You are on page 1of 4

 1

Heutagogy, Peeragogy, dan Cybergogy : Strategi Pembelajaran


Musik yang Efektif dan Menyenangkan.

Sherly Nur Hikmah, M.Pd


Pendidikan Seni Pertunjukan, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia

Article Info ABSTRACT


There are still many problems faced in learning the art of music in
Article history:
elementary schools. Though the contribution of art education is very
Received mm dd, yyyy significant to shape the character of students. Learning the art of
Revised mm dd, yyyy music can provide an appreciative and creative experience and be
Accepted mm dd, yyyy able to contribute to the improvement of students' knowledge,
attitudes, and skills in the future. Related to these problems, the
context of the discussion is focused on solving internal problems in
Keywords: schools to spur educators to present music learning in an effective
Learning Strategy and fun way. To that end, the author offers three strategies, namely;
Music Arts 1) Heutagogy, in the form of an educational strategy by encouraging
School students to have self-directing skills; 2) Peeragogy strategy, in the
form of educational strategies that cultivate students to be trained to
focus on learning and creating together with friends (collaboration);
and 3) Cybergogy strategy, an educator strategy by familiarizing
learning by utilizing information technology. Practically these three
strategies can be integrated into a new strategy and formulation.

Keywords: Learning Strategy, Music Arts, School

This is an open access article under the CC BY-SA license.

Corresponding Author:
Sherly Nur Hikmah, M.Pd
Pendidikan Seni Pertunjukan, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Kayu Tangi, Banjarmasin, Indonesia.
E-mail: sherlynurhikmah6@gmail.com

1. PENDAHULUAN
Dalam perjalanannya, Pembelajaran seni di Sekolah Dasar dihadapkan dengan berbagai
permasalahan. Diantaranya menyanhkut kebijakan pemerintah, ketersediaan dan kompetensi tenaga pengajar,
minimnya fasilitas belajar, kurangnya alokasi waktu pembelajaran pada setiap pertemuan di kelas, dan materi
pembelajaran yang selalu berubah. permasalahan lainnya yang lebih spesifik yaitu, masalah minat dan bakat
belajar peserta didik didik yang beragam bedanya dan masalah lingkungan seperti fisik ataupun sosial yang
kurang mendukung terselenggaranya pendidikan seni di Sekolah. Tentunya berbagai permasalahan tersebut
tidak diharapkan berlangsung secara terus-menerus. Sudah seharusnya ada suatu sikap dengan pemahaman
yang bijaksana agar dapat menentukan solusi lebih baik.
Secara konsep, pendidikan seni di Sekolah Dasar diorientasikan pada proses “pendidikan melalui
seni”. Artinya pendidikan seni diarahkan untuk dapat mengembangkan potensi diri peserta didik, tidak hanya
seni secara teknis, tetapi jugadalam kontribusinya terhadap pelajaran lain. Dengan demikian, peserta didik
tidak dituntut menjadi mahir berkesenian, akan tetapi dalam prosesnya nilai-nilai kreativitas, kepekaan estetis
dan kemampuan berekspresi ditumbuhkan dan dikembangkan dengan sangat baik.
2 

Untuk mendorong perkembangan fisik, psikis, logika dan rasa pada peserta didik agar berimbang di
Sekolah. Pendidikan seni berperan sebagai; media bermain (reaktif), ekspresi, kreativitas, komunikasi dan
media pengembangan bakat [1]. Sebagai media bermain, pembelajaran diusahakan dapat berjalan dengan
menyenangkan (funway), tidak memberi beban pada peserta didik, khususnya jenjang PAUD dan SD.
Sehingga pelajaran seni dapat menetralisir kelelahan dan kejenuhan dari pelajaran yang menekankan pada
logika. Sebagai media ekspresi, pembelajaran seni menjadi ruang atau wahana bagi peserta didik untuk
meluapkan apa yang sedang dirasakan, diimajinasikan dan apa yang sedang digagasnya. Searah dengan hal
tersebut, juga akan mengasah kreativitas peserta didik.
Paparan di atas merupakan prespektif tentang pentingnya pembelajaran seni dilaksanakan dengan
efektif dan menyenangkan. Terkait dengan berbagai permasalahan pada pembelajaran seni, konteks
pembahasan akan difokuskan pada permasalahan yang dapat diatasi, setidaknya adalah yang bersifat internal
untuk memacu kemampuan pendidik mengajar lebih baik. Strategi apa yang dapat dikembangkan agar dapat
menyajikan materi seni musik secara maksimal, sehingga berbagai fungsi dan tujuan pendidikan seni dapat
sampai pada peserta didik.

