You are on page 1of 9

Jurnal Pendidikan Agama Islam

Jurnal ini di susun untuk memenuhi tugas Individu Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Riyani Pujiana S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh :
Salsabila Maharani (22010410147)
Semester 2 Kelas SJSPSS

Diajukan guna Memenuhi Tugas Individu


PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
JALAN PROKLAMASI NO.1 BABARSARI SLEMAN YOGYAKARTA
Abstrak
This journal aims to describe the implementation of PAI learning at Proclamation 45 University. This
journal is a qualitative descriptive research. The subjects of this research are teachers and students.
The data collection technique is observation. Data analysis techniques use the Miles & Huberman
model: data reduction, data presentation, and reasoning. The results of the research show that the form
of PAI learning at Proclamation 45 University is carried out in accordance with the procedural,
normative and substantive stages. PAI learning is implemented by paying attention to students'
cognitive, affective and psychomotor aspects. PAI learning management at Proklik 45 University is
carried out using planning, implementation and evaluation steps. The strategies used by teachers in
PAI learning at Proclamation 45 University include: team building strategies in PAI learning, direct
learning engagement strategies, question asking strategies, collaborative strategies, peer teaching
strategies, skill development strategies, and review strategies. The PAI learning process at
Proclamation 45 University uses a variety of methods, thus making learning more effective and the
subject matter better understood by students, and the values of Islamic teachings in PAI subjects can
be internalized well. Among these methods are: discussion method, group and individual learning
assignment method, demonstration method, question and answer method, practice method,
habituation method, exemplary method, and storytelling method.

Keywords: Learning, Islamic Religious Education, Prokalamsi 45 University.

Abstrak
Jurnal ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pembelajaran PAI di Universitas Proklamasi
45. Jurnal ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah guru, dan siswa.
Teknik pengumpulan data berupa observasi. Teknik analisis data menggunakan model Miles &
Huberman: reduksi data, penyajian data, dan penalaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk
pembelajaran PAI di Uviversitas Proklamasi 45 dilaksanakan sesuai dengan tahapan prosedur,
normatif dan substantifnya. Pembelajaran PAI diimplementasikan dengan memperhatikan aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Pengelolaan pembelajaran PAI di Universitas Proklamasi 45
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Strategi
yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran PAI di Universitas Proklamasi 45, antara lain:
strategi membangun tim dalam sebuah pembelajaran PAI, strategi pelibatan belajar langsung, strategi
pengajuan pertanyaan,strategi kolaboratif, strategi pengajaran teman sebaya, strategi pengembangan
keterampilan, dan strategi untuk meninjau ulang. Proses pembelajaran PAI di Umiversitas Proklamasi
45 menggunakan variasi metode, sehingga membuat pembelajaran lebih efektif serta subjek materi
menjadi lebih dipahami oleh mahasiswa, dan nilai-nilai ajaran Islam pada mata pelajaran PAI dapat
terinternalisasikan secara baik. Di antara metode tersebut yaitu: metode diskusi,metode tugas belajar
kelompok maupun individu, metode demonstrasi, metode tanya jawab, metode latihan, metode
pembiasaan, metode keteladanan, dan metode bercerita.

Kata kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Universitas Prokalamsi 45.


