Professional Documents
Culture Documents
Dampak Revolusi PD Drama
Dampak Revolusi PD Drama
ABSTRACT
Revolutionary struggle in order to compete for the independence of Indonesia has been a source
of inspiration Indonesian artists, including Bambang Soelarto who wrote drama Domba-domba Re-
volusi (DDR). DDR studied drama is quite interesting because it tries to criticize the freedom fight-
ers. This study aims to: first to know the theme and the problem plays DDR; second to determine the
relationship of the socio - historical struggle in 1948 with the sociological elements of drama DDR
themes and issues. This study uses sociological theory of art. The basic principles of the sociology
of art is the fact that the creation of works of art influenced by the historical social conditions where
the work was created. Research using content analysis of Krippendorf, the methods used to examine
the symbolic phenomena with the aim to explore and express the observed phenomenon which is the
content, meaning, and an essential element of the literary work. Based results of this research is that
Bambang Soelarto as the author tries to capture difference between fighters during the struggle for
the political aspirations for 1948 are expressed in a work of drama. Historical events inspired the
creation of drama DDR. Soelarto want to respond to the political aspirations of the difference between
historical figures and wanted to provide an assessment and outlook through DDR.
ABSTRAK
secara khusus untuk meneliti fenomena- (Mark Fortier, 1997: 101). Janet Wolff (1981:
fenomena simbolik dengan tujuan untuk 60) mengatakan bahwa karakter ideologis
menggali dan mengungkapkan fenomena karya seni dan produk kultural, termasuk
lain yang teramati yang merupakan isi, seni teater, ditentukan oleh faktor ekonomi
makna, dan unsur esensial karya sastra. dan material lainnya. Janet Wolff (1981: 61)
Metode ini menyiratkan pengertian bah- menegaskan bahwa kondisi sosial historis
wa kegiatan intelektual yang terpenting aktual tempat karya seni diciptakan harus
adalah membuat inferensi atau kesimpu- menjadi pertimbangan dalam menjelaskan
lan mengenai sasaran kajiannya. Menurut karya tersebut. Secara lebih khusus seni-
Krippendorf metode content analysis memi- man dan produsen kultural dihadapkan
liki langkah kerja sebagai berikut: pertama, pada keadaan tertentu yang berpengaruh
tahap inventarisasi, yakni menginventari- dalam proses penciptaan karya.
sasi tokoh cerita DDR; kedua, tahap iden- Dalam perspektif teori materialisme
tifikasi, yaitu mengidentifikasi permasala- Marxisme tradisional kebudayaan seba-
han berdasarkan antar peran tokoh DDR; gai sebuah suprastruktur senantiasa ter-
ketiga, tahap klasifikasi, yaitu mengklasifi- gantung pada basis sosio-ekonomi (Mark
kasikan permasalahan-permasalahan yang Fortier, 1997: 103). Menurut Mark Fortier
berhubungan tokoh-tokoh yang terlibat metode suprastruktur cenderung mengarah
dalam perjuangan maupun pengkhianatan kepada reduksionisme yang menempatkan
terhadap perjuangan; keempat, tahap inter- kebudayaan kurang lebih ditentukan oleh
pretasi, yakni menginterpretasikan perma- ekonomi dan seni seringkali merupakan
salahan dengan menghubungkannya den- refleksi langsung dari kondisi perekono-
gan realitas sosial semasa perjuangan. mian. Teori Marxisme tradisional di atas
Secara umum teori sosiologi seni men- dengan tegas ditolak oleh Louis Althusser.
coba mengkaitkan antara karya seni den- Althusser (Mark Fortier, 1997: 104) me-
gan kondisi sosial historis tempat karya itu ngatakan bahwa hubungan antara ekonomi
diciptakan. Seniman dan penulis menjadi dan kebudayaan lebih banyak ditentukan
bagian integral dari struktur sosial tempat sejumlah kekuatan sejarah dibandingkan
mereka berkarya, melukis, dan menulis. ekonomi. Lebih jauh Althusser mengatakan
Sejarawan seni Arnold Hausser dan Freder- bahwa aktivitas kultural sebagai salah satu
rick Antal serta kritikus sastra Arnold Ket- dari banyak ‘aparat ideologi negara’ tidak
tle (Janet Wolf, 1981: 28) sejak awal menge- memberi tempat pada orang untuk mengi-
mukakan perlunya meletakkan lukisan dan kuti aktivitas kapitalis dengan paksaan dan
novel ke dalam setting sosial ekonomi un- kekerasan, melainkan melalui ‘interpelasi’,
tuk mendapatkan dan analisis yang layak. yakni orang-orang disuruh mengidentifika-
Dengan demikian relasi antara struktur so- si tentang peranan yang dibutuhkan kapi-
sial dengan karya seni, termasuk seniman, talisme. Bagi Althusser, seni bukan hanya
bukanlah hubungan yang dicari-cari, tetapi bersifat ideologis, melainkan memberikan
merupakan sebuah keharusan. semacam jarak dan wawasan yang dikabur-
Secara umum teori sosiologi seni kan oleh ideologi (Mark Fortier, 1997: 104).