2. PEMBAHASAN
2.1 Strategi Pembelajaran Seni Musik
Strategi pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan pendidik dalam mengadakan hubungan
dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pembelajaran [2]. Strategi pembelajaran juga dapat ditafsirkan
sebagai suatu kegiatan yang harus dikerjakan oleh pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efesien [3]. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu cara yang akan digunakan pendidik untuk menyampaikan materi pembelajaran guna
tercapainnya suatu tujuan dan manfaat pembelajaran tersebut. Secara konseptual, makalah ini
memformulasikan beberapa strategi relevan yang dapat digunakan dalam pembelajaran seni musik di
sekolah.
2.2 Heutagogy (self-Determined Learning)
Pendidikan secara tradisional nyaris selalu dilihat sebagai hubungan pedagogis antara pendidik dan
peserta didik. Pendidik yang selalu memegang kendali dan memutuskan tentang apa yang akan dipelajari dan
bagaimana pengetahuan serta keterampilan apa yang harus diajarkan. Hasil dari laporan ilmiah puluhan tahun
terakhir memang sudah cukup untuk melahirkan sebuah revolusi dalam pendidikan mengenai bagaimana
orang belajar dan hasil daripada itu membuat pendidik dapat bekerja lebih lanjut tentang strategi pengajaran
dan hasil yang diperoleh [4] . tahun 2000 Hase dan Kenyon mengemukakan sebuah strategi pembelajaran yang
bertolak belakang dengan pendekatan pedagogis. Strategi yang materi dan tujuan dapat ditentukan oleh
peserta didik sendiri[5]. Strategi yang dimaksud disebut dengan strategi Heutagogy.
Heutagogy merupakan strategi pembelajaran dengan cara mendorong peserta didik untuk memiliki
keterampilan mengarahkan diri. Heutagogy menerapkan pendekatan holistik untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dengan belajar sebagai proses aktif dan proaktif, juga sebagai agen utama dalam
pembelajaran di kelas [6]. Disadari, strategi pembelajaran biasanya juga tidak mudah dipahami oleh pendidik
sehingga sulit untuk diaplikasikan di lapangan, karena model Heutagogy sendiri biasanya merupakan
konsumsi kalangan akademisi. Untuk itu, permasalahan yang terindetifikasi di lapangan, juga akan
disampaikan beberapa strategi alternatif lainnya, yang diharapkan pendidik bisa mengintegrasikan,
mengkolaborasikan dan mengembangkannya dalam pembelajaran seni musik di Sekolah Dasar.
2.3 Peeragogy
Berbeda dengan Heutagogy yang menuntut kemandirian berpikir peserta didik dalam menentukan
materi apa yang akan dipelajari. Peeragogy merupakan pilihan strategi pembelajaran dengan mengajak
peserta didik untuk dapat belajar secara berkelompok. Bagaimana suatu materi dapat dipecahkan bersama-
sama. Juga bagaimana peserta didik mampu menciptakan suatu pengalaman baru dari hasil diskusi dan
kerjasama dengan teman kelompoknya. Strategi ini, dapat menajamkan kepekaan sosial dan keberanian
memberi serta menerima pendapat satu dengan lainnya. Peserta didik dilatih untuk dapat menerima
perbedaan sudut pandang dan ide dengan meramunya menjadi teori dan pengalaman baru. Tentu ketelitian
diperlukan oleh pendidik untuk membaca, melihat dan memahami setiap kelompok pelajar agar tidak ada
kelompok yang pasif menjadi satu dalam pembelajaran seni musik di kelas.
Belajar secara kelompok dalam pembelajaran seni musik di sekolah dasar akan menjadi pengalaman
yang lebih menantang dan menarik peserta didik untuk saling unjuk kemampua kreativitas diri masing-
masing dan disinergikan dengan ide-ide teman kelompok sehingga tercipta suatu karya yang baru. Suasana
kelas menjadi hidup akan ragam imajinasi setiap kelompok. Sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
menyenangkan.
 3