PENDAHULUAN

Pendidikan agama Islam memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Agama merupakan pedoman untuk mencapai kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.
Menyadari betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan manusia, maka nilai-nilai agama
menjadi bagian penting dalam kehidupan setiap individu yang ditempuh melalui pendidikan, baik
di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan agama Islam dirancang untuk membentuk mahasiswa menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Budi pekerti luhur
meliputi etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Mengenali,
memahami dan mengkomunikasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan pribadi kita dan dalam
masyarakat diperlukan untuk mengembangkan potensi spiritual kita. Tujuan akhir pengembangan
potensi spiritual adalah menjadikan manusia layak bagi ciptaan Tuhan. Nilai-nilai agama harus
ditanamkan pada anak sejak dini. Selain orang tua, guru sangat berperan dalam menanamkan nilai-
nilai agama sebagai landasan sejak dini.
Bagi seorang muslim, pendidikan agama bukan hanya untuk dipelajari materinya saja. Bukan juga
sebuah buku yang hanya terus menerus dibaca ataupun dihafal. Sehingga mengakibatkan pendidikan
agama tidak hanya menjadi pelajaran teoretis semata, tetapi bagaimana pendidikan agama menjadi
pengamalan atau penghayatan terhadap nilai agama itu sendiri. Biasanya seorang peserta didik sudah
merasa puas jika memperoleh nilai tinggi, sekalipun belum tentu mampu menunjukkan pengamalan
keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang terpenting dalam Islam ialah bagaimana
pengamalan dari pelajaran agama yang dipelajari di Sekolah maupun Universitas.
Karena ilmu yang baik ialah ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.
PEMBAHASAN
. Hakikat Manusia Menurut Islam
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya
dan rupa yang seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa
seperti panca indra dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi
keistimewaan- keistimewaan itu. Selain itu, manusia diciptakan oleh Allah dalam struktur
yang paling baik diantara makhluk-makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur
jasmaniah dan ruhaniah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam struktur jasmaniah
dan ruhaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkembang yang dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi.
Manusia sebagai makhluk Allah yang diberi akal dan memiliki kebijaksanaan. Di dalam
aktifitas sehari-hari, manusia bukan saja mempengaruhi lingkungan hidup, tetapi dipengaruhi
pula oleh lingkungan.Dalam hal ini, manusia memiliki sifat atau karunia kemampuan untuk
dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk menurut ukuran kesusilaan. Hakikat
manusia menurut Al-Qur‟an ialah bahwa manusia itu terdiri atas unsur jasmani,
akal, dan ruhani.
Berbicara tentang manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri dan juga
menghadapi kodrat. Manusia merupakan kesatuan dengan alam, tapi juga berjarak
dengannya. Manusia bisa melakukan apa saja terhadap alam, tidak seperti hewan. Lalu
manusia selalu berubah dalam situasi. Karena dia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu
berubah dan merubah manusia.
Manusia adalah pencipta dan pemecah problem, dari dirinya problem itu muncul dan
dipecahkan. Satu problem dipecahkan, problem yang lainnya diciptakan. Dengan demikian
manusai itu hidup di atas “tumpukan problem”, makin panjang umur seorang manusia dan
makin tinggi status dan derajatnya, maka akan semakin banyak pula problem yang di
hadapinya.
Manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Ia dalam menjalani
kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling
membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung
dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan
dan tujuan hidup.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, karena manusia
dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar
iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat), dan akal (sifat keistimewaan manusia). Ketiga
hal tersebut membuat manusia memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika
manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan
oleh Allah SWT.

Hakikat manusia adalah merupakan makhluk dimensional yang mempunyai kelebihan dari
pada makhluk lainnya. Manusia mempunyai kelebihan serta kehendak yang telah ada pada
dirinya, dan juga manusia bagian dari alam yang melakukan apapun terhadap alam, ia
mempunyai tempat yang unik dan istimewa berinterpretasi di dunia ini. Manusia merupakan
titipan Tuhan keatas bumi untuk menjadi makhluk individu, sosial, dan
kebudayaan, serta religius.

Manusia sebagai makhluk Allah yang diberi akal dan memiliki kebijaksanaan, merupakan pula bagian
dari ekosistem di tempat hidupnya. Di dalam aktifitas sehari-hari, manusia bukan saja mempengaruhi
lingkungan hidup, tetapi dipengaruhi pula oleh lingkungan hidupnya.

Menurut Amir Daien Indrakusuma yang dikutip oleh Abdul Aziz, bahwa sebenarnya hakikat
manusia itu dapat dilihat dari beberapa perspektif, yaitu:

a) Manusia itu mempunyai hakikat sebagai makhluk dwi tunggal.


