You are on page 1of 15

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN NIKEL TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KECAMATAN MOLAWE KABUPATEN KONAWE UTARA


(Studi Pada Desa Mandiodo Dan Tapunggaya)
Oleh:
1
Andri Natalis Andrian Herman Balo , 2Yulius B. Pasolon, dan 3Laode Bahana Adam
(Perencanaan Wilayah, Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo)
Abstract
This research aims to; 1) Analyzing the dynamics of land use change in the Ronta Watershed from 2004 to
2018; 2) Determine the rate of deforestation in the Ronta Watershed, 3) Project changes in the Ronta Watershed in
2032, and 4) Analyze the suitability of land cover changes in the Ronta Watershed in North Buton Regency in 2013-
2032. The study uses a qualitative approach with survey design. The population as well as the sample in this study is
the Ronta Watershed, which was determined purposively. The data analysis technique was done by GIS analysis and
descriptive qualitative. The analysis shows that; 1) Land cover in the Ronta watershed between 2004, 2011 and 2018
underwent changes in land cover which included the reduction in the area of primary forest and primary mangrove
forest, which resulted in an increase in the area of land cover, namely mixed forest secondary forest, fields, mangrove
forest secondary and settlement; 2) As a result of changes in land cover in the 2018 Ronta watershed it has caused
deforestation of 163.31 ha or around 45.97%; 3) Changes in watershed land cover in 2032 are projected to experience
significant changes in all land cover classes (except water bodies / rivers) where primary is 972.76 or decreased by
53.89%, secondary forest 6,223.91 ha or an increase of 7.89 %, primary mangrove forest 168.44 ha or fell by about
62.92%, secondary mangrove forest 358.23 ha or up about 79.79%, mixed gardens 1,577.76 ha or increased by
17.62%, fields covering 511.25 or increased by 55.18% and 141.42 ha of settlements or increased by about 65.68%;
and 4) From the results of the projected land cover of the Ronta Watershed in 2032, it is possible to experience a
discrepancy with the spatial plan in the North Buton District Spatial Plan for 2013-2032 covering an area of 1,178.84 ha
or around 11.75%.

Keywords: Land Cover and Spatial Conformity

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk; 1) Menganalisis dinamika perubahan penggunaan lahan DAS Ronta dari tahun
2004 sampai tahun 2018; 2) Menentukan laju deforestasi hutan di DAS Ronta, 3) Memproyeksi perubahan tutupan
lahan DAS Ronta tahun 2032, dan 4) Menganalisa kesesuaian perubahan tutupan lahan DAS Ronta terhadap rencana
tata ruang (RTRW) Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan
desain survey. Populasi sekaligus sampel dalam penelitian ini adalah DAS Ronta yang ditentukan secara purposif.
Teknik analisis data dilakukan dengan analisis SIG dan deskriptif kuailtiatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa; 1)
Tutupan lahan di DAS Ronta antara tahun 2004, 2011 dan 2018 mengalami perubahan tutupan lahan yang meliputi
penrunan luasan kawasan hutan primer dan hutan mangrove primer, yang berakibat pada peningkatan peningkatan
luasan pada tutupan lahan laian yakni hutan sekunder kebun campuran, ladang, hutan mangrove sekunder dan
permukiman; 2) Akibat perubahan tutupan lahan DAS Ronta 2018 telah menyebabakan deforestasi sebesar 163,31 ha
atau sekitar 45,97 %; 3) Perubahan tutupan lahan DAS tahun 2032 diproyeksi mengalami perubahan cukup besar
pada semua kelas tutupan lahan (terkecuali tubuh air/sungai) dimana primer 972,76 atau turun sebesar 53,89 %, hutan
sekunder 6.223,91 ha atau meningkat sebesar 7,89 %, hutan mangrove primer 168,44 ha atau turun sekitar 62,92 %,
hutan mangrove sekunder 358,23 ha atau meningkat sekitar 79,79 %, kebun campuran 1.577,76 ha atau meningkat
17,62 %, ladang seluas 511,25 atau meningkat 55,18 % dan permukiman 141,42 ha atau meningkat sekitar 65,68 %;
dan 4) Dari hasil proyeksi tutupan lahan DAS Ronta tahun 2032 maka dimungkinan mengalami ketidaksesuaian
dengan rencana tata ruang dalam RTRW Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032 seluas 1.178,84 ha atau sekitar
11,75 %.