2.4 Cybergogy
Strategi yang ketiga, ialah Cybergogy. Konsep umum dari Cybergogy adalah belajar virtual.
Pembelajaran lingkungan untuk kemajuan kognitif, emosional dan sosial peserta didik [7]. Definsi cybergogy
lainnya juga diartikan sebagai suatu metode pendidikan di era globalisasi melalui pemberdayaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi yang tidak terbatas dari ruang, waktu, budaya dan negara [8]. Sejalan dengan hal
tersebut, cybergogy berpengaruh kuat terhadap pembelajaran mandiri melalui fasilitas internet dan media
sosial [9]. Berdasarkan beberapa penafsiran strategi cybergogy di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
cybergogy adalah suatu strategi pembelajaran di era digitalisasi yang memanfaatkan fasilitas pemberdayaan
teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan untuk kemajuan dan perkembangan kognitif, emosional
dan sosial peserta didik guna menciptakan pembelajaran online yang terlibat.
Terdapat 3 faktor pendukung dalam strategi pembelajaran cybergogy, diantaranya:
a. Faktor kognitif
Faktor kognitif merupakan faktor yang melewati konstruksi dari pengetahuan seorang individu.
Menggali pengalaman belajar di masa lampau dan mengaitkannya dengan pengalaman belajar yang
akan dipelajari saat ini dengan mewajibkan partisipasi atau keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran serta pencapaian pembelajaran yang terbentuk harus disesuaikan dengan gaya belajar
peserta didik.
b. Faktor emosional
Terdapat 4 faktor emosional, yaitu; 1) kesadaran diri, kemampuan seseorang dalam menggali,
merasakan, dan memahami emosi yang ada dalam dirinya. Kesadaran diri dapat menjadi kecerdasan
emosional yang mencakup tentang kepribadian, kepercayaan, kekuatan, motivasi dan kemampuan
berkomunikasi. Kesadaran diri dapat berkontribusi yang berpengaruh terhadap motivasi belajar. 2)
kesadaran masyarakat, setelah seseorang mampu memahami dirinya tahap selanjutnya yaitu
bagaiman seseorang mampu menempatkan diri di lingkungan masyarakat. Ketika seseorang nyaman
terhadap lingkungannya maka akan mudah baginya untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan.
Dalam pembelajaran cybergogy hubungan interpersonal dapat dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi. Komunikasi antar individu dapat saling terhubung tanpa batas waktu dan ruang. 3)
perasaan tentang suasan belajar, penting untuk diperhatikan agar materi akan mudah dipahami.
Ketika peserta didik merasa aman, senang dan mampu memahami materi. Suasana pembelajaran
yang menyenangkan akan terjadi ketika peserta didik belajar sesuai dengan gaya belajar masing-
masing tanpa terika adanya aturan-aturan belajar yang monoton. Cybergogy hadir sebagai solsui
untuk mengatasi masalah perbedaan gaya belajar. Dalam cybergogy peserta didik bebas menentukan
gaya belajarnya baik secara visual maupun audio visual. Dan 4) prasaan tentang proses
pembelajaran. Terdapat dua masalah emosional pada peserta didik, yakni emosional positif dan
masalah emosional negatif. Emosional positif akan menjadikan peserta didik pribadi yang memiliki
empati dan penyayang sedangkan emosional negatif akan menimbulkan kebingungan, kecemasan,
kebosanan dan ketidak puasan. Peserta didik yang mampu menyesuaikan diri dan nyaman dengan
kondisi kelasnya akan mencapai tujuan pembelajaran dan hasil yang maksimal.
c. Faktor sosial
Terakhir adalah faktor sosial, yang artinya melibatkan interaksi diri sendiri dengan orang lain yang
berpengaruh dalam pembelajaran online yang terlibat karena domain sangat luas dan mempengaruhi
peserta didik.

