar dalam ideologi perempuan
di Minangkabau saat memang sedang terjadi Minangkabau adalah ideologi ke-bundokanduang-
transformasi ideologi dalam hal pembangunan dan an-nya itu. Citra bundo kanduang di Sumatra Barat
pemberian gelar adat. Ada kelompok masyarakat sekarang mulai berpindah kepada pribadi-pribadi
yang tetap teguh untuk mempertahankan norma- istri pejabat dan istri atau saudara para saudagar
norma yang berlaku sesuai dengan ajaran adat, kaya yang telah berhasil di rantau karena mereka
tetapi juga banyak kelompok masyarakat yang perlu aktif menunjang dan menyukseskan tugas
menginginkan pembaharuan. Hal ini terlihat dengan suami atau saudaranya. Kalau laki-laki memainkan
banyaknya para pejabat dan para konglomerat peranan paternalistik-kebapakan, perempuan
yang menyandang gelar adat meskipun kadang memainkan peranan maternalisme-keibuan.
kala mereka itu bukan pewaris gelar adat itu dan Akibat kondisi ini, citra perempuan Minangkabau
berada di perantauan. Demikian juga dalam hal sebagai bundo kanduang menjurus kearah yang
pembangunan rumah gadang, tidak sedikit dari bersifat “pelengkap penderita”, bukan lagi sebagai
rumah gadang yang terdapat di Minangkabau penentu. Dia tidak lagi mempunyai kepribadian
dibangun oleh para pejabat dan konglomerat. tersendiri dan keanggunan tersendiri. Dia telah

79
Humaniora, Vol. 25, No. 1 Februari 2013: 69-81

menjadi apendiks, bergayut kepada sistem yang berpretensi negatif didukung oleh keluarga di luar
berlaku. pewaris kerajaan dan pendukungnya.
Dari realitas objektif ini dapat dikatakan Kedua bentuk ideologi tokoh wanita
bahwa di Minangkabau sedang terjadi trasformasi yang direfleksikan dalam novel ini merupakan
ideologi pada diri perempuan Minangkabau dari pencerminan realitas kehidupan nyata yang
yang berideologi tradisional (feodal) ke ideologi terjadi di Minangkabau saat ini. Saat ini kedua
nasional (neofeodal) sekarang ini, menuju ideologi bentuk ideologi wanita itu memicu terjadinya
pragmatis global di masa depan. Bila hal ini konflik internal (wanita pewaris kerajaan) dengan
dikaitkan dengan realitas fiksi (realitas cerita dalam pihak eksternal (wanita istri pejabat dan saudara
novel Negeri Perempuan yang menceritakan konglomerat). Hal ini terjadi karena wanita pewaris
ideologi feodal tokoh perempuan pewaris kerajaan kerajaan yang berideologi feodal merasa terganggu
sebagai pemilik tanah dan warisan, dan ideologi dengan orang luar untuk mengurus kerajaan. Sebab,
neofeodal tokoh perempuan istri pejabat penguasa di Negeri Perempuan yang selama ini berideologi
dan tokoh perempuan Saudara konglomerat demokratis, egaliter, mengambil keturunan dan
tampaknya Wisran Hadi ingin mengatakan kepada harta dari garis ibu, yang menganggap kedudukan
kita bahwa sekarang di Minangkabau atau di Negeri manusia sama, tetapi karena pengaruh eksternal
Perempuan sedang terjadi transformasi idelogi berubah ke idealisme dan paham neofeodal.
dalam masyarakat Minangkabau. Kalau dulu yang
berkuasa adalah pemilik tanah, sekarang yang DAFTAR RUJUKAN
berkuasa adalah penguasa dan pemilik modal. Al-Fayyadl, Muhammad. (2006). Derrida. Yogyakarta:
LKIS.
Althusser, Louis. (2008). Tentang Ideologi: Struktu-
SIMPULAN
ralisme Marxis, Psikoanalisis, Cultural Studies
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan (Terjemahan Olsy Vinoli Arnof). Yogyakarta dan
dapat disimpulkan bahwa ada dua bentuk ideologi Bandung: Jalasutra.
Faruk. (2001). Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dan
yang terefleksi dalam novel Negeri Perempuan
Ideologi. Yogyakarta: Gama.
karya Wisran Hadi ini. Kedua bentuk ideologi itu Faruk. (2003). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
adalah ideologi sosial dan ideologi politik. Ideologi Pustaka Pelajar.
sosial yang menonjol adalah ideologi feodal dan Gramsci, Antonio. (1985). Selection from the Prison
neofeodal. Ideologi feodal terefleksi pada tokoh Notebooks. Edisi dan Terjemahan Quin Hoare dan
wanita pewaris kerajaan yang selalu berpandangan Geoffrey Nowell Smith. New York: International
Publisher.
masalah warisan dan tatacara pengangkatan peng-
Goldmann, Lucient. (1977). The Hidden God: A Study
hulu sesuai dengan aturan adat yang berlaku, of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and the
sedangkan ideologi neofeodal yang didukung oleh Tragedies of Racine. Terjemahan Inggris Philip
tokoh wanita istri pejabat dan saudara konglomerat Thody. London: Routledge and Kegan Paul.
berpandangan bahwa tata cara warisan dan tata cara Hadi, Wisran. (2001). Negeri Perempuan. Jakarta:
pengangkatan penghulu itu bukanlah sesuatu yang Pustaka Firdaus.
Hoggart, Richard. (1975). Contemporary Cultural
tidak perlu disakralkan, tetapi amat fleksibel dan
Studies: An Approach to the Study of Literature
dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi and Sociology. In Malcol, Bradbury and David
kekinian. Palmer (ed.) Contemporary Criticsm. London:
Edward Arnold.
Ideologi politik yang terefleksi dalam novel
John, Storey. (2007). Cultural Studies dan Kajian
ini mempunyai dua corak, yaitu ideologi politik
Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.
yang berpretensi positif dan yang berpretensi Norris, Christopher. (2006). Membongkar Teori Dekon-
negatif. Ideologi positif terlihat dari aktivitas struksi Jacques Derrida (Terjemahan Inyiak
keluarga pewaris kerajaan, sedangkan ideologi yang Ridwan Muzir). Yogyakarta: Arruz Media.

80
Yasnur Asri - Refleksi Ideologi Wanita Minangkabau

Ratna, I Nyoman Kuta. (2004). Teori, Metode, dan Simon, Roger. (2000). Gagasan-gagasan Politik
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pelajar. Thompson, John B. (1984). Analisis Ideologi: Kritik
Sarup, Madan. (2008). Panduan Pengantar untuk Wacana Ideologi-Ideologi Dunia. Yogyakarta:
Memahami Postrukturalisme & Posmodernisme Ircisod.
(Terjemahan Medhy Aginta Hidayat). Yogyakarta: Williams. Raymond. (1977). Marxism and Literature.
Jalasutra. New York: Oxford University Press.

81

You might also like