Kata Kunci: Tutupan Lahan dan Kesesuaian Tata Ruang


1
I. PENDAHULUAN %) dari luas DAS. Dalamdekadeterakhir ini terlihatada
indikasialihfungsilahan darikawasan hutan
1.1 Latar Belakang menjadikawasan budidaya (Dishut, 2009).
Sumberdaya alam dapat dibedakan dalam dua Alih fungsi lahan di DAS Ronta telah
bentuk yaitu sebagai stock atau modal alam (natural menimbulkan masalah ekologi sehingga menjadi
capital) seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), danau, penyebab banjir. Dibi (2016) mengemukakan bahwa
kawasan lindung, pesisir, dan sebagainya yang sejak tahun 2009 hingga 2015 terdapat 16 kejadian
keberadaannya tidak dibatasi wilayah administrasi, banjir di Kabupten Buton Utara. Akibat dari
serta sumberdaya alam sebagai faktor produksi atau pertumbuhan penduduk,kegiatan alih fungsi lahan tidak
barang/komoditas seperti kayu, rotan, air, mineral, ikan, dapat dihindari sehingga berdampak langsung pada
dan lain-lain yang diproduksi sebagai sumber ekonomi kondisi tutupan lahan DAS Ronta.
(Kartodihardjo, 2017). Sebagai unit pengelelolaan yang memperhatikan
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut kondisi ekologis, DAS Ronta perlu dikelola melalui
(DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan pemanfaatan dan penggunaan lahan yang bijaksana.
satukesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, Peran pemerintah daerah sangat menentukan
yangberfungsi menampung, menyimpan dan kelestarian sumberdaya alam dengan kebijakanyang
mengalirkan airyang berasal dari curah hujan ke danau dibuat melalui kajian sebagaimana tertuang dalam
atau ke lautsecara alami, yang batas di darat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), ini merupakan
merupakan pemisahtopografis dan batas di laut sampai acuan utama sekaligus menjadi kontrol pemerintah
dengan daerahperairan yang masih terpengaruh dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
aktifitas daratan (PP. No. 37, 2012). Informasi penggunaan lahan bukanhanya berguna
Sumberdaya alam DAS menyimpan banyak untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan,
potensi dan manfaatdidalamnya, baik dari manfaat jasa tetapi juga dapat dijadikan suatu informasi dalam
lingkungan maupun manfaat berupa kayu dan bukan merencanakan tata ruang di masa yangakan datang
kayu sehingga menjadi modal utama sebagai bahan 1.2 Tujuan Penelitian
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Pemanfaatan sumberdaya alam kini semakin meluas Penelitian ini bertujuan untuk; 1) Menganalisis
akibat dari meningkatnya jumlah penduduk sehingga dinamika perubahan penggunaan lahan DAS
membutuhkan ruang/lahan sebagai tempat beraktifitas, Ronta dari tahun 2004 sampai tahun 2018; 2)
sedangkan disisi lain ketersediaan lahan cenderung Menentukan laju deforestasi hutan di DAS Ronta,
tetapsehingga menyebabkan kerusakan akibat dari 3) Memproyeksi perubahan tutupan lahan DAS
pemanfaatan yang berlebihan. Ronta tahun 2032, dan 4) Menganalisa kesesuaian
Kerusakan DAS dapat terjadi secara alamiah
perubahan tutupan lahan DAS Ronta terhadap
yang disebabkan oleh bencana seperti kebakaran,
erosi, banjir dan longsor. Namun aktifitas manusia lebih rencana tata ruang (RTRW) Kabupaten Buton
mempengaruhi dan mendominasi kerusakan DAS Utara tahun 2013-2032.
