You are on page 1of 27

RELEVANSI HUKUM INTERNASIONAL DALAM

MENANGANI KRISIS PENGUNGSI ROHINGYA


DI NEGARA-NEGARA TETANGGA

Revi Maulida
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jl. Ahmad Yani No. 117
Surabaya I 05040421100@uinsby.co.id I

Abstract: One of the roles of International Law is to prevent


international crimes where the international crimes in question are not
only in the criminal realm, but can also be in the realm of international
human rights violations. When the state is unable to uphold human
rights in its country, the International Court of Justice can also intervene
to resolve the problem. This material reviews the relevance of
international law in dealing with the Rohingya refugee crisis in
neighboring countries. The focus is placed on analyzing the international
legal framework that can guide the response of these countries,
highlighting issues such as human rights protection, burden-sharing
responsibilities, and collaborative diplomatic efforts. The research also
discusses the impact of international law implementation in the context
of the Rohingya refugee crisis, describing challenges and potential
solutions to improve the effectiveness of the crisis response. This
research uses a qualitative approach using secondary data sources in the
form of journals, books, print and electronic articles and other sources
relevant to the topic of this discussion. This research shows that there
is an involvement of international law in the handling of the Rohingya
refugee crisis in neighboring countries, because this is related to the
subject of international law.
Keywords: International Law, Rohingya Refugees, Neighboring
Countries

Abstrak: Salah satu peran Hukum Internasional adalah untuk mencegah


adanya kejahatan internasional di mana kejahatan internasional yang
dimaksud tidak hanya dalam ranah pidana, tetapi bisa juga dalam ranah
pelanggaran HAM internasional. Ketika negara tidak mampu
menegakkan HAM di negaranya, maka Mahkamah Internasional juga
dapat ikut campur untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Materi

AL-DAULAH: JURNAL HUKUM DAN PERUNDANGAN ISLAM


VOLUME 5, NOMOR 2, DESEMBER 2023; ISSN 2089-0109
Revi Maulida.

ini mengulas relevansi hukum internasional dalam menangani krisis


pengungsi Rohingya di negara-negara tetangga. Fokus penelitian ini
ditempatkan pada analisis kerangka hukum internasional yang dapat
membimbing respon negara-negara tersebut, menyoroti isu-isu seperti
perlindungan hak asasi manusia (HAM), tanggung jawab berbagi beban,
dan upaya diplomatik kolaboratif. Penelitian ini juga membahas dampak
implementasi hukum internasional dalam konteks krisis pengungsi
Rohingya, menggambarkan tantangan dan potensi solusi untuk
meningkatkan efektivitas penanganan krisis tersebut. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan sumber data
sekunder berupa jurnal, buku, artikel cetak dan elektronik serta sumber
lainnya yang relevan dengan topik pembahasan ini. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya keterlibatan hukum internasional dalam
penanganan krisis pengungsi rohingya di negara-negara tetangga, karena
hal ini berkaitan dengan subjek hukum intenasional.
Kata Kunci: Hukum Internasional, Pengungsi Rohingya, Negara
Tetangga

Pendahuluan
Hukum internasional mengatur hubungan antara negara dan
subjek hukum internasional lainnya di seluruh dunia. Ini termasuk
undang-undang, prinsip, dan perjanjian internasional yang
membantu aktor internasional bekerja sama di bidang seperti
perdagangan, hak asasi manusia, dan perdamaian. Hukum
internasional juga mencakup prinsip-prinsip umum yang diakui
oleh komunitas internasional dan lembaga-lembaga seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berperan dalam
mengembangkan dan menegakkan norma-norma ini. Hukum
internasional memainkan peran penting dalam menangani kasus
pengungsi Rohingya. Krisis pengungsi Rohingya yang bermula dari
konflik dan persekusi di Myanmar telah menimbulkan tantangan
serius bagi stabilitas kawasan, khususnya di negara-negara
tetangga. Krisis pengungsi Rohingya di negara-negara tetangga
menggambarkan kompleksitas tantangan kemanusiaan yang

al-Daulah
2 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

memerlukan tanggapan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum


internasional.1
Myanmar, yang memperoleh kemerdekaannya dari Britania
Raya (Inggris) pada 4 Januari 1984, adalah negara Asia Tenggara
paling ujung barat. Myanmar memiliki lokasi geografis yang
strategis, seperti yang terlihat pada peta negara. Berbatasan
langsung dengan lima negara tetangga: Cina di utara, Laos di timur,
Thailand di tenggara, Bangladesh di barat, dan India di barat laut.
Myanmar bukanlah negara yang "terkunci" atau landlocked,
meskipun ada lima negara yang berbatasan langsung dengannya.
Sebelah selatan Myanmar berhadapan dengan Laut Andaman, dan
sebelah barat dayanya menghadap ke Teluk Bengal. Myanmar
adalah negara yang berbatasan langsung dengan lima negara ini,
dan tentu saja harus menjalin hubungan baik dengan mereka. Ini
dapat dicapai karena politik dan ekonomi Myanmar relatif baik dan
terbuka. Hubungan ekonomi dan politik Myanmar dengan negara
tetangga akan lebih terbuka dan maju jika Myanmar tidak
menghadapi masalah politik dalam negeri seperti saat ini, seperti
konflik antaretnis dan tekanan junta militer terhadap kelompok
etnis Myanmar. Ini menunjukkan bahwa fokus Myanmar lebih
pada masalah dalam negeri daripada aktivitas di luar negeri,
terutama di ASEAN..2
Sebenarnya, Myanmar—juga dikenal sebagai Burma pada
tahun 1962—telah dikuasai oleh pemerintah Junta Militer setelah
kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Ne Win. Sejak saat itu, rezim
militer menjalankan pemerintahan represif di Myanmar. Pada
tanggal 17 November 1997, Myanmar, yang diperintahkan oleh
junta militer, sering menjadi perhatian dunia karena pelanggaran
dan isu global seperti pelanggaran demokrasi, kerja paksa,

1
Andi Tenripadang, “Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional,” Jurnal Hukum
Diktum 14, no 1 (Juli 2016): 68.
2Agung Jaya Bakti dan Anna Yulia Hartati, “Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Presiden Jokowi
dalam Kasus Krisis Politik di Myanmar Tahun 2021,” SENASPOLHI: Jurnal Prosiding Seminar
Nasional Ilmu Politik dan Hubungan Internasional 4 (Agustus 30, 2022): 156.