dikembangkan dari teori materialisme Seni tidak memberikan pemahaman ilmi-
yang dikemukakan Karl Marx. Tugas uta- ah, tetapi mengungkapkan ketegangan dan
ma teori materialisme adalah memahami kompleksitas yang berusaha ditutupi oleh
hubungan yang rinci antara bahasa, sastra ideologi.1 Berdasarkan pendapat Althusser
dan seni, di satu pihak, dan masyarakat, di atas dapat diambil kejelasan bahwa se-
sejarah, dan dunia material, di lain pihak benarnya ia telah menyempurnakan teori
Panggung Vol. 24 No. 1, Maret 2014 4
Marxisme tradisional tentang penciptaan nya yang paling sederhana, tema adalah
karya seni. makna cerita, gagasan sentral, atau dasar
Dalam beberapa hal, seniman meru- cerita (Sayuti, 2000: 187). Menurut Robert
pakan agen ideologi. Secara sosiologis ide Stanton (1965: 4) tema yang juga disebut ide
dan nilai karya seni terbentuk akibat inter- pusat merupakan sebuah arti pusat yang
aksi seniman yang intensif dengan kondisi terdapat dalam cerita. Dikatakan Stanton
sosial masyarakatnya. Seniman berkarya lebih jauh bahwa tema cerita memiliki ni-
dengan material teknis dari produksi artis- lai khusus dan umum, seperti halnya arti
tik, sehingga ia juga bekerja dengan ma- pusat pengalaman manusia. Tema mem-
terial yang tersedia dari konvensi estetis berikan kekuatan dan kesatuan kepada
(Janet Wolf, 1981: 65). Hal ini berarti bahwa peristiwa-peristiwa yang diterangkan dan
dalam membaca produk kultural, perlu menceritakan sesuatu kepada seseorang
dipahami logika mereka (seniman) dari tentang kehidupan pada umumnya.
konstruksi dan kode estetis tertentu yang Pada umumnya tema dikemukakan se-
terlibat dalam karya mereka. Kenyataan- cara implisit oleh pengarang. Pengarang
nya, ideologi tidak diekspresikan secara memasukkan tema itu secara bersama-
murni dalam karya. Sebenarnya, karya seni sama dengan kenyataan-kenyataan dan
itu sendiri merupakan ideologi yang dibuat kejadian-kejadian dalam cerita. Pengarang
kembali dalam bentuk estetis sesuai aturan tidak mungkin menghadirkan tema secara
dan konvensi produksi artistik kontempo- terpisah dengan peristiwa-peristiwa, sebab
rer (Janet Wolf, 1981: 65). Janet Wolff mem- ia harus mencampurkan fakta dan tema
berikan ilustrasi bahwa untuk memahami menjadi sebuah pengalaman yang utuh.
lukisan tertentu yang secara tematis terkait Dengan demikian, tema merupakan suatu
dengan gerakan bawah tanah (subversif), unsur yang berfungsi sebagai pemersatu
maka perlu untuk melihat segala sesuatu elemen-elemen cerita yang lain. Berdasar-
yang ada di balik sisi yang tampak eksplisit kan beberapa pokok pikiran di atas dapat
atau implisit, muatan politik, konvensi es-
diambil kejelasan bahwa tema adalah dasar
tetis, dan pola hubungannya dengan karya
cerita yang menjadi ide pusat dari suatu
lain. Sifat ideologi seni dimediasi oleh level
cerita. Pengertian tema inilah yang dipakai
estetis dalam dua cara, yakni melalui kon-
sebagai dasar pemahaman atau analisis la-
disi material dan sosial produksi karya
kon DDR ini.
seni, dan melalui kode estetis dan konvensi
Lakon DDR mencerminkan masalah
yang ada (Janet Wolf, 1981: 65).
sosial yang menjangkiti tokoh-tokoh yang
Dalam konteks ini, berbagai teori so-
terlibat peristiwa revolusi. Penggambaran
siologi seni yang dikemukakan Janet Wolff
latar revolusi dalam cerita ini lebih dimak-
dan Althusser yang tampak saling meleng-
sudkan untuk mempertajam permasalahan
kapi tersebut akan dipakai untuk mengkaji
yang dipaparkan pengarang. Karena itu
berbagai faktor sosial historis yang menye-
tingkah laku manusia dalam cerita ini ke-
babkan Bambang Soelarto menciptakan
banyakan menjurus pada pemuasan hawa
DDR.
nafsu untuk memenuhi ambisi pribadi di
balik peristiwa revolusi.
PEMBAHASAN Keadaan masyarakat yang dilukiskan
B. Soelarto dalam lakon ini menunjukkan
Konflik-konflik antar Tokoh situasi yang tidak menentu. Hal ini karena
kondisi politik, sosial yang tidak menentu
Dapat dikatakan bahwa setiap cerita akibat revolusi dalam rangka memper-
pasti memiliki tema. Dalam pengertian- tahankan kemerdekaan Indonesia. Pada
Sahid: Kajian Sosiologis terhadap Tema Lakon ‘Domba-domba Revolusi’ 5
satu sisi ada yang dengan ikhlas berjuang Pedagang dan Petualang) menginap di los-
demi kepentingan rakyat banyak. Namun mennya, sebab mereka mengaku sebagai
demikian tidak kurang pula yang ingin pejuang. Ternyata ketiga lelaki ini bukan
mencari keuntungan pribadi di balik re- pejuang. Mereka justru akan memanfaat-
volusi. Kedua jenis sikap dalam mengha- kan revolusi untuk keuntungan pribadi.
dapi revolusi tersebut tercermin dalam to- Oleh karena itu, sewaktu Petualang datang
koh-tokoh DDR. ke losmen untuk mengajak Perempuan pergi
Tempat kejadian peristiwa lakon ini ditolaknya. Menurutnya, Petualang lebih
terjadi di losmen milik seorang Perempuan pengecut daripada Pedagang dan Politik-
muda yang berstatus sebagai janda. Los- us. Terbukti Petualang justru ingin meman-
men merupakan tempat datang dan pergi faatkan kematian kedua orang ini untuk
manusia yang akan singgah maupun usai mengambil alih semua kekayaan Pedagang.
beristirahat dari perjalanan panjang. Perte- Ketika pada akhirnya Perempuan bisa men-
muan antar manusia yang berlainan latar jebak dan menikam secara berurutan Petu-
belakang dan karakter pun terjadi secara alang dan serdadu di balik pintu losmen,
kebetulan. Begitu pula pertemuan tokoh maka tindakan ini semakin memperjelas
Penyair, Petualang, Politikus dan Pedagang ketegasan sikapnya terhadap pengkhianat
dengan Perempuan pemiilik losmen. perjuangan.