Yaitu manusia itu terdiri dari dua unsur, yaitu rohaniah dan jasmaniah. Unsur halus
dan unsur kasar, badan halus dan wadaq, unsur jiwa dan unsur raga.4 Kedua substansi
ini masing-masing merupakan unsur
yang adanya tidak tergantung satu sama lain.
Antara badan dan ruh terjalin hubungan yang bersifat kausal, sebab akibat. Artinya
antara keduanya saling mempengaruhi. Apa yang terjadi di satu pihak akan
mempengaruhi dipihak yang lain.

b) Manusia itu mempunyai dua sifat hakiki yaitu sebagai makhluk


individual dan sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk individual, manusia mempunyai sifat-sifat yang khas, yang berbeda
satu dengan lainnya. Manusia sebagai makhluk individu (perorangan) mempunyai
kebutuhan-kebutuhan, mempunyai keinginan-keinginan, mempunyai cita-cita,
mempunyai pemikiran yang tersendiri, yang kemungkinan besar berbeda satu dengan
lainnya. Manusia
sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama, hidup
berkelompok, hidup bermasyarakat.

c) Manusia itu mempunyai hakikat sebagai makhluk susila atau sebagai


makhluk ber-Tuhan.
Dalam hal ini, manusia memiliki sifat atau karunia kemampuan untuk dapat
membedakan mana yang baik dan yang buruk menurut ukuran kesusilaan. Hakikat
manusia menurut Al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri atas unsur jasmani, akal,
dan ruhani.7 Dalam pandangan Al-Qur’an mengenai manusia, kata yang digunakan
untuk menunjuk makna manusia, yaitu Al-Bashar, Al-Insaan, dan Al-Naas.
Manusia dalam konteks bashar merujuk pada aspek-aspek yang bersifat biologis,
sifat-sifat seperti bahan dasar yang digunakan untuk menciptakan manusia dari tanah
liat atau lempung kering. Bashar berarti manusia sebagaimana ditemukan dalam Q.S
Al-Kahfi ayat 110 sebagai berikut:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya.” Hamka, Tafsir Al-Azhar

Insaan juga memiliki arti yang sama dengan bashar yaitu manusia.
Kata insaan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai
makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek tersebutdengan berbagai
potensi yang dimilikinya mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik
dan istimewa, sempurna, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu
menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi. Di antaranya disebutkan dalam
surat Al-Alaq ayat 5 sebagai berikut:

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah

Dan yang terakhir al-naas. Dalam al-Qur’an kata an- naas umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk
bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita, kemudian
berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal mengenal.11 an-Naas
menunjukkan pada semua manusia sebagai makhluk madani yang secara kodrat
memiliki ketergantungan pada orang lain untuk menyempurnakan kekhasan yang
dimikinya. Diantaranya disebutkan dalam surat al-Zumar ayat 27 sebagai berikut:

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”.(Q.S Al-Zumar: 27)

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna diantara
makhluk lainnya. Manusia mempunyai beberapa kelebihan sebagaimana disebutkan
oleh Allah dalam Al-Qur’an surat at-Tin ayat 4 sebagai berikut:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya.”(Q.S At-Tin: 4)”