al-Daulah
3 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

perdagangan narkotika, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia


(HAM).3
Konflik yang terjadi di Myanmar adalah konflik internal antara
pemerintah junta militer dan kelompok Rohingya. Konflik ini telah
berlangsung sejak lama dan menjadi perhatian internasional karena
pemerintah Myanmar menolak untuk mengakui kelompok
Rohingya, yang merupakan minoritas Muslim di negara itu. Orang
Rohingya tidak tahan terhadap diskriminasi pemerintah Myanmar
dan memilih melarikan diri untuk mencari perlindungan. Mereka
dianggap sebagai penduduk sementara dan tidak menerima hak
kewarganegaraan penuh. PBB melalui badan internasional UNHCR
memberikan bantuan karena hal ini. Orang Rohingya harus mencari
perlindungan di negara tetangga, termasuk Indonesia, karena
konflik yang terjadi awal 2012. Sejak tahun 1970-an, krisis
pengungsi Rohingya di Myanmar telah menjadi krisis kemanusiaan
yang berkelanjutan yang mencapai puncaknya baru-baru ini pada
tahun 2015. Selain memengaruhi negara-negara tetangga dalam hal
perbatasan internasional, krisis kemanusiaan yang berkelanjutan
telah mengubah kebijakan beberapa negara mengenai eksodus
massal pengungsi. Itu juga mengganggu diplomasi dan kinerja
Myanmar dan semua negara lain yang terlibat dalam konflik
regional dan internasional.4
Negara-negara tetangga, seperti Bangladesh, India, Malaysia,
dan khususnya Indonesia dihadapkan pada dampak besar akibat
gelombang pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan
dan diskriminasi di Myanmar. Hukum internasional, terutama
melalui kerangka kerja Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967,
memberikan dasar hukum untuk melindungi hak-hak pengungsi
dan mengatur tanggung jawab negara-negara penerima. Pada
tingkat regional, kerjasama di bawah naungan organisasi regional

3Agung jaya Bakti dan Anna Yulia Hartati, “Politik Luar Negeri Indonesia,” 157.
4 Della Paula Ajawaila, Alynne Hermyn Matulapelwa, dan Stevi Ngongare, “Peranan Indonesia
dalam Kasus Etnis Rohingya Berdasarkan Konsep Responsibility to Protect,” Jurnal Sains, Sosial dan
Humaniora (JSSH) 2, no 1 (Juni 2022): 131.

al-Daulah
4 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

seperti ASEAN menjadi relevan dalam menangani krisis ini.


prinsip-prinsip hukum internasional, seperti non-diskriminasi dan
perlindungan terhadap pelarian, harus dihormati oleh negara-
negara tetangga untuk memastikan penanganan yang adil dan
bermartabat terhadap pengungsi Rohingya. Langkah-langkah
hukum internasional, termasuk campur tangan PBB dan lembaga-
lembaga terkait, memberikan kerangka kerja untuk memberikan
bantuan kemanusiaan, perlindungan, dan solusi jangka panjang
bagi pengungsi. Namun, tantangan muncul terkait implementasi
dan kepatuhan negara-negara terhadap norma-norma ini.
Adapun agar artikel ini dapat terhindar dari plagiasi, maka
penulis dinilai penting untuk menguraikan beberapa penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan judul yang dipilih penulis yakni
“Relevansi Hukum Internasional Dalam Menangani Krisis
Pengungsi Rohingya di Negara-Negara Tetangga”. Sebagaimana
berikut dipaparkan beberapa penelitian terdahulu, yaitu meliputi:
Pertama, Artikel Jurnal yang disusun oleh Ipung Pramudya
Setiawan dan Made Selly Dwi Suryanti, diterbitkan oleh Jurnal
POLITICOS: Politik dan Pemerintahan pada tahun 2021, dengan
judul “Keterlibatan Asean Dalam Menangani Konflik Myanmar
(Studi Kasus: Konflik Etnis Rohingya 2017-2019”.5 Yang mana
dalam jurnal tersebut membahas mengenai: (1) Prinsip-prinsip
Asean, (2) Pelanggaran HAM di wilayah Rakhine, (3) Keterlibatan
ASEAN dalam mengupayakan penyelesaian konflik. Dalam jurnal
ini menggunakan metode penelitian yang juga digunakan oleh
penulis dalam menulis artikel ini, yakni metode penelitian
kualitatif. Namun, terdapat perbedaan antara kedua penelitian ini,
yakni dalam penelitian jurnal tersebut hanya berfokus pada
keterlibatan ASEAN dalam menangani konflik pengungsi
Rohingya. Sedangkan dalam penulisan artikel ini penulis berfokus

5Ipung pramudya Setiawan dan Made Selly Dwi Suryanti, “Keterlibatan Asean dalam Menangani
Konflik Myanmar (Studi Kasus: Konflik Etnis Rohingya 2017 – 2019.” POLITICOS: Jurnal Politik dan
Pemerintahan 1, no 2 (2021).

al-Daulah
5 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

pada kerangka hukum internasional yang di implementasikan


dalam penanganan krisis pengungsi Rohingya.
Kedua, Artikel Jurnal yang disusun oleh Rida Ista Sitepu,
diterbitkan oleh Jurnal RECHTEN: Riset Hukum dan Hak Asasi
Manusia pada tahun 2020, dengan judul “Eksistensi Pidana
Internasional Terhadap Krisis Kemanusiaan Etnis Rohingya di
Myanmar”.6 Yang mana dalam jurnal tersebut membahas
mengenai: (1) Akuntabilitas hukum pidana internasional, (2)
Penerapan hukum pidana internasional, (3) Tinjauan yuridis krisis
kemanusiaan etnis rohingya di Myanmar. Dalam jurnal ini
menggunakan metode penelitian yang berbeda dengan penulis,
yakni menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang
berfokus pada penemuan kaedah-kaedah dan prinsip hukum
pidana internasional yang terkait dengan situasi yang dialami
masyarakat Rohingya di Myanmar. Sedangkan dalam penulisan
artikel ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang
berfokus pada jurnal, buku, artikel, dan sumber laiinya yang
relevan dengan topik.
Ketiga, Artikel Jurnal yang disusun oleh Budi Hermawan
Bangun, diterbitkan oleh Jurnal Ilmu Hukum Padjadjaran pada
tahun 2017, dengan judul “Tantangan ASEAN Dalam Melakukan
Penanganan Pengungsi Rohingya”. 7 Yang mana dalam jurnal
tersebut membahas mengenai: (1) Kedaulatan negara dan
regionalisme ASEAN, (2) Pengertian dan penanganan pengungsi
internasional, (3) ASEAN dan penanganan pengungsi Rohingya.
Dalam jurnal tersebut tidak dijelaskan mengenai metode penelitian
yang digunakan, penelitian jurnal tersebut menunjukkan bahwa
ASEAN menghadapi tantangan dalam memenuhi tugasnya dalam
menangani pengungsi Rohingya karena prinsip non-intervensi
ASEAN. ASEAN juga harus membangun mekanisme penanganan

6 Rida ista Sitepu, “Eksistensi Pidana Internasional Terhadap Krisis Kemanusiaan Etnis Rohingya di
Myanmar,” JURNAL RECHTEN: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia 2, no 2 (2020).
7 Budi hermawan Bangun, “Tantangan ASEAN dalam Melakukan Penanganan Pengungsi Rohingya,”