Mereka bertemu secara kebetulan di Selain itu, tindakan Perempuan juga di-
sebuah losmen milik seorang janda muda maksudkan untuk membela diri dari usaha
di kota Tengah. Sekalipun demikian, bukan Petualang yang akan menjadikan dirinya
berarti kepentingan mereka semua berkait- sebagai gula-gula pada serdadu. Dengan
an dengan perjuangan di kancah revolusi. sadar ia berkata, “Aku tidak mau disebut
Dalam berjuang ada yang ingin membakti- sebagai pahlawan hanya karena secara
kan jiwa raganya untuk revolusi. Hal ini ter- kebetulan telah membunuh seorang peng-
cermin pada diri tujuh seniman dan Perem- khianat serdadu musuh (Soelarto, 1985: 53).
puan. Namun demikian tidak kurang pula Kenyataan ini menunjukkan besarnya jiwa
yang berjuang untuk mencari keuntungan patriotisme tokoh Perempuan.
pribadi sebagaimana tercermin pada tokoh Tokoh Penyair pun memiliki jiwa na-
Petualang, Pedagang dan Politikus. Sean- sionalisme tinggi. Tidak mengherankan ia
dainya ketiga tokoh ini secara material ter- berani keluar masuk losmen untuk melihat
libat dalam perjuangan, tapi hal itu hanya situasi kota ia membawa lima granat yang
sebagai alat untuk menutupi maksud jahat- akan dibagikan kepada Petualang, Politik-
nya. us, Pedagang, Perempuan pemilik losmen
dan satu untuk dirinya sendiri. Namuan
demikian, ketiga laki-laki itu menolak,
Jiwa Nasionalisme Tokoh Perempuan dan padahal Penyair sudah berkata demikian,
Penyair “Semua laki-laki yang masih mampu, seka-
rang dimobilisir untuk ikut aktif memban-
Dalam lakon DDR memang tokoh Perem- tu pertahanan kita dengan angkat senjata.
puan tidak dipaparkan terlibat langsung Termasuk aku dan saudara-saudara (Soe-
dalam peperangan. Namun dari beberapa larto, 1985: 34-35).” Kutipan itu jelas me-
tindakan dan sikap hidupnya menunjukkan nyiratkan sikap patriotisme penyair dalam
bahwa ia termasuk manusia yang bersedia menghadapi musuh.
berkorban untuk kepentingan revolusi. Dengan berani Penyair menyebut ketiga
Misalnya, menerima tiga lelaki (Politikus, laki-laki itu sebagai pengecut. Mereka lari
Panggung Vol. 24 No. 1, Maret 2014 6
dari tanggung jawab sebagai warga negara harapkan bisa segera ketemu dengan
yang harus berjuang membela Negara se- mereka.
Politikus: Bung, kami dengan alasan-
bagai mana tampak dalam ucapan Penyair, alasan kongkrit telah ambil putusan
“Bicara bapak memang cukup bernada di- untuk tidak ambil risiko mati konyol.
Karenanya, tak ada jalan lain lagi, selain
plomatis. Maafkan, bila aku terpaksa harus menyerahkan diri. Semata-mata ha-
mengatakan bahwa sikap saudara-saudara nya demi keselamatan kami. Maksud-
lepas dari segala resiko, hanya untuk me- maksud lain atas penyerahan diri kami
tidak ada.
nyelamatkan diri sendiri. Secara pengecut Petualang: Jelasnya, bapak kita ini telah
pula (Soelarto, 1985: 37).” ambil kebijaksanaan untuk membatal-
Penyair tidak berkecil hati mereka ti- kan niatnya pergi ke pedalaman.
Pedagang: Juga aku bung. Aku mau
dak mau terlibat perjuangan. Ia berangkat balik saja (Soelarto, 1985: 35-36)”
sendiri ke front dengan lima granat di ran-
sel, setelah sebelumnya ia tidak berhasil Kelihatan bahwa mereka bukannya
mengajak pergi tokoh Perempuan. Tanpa tergugah jiwa patriotisme mereka, namun
sepengetahuan Penyair ternyata Perem- justru ingin menghindar untuk mencari
puan pemilik losmen yang dicintainya telah keselamatan diri masing-masing. Pengkhi-
memberikan cintanya pada orang lain. Tan-
anatan Politikus dan Petualang dilakukan
pa sepengetahuannya pula Perempuan itu
untuk mencari keselamatan diri. Petualang
sebenarnya pernah disyahkan sebagai ibu
tidak silau dengan gelar kepahlawanan jika
tirinya. Karena itu, ia tidak mau menerima
akhirnya mati konyol (Soelarto, 1985: 37).
uluran cinta Penyair.