Dari ayat tersebut, dapat diketahui dan dipahami bahwa manusia lebih sempurna bila
dibandingkan makhluk lainnya. Hal ini berarti, manusia mempunyai proses
penciptaan dan karakter yang berbeda dari makhluk lainnya.
Dari uraian di atas menjabarkan mengenai konsep hakikat manusia. Dalam surat at-
Tin disebutkan bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Di sisi lain dalam filsafat, manusia disebutkan sebagai makhluk
susila, makhluk individual, dan makhluk dwi tunggal. Dalam hal ini, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui secara mendalam hubungan konsep hakikat manusia
yang terdapat dalam surat at-Tin terhadap hakikat manusia dalam filsafat pendidikan
Islam.
Maka dalam kesempatan ini penulis tertarik dan memandang penting untuk mengkaji
hal tersebut. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Hakikat Manusia Dalam Al-
Qur’an Surat at-Tin dan Relevansinya Terhadap Hakikat Manusia Dalam Filsafat
Pendidikan Islam”
Berikut ringkasan hakikat manusia dalam al-Qur’an?
Dalam Islam kajian kajian hakekat manusia sangat bertolak belakang
dengan yang ada di Barat. Dalam memahami eksistensi manusia, akal manusia
dibimbing dan dituntun oleh otoritas wahyu, yaitu Al- Qur`an dan Hadis
Rasulullah SAW. Dalam pandangan ilmuan Muslim seperti yang dikemukakan
oleh Fahruddin Ar-Razi sebagaimana yang dikutip oleh Adnin Atmas bahwa,
manusia memiliki beberapa krakteristik yang khas. Manusia berbeda dengan
makhluk yang lain, termasuk dengan malaikat, iblis dan juga binatang, adalah
karena manusia memiliki akal dan hikmah serta tabiat dan nafsu. (Othman,
Rahim, Abdullah, & Zulkarnain, 2018) Menurut Ibnul Jauzi manusia itu terdiri
dari dua unsur yaitu jasad dan roh. (Azmi & Zulkifli, 2018; Makmudi, Tafsir,
Bahruddin, & Alim, 2018), Bagi Ibnul Jauzi, perubahan roh lebih penting
karena esensi manusia adalah makhluk rohani atau berjiwa, berdasarkan hadis
dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Allah tidak
memandang jasad dan bentuk manusia , tapi Allah memandang hati dan amal
manusia. Dengan segala potensi yang dimilikinya, eksistensi manusia selalu
menjadi kajian menarik untuk didalami. Perbedaan analisis antara para
ilmuwan Muslim dan Barat ini menjadikan kajian tentang manusia semakin
berkembang. Para ilmuwan harus mengungkapnya dari berbagai sisi manusia
dan disiplin ilmu, baik psikologi, kedokteran, biologi dan berbagai ilmu social
lainnya

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa manusia di dalam Al-Qur’an
merujuk pada hakikat manusia, yang memiliki makna umum dan khusus. Makna umum
seperti al-basyar, al-ins, al-nas dan al-insān, sedangkan makna khusus dirujuk menggunakan
kata al-rajul, imra’ah, dan sejenisnya. Kata al-insān dapat dihubungkan ke dalam tiga aspek,
yaitu insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau pemikul amanah,
insan dihubungkan dengan kecenderungan negatif diri manusia, dan insan
dihubungkandengan proses penciptaan manusia. Insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis
atau spiritual, al-nas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial, al-basyar menunjuk
pada manusia dari aspek makhluk fisik yang dapat diamati secara empirik, dan Bani
Adam/Dzuriyat Adam menyeru kepada keturunan umat manusia yang berasal dari Nabi
Adam.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Sri & Nurhadi. (1998). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi & Cepi Safruddin Abdul Jabbar. (2010). Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teoretis Praktis. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri & Azwan Zen. (1996). Strategi Belajar Menghafal. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
D. Marimba, Ahmad. (1987). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al Ma’arif.
Fatimah, S., Eliyanto, & Huda. (2022). Internasilisasi Nilai-Nilai Religius Melalui Blended
Learning. Jurnal Alhmara: Jurnal Studi Islam. Vol 3 (2): 93-103

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab
Suci al-Qur’an, 1992.

al-Maraghiy, Ahmad Mushtafa. Tafsir al-Maragiy. Mesir: Mushatafa al- Baby al-Halab wa
Awladuh, 1973.

Mulia, Siti Musdah (ed), Keadilan dan Kesejahteraan Gender. Cet. II; Jakarta: Lembaga
Kajian Agama dan Jender, 2003.

Shihab, Quraish. Membumikan Alqur’an: Fungsi Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Cet.
XI; Bandung: Mizan, 1995.

al-Zamakhsyariy, Imam Abul Qasim Jarullah Muhammad bin Umar bin Muhammad. Tafsir
al-Kasysyaf, Juz II. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H./1995M.

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2005. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.

Aziz, Mursal dan Zulkipli Nasution. 2019. Al-Qur’an: Sumber Wawasan Pendidikan dan
Sains Teknologi. Medan: Widya Puspita.

Daulay, Haidar Putra. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Langgulung, Hasan. 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam, cet. III. Jakarta: Pustaka al
Husna.

Mushthafa Al-Maraghi, Ahmad. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha
Putra.

Noor Syam, Mohammad. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.
Abdul Rahman. 2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam Persektif Islam.
Jakarta:KencanaPrenada Media Grup.

You might also like