PADJADJARAN: Jurnal Ilmu Hukum 4, no 3 (2017).

al-Daulah
6 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

pengungsi yang didasarkan pada kesepakatan dan kerja sama


sambil mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam hukum
internasional yang berkaitan dengan mekanisme tersebut.
Keempat, Artikel Jurnal yang disusun oleh Agung Jaya Bakti
dan Anna Yulia Hartati, diterbitkan oleh Jurnal SENASPOLHI:
Seminar Nasional Ilmu Politik dan Hubungan Internasional pada
tahun 2022, dengan judul “Politik Luar Negeri Indonesia Dibawah
Presiden Jokowi Dalam Kasus Krisis Politik di Myanmar Tahun
2021”.8 Yang mana dalam jurnal tersebut membahas mengenai: (1)
Faktor internal yang mendorong Indonesia membantu penyelesaian
krisis politik di Myanmar, (2) Faktor eksternal yang mendorong
Indonesia membantu penyelesaian krisis politik di Myanmar.
Dalam jurnal tersebut menggunakan metode penelitian yang sama
dengan penulis, yakni pendekatan kualitatif. Namun, terdapat
perbedaan antara kedua penelitian ini, yakni dalam penelitian
jurnal tersebut hanya berfokus pada kebijakan Indonesia terhadap
Myanmar. Sedangkan dalam artikel ini penulis berfokus pada
relevansi hukum internasional terhadap pengungsi Rohingya di
negara-negara tetangga.
Penting untuk memahami bahwa krisis pengungsi Rohingya
bukan hanya masalah domestik Myanmar tetapi juga menjadi isu
internasional yang membutuhkan kolaborasi global. Relevansi
hukum internasional dalam konteks ini menegaskan pentingnya
pengakuan hak asasi manusia, tanggung jawab bersama, dan
kewajibaan negara-negara untuk bekerja sama dalam menanggapi
krisis kemanusiaan yang melibatkan pengungsi Rohingya dan
melibatkan negara-negara tetangga terutama Indonesia.

Rumusan Masalah
Pokok pembahasan yang dikaji dalam artikel ini memerlukan
rumusan masalah untuk mengidentifikasi struktur masalah yang

8 Agung jaya bakti dan Anna Yulia Hartati, “Politik Luar Negeri Indonesia”.

al-Daulah
7 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

akan dibahas. Berikut adalah penjabaran rumusan masalah yang


dibahas dalam artikel ini:
1. Bagaimana peran PBB dan lembaga internasional dalam
memberikan respon terhadap krisis pengungsi Rohingya?
2. Bagaimana dampak krisis pengungsi Rohingya terhadap
negara-negara ASEAN di bidang keamanan?
3. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi
krisis pengungsi Rohingya di Indonesia?

Metode Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
pendekatan kualitatif menggunakan sumber data sekunder berupa
jurnal, buku, artikel cetak dan elektronik serta sumber lainnya yang
relevan dengan topik pembahasan dan dapat di akses melalui
literatur akademis, laporan organisasi internasional, dan analisis
ahli terkait. Data sekunder ini dapat mencakup tinajuan kebijakan,
studi kasus implementasi hukum internasional, serta evaluasi
dampak kebijakan yang telah dilakukan. Penelitian literartur ini
dapat memberikan pemahaman mendalam rentang konsep hukum
internasional yang relevan, seperti perlindungan HAM, status
pengungsi, dan tanggung jawab negara. Selain itu dapat juga
membantu mengidentifikasi respon internasional terhadap krisis
pengungsi Rohingya, menggambarkan efektivitas kebijakan yang
telah diimplementasikan, dan menyoroti area-area di mana hukum
internasional mungkin perlu diperkuat.

Peran PBB dan Lembaga Internasional


Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau PBB, adalah sebuah
organisasi internasional dengan hampir semua negara di dunia
yang beranggotakan. PBB adalah organisasi internasional dengan
193 negara anggota. PBB berdiri sebagai pengganti liga bangsa-
bangsa sebelumnya. Organisasi ini didirikan untuk menjaga

al-Daulah
8 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

perdamaian dan keamanan internasional, membangun hubungan


persahabatan antar negara, dan bekerja sama dengan orang lain
untuk memecahkan masalah ekonomi, sosial, kebudayaan, atau
kemanusiaan di seluruh dunia. Organisasi ini juga berfungsi
sebagai pusat untuk koordinasi tindakan nasional untuk mencapai
tujuan bersama.9
Seperti kita ketahui bersama, bahwa Tujuan utama PBB adalah:
1. Menjaga perdamaian dan keamanan dunia
2. Memperkuat dan mendorong hubungan persaudaraan
antar bangsa melalui penghormatan hak asasi manusia
3. Meningkatkan kerjasama internasional dalam
pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan;
dan
4. Memberikan bantuan kemanusiaan dalam kasus
kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.10

Menurut Piagam PBB, salah satu tujuan utama Perserikatan


Bangsa-Bangsa (PBB) adalah untuk memelihara perdamaian dan
keamanan internasional. Berkaitan dengan hal ini, PBB sedang
berusaha untuk menyelesaikan banyak kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang dianggap dapat mengancam stabilitas dan keamanan
internasional. Menurut Bab VI dan VIII Piagam PBB, PBB memiliki
wewenang untuk menghentikan genosida, kejahatan perang,
pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bertanggung
jawab untuk penegakkan hukum terhadap tindak pidana
internasional. Berdasarkan Pasal 13 (b) Statuta Roma, Dewan
Keamanan memiliki wewenang untuk mengadili orang yang
melakukan tindak pidana internasional. Selain itu, Pasal 16 Statuta
Roma memberikan wewenang untuk berpartisipasi dalam

9 Novy Septiana Damayanti, “Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Kaitannya dengan


Penegakan Hukum Oleh Mahkamah Pidana Internasional”, Penegakkan Hukum; PBB; Mahkamah
Pidana Internasional 26, no 2 (April -Juni 2020) 252.
10 Pasal I Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

al-Daulah
9 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

penegakkan berdasarkan Bab VII Piagam PBB.11 Pada awal


berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan ini
adalah lembaga tunggal yang ditugaskan untuk melindungi
keamanan internasional dan memastikan keadilan. 12 Dewan
Keamanan bertindak atas nama semua anggota PBB dan
berkonsentrasi pada dua tugas: menyelesaikan konflik secara damai
dan melakukan penegakan damai. Dengan melakukan ini, Dewan
Keamanan memenuhi tugas utamanya untuk menjaga keamanan
dan kedamaian di seluruh dunia. Menurut Pasal 24 Piagam PBB,
anggota PBB memberikan kepada Dewan Keamanan tanggung
jawab utama untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional. Mereka juga setuju bahwa Dewan Keamanan
bertindak atas nama negara anggota PBB saat menjalankan
kewajibannya.
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 35 Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa, setiap anggota atau bukan anggota negara dapat
meminta perhatian Majelis Umum atau Dewan Keamanan PBB,
bahwa “Setiap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat
mengajukan setiap pertikaian atau keadaan bersifat seperti yang
dikemukakan dalam Pasal 34 untuk memperoleh perhatian Dewan
Keamanan atau Majelis Umum. Negara yang bukan Anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat meminta perhatian Dewan
Keamanan atau Majelis Umum mengenai sesuatu pertikaian
apabila sebelumnya untuk mengatasi persengketaan tersebut ia
sebagai pihak menyatakan bersedia menerima kewajiban-
kewajiban sebagai akibat dari pada penyelesaian secara damai
saperti tercantum dalam Piagam ini.”13 Dewan Keamanan
ditugaskan untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional sesuai dengan piagam PBB.