Pengkhianatan Politikus dan Pedagang
sebenarnya akibat terpengaruh bujuk rayu
Petualang yang memang pandai bicara dan
Tokoh-tokoh Pengkhianat Bangsa
mengambil hati orang lain. Pedagang tidak
Kondisi sosial politik yang tidak me- sadar ia telah terjerat dalam tipu daya Pe-
nentu akibat revolusi tidak selalu melahir- tualang. Selain itu, Pedagang juga ditakut-
kan manusia-manusia seperti Penyair dan takuti tentang segala kemungkinan yang
Perempuan. Kondisi demikian juga bisa terjadi setibanya di kota selatan. Demikian
melahirkan orang-orang seperti Politikus, percayanya sehingga ia ingin agar kepu-
Pedagang dan Petualang yang muncul se- langannya ke kota utara ditemani Petua-
bagai oposisi Perempuan dan Penyair. Di- lang (Soelarto, 1985: 19). Sementara itu Pe-
katakan demikian karena Petualang, Poli- tualang menjawab dengan, “Serahkan soal
tikus dan Pedagang menjadi pengkhianat itu padaku. Kalau perlu, dalam keadaan
revolusi. terpaksa, dalam hal-hal dan batas-batas
Pada saat genting-gentingnya keadaan tertentu, aku tidak berkeberatan berkom-
kota tengah yang telah diduduki musuh, promi dengan musuh” (Soelarto, 1985: 19).
Penyair menawarkan granat namun mere- Kelihatan bahwa Pedagang hanya ingin ke-
ka menolak dengan berbagai dalih. selamatan jiwa dan semua harta bendanya.
Dalam mempengaruhi Politikus pun Petu-
Penyair: Saudara-saudara mesti tahu,
bahwa meski aku telah dapatkan lo- alang dapat berhasil dengan baik berkat ar-
rong-lorong yang masih agak aman gumentasi yang dikemukakan selalu logis,
untuk bisa lolos sampai ke perbatasan. meyakinkan dan berkesan tanpa tendensi
Tapi saudara-saudara sangat perlu
bawa granat. Siapa tahu di tengah jalan, apa pun. Politikus yang semula berniat ke
mendadak kita kepergok musuh. Soal- front pertempurn di daerah pedalaman bisa
nya begini bung, Kami justru meng-
dengan mudah dibelokkan Petualang.
Sahid: Kajian Sosiologis terhadap Tema Lakon ‘Domba-domba Revolusi’ 7
yang terjadi dalam revolusi, yaitu penyim- yang melahirkan suatu karya seni termasuk
pangan motivasi perjuangan yang dilaku- sastra dan drama. Sekalipun karya lakon
kan para pejuang. Tampilnya para tokoh sebagai karya imajinatif. Pengarang selalu
seperti Politikus, Pedagang dan Petualang memanfaatkan kehidupan di sekitarnya
yang ketiga-tiganya termasuk pengkhianat sebagai bahan utama karyanya. Kenyata-
dapat melengkapi sosok manusia seperti annya, tak ada karya seni mana pun juga
Perempuan dan Penyair yang memiliki pa- berfungsi dalam situasi kosong.
triotisme dan kehadirannya dalam lakon Karya lakon mengangkat persoalan ke-
ini bisa membawa amanat pengarang. hidupan, sedangkan kehidupan manusia
Berdasarkan sejumlah uraian di atas merupakan proses sosial atau suatu ke-
dapat diambil suatu kejelasan bahwa lakon nyataan sosial. Dengan demikian, sesuatu
DDR memiliki tema, “Seseorang dalam ber- yang dikerjakan pengarang dalam karya-
juang memperebutkan kemerdekaan tidak nya bisa sebagai bentuk usaha menang-
selalu didasari pengorbanan yang tulus gapi realitas di sekitarnya, berkomunikasi
sebab tidak sedikit orang yang dalam ber- dengan realitas dan menciptakan kembali
juang dilandasi motivasi untuk memberi realitas (Kuntowijoyo 1981: 18). Relevan-
keuntungan pribadi. Pengarang merealisasi sinya dengan permasalahan yang dibahas
tema itu melalui tokoh Petualang, Politikus ini maka konteks sosial budaya yang di-
dan pejuang. Ketiga tokoh pengkhianat ini maksudkan adalah kondisi sosial budaya
dipertentangkan dengan Perempuan dan atau sosial historis masyarakat tempat
Penyair yang keterlibatannya dalam revo- lahirnya DDR, yaitu kondisi sosial bu-
lusi didasari niat tanpa pamrih. Soelarto daya masyarakat Indonesia sekitar 1948.
sebagai pengarang tampak memihak pada Pemaparan latar belakang sosial budaya
Penyair dan Perempuan. Terbukti di akhir sekitar 1948 itu disesuaikan dengan latar
cerita dikisahkan bahwa Politikus dan waktu DDR yang kisahnya terjadi tahun
Pedagang mati konyol karena bertindak 1948. Oleh sebab kondisi sosial budaya
gegabah ketika bertemu patroli musuh. masyarakat Indoensia kurun waktu 1948
Petualang pun akhirnya mati ditikam tokoh merupakan suatu kondisi yang cukup luas
Perempuan. Ketika pada akhirnya tokoh dan kompleks, maka yang akan digunakan
Perempuan diserang musuh di losmennya, sebagai dasar pemahaman tema DDR akan
maka kematiannya lebih terhormat sebab dibatasi pada unsur-unsur tertentu. Unsur-
dilandasi kesadaran patriotik yang tinggi. unsur yang dimaksudkan mencakup kon-
Kematian Petualang, Politikus dan Pe- disi sosial, kondisi politik dan aspek-aspek
dagang merupakan suatu simbolisasi bah- penyimpangan politik yang terjadi pada
wa pengkhianat bangsa tidak layak beru- masa tersebut. Selain itu, cakupan ketiga
mur panjang. Sebaliknya tokoh Perempuan unsur di atas dibatasi pada keterkaitannya
muda yang cukup berbudi dan patriotik dengan tempat yang menjadi sentral jalan-
terpaksa harus diikhlaskan kematiannya nya revolusi, yakni daerah Yogyakarta dan
sebagai pahlawan, bukan pengkhianat. sekitarnya.