Dalam pembelajaran seni musik di sekolah dasar, strategi cybergogy dapat dijadikan salah satu cara
untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Keterlibatan teknologi informasi secara
maksimal akan mampu mematahkan mindset masyarakat bahwa pembelajaran seni musik hanya sekedar
bernyanyi dan bermain alat musik, atau hanya untuk anak-anak yang berbakat saja. Cybergogy mampu
mengemas pembelajaran seni musik sekolah dasar dalam bentuk baru seperti games dan atau video animasi
pembelajaran yang menarik. Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi dapat dilakukan
melaui video konferensi, aplikasi belajar, media sosial, maupun dengan memanfaatkan jejaring sosial seperti
Instagram, Facebook, Youtube, dan sejenisnya.

Paper’s should be the fewest possible that accurately describe … (First Author)
4 

3. PENUTUP
Masih banyak elemen tenaga pendidik yang tidak memahami hakekat pembelajaran seni, banyak
juga yang mereduksi pengertiannya seperti dengan mengartikan seni musik sebagai pelajaran bernyanyi dan
memainkan alat instrumen dengan bunyi seadanya saja. Serta dianggap sebagai bakat atau keterampilan fisik
semata. Padahal pembelajaran seni sangat berkaitan kuat dengan pembentukan karakter peserta didik.
Dengan pembelajaran seni musik secara komprehensif, menyangkut aspek teori, praktik dan apresiasi,
tentunya pemahaman tentang seni musik tidak dangkal lagi. Pemahaman semakin mendalam apabila
pendidik mampu merumuskan pembelajaran seni musik dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik
dalam menciptakan suatu pengalamna belajar yang baru. Penerapan pemnelajaran dengan mengintegrasikan
dan mengkolaborasikan strategi Heutagogy, peeragogy dan cybergogy jelas bahwa karya seni musik yang
diciptakan peserta didik adalah berbasis pada pengetahuanya. Sehingga karya intelektual lahir dari kreativitas
peserta didik.
Agar dapat menyajikan pembelajaran seni musik dengan efektf dan menyenangkan. Pendidik harus
selalu berusaha meningkatkan kemampuannya dalam menguasai teori dan konsep dasar seni musik,
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta mahir dalam menggunakan teknologi informasi. Dengan
pengetahuan pendidik yang luas tentunya dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan
serta tujuan dan fungsi mulia pembelajaran seni di sekolah dapat tercapai.

REFERENCES
[1] Syafii, dkk, "Materi dan Pembelajaran Kertakes SD," Depdiknas; Universitas Terbuka, 2005.
[2] Sudjana, Nana, "Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar," Bandung; Kencana, 2008.
[3] Sanjaya, Wina, "Strategi Pembelajaran," Jakarta; Sinar Baru Algensido.
[4] Sudarwan Danim, "Pedagogi, Andragogi dan Keutagogi," Bandung; Alfabeta, 2010.
[5] L. G. Porman, "Studi Literatur : Transformasi Metode Pembelajaran Pasca Pandemi dari Pedagogi, Andragogi ke Heutagogi,"
KNIA 4.0, 2022, pp 187-192, ISBN: 978-602-5718-48-9.
[6] Hase. S, Kenyon. C, "Heutagog : A Child of Complexiy Theory," An International Journal of Complexity and education, Vol 4,
July 2007, pp 111-118, doi : 10.29173/cmplct8766.
[7] Septianisha, dkk, " Cybergogy : Konsep dan Implementasi dalam Pembelajaran Matematika," Seminar Nasional Pendidikan
Matematika, Vol 2, Jan 2021, pp 153-164, ISSN : 2721-9577.
[8] Daud, W. A. A. W., Teck, W K., Ghani, M. T. A, Ramli, S. "The Needs Analysis of Developing Mobile Learning Application for
Cybergogical Teaching and Learning of Arabic Language Proficency", Internastional Journal of Academic Research in Business
and Social Sciences, Vol 9. No 8, Doi : 10.6007/ijarbss/V9-i8/6206

You might also like