11
Selin Prisilia Tutkey, “Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Penanganan Kasus Kejahatan
Genosida Menurut Hukum Internasional,” Jurnal Lex Administratum 9, no 6 (Juli-September 2021)
26.
12 Ibid.
13 Pasal 35 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

al-Daulah
10 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

Dewan Keamanan PBB adalah salah satu dari enam organ


utama PBB. Tugas dan kekuatan Dewan Keamanan PBB berasal dari
mandat Piagam PBB, yang mencakup membahas kondisi dan
konflik antara negara dalam persidangan yang diadakan atas usul
anggota PBB dan anggota PBB lainnya. Menurut Pasal 34 Piagam
PBB, Dewan Keamanan menyelidiki situasi dan konflik tersebut
sampai seberapa jauh mereka dapat membahayakan perdamaian
dan keamanan internasional. Tugas eksekutif diberikan kepada
Dewan Keamanan PBB. Namun, fokus utama tugas itu adalah
menjaga keamanan, perdamaian, dan persenjataan. Dewan
Keamanan harus berusaha mencapai penyelesaian damai dalam
perselisihan antar negara. Dewan Keamanan berwenang untuk
membuat rekomendasi dan mengambil tindakan jika upaya tidak
berhasil dan terjadi ancaman dan pelanggaran perdamaian serta
agresi. Ada dua jenis tindakan yang dapat dilakukan oleh Dewan
Keamanan: tindakan yang tidak menggunakan kekerasan
(misalnya, embargo ekonomi) atau tindakan yang menggunakan
kekerasan (misalnya, operasi militer).14
Krisis pengungsi Rohingya adalah konflik yang telah
menyebabkan puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri dari
Myanmar ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh,
Malaysia dan Indonesia. Peran PBB dan lembaga internasional
dalam merespons krisis pengungsi Rohingya melibatkan berbagai
upaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan, advokasi untuk
hak asasi manusia, dan mendukung upaya penyelesaian politik
jangka panjang. Beberapa aspek peran PBB dan lembaga
internasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1. PBB, melalui organisasinya seperti UNHCR (Badan
Pengungsi PBB), UNICEF, dan WFP, memberikan
bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya. Ini
mencakup pemberian makanan, air bersih, perlindungan,
dan fasilitas kesehatan.

14 Selin Prisilia Tutkey, “Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa,” 28.

al-Daulah
11 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

2. Organisasi kemanusiaan non-PBB, seperti Dana


Kemanusiaan Internasional dan Oxfam, juga terlibat
dalam memberikan bantuan kemanusiaan.
3. PBB dan lembaga hak asasi manusia lainnya berupaya
untuk mendesak pemerintah Myanmar dan pihak-pihak
terkait untuk menghormati hak asasi manusia,
menghentikan kekerasan, dan memastikan perlindungan
bagi warga Rohingya.
4. Resolusi dan pernyataan dari Majelis Umum PBB dan
Dewan Keamanan PBB dapat menjadi sarana untuk
mengecam pelanggaran hak asasi manusia dan mendesak
tindakan lebih lanjut.
5. PBB berperan dalam mengoordinasikan bantuan
internasional untuk memastikan respons yang efektif dan
terkoordinasi terhadap krisis pengungsi Rohingya.

Dampak Krisis Pengungsi Rohingya Terhadap Negara-Negara


ASEAN di Bidang Keamanan
Krisis kemanusiaan yang melanda kelompok Rohingya telah
melanggar Hak Asasi Manusia dan sekarang menjadi perhatian
internasional. mengingat kelompok etnis Rohingya telah menyebar
di banyak negara lain, terutama di Asia Tenggara. Ini pasti akan
berdampak pada negara-negara sekitarnya, termasuk ASEAN.
ASEAN adalah kumpulan negara-negara di Asia Tenggara
yang diatur oleh beberapa peraturan keamanan. Ketika konflik
terjadi di Asia Tenggara, keamanan ini menjadi prioritas utama.
Dalam upaya untuk menerapkan peraturan tersebut, ASEAN
Security Community (ASC) adalah komunitas keamanan ASEAN.
Dalam hal ini, ASC harus menangani konflik di Myanmar karena
ini berkaitan dengan keamanan Asia Tenggara. ASC harus mampu
menangani konflik ini untuk menjaga kestabilan dan keamanan di
Asia Tenggara, supaya konflik tidak mengganggu keamanan, dan

al-Daulah
12 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

agar segala urusan di Asia Tenggara berlangsung dengan baik dan


aman.15
Krisis di Myanmar menyebabkan banyak pelanggaran HAM,
termasuk diskriminasi, penganiayaan, kekerasan, dan pelanggaran
etnis Rohingya secara sitematis dan sistematis. Bukan hanya
Myanmar yang terkena dampak krisis kemanusiaan ini, tetapi juga
negara-negara tetangganya, terutama di Asia Tenggara. Konflik ini
merupakan masalah bagi ASEAN karena mengancam Hak Asasi
Manusia, merusak harkat dan martabat warga ASEAN, dan
mengancam stabilitas keamanan Asia Tenggara. Orang Rohingya
yang meninggalkan negara asalnya dan ingin mengungsi pasti akan
mencari tempat yang dekat dengan negara asalnya, jadi ini tidak
boleh dianggap sepele dan memerlukan perhatian serius.
Mengingat tujuan utama ASEAN, yaitu menciptakan lingkungan
yang aman, aman, dan stabil. Piagam ASEAN poin kedua
mengatakan bahwa “Untuk memelihara perdamaian dan stabilitas
regional dengan mentaati keadilan, tata hukum dalam hubungan
antara bangsa-bangsa Asia Tenggara serta berpegang teguh pada
azas-azas piagam PBB”.16
Komunitas keamanan ASEAN terbuka dan berdasarkan
kebijakan keamanan yang komprehensif. Itu tidak berfokus pada
pembentukan aliansi militer atau pertahanan, dan juga tidak
berfokus pada kebijakan luar negeri bersama. Dengan demikian,
tujuannya adalah untuk memastikan bahwa situasi keamanan di
Asia Tenggara tetap stabil. Untuk mempercepat pelaksanaan
Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN untuk mendukung
dan melindungi hak asasi manusia, para pemimpin negara dan
negara anggota ASEAN mengambil kebijakan.

