Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia in 1965 was a political tragedy that became a dark part
of Indonesian history, it left trauma for many Indonesian people. Artists are not exceptions, a number
of them were accused communist due to their involvement in artists’ studios, or Lembaga Kebudajaan
Rakjat (LEKRA). Their members were hunted, arrested and put behind bars. One of them was Djokopekik,
who used to be active in Sanggar Bumi Tarung. He left Yogyakarta to Jakarta but was finally arrested and
jailed in Vredeburgh Fortress and Wirogunan Prison. His works were exhibited in Indonesian Cultural
Exhibition in the United States (KIAS 1990/1991). His work covered humanity and justice issues. His
three paintings (Trilogi) have a long naration about himself: Lintang Kemukus (2003), Sirkus September
(2016), and Indonesia Berburu Celeng (2009) which become the focus of this research. The approach
used in this research is cultural and media study, with a descriptive method. Djokopekik works can be
considered a way to heal from the political violence and trauma.
ABSTRAK
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia 1965 merupakan tragedi politik sejarah gelap
bangsa Indonesia, yang masih menyisakan pengalaman traumatis pada sebagian warga bangsa.
Tak terkecuali, kalangan seniman, banyak yang terseret, karena keterlibatannya di sanggar
seni atau Lembaga Kebudajaan Rakjat (LEKRA). Mereka yang terlibat diburu, ditangkap, dan
dipenjara. Salah seorang di antaranya adalah Djokopekik, pernah aktif di Sanggar Bumi Tarung.
Ia berupaya lari dari Yogyakarta ke Jakarta, dan akhirnya tertangkap, kemudian dipenjara di
Benteng Vredeburgh dan Wirogunan. Djokopekik menuai sukses setelah karyanya dipamerkan
pada Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS, 1990/1991). Tema karyanya
sekitar persoalan kemanusiaan dan keadilan. Tiga karya (trilogi) memiliki narasi panjang terkait
dirinya adalah Lintang Kemukus (2003), Sirkus September (2016), dan Indonesia Berburu Celeng
(2009) yang menjadi fokus penelitian ini. Metode menggunakan pendekatan kajian budaya dan
media, utamanya kajian kritis ekonomi politik, serta bersifat deskriptif. Karya-karya Djokopekik
dapat dimaknai sebagai penyembuhan (healing) dari trauma kekerasan politik.
Kata kunci: drama politik, penyembuhan trauma, pameran KIAS, kajian budaya, Orde Baru
semakin banyak agenda pameran dan Ruang ketiga: tampak barisan tiga truk
semakin sering berada di ruang publik. yang mengangkut sosok-sosok orang secara
Tidak ada perubahan terkait tema-tema yang berjejal, di depannya satu mobil jip, kemudian
menarik perhatian untuk dilukis, yakni tetap paling depan dua kendaraan tank lengkap
di sekitar persoalan manusia lapis bawah yang dengan moncong peluru meriamnya. Semua
terpinggirkan secara sosial, ekonomi, dan kendaraan itu mengarah ke kanan bidang
kultural, serta komentar kritis pada kehidupan gambar, dalam warna cokelat gelap. Ruang
sosial, ekonomi, dan politik, khususnya keempat: hampir sama luasnya dengan luas
ketiga karya seperti berikut ini. berjejal, semua dengan mata ditutup, sebagian
dengan kain hitam, sebagian lainnya dengan
Lukisan Lintang Kemukus (2003) kain merah. Pada bagian depan, terdapat
Lukisan Lintang Kemukus berukuran 115 x tiga sosok, di bagian tengah satu orang yang
140 cm menggunakan cat minyak pada kanvas. penutup kepalanya terbuka; pada kiri bidang
Bidang gambar terbagi dalam 4 (empat) ruang. gambar, dengan ikat kepala merah putih,
Ruang pertama: separuh bidang bagian atas, mata nanar melihat ke depan, mulut terbuka
melukiskan langit biru, penuh taburan bintang hingga tampak gigi putihnya, berkumis tebal.
dalam warna putih. Kemudian terdapat Warna ikat kepala ini sama dengan sosok yang
warna terang putih kebiruan, melengkung berada di tengah kerumunan berjejal itu. Lalu,
dari tengah ke kanan bidang gambar. Pada tepat di tengah, sosok dengan baju warna
bagian ujung tengah cahaya itu, Djokopekik merah, ikat kepala merah, mata mengarah ke
menorehkan tulisan tipis, “awal bencana bawah. Kemudian sosok keempat, perempuan
lintang kemukus 1965”. Ruang kedua: pada dengan baju warna merah, cantik, menatap
bidang tipis tengah dilukiskan cakrawala sendu, dengan anting dan bunga terselip di