karena kegiatan illegal logging dan alih fungsi lahan, II. TINJAUAN PUSTAKA
dimana lahan hutan banyak dikonversi untuk
permukiman, pertanian dan perkebunan, industri 2.1 Deforestrasi Hutan
maupun pemanfaatan lainnya. Kondisi tersebut pada
akhirnya dapat mengakibatkan lahan hutan mengalami Food and Agriculture Organization (FAO,1990
deforestasi.Kegiatan illegal logging dan alih fungsi lahan dalam William,et al., 1997) secara tersirat menyatakan
secara umum terjadi hampir diseluruh wilayah bahwa hilangnya tutupan hutan secara permanen
Indonesia, dansecara regional fenomena yang sama ataupun sementara merupakan deforestasi. Dengan
juga terjadi di daerah Kabupaten Buton Utara. demikian, berarti mereka menganggap kawasan
Kabupaten Buton Utara sebagai wilayah perladangan berpindah yang akan kembali menjadi
administrasi pemerintahan yang dibentuk berdasarkan hutan sekunder juga merupakan deforestasi. Dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Tentang definisi seperti itu, kawasan yang mengalami
Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi deforestasi maupun peranan sistem perladangan
Sulawesi Tenggara dengan luas total wilayah daratan berpindah dalam deforestasi secara keseluruhan
mencapai 192.303 ha, memiliki 39 DAS, salah satunya menjadi sangat besar.
adalah DAS Ronta seluas 10.363 ha. Secara Nawir et al, (2008) mendefinisikan deforestasi
administrasi DAS Ronta terletak di Kecamatan sebagai hilangnya habitat hutan. Statistik Kementerian
Bonegunu. Selanjutnya di DAS Ronta didominasi oleh Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016) menyebut
penggunaan lahan hutan yakni seluas 7.584,02 ha (67 deforestasi merupakan perubahan kondisi penutupan

2
lahan dari hutan menjadi bukan hutan (termasuk adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian,
perubahan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta
industri, dan lain-lain). kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan
Deforestasi yaitu luas perubahan kondisi penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk
tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai
hutan/berhutan menjadi kelas tutupan lahan kategori pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata
non hutan/tidak berhutan. Reforestasi yaitu luas pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat
perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah
lahan kategori tidak berhutan menjadi kelas tutupan tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang
lahan kategori berhutan. Perubahan tutupan lahan tidak pertanian memungkinkan terjadinya perubahan
berhutan menjadi berhutan dapat terjadi melalui aktifitas penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang
penanaman baik yang dilakukan dalam upaya produksi bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan
hasil hutan kayu, pertumbuhan tanaman atau upaya semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk
rehabilitasi hutan dan lahan. Reforestasi ini dapat terjadi untuk melakukan konversi lahan pada berbagai
di areal izin usaha hutan tanaman maupun areal penutupan lahan.
rehabilitasi (Dirjen Planologi, 2015).
2.3 Definisi dan Konsep Daerah Aliran Sungai
2.2 Pengguaan Lahan dan Penyebab Perubahannya
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut
Penting untuk diketahui bahwa istilah tutupan (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
lahan (land cover) tidaklah sama dengan penggunaan satukesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
lahan (land use). Tutupan lahan berhubungan dengan yangberfungsi menampung, menyimpan dan
kondisi biofisik yang ada dipermukaan bumi, sedangkan mengalirkan airyang berasal dari curah hujan ke danau
penggunaan lahan berhubungan dengan aktifitas atau ke lautsecara alami, yang batas di darat
manusia pada cakupan lahan tertentu. Sebagai contoh: merupakan pemisahtopografis dan batas di laut sampai
hutan primer adalah informasi tutupan hutan, dengan daerahperairan yang masih terpengaruh
sedangkan hutan lindung adalah informasi penggunan aktifitas daratan (PP. No. 37, 2012).