15
Riana Mardila, “Rohingya’s In Search For Security: An Introduction To Human Security Concept
Through Rohingya’ Lens,” Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (2020).
16 Susanto, Normawati, “Pengaruh Konflik Pemerintah Sipil Dan Militer Myanmar Terhadap

Kebijakan Myanmar Dalam Penanganan Kasus Rohingya Tahun 2015-2019,” Journal of


International Relations (2019).

al-Daulah
13 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

Kebijakan ASEAN untuk menangani konflik kemanusiaan di


Myanmar didasarkan pada keputusan yang dibuat dengan
mempertimbangkan peraturan dengan kesamaan nilai dan norma.
Karena otoritas yang berwenang memata-matai gerak-gerak
mereka dengan sangat ketat, banyak orang Rohingya telah dibawa
atau diculik. Ada banyak orang Muslim yang terpaksa bermigrasi
karena masalah keamanan. Karena mereka hanya membutuhkan
rasa aman, mereka berani meninggalkan negara asalnya. Lebih dari
200.000 orang Rohingya melarikan diri karena kekerasan yang
berbeda. Akibatnya, salah satu negara Asia Tenggara segera
bergerak untuk menjaga keamanan negaranya, sementara
pemerintahan Thailand menyatakan tidak siap menerima
pengungsi Rohingya karena berbagai alasan. Ini menunjukkan
bahwa negara menghadapi masalah dan tidak siap untuk
menstabilkan kewajiban kemanusiaannya. Khawatiran itu tentang
keamanan perbatasan.17
Meskipun demikian, pengungsi Rohingya juga mendarat di
beberapa lokasi di Indonesia. Setelah mendapatkan bantuan
pasokan makanan, kapal pengungsi yang tidak terdampar di
Indonesia kembali ke laut setelah perintah Jusuf Kalla untuk
menampung mereka. Jusuf Kalla menyatakan bahwa Indonesia
bersedia menerima pengungsi atas dasar kemanusiaan. Indonesia
akan berusaha untuk menyatukan beberapa keluarga. Anak-anak
yang kehilangan orang tua mereka akan ditempatkan di tempat
khusus untuk anak-anak, seperti panti dan pondok pesantren di
Indonesia. Namun, pemerintah telah menetapkan syarat bahwa
Indonesia hanya dapat menerima pengungsi selama satu tahun.
Setelah itu, mereka diusahakan untuk dipulangkan ke negara asal
mereka atau diterima di negara lain. Kebijakan seperti itu dibuat di
Indonesia, tentu saja, dan ada alasan di baliknya. Selain itu, fakta
bahwa banyaknya pengungsi Rohingya menjadi perhatian besar
bagi negara-negara yang mengunjungi mereka untuk kemudian

17Astri Apriani, Krisis Kemanusiaan Rohingya di Myanmar dan Pengaruhnya terhadap Negara-
negara Asia Tenggara (ASEAN) (Bandung, Juli, 2022), 10.

al-Daulah
14 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

menjadi tempat tinggal bagi mereka, termasuk Indonesia. Karena


selain memberikan tempat tinggal, kebutuhan tambahan juga perlu
diperhatikan. Seperti halnya pakaian dan pangannya, hal ini pasti
membutuhkan banyak uang.18
Karena lokasi geografis Myanmar di Asia Tenggara, konflik
secara langsung mempengaruhi keamanan dan stabilitas Asia
Tenggara, terutama bagi negara tetangga Myanmar. Akibatnya,
ASEAN adalah organisasi yang paling cocok untuk menyelesaikan
konflik dan krisis ini. Tidak salah jika banyak orang percaya bahwa
ASEAN akan membantu menyelesaikan krisis dan mencapai
keamanan dan stabilitas sebagai organisasi regional. Ini karena
negara yang stabil juga membutuhkan wilayah yang stabil.19
Krisis pengungsi Rohingya di Asia Tenggara, khususnya di
negara-negara ASEAN seperti Malysia, Indonesia, dan Thailand
berdampak signifikan dalam beberapa bidang terkait keamanan, di
antaranya seperti:
1. Ancaman terorisme dan radikalisme, di mana pengungsi
Rohingya yang terlantar dan putus asa beresiko direkrut
oleh kelompok teroris dan radikal. Hal ini akan
menimbulkan ancaman infiltrasi dan serangan teroris di
negara-negara tujuan pengungsian.
2. Perdagangan manusia dan penyelundupan jaringan, di
mana perdagangan manusia dan penyelundupan akan
memanfaatkan pengungsi Rohingya untuk operasi ilegal
mereka. Hal ini berkontribusi pada aktivitas kriminal
transnasional yang mengancam keamanan regional.
3. Konflik antar etnis dan agama, di mana ketika pengungsi
Rohingya datang dalam skala besar maka akan berpotensi
memicu konflik dengan kelompok etnis dan agama lain di

18 Mohammad Rosyid, “Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim Rohingya di Myanmar,”
Jurnal Hukum dan Pembangunan 49, no 3 (September 30, 2019): 620.
19Sundari, Rio, Rendi Prayuda, and Dian Venita Sary, “Upaya Diplomasi Pemerintah Indonesia
Dalam Mediasi Konflik Kemanusiaan Di Myanmar,” Jurnal Niara (2021) 11.

al-Daulah
15 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

negara tujuan yang di mana hal tersebut juga dapat


mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
4. Beban ekonomi dan sosial, di mana dalam hal ini negara
tujuan pengungsian akan menanggung beban keuangan,
infrastruktur, dan sumber daya lebih besar untuk
menampung dan mengelola para pengungsi. Hal ini
dapat berpotensi memicu ketegangan sosial dan
ketidakstabilan ekonomi negara tujuan.

Secara keseluruhan krisis kemanusiaan yang diakibatkan


pengungsi Rohingya ini dapat berdampak luas pada tatanan
kehidupan sosial dan keamanan regional di negara-negara ASEAN,
maka dari itu diperlukan kerjasama antara negara-negara ASEAN
untuk mengatasi hal tersebut.

Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi Krisis Pengungsi


Rohingya di Indonesia
Masalah pengungsi Rohingya adalah masalah yang kompleks
dan harus segera ditangani dengan serius. Kunjungan mereka ke
Indonesia merupakan contoh migrasi ilegal. Oleh karena itu, untuk
menangani masalah tersebut, tatanan domestik dan nasional serta
kerja sama internasional harus saling berhubungan.
Kondisi pengungsi Rohingya semakin memprihatinkan karena
kurangnya perhatian dan penanganan masalah mereka. Faktor
internal dan eksternal berkontribusi pada hal ini. Faktor internal
termasuk masalah yang berasal dari pemerintah Indonesia sendiri,
seperti kurangnya peraturan hukum yang lengkap tentang
pengungsi. Selain itu, ada faktor eksternal, yaitu pemerintah
Indonesia belum meratifikasi Konvensi Wina 1951.
Penggabungannya ke dalam konvensi tahun 1951 tentang
pengungsi adalah salah satu dari dua alasan yang dapat
memungkinkannya dilaksanakan. Agar arus pengungsi, terutama
yang berada di Aceh, dapat diselesaikan dengan cepat, Indonesia
juga harus berpartisipasi secara aktif dalam menyelesaikan masalah

al-Daulah
16 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

ini. Karena masalah Arakan belum selesai, pengungsi akan terus


terjadi. Semua pihak yang terlibat harus berkomitmen untuk
menyelesaikan masalah tersebut sampai ke akarnya.20
Ribuan pengungsi Rohingya dan Bangladesh telah tiba di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Para pengungsi
Rohingya tiba di Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan.
Menggunakan kapal nelayan yang sudah tidak layak pakai, mereka
terkatung-katung di tengah laut dan kelaparan. Akhirnya, para
pengungsi diselamatkan dan kapal mereka ditarik ke pantai oleh
nelayan lokal karena alasan kemanusiaan. Mereka kemudian
ditampung sementara di beberapa daerah di Aceh.
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam mengatasi krisis pengungsi Rohinya, diantaranya
adalah:21
1. Adanya regulasi tentang pengungsi
Tidak ada undang-undang yang jelas di Indonesia
yang mengatur pengungsi lintas batas. Di sisi lain,
Indonesia belum meratifikasi Konvensi Wina 1951 dan
protokol tahun 1967 tentang pengungsi. Akibatnya,
Indonesia hanya dapat menampung dan memberikan
fasilitas yang dibutuhkan pengungsi Rohingya atas dasar
kemanusiaan sementara menunggu tindakan lanjut dari
UNHCR mengenai masalah ini. Pemerintah Indonesia
tidak memiliki tanggung jawab atau otoritas untuk
mengambil tindakan internasional terkait pengungsi ini.
Selain itu, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk
membuat kebijakan dan undang-undang yang mengatur
pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Indonesia
membutuhkan kerangka hukum yang jelas yang
membahas pengungsi asing. Kerangka hukum nasional

20 Hardi Alunaza dan M. Kholit Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi
Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2012-2015.” Jurnal Indonesia Perspective 2, no 1 (Januari-Juni
2017): 8.
21 Hardi Alunaza dan M. Kholit Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia”: 9.

al-Daulah
17 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

mungkin menjadi sumbernya, dan kerangka hukum


internasional harus mendukungnya. Struktur hukum
internasional yang dimaksud mungkin berasal dari
Konvensi Wina tahun 1951. Akibatnya, diharapkan
Indonesia dapat menangani pengungsi lintas batas
dengan lebih baik.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang menerima
pengungsi Rohingya, memiliki undang-undang yang
mengatur pengungsi. Namun, undang-undang tersebut
belum sepenuhnya efektif dalam menangani semua
masalah yang dihadapi pengungsi. Salah satu peraturan
yang berkaitan dengan pengungsi yang dimiliki oleh
Indonesia tertuang dalam Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, undang-undang
tersebut berbunyi: “Setiap orang berhak mencari suaka
untuk memperoleh perlindungan politik dari negara
lain”. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
1999 tentang Hubungan Luar Negeri menyebutkan bahwa
untuk menangani kasus pengungsi harus melalui
Keputusan Presiden (Keppres). Ini dilakukan untuk
mengkategorikan kasus pengungsi di Indonesia.
Dibutuhkan pranata khusus untuk menangani setiap
kasus pengungsi karena setiap kasus mengalami faktor
penyebab yang berbeda-beda. Indonesia belum memiliki
aturan yang jelas untuk menangani masuknya
pengungsi.22
Sebenarnya, Indonesia memiliki kewenangan untuk
mengikuti aturan hukum internasional selama tindakan
tersebut tidak bertentangan dengan aturan hukum positif
negara tersebut. Selama ini, pemerintah telah mengikuti
peraturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM yang mengatur

22 Hardi Alunaza dan M. Kholit Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia”.

al-Daulah
18 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

pengungsi dan pencari perlindungan. Pemerintah


Indonesia tidak boleh mendeportasi pencari suaka atau
pengungsi ke negara asal mereka, menurut ketentuan
yang dikeluarkan oleh Dirjen Imigrasi Kementerian
Hukum dan HAM.
Pemerintah Indonesia dapat mengambil tindakan
untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya di
Aceh secara internal dan eksternal. Tindakan internal
dapat mencakup perbaikan kebijakan dan peraturan
hukum Indonesia mengenai penyelesaian masalah
pengungsi. Sehubungan dengan hal ini, Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 Indonesia mengubah
undang-undang keimigrasian. Pasal 206, 221, dan 223
menggabungkan ketentuan peraturan presiden
sebelumnya dan mengatur pendetensian pengungsi
(imigran ilegal) selama 10 tahun. Peraturan Presiden
mengatur bahwa pendetensian pengungsi dapat
dibebaskan setelah 10 tahun. Setelah itu, mereka harus
melapor selama enam bulan sekali dan melapor ke kantor
imigrasi jika status dan pekerjaan mereka berubah.
2. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi Rohingya
Ada tiga cara untuk menangani pengungsi, menurut
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional
UI, yaitu:23
a. Terintegrasi dengan penduduk setempat, yang
berarti Anda dapat menjadi warga Indonesia jika
pemerintah menerimanya, meskipun Indonesia
tidak bertanggung jawab untuk menerimanya
karena negara tidak menjadi anggota Konvensi
tentang Pengungsi 1951.,
b. Dipulangkan ke negara asal, dan

23 Mohammad Rosyid, “Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim Rohingya di Myanmar,”
Jurnal Hukum dan Pembangunan 49, no 3 (September 30, 2019): 623.