dalam masyarakat termasuk masalah yang kan saja partai-partai politik bereaksi keras
tidak bisa dihindarkan. Termasuk dalam terhadap persetujuan Renville, namun juga
konteks ini adalah peristiwa yang dialami masyarakat luas, termasuk para pejuang
bangsa Indonesia. Revolusi yang terjadi bersenjata menyatakan kecewa dan menen-
pada tahun ‘40-an sehingga klimaksnya tang hasil kebijaksanaan Amir Syarifuddin
bisa merdeka tanggal 17-8-1945 ternyata (Dwipayana dan Ramadhan KH, 1989: 48).
juga telah membawa banyak kemungkinan
dan perubahan. Pada tahun 1948 keadaan
nasional di Jawa maupun internasional Kondisi Politik
sudah mendesak untuk diadakan penye-
lesaian tentang konflik Belanda dengan Setelah Jepang bisa dikalahkan bangsa
Indonesia. Keadaan yang ditimbulkan di Indonesia tahun 1945, kenyataannya Belan-
daerah Republik setelah perjanjian Renville da masih berniat melanjutkan kolonisasi-
(Januari 1948) cukup genting dan kemung- nya di Indonesia. Belanda (NICA) datang
kinan penundaan penyelesaian dapat me- dengan membonceng pasukan Inggris
nyebabkan bubarnya Republik ini karena ke- (Serikat) yang hendak menerima penyerah-
sukaran-kesukaran ekonomis (Onghokham, an dari tangan Jepang (Sartono, 1975: 31).
1978: 64). Daerah-daerah Republik tidak Pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Ad-
mempunyai pelabuhan-pelabuhan yang ministration) mempersenjatai orang-orang
bernilai ekonomis, kecuali di pantai selatan KNIL, yakni tentara bayaran Belanda yang
yang jelas tidak ada gunanya. baru saja lepas dari tawanan Jepang.
Selain itu, daerah selatan Pulau Jawa Pasukan NICA dan KNIL membuat
yang menjadi wilayah Republik sebagian berbagai kerusuhan di Bandung, Surabaya
besar termasuk daerah minus. Keadaan ini dan Jakarta sambil membuat provokasi-
menjadi semakin sulit setelah masuknya provokasi. Untuk mengatasi keadaan terse-
para pengungsi dari daerah yang diduduki but pemerintah RI mendirikan tentara na-
Belanda yang jumlahnya satu juta orang sional (TKR) pada 5 Oktober 1945 dengan
(Onghokham, 1978: 64). Akibatnya, inflasi pemimpin Supriyadi. TKR atau Tentara Ke-
membumbung tinggi dan korupsi menye- amanan Rakyat bersama-sama rakyat ber-
bar luas karena rakyat saling berebutan juang melawan NICA dan KNIL. Berbagai
terhadap berbagai kebutuhan hidup se- perjuangan diplomatik telah dilakukan
hari-hari. Keadaan sosial ekonomi yang Indonesia untuk mencapai penyelesaian.
memburuk menyebabkan perpecahan poli- Upaya penyelesaian melalui berbagai pe-
tik dan sosial. rundingan seperti perundingan Hoge Ve-
Dengan kejadian ini secara otomatis lowe, Linggarjati, dan Renville. Setiap hasil
daerah Yogyakarta menjadi padat dengan perundingan selalu menghasilkan perten-
pengungsi. Begitu pula daerah-daerah Solo, tangan politik antara yang pro dan kontra.
Magelang, dan Madiun penuh sesak dengan Perundingan Hoge Velowe diadakan tang-
pendatang-pendatang dari luar Republik. gal 10 Februari 1946. Delegasi Indonesia di-
Terjadinya kesulitan ekonomi di daerah wakili Sutan Syahrir sedangkan Van Mook
Republik diakibatkan beberapa daerah mewakili Belanda. Perundingan yang ber-
surplus seperti Besuki, Malang dan Jawa lanjut di kota Hoge Velowe (Belanda) tidak
Barat sudah direbut Belanda. Akibat yang membawa hasil yang berarti.2
lebih jauh, nilai uang semakin merosot dan Perundingan Linggarjati diadakan
jumlah bahan makanan menjadi semakin tanggal 10 November 1946 menghasilkan
berkurang. Dalam keadaan demikian bu- kesepakatan yang diakui kedua belah (In-
Panggung Vol. 24 No. 1, Maret 2014 10
donesia-Belanda) namun ditentang golong- gai ibukota negara dapat diduduki. Presi-
an oposisi seperti Masyumi, PNI dan Tan den, Wakil Presiden, dan sejumlah pejabat
Malaka, sedangkan pendukungnya adalah negara ditawan Belanda.
oposisi sayap kiri termasuk Partai Sosialis Sementara itu, di luar Yogyakarta Jen-
Indonesia, Partai Buruh dan PKI. Kondisi dral Sudirman terus melakukan gerilya. Se-
ini mengakibatkan jatuhnya Kabinet Syah- rangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota
rir (Sartono 1981: 4). Pada 21 Juli 1947 dini Yogyakarta di bawah pimpinan Lektol Soe-
hari Belanda melakukan aksi militernya harto berhasil merebut Yogyakarta dalam
pertama. Tindakan Belanda mendapat pro- waktu enam jam. Kenyataan ini mampu
tes dari Dewan Keamanan PBB, sehingga membuka mata dunia bahwa TNI belum
dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN). De- hancur sebagaimana yang diisukan Be-
legasi Indonesia ke KTN dipimpin Amir landa (Sartono 1975: 63). Hal ini membuat
Syarifuddin. Perundingan ini menemui Dewan keamanan PBB mendesak Belanda
jalan buntu sebab Belanda hanya akan berunding dalam Konferensi Meja Bundar
menyetujui hal-hal yang menguntungkan di Denhag yang berujung pada pengakuan
pihaknya. Sebaliknya, Amir Syarifuddin Kedaulatan RI atas wilayah bekas jajahan
menerima begitu saja ultimatum Belanda Hindia-Belanda.
atas 12 prinsip politik dan 6 tambahan dari
KTN (Sartono 1975: 53). Hal ini menyebab-
kan jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin . Beberapa Penyimpangan Politik
Sesudah jatuhnya Kabinet Amir, Presi-
den Soekarno menunjuk Moh. Hatta mem- Sejarah Negara Kesatuan Republik
bentuk kabinet baru. Untuk merumuskan Indonesia menunjukkan bahwa setelah
perundingan-perundingan Belanda ten- proklamasi kemerdekaan sampai tahun
tang pelaksanaan Renville, Hatta menun- 1948 terjadi beberapa gejolak politik yang
juk Mr. Moh. Roem sebagai ketua delegasi bersumber pada pemberontakan tokoh-to-
RI sedangkan Belanda diwakili Raden Ab- koh politik dalam negeri Amir Syarifuddin
dul Kadir Widjojoatmodjo dan Husein Dja- (PKI) dan Kartosuwirjo (DI/TII).
jadiningrat. Sementara perundingan tengah Pemberontakan PKI yang mencapai
berlangsung, Kabinet Hatta dirongrong puncaknya pada konflik berdarah di Madi-
kegiatan-kegiatan politik dari FDR yang un bulan September 1948 dipimpin Muso.
dipimpin Amir Syarifuddin, politbiro PKI Sejak permulaan revolusi tumbuh berkem-
pimpinan Muso dan klimaksnya adalah bang sejumlah partai, termasuk PKI. Na-
pemberontakan PKI di Madiun bulan Sep- mun PKI terpecah belah oleh perebutan
tember 1948 (Ongkhokham 1978: 69). kekuasaan di antara Partai Buruh, Partai
Dalam hal ini, perundingan Moh. Roem Sosialis dseb yang semuanya mengaku kiri
dengan delegasi Belanda dalam rangka (Ongkhoham, 1978: 67). Perpecahan lain
melanjutkan KTN pada 10 Juni 1948 tidak adalah tokoh-tokoh PKI yang berada di
membawa hasil. Pihak Indonesia merasa Indonesia maupun yang baru datang dari
kecewa terhadap KTN. KTN diangap lebih Netherland. PKI terjebak dalam politik se-
banyak sebagai wasit daripada perantara hari-hari dalam revolusi tanpa memperhi-
dalam perundingan (Sartono 1975: 60). Be- tungkan situasi Indonesia (Simatupang &
berapa waktu setelah perundingan meng- Lapian, 1978: 11).
alami jalan buntu, kemudian Belanda Semenjak Muso dan Amir Syarifuddin
melakukan Aksi Militer yang kedua tang- menjadi dua serangkai orang-orang tera-
gal 19-12-1948, sehingga Yogyakarta seba- tas dalam tubuh PKI, mereka mengadakan
Sahid: Kajian Sosiologis terhadap Tema Lakon ‘Domba-domba Revolusi’ 11
pembaharuan struktur organisasi. Pada landa. Dalam waktu singkat gerakan DI/TII
bidang politik, Muso mengecam kebijaksa- menguasai sebagian Jawa Barat.
naan pemerintah dan menganggap revolu- Kondisi ini berubah setelah Belanda
si Indonesia bersifat defensif sehingga akan melakukan Agresi II tanggal 19 Desem-
mengalami kegagalan (Sartono, 1975: 57). ber 1948 yang melanggar perjanjian Ren-
Tetapi ofensif politik Muso Cs tidak meng- ville. Akibatnya pasukan divisi Siliwangi
goyahkan Kabinet Hatta yang mendapat mengadakan perjalanan kembali atau long
dukungan dari dua partai besar PNI dan march ke Jawa Barat (Simatupang & Lapian
Masyumi, termasuk beberapa kelompok 1978: 9). Sejak itulah terjadi pertempuran
pemuda. Konflik politik meningkat men- antara pasukan TNI dengan tentara-tentara
jadi insiden bersenjata di Solo antara sim- DI/TII. Hal ini berlangsung 10 tahun dan
patisan FDR (PKI) dengan lawan-lawan dinyatakan selesai setelah Kartosuwirjo
politiknya dan TNI (Ongkhoham, 1978: 65). tertangkap di Bukit Geber 1962.
Setelah terjadi insiden-insiden di Solo, tang- Menjadi jelas bahwa sejak proklamasi
gal 18 September 1948 di Madiun berdiri kemerdekaan sampai sekitar tahun 1948
Republik Soviet Indonesia dan berlanjut Bangsa Indonesia menghadapi sisa-sisa
menjadi pemberontakan PKI di Madiun. dari jiwa pemberontakan sebelum akhirnya
Muso dan Amir ingin mendirikan negara menjadi negara merdeka dan berdaulat.
komunis berhaluan Marxis di Indonesia. Pada masa ini Bangsa Indonesia dihadap-
Gerakan Operasi Militer I yang dilancar- kan dengan usaha-usaha untuk merobah
kan Angkatan Perang maka 30 September dasar negara sebagaimana dilakukan Amir
1948 Madiun bisa direbut kembali. Dengan Syarifuddin, Muso dan Kartosuwirjo. Amir
demikian hancurlah eksistensi PKI, Muso, Syarifuddin dan Kartosuwirio yang semula
Amir Syarifuddin dan kawan-kawan. tokoh pejuang Republik akhirnya berkhi-
Selain PKI, pada tahun yang sama juga anat dan memusuhi Republik Indonesia
muncul pemberotnakan DI/TII dipimpin
Sekarmadji Kartosuwirjo pada bulan Mei
1948. Ia mengumumkan dirinya sebagai Relasi Kondisi Sosial Historis Tahun 1948
“Imam” dari sebuah “Negara Islam Indo- dengan Proses Penciptaan DDR
nesia.” Pada mulanya Kartosuwirjo berpar-
tisipasi dengan RI dalam melawan Belanda. Lakon DDR mampu menawarkan pan-
Perang Sabil yang diumumkan tanggal 14 dangan baru tentang revolusi dan kepahla-
Agustus 1947 dengan didukung pasukan wanan. Dalam DDR ditunjukkan bahwa
Hisbullah dan Sabilillah dapat dilihat seba- tidak semua orang yang terlibat revolusi
gai bagian perang kemerdekaan melawan dengan cita-cita membela negara dan bang-
Belanda, khususnya sebagai realisasi ter- sa. Manusia-manusia yang mestinya men-
hadap agresi Belanda tanggal 21 Juli 1947 jadi pemimpin dalam perjuangan seperti
(Simatupang & Lapian, 1978: 8). Perten- Politikus, dan Petualang justru mengkhi-
tangannya dengan RI terjadi semenjak dia- anati cita-cita revolusi. Sebaliknya, mereka
dakan perjanjian Renville yang dinilainya justru akan memanfaatkan revolusi untuk
merugikan pihak Indonesia. Ia menolak mencari keuntungan material. Jadi, orang
hasil perundingan tersebut. Kemudian ia yang berjuang di suatu front belum tentu
mewujudkan kekecewaannya itu dengan bisa disebut pahlawan karena motivasinya
mendirikan Tentara Islam Indonesia. Tin- belum tentu dengan tulus untuk membela
dakan Kartosuwirjo sekaligus sebagai bangsa.
reaksi pendirian Negara Pasundan oleh Be- Sementara itu, tokoh Perempuan sekali-
Panggung Vol. 24 No. 1, Maret 2014 12
pun tidak langsung berjuang di medan laga sendiri merupakan bagian dari suatu ele-
namun pantas disebut sebagai pahlawan. men dalam struktur masyarakat yang lebih
Hal ini karena ia dengan tegas ia membe- luas. Karena itu, karya imajinatif buah cipta
la martabat dan harga diri demi revolusi. pengarang walau sekecil apapun itu dipe-
Ia sama sekali tidak mencari keuntungan ngaruhi sosial budaya masyarakatnya.
pribadi. Bagi Soelarto, sebutan pahlawan Demikian pula relevansinya dengan
tidak harus selalu diberikan pada orang DDR. Bukan mustahil sesuatu yang dilaku-
yang bertempur di medan laga. Seringkali kan pengarang dalam karyanya dipenga-
seorang pemimpin perjuangan malahan ti- ruhi, bukan ditentukan, oleh pengalaman
dak pantas disebut pahlawan sebab ia ber- manusiawi dalam lingkungan hidupnya
juang dengan pamrih pribadi. termasuk sumber-sumber bacaan. Sesuatu
Fenomena di atas merupakan persoal- yang dikerjakan pengarang dalam karya-
an-persoalan yang tidak pernah disentuh nya bisa sebagai usaha menanggapi realitas
pengarang sebelum Bambang Soelarto. Me- di sekitarnya, berkomunikasi dengan reali-
lalui DDR, pengarang menyampaikan pan- tas dan menciptakan kembali realitas itu
dangan begitu sinis terhadap arti kepah- dalam karyanya (Kuntowijoyo, 1981: 18).
lawanan. Melalui keberaniannya ini ia
mampu membuka cakrawala pemikiran
kita tentang siapa sosok pejuang yang se- Pengaruh Faktor-faktor Sosiologis
benarnya. Ada pejuang yang berbuat un-
tuk kepentingan negara dan bangsa, di lain Persoalannya sekarang, faktor-faktor
pihak tidak kurang pula yang bertindak sosiologis apa yang menyebabkan lahirnya
dengan pamrih untuk kepentingan pribadi DDR. Dengan kata lain, faktor-faktor sosi-
dan golongan. Dalam DDR pengrang bisa ologis apa yang menyebabkan B. Soelarto
melihat makna revolusi dan kepahlawanan menulis DDR? Telah dipaparkan di atas
dengan lebih jernih dan objektif. bahwa dalam masalah revolusi telah terjadi
DDR syarat dengan konflik-konflik beberapa tokoh politik yang menyimpang
sosial antar tokoh yang dilatarbelakangi dari cita-cita perjuangan yang sebenarnya.
hasrat bisa mengeruk keuntungan pribadi Mereka adalah Kartosuwiryo, Amir Syari-
di balik revolusi. Ini tampak pada moti- fuddin, dsb. Kekecewaan Kartosuwiryo
vasi perjuangan Politikus, Petualang dan terhadap hasil perjanjian Renville telah
Pedagang dalam DDR. Tokoh Penyair dan menuntunnya untuk mendirikan negara
Perempuan adalah manusia-manusia yang menurut versinya, yaitu Negara Islam In-
menatap revolusi dengan tanpa pamrih. donesia. Ia ingin mendirikan ‘negara baru’
Bukan mustahil bahwa konflik sosial yang di dalam negara Indonesia. Kartosuwiryo
dilandasi perbedaan kepentingan seperti yang semula seorang pejuang pro Republik
yang tercermin dalam kedua lakon di atas namun karena kekecewaannya terhadap
secar mimesis juga masa revolusi dahulu. hasil perundingan Renville yang dinilai
Jadi, fakta-fakta sosiologis di atas dapat tidak menguntungkan pihak Indonesia,
diasumsikan berkaitan dengan faktor-fak- membuatnya mundur dari percaturan poli-
tor eksternal di luar teks. Bagaimanapun tik dan perjuangan kaum Republik.
pengarang adalah anggota kelompok ma- Begitu pula Amir Syarifuddin. Semula
syrakat. Dengan demikian, dalam pemilih- Amir juga seorang pejuang Republik. Na-
an bahan untuk karyanya tentu saja dapat mun sejak kegagalannya dalam memimpin
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, perundingan Renville yang menyebabkan
interes pribadinya dan interes pribadi itu runtuhnya Kabinet yang dipimpinnya (Ja-
Sahid: Kajian Sosiologis terhadap Tema Lakon ‘Domba-domba Revolusi’ 13
nuari 1947 - Januari 1948), ia bersama Par- angan yang terjadi semasa revolusi itulah
tai Sosialis yang kemudian berfusi menjadi yang dimungkinkan menjadi salah satu se-
Partai Komunis Indonesia (PKI) berposisi bab lahirnya DDR. Disadari atau tidak oleh
kiri terhadap Kabinet Hatta. Amir bersama pengarang, kondisi sosial historis yang ter-
Muso memproklamirkan berdirinya Re- jadi semasa revolusi telah berpengaruh ter-
publik Soviet Indonesia berhaluan komu- hadap proses kreatifnya. Pada hakekatnya,
nis tanggal 18-09-’48. penyimpangan perjuangan yang dilakukan
Dalam hal ini, Soelarto sebagai penga- Amir Syarifuddin dan Kartosuwiryo seki-
rang dan sekaligus sebagai salah seorang tar tahun 1948 dapat diidentikkan dengan
intelektual Indonesia tampak interes pada penyimpangan perjuangan yang dilakukan
penyimpangan-penyimpangan politik yang Petualang, Politikus dan Pedagang.
dilakukan para mantan pejuang semacam Dalam sejarah revolusi, Kartosuwiryo
Kartosuwiryo, Amir Sarifuddin, dsb. Seba- tidak konsisten dalam berjuang terbukti
gai seorang terdidik yang pernah lulus B-I pada akhirnya justru mengkhianati Re-
jurusan sejarah sesungguhnya bukan mus- publik Indonesia. Begitu pula perjalanan
tahil jika ia tertarik sekaligus memahami perjuangan Amir Syarifuddin yang pada
sejarah revolusi bangsanya. Hanya dengan klimaksnya justru berbalik memusuhi
cara seperti ini ia menilai secara jernih ten- RI dengan mendirikan PKI. Tokoh-tokoh
tang aspirasi-aspirasi politik yang dianut semacam Petualang, Politikus dan Peda-
setiap pejuang. Berbagai kenyataan histo- gang juga menunjukkan kecenderungan
ris yang ada menunjukkan latar belakang yang sama.
etnis, agama, pendidikan dan partai politik Dengan demikian menjadi jelas bahwa
setiap pejuang itu berbeda-beda. Kondisi DDR tidak lahir begitu saja dari suatu keko-
seperti ini menyebabkan aspirasi politik songan nilai dan norma. DDR lahir dari fak-
mereka pun saling berlainan. ta-fakta yang pernah ada dalam perjalanan
Bambang Soelarto sebagai pengarang revolusi. Dalam hal ini tentu saja fakta-fak-
mencoba menangkap perbedaan aspirasi- ta itu telah dijalin atau disusun sedemikian
aspirasi politik antar pejuang tersebut un- rupa dengan berbagai tambahan yang ber-
tuk diekspresikan ke dalam karya drama. sumber pada pikiran, imajinasi dan sum-
Ia ingin menanggapi hal itu sambil mem- ber-sumber bacaan serta pengalaman batin
berikan penilaian-penilaian pribadi ten- pengarang. Dengan kata lain, kejadian-ke-
tang penyimpangan-penyimpangan politik jadian semasa revolusi telah ikut berpenga-
tersebut dalam drama DDR. ruh terhadap penulisan DDR dan Gempa
Pada hakekatnya, tokoh Petualang,
Politikus dan Pedagang dalam DDR dapat
ditafsirkan sebagai pejuang-pejuang yang PENUTUP
menyimpang dari cita-cita revolusi seper-
ti Kartosuwiryo, Amir Syarifuddin, dll. Berdasarkan analisis di atas dapat di-
Perbedaan idealisme perjuangan antara simpulkan sebagai berikut. Pertama, la-
Perempuan dan Penyair dengan tokoh Poli- kon DDR mengandung tema bahwa sese-
tikus, Petualang dan Pedagang ditafsirkan orang dalam berjuang memperebutkan
seba-gai analogi dari perbedaan idealisme kemerdekaan tidak selalu didasari pe-
perjuangan antara pejuang yang pro Re- ngorbanan yang tulus sebab tidak sedikit
publik dengan pejuang yang menyimpang orang yang dalam berjuang dilandasi has-
dan justru kontra terhadap RI. rat untuk mencari keuntungan pribadi.
Penyimpangan-penyimpangan perju- Pengarang merealisasi tema melalui tokoh
Panggung Vol. 24 No. 1, Maret 2014 14