atau fungsi lahan. Informasi tutupan lahan merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
informasi yang diturunkan langsung dari data wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami
penginderaan jarak jauh, sedangkan informasi berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana
mengenai penggunaan lahan biasanya diperoleh dari presipitasi yang jatuh diatasnya mengalir melalui titik
kombinasi antara data penginderaan jarak jauh dan keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke
data ataupun informasi lain (Ekadinata,et al., 2008). danau atau ke laut. Batas-batas alami DAS dapat
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang
setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia dimungkinkan bertumpang tindih dengan ekosistem
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah
hidupnya baik material maupun spititual. Penggunaan ekonomi (Asdak, 2010).
lahan dapat ke dalam dua golongan besar yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan wilayah dimana sumberdaya alamterutama vegetasi,
bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat
dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan hidupmanusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam
komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas tersebut untukmemenuhi kebutuhan hidupnya. DAS
jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan merupakan satuan wilayah alami yangmemberikan
tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat manfaat produksi serta memberikan pasokan air
dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), melaluisungai, air tanah, dan atau mata air, untuk
industry, rekreasi, pertambangan dan sebagainya memenuhi berbagaikepentingan hidup, baik untuk
(Arsyad, 2010). manusia, flora maupun fauna (Paimin,et al., 2012).
Secara umum perubahan penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS)adalah batas
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alami seperti wilayah imaginer, dibatasi oleh punggung-punggung
iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor pegunungan dan lembah, tempat air yang jatuh pada
manusia berupa aktifitas manusia pada sebidang lahan. setiap lokasi di dalam batas tersebut mengalir dari
Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan bagian hulu DAS melalui anak-anak sungai ke sungai
dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian utama sampai akhirnya keluar melalui satu outlet. Outlet
besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh merupakan titik terendah di dalam batas DAS tersebut.
aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan lahan Luas DAS sangatlah relatif tergantung dari luas daerah
yang spesifik (Oumer, 2009). tangkapan hujan (catchment area) yang berkontribusi
Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menghasilkan aliran air. Luas DAS dapat beberapa
menyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya kilometer persegi hingga ratusan kilometer persegi.
3
Satu DAS dapat hanya mencakup wilayah di dalam satu hutan. Kondisi ini telah mengakselerasi laju degradasi
desa, tetapi dapat juga mencakup wilayah beberapa hutan dan deforestasi baik karena adanya penebangan
kabupaten, beberapa wilayah provinsi, bahkan liar (illegal loging), maupun perambahan hutan (forest
beberapa negara (Indarto, 2016). encroachment) dengan cara tebang bakar (slash and
Menurut Peraturan Pemerintah Republik burning) untuk dijadikan lahan-lahan pertanian
Indonesia Nomor 37 Tahun 2012, pengelolaan DAS (Mulyanto dan Jaya, 2004).
adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan Tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan
timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain tingginya
di dalam DAS dan segala aktifitasnya, agar terwujud permintaan pasar terhadap produk-produk yang
kelestarian dan keserasian ekosistem serta membutuhkan lahan luas. Juga kebijakan kehutanan
meningkatnya pemanfaatan sumberdaya alam bagi yang lebih banyak memberikan insentif untuk
manusia secara berkelanjutan. mengkonversi hutan daripada menjaga hutan,
disamping soal kegagalan tata kelola hutan. faktor-
2.4 Penyebab dan Dampak Deforestasi di wilayah faktor ini telah membuat negara-negara pemilik hutan
DAS tropis termasuk Indonesia menjadi kurang berdaya
mengkontrol laju deforestasi (Situmorang,et al., 2013).
Deforestasi di Indonesia telah berlangsung Penyebab deforestasi antara lain adalah
sejak lama, namun percepatan yang teramati dalam pertanian, pengembangan daerah perkotaan,
beberapa tahun terakhir dapat sebagian besar pengelolaan kehutanan yang tidak berkelanjutan.
dijelaskan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat di Adapun faktor-faktor pendorong yang menyebabkan
pulau-pulau berhutan lebat di luar Jawa, seperti deforestasi bisa dikategorikan ke dalam faktor
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. pendorong secara langsung, maupun tidak langsung.
Meskipun tidak semua bentuk deforestasi negatif, Penyebab langsung adalah kegiatan penebangan
biaya sosial ekonomi dan lingkungan yang serius hutan, dan kebakaran hutan yang tidak dapat
dikaitkan dengan deforestasi yang merusak. Ekspansi dikendalikan dan sering terjadi, terutama pada musim
pertanian, penebangan komersial dan ilegal, migrasi kemarau panjang. Penyebab tidak langsung, antara
dan pemukiman, pembangunan infrastruktur dan lain, adalah kegagalan pasar (misalnya nilai kayu yang
industri serta kebakaran hutan berkontribusi terhadap terlalu rendah dibandingkan nilai ekonomi
deforestasi yang terkendali dan tidak sesungguhnya), kegagalan kebijakan (misalnya
terkendali. Penyebab langsung ini didorong oleh pemberian ijin HPH selama 20 tahun yang tidak menjadi
pertumbuhan penduduk, kemiskinan pedesaan, faktor insentif untuk penanaman pengayaan), serta persoalan
kelembagaan dan tahap perkembangan ekononi sosial-ekonomi dan politik lainnya dalam bentuk yang
(Nasendi, 2000). Aktivitas manusia menjadi penyebab lebih luas. Selama periode periode pengelolaan hutan
yang paling berkontribusi terhadap terjadinya tersebut di atas, faktorpendorong deforestasi menjadi
deforestasi dan dapat berkaitan langsung dengan aktor semakin kompleks dan mencakup berbagai aspek
atau pelakunya (Geist dan Lambin, 2002). (Nawir,et al., 2008).
Konversi lahan di wilayah DAS secara Penyebab deforestasi terkait dengan tekanan
permanen untuk pertanian, perkebunan, pemukiman, penduduk yang berpenghasilan rendah bahwa
dan keperluan lain merupakan penyebab deforestasi. deforestasi terjadi dilatar belakangi oleh masalah
Selain itu terjadi pula penggunaan kawasan hutan di ekonomi yang disebabkan oleh pendapatan rendah
luar sektor kehutanan melalui pinjam pakai kawasan keluarga yang berada di DAS yang perlu dipecahkan
hutan dan pemanenan hasil hutan yang tidak di tingkat keluarga pedesaan yang mempengaruhi
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari kawasan hutan. Selain kearifan tradisional tentang
(Wibowo dan Gintings, 2012). masalah deforestasi, pemerintah dan lembaga lokal
Perubahan penggunaan lahan akan mengubah dapat memberikan bantuan teknis kepada keluarga
karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, pedesaan untuk menurunkan tingkat
kualitas air dan sifat hidrologi yang bersangkutan. Alih deforestasi. Secara umum menyediakan mekanisme
fungsi lahan (deforestasi) memberikan pengaruh untuk memperbaiki pendapatan keluarga pedesaan
terhadap perubahan debit banjir melalui kemampuan memiliki manfaat untuk menurunkan tingkat praktik
tanah menyerap air hujan berdasarkan deforestasi (Rivera,et al., 2013).
penutupan/penggunaan lahannya (Yustina,et al., 2007). Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia
Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam disebabkan oleh aktivitas-aktivitas terencana seperti
pengelolaan sumberdaya alam menjadi bagian penentu konversi hutan, konversi hutan pada area penggunaan
dalam pengendalian terhadap tingkat deforestasi. lain, dan pemberian ijin Izin Usaha Pengelolaan Hasil
Perubahan kewenangan pemerintah pusat dan daerah Hutan Kayu (IUPHHK) di hutan alam, serta ijin kuasa
yang cukup besar dan tidak disertai dengan persiapan pertambangan dan perkebunan. Sedangkan aktivitas
kelembagaan yang memadai telah menyebabkan tidak terencana seperti perambahan, kebakaran hutan
pemerintah kehilangan kontrol dibidang pengawasan
4
serta illegal logging and cutting (pemanenan di luar mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dapat
jatah tebang) (Bappenas