al-Daulah
19 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

c. Dikirim ke negara-negara anggota Konvensi


Pengungsi atau negara-negara non-peserta
yang ingin menerimanya.
Dua sekolah yang dibangun oleh Indonesia di Desa La
Ma Chae dan Thet Kay Pyia di negara bagian Rakhine,
Myanmar, diresmikan pada Sabtu 21 Januari 2017.
Menteri Sosial dan Kesejahteraan Myanmar, Pejabat
Kementerian Pendidikan, dan perwakilan dari berbagai
organisasi kemanusiaan Indonesia hadir di peresmian.
Salah satu anggota Aliansi Lembaga Kemanusiaan
Indonesia (ALKI), PKPU mengumpulkan dana untuk
pembangunan dari sumbangan kemanusiaan masyarakat
Indonesia. Pendidikan formal, pembelajaran tentang
keberagaman, dan pengembangan pluralisme dan
toleransi diharapkan dari lembaga pendidikan ini.24
Atas nama Yayasan Infaq Dakwah Center, donasi
peduli Rohingya dikirim ke rekening Bank Muamalat,
Bank Mandiri Syariah, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank
CIMB Niaga, dan Bank BCA. Donasi ini juga digunakan
untuk membangun sekolah dan rumah sakit. Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil memulai penggalangan dana
melalui situs web kitabisa.com atau secara langsung
melalui kelurahan-kelurahan di Bandung. Sampai Jumat 8
September 2017, total donasi sebanyak 2,2 miliar,
ditambah donasi dari kelurahan menjadi 3 miliar. Bantuan
Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan 1.000 paket
bantuan dari Indonesia ke kamp Kanzarpara di
Banglades, yang diangkut dengan lima truk. Beras,
minyak, dhal (makanan pokok Bangladesh), tepung, air
mineral, pakaian, perlengkapan sanitasi, terpal, dan alas
tidur adalah bagian dari setiap paket bantuan.25

24 Ibid.
25 Ibid.

al-Daulah
20 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

Anggota DPR, termasuk Abdul Kharis Almasyari,


Ketua Komisi I DPR FPKS, mengutuk kejahatan
kemanusiaan terhadap warga muslim Rohingya di
Myanmar. Pertama, Indonesia harus melakukan
penyelidikan mendalam tentang genosida dan
pembantaian sistematis yang dilakukan pemerintah
Myanmar. Kharis mengucapkan terima kasih kepada para
nelayan Aceh karena mereka sering membawa pengungsi
ke pantai. Kedua, mendorong ide untuk mendirikan
organisasi yang bertanggung jawab untuk memberikan
dana kepada pengungsi Rohingya, yang akan diikuti
dengan upaya untuk menyelesaikan sumber utama krisis.
Ketiga, dalam jangka menengah dan panjang, bekerja
sama dengan Malaysia dalam diplomasi untuk
mengakhiri persekusi terhadap pengungsi Rohingya.26
3. Kerjasama dengan Komunitas Internasional
Semua pihak harus berkomitmen untuk segera
menyelesaikan krisis pengungsi yang sedang terjadi pada
pengungsi Rohingya, khususnya di Asia Tenggara. Ini
tidak hanya perlu melibatkan negara-negara ASEAN,
tetapi juga bekerja sama dengan komunitas internasional
lainnya yang secara khusus menangani masalah
pengungsi.
Indonesia, sebagai penampung pengungsi Rohingya,
bekerja sama dengan ASEAN, PBB, dan IOM dalam
menangani masalah ini. Posisi Indonesia dan Myanmar
sebagai anggota ASEAN telah mendorong mereka dan
pihak lain untuk segera membahas masalah ini dalam
forum internasional.27 Untuk membantu menentukan

26 Mohammad Rosyid, “Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim Rohingya”: 624.
27 Hardi Alunaza dan M. Kholit Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia”.

al-Daulah
21 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

status pengungsi Rohingya, pemerintah Indonesia telah


bekerja sama dengan UNHCR dan IOM untuk
membentuk Tim Verifikasi Gabungan (TVG/Tim).
UNHCR, anak organisasi internasional PBB, juga
menangani masalah pengungsi. UNHCR bekerja sama
dengan IOM untuk membahas masalah pengungsi yang
ada di seluruh dunia.
Negara-negara anggota ASEAN memberikan
dukungan dalam hal ini dan bersikap serius dalam
menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya. Kemudian,
mereka setuju untuk membawa masalah ini ke KTT
ASEAN ke-14 di Thailand dari 28 Februari hingga 1 Maret
2009. Hasil diskusi di forum tersebut mencapai
kesimpulan bahwa masalah pengungsi Rohingya akan
diselesaikan melalui mekanisme yang dikenal sebagai
"Proses Bali". Penanganan ini memerlukan konteks yang
lebih luas dan melibatkan negara-negara terkait, yaitu
negara asal transit dan negara tujuan pengungsi.

Selain itu Indonesia juga berperan dalam menangani masalah


etnis Rohingya melalui beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Politik
Dua negara di Asia Tenggara adalah Indonesia dan
Myanmar. Jarak kedua negara adalah sekitar 350 mil.
Negara-negara ini memiliki hubungan unik, baik dalam
catatan sejarah mereka tentang kemerdekaan mereka
maupun dalam hubungan emosi mereka. Indonesia dan
Myanmar memiliki banyak orang dari berbagai etnis.
Indonesia dan Myanmar pernah mengalami
pembentukan nasional. Militer pernah menguasai
pemerintahan, menurut masyarakat kedua negara.

al-Daulah
22 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

Hubungan antara Indonesia dan Myanmar telah ada sejak


kemerdekaan Myanmar pada tahun 1945.28
Keterlibatan Indonesia dalam mengatasi konflik
Rohingya menunjukkan kepedulian terhadap
kemanusiaan di tingkat global. Penglibatan Indonesia
dalam penanganan Rohingya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, menunjukkan upaya pemerintah
untuk membangun reputasi yang baik di mata dunia.
Oleh karena itu, diharapkan bahwa Indonesia akan
menjadi negara pertama yang mampu mengganggu
kedaulatan Myanmar melalui tekanan diplomasi,
sekaligus menjadi contoh bagi negara lain di ASEAN
untuk ikut serta dalam menjaga perdamaian di
wilayahnya.
2. Aspek Keamanan
Pemerintah Myanmar dikritik karena tindakannya
memberikan bantuan kemanusiaan kepada kelompok
Rohingya di Negara Bagian Rakhine lebih dari sekedar
etika. Jika krisis kemanusiaan di Myanmar terus berlanjut,
stabilitas kawasan ASEAN juga akan terganggu. Bisa
mengganggu kerja sama regional di masa depan.
Kebijakan luar negeri sebuah negara pasti didasarkan
pada pertimbangan moral dan untung rugi. tidak
termasuk tindakan pemerintah Indonesia untuk
membantu Rohingya. Kebijakan bantuan kemanusiaan ini
lebih dari sekedar etika. Indonesia juga memiliki misi
untuk memastikan stabilitas wilayah ASEAN, karena
instabilitas wilayah akan terancam jika krisis
kemanusiaan ini terus berlanjut. Keuntungannya adalah
bahwa Indonesia bisa menjaga stabilitas ketika isu ini
menyebar ke negara lain, dan itulah keuntungannya. Jika

28 Della Paula Ajawaila, Alynne Hermyn Matulapelwa, dan Stevi Ngongare, “Peranan Indonesia
dalam Kasus Etnis Rohingya” 134.

al-Daulah
23 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

isu ini tidak ditangkap oleh negara lain, Indonesia tidak


bisa menjaga stabilitas di wilayah tersebut.29
Jika orang Rohingya memilih tempat tinggal di negara
lain, negara-negara di wilayah tersebut tidak dapat
menolaknya. Begitu juga dengan keharusan Indonesia
untuk menerima penduduk Rohingya, negara tersebut
tidak dapat membiarkan penduduk Rohingya tinggal
dalam kondisi yang memprihatinkan. Indonesia berusaha
mencegah hal ini, yang berarti pemerintah ingin
mencegah hal-hal menjadi lebih buruk dan membuat
situasi tetap aman. Oleh karena itu, bantuan kemanusiaan
diberikan bukan hanya karena moral, tetapi juga karena
pentingnya menstabilkan wilayah tersebut. Sangat logis
bagi Indonesia untuk menawarkan bantuan kemanusiaan
kepada penduduk negara lain. Dari perspektif
kepentingan regional, hubungan kerja sama ini tidak
boleh terganggu karena masalah internal salah satu
negara, karena hal itu dapat berdampak pada kerja sama
antar negara.

Penutup
Krisis kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar telah
menimbulkan arus besar pengungsi Rohingya akan menuju ke
negara-negara tetangga, seperti Bangladesh, Thailand, Malaysia,
dan Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga
internasional terkait seperti UNHCR telah memberikan bantuan
kemanusiaan bagi pengungsi Rohingya. Tidak hanya itu, PBB juga
terus mendesak Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan
diskriminasi terhadap etnis Rohingya.
Krisis pengungsi Rohingya juga berdampak pada aspek
politik, keamanan, sosial, dan ekonomi bagi negara-negara ASEAN.

29 Della Paula Ajawaila, Alynne Hermyn Matulapelwa, dan Stevi Ngongare, “Peranan Indonesia
dalam Kasus Etnis Rohingya”.

al-Daulah
24 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

Arus pengungsi yang besar berpotensi memicu konflik antara etnis


dan agama, selain itu juga dapat membebani anggaran negara tuan
rumah terkait penyediaan fasilitas penampungan dan kebutuhan
hidup para pengungsi.
Pemerintah Indonesia telah berupaya secara maksimal
menampung pengungsi Rohingya untuk sementara dan bekerja
sama dengan UNHCR dan negara-negara tetangga untuk
menempatkan sementara pengungsi Rohingya. Indonesia juga
mendorong dialog antara pemerintah Myanmar dengan etnis
Rohingya untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine
State.
Dari berbagai permasalahan yang dijelaskan dalam
pembahasan diatas, penulis juga memberikan beberapa saran untuk
meminimalisir permasalahan yang terjadi, seperti:
1. ASEAN perlu meningkatkan tekanan diplomatik
kepada pemerintah Myanmar agar mengakhiri
tindakan diskriminatif dan kekerasan terhadap etnis
Rohingya.
2. Negara-negara ASEAN perlu menigkatkan kerja
sama regional dalam penanganan masalah
pengungsi Rohingya, baik dalam hal pendanaan
maupun relokasi beban pengungsi.
3. PBB dan lembaga internasional yang terkait perlu
menggalang dukungan pendanaan dan bantuan
kemanusiaan yang lebih besar bagi penanganan para
pengungsi Rohingya.

Daftar Pustaka

al-Daulah
25 Vol. 5, No.2, Oktober 2015
Revi Maulida.

Ajawaila, Della Paula, Alynne Hermyn Matulapelwa, dan Stevi


Ngongare. Peranan Indonesia dalam Kasus Etnis Rohingya
Berdasarkan Konsep Responsibility to Protect. Jurnal Sains, Sosial
dan Humaniora (JSSH) vol 2, no 1. 2022.
Alunaza, Hardi dan M. Kholit Juani. Kebijakan Pemerintah Indonesia
melalui Sekuritisasi Migrasi Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun
2012-2015. Jurnal Indonesia Perspective vol 2, no 1. 2017.
Apriani, Astri. Krisis Kemanusiaan Rohingya di Myanmar dan
Pengaruhnya terhadap Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Bandung. 2022.
Bangun, Budi hermawan. Tantangan ASEAN dalam Melakukan
Penanganan Pengungsi Rohingya. PADJADJARAN: Jurnal Ilmu
Hukum vol 4, no 3. 2017.
Bakti, Agung Jaya dan Anna Yulia Hartati. Politik Luar Negeri
Indonesia di Bawah Presiden Jokowi dalam Kasus Krisis Politik di
Myanmar Tahun 2021. SENASPOLHI: Jurnal Prosiding Seminar
Nasional Ilmu Politik dan Hubungan Internasional vol 4. 2022.
Damayanti, Novy Septiana. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
Kaitannya dengan Penegakan Hukum Oleh Mahkamah Pidana
Internasional. Jurnal Penegakkan Hukum, PBB, Mahkamah
Pidana Internasional vol 26, no 2. 2020.
Mardila, Riana. Rohingya’s In Search For Security: An Introduction To
Human Security Concept Through Rohingya’ Lens. Jurnal Ilmu
Sosial Indonesia. 2020.
Rosyid, Mohammad. Peran Indonesia dalam Menangani Etnis Muslim
Rohingya di Myanmar. Jurnal Hukum dan Pembangunan vol 49,
no 3. 2019.
Setiawan, Ipung pramudya dan Made Selly Dwi Suryanti.
Keterlibatan Asean dalam Menangani Konflik Myanmar (Studi
Kasus: Konflik Etnis Rohingya 2017 – 2019. POLITICOS: Jurnal
Politik dan Pemerintahan vol 1, no 2. 2021.
Sitepu, Rida ista. Eksistensi Pidana Internasional Terhadap Krisis
Kemanusiaan Etnis Rohingya di Myanmar. JURNAL RECHTEN:
Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia vol 2, no 2. 2020.

al-Daulah
26 Vol. 5. No. 2. Desember 2023
Relevansi Hukum Internasional dalam Menangani Krisis Pengungsi Rohingya di Negara-negara
Tetangga

Sundari, Rio, Rendi Prayuda, and Dian Venita Sary. Upaya Diplomasi
Pemerintah Indonesia Dalam Mediasi Konflik Kemanusiaan Di
Myanmar. Jurnal Niara. 2021.
Susanto, Normawati. Pengaruh Konflik Pemerintah Sipil Dan Militer
Myanmar Terhadap Kebijakan Myanmar Dalam Penanganan Kasus
Rohingya Tahun 2015-2019. Journal of International Relations.
2019.
Tenripadang, Andi. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional. Jurnal Hukum Diktum vol 14, no 1. 2016.
Tutkey, Selin Prisilia. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
Penanganan Kasus Kejahatan Genosida Menurut Hukum
Internasional. Jurnal Lex Administratum vol 9, no 6. 2021.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

al-Daulah
27 Vol. 5, No.2, Oktober 2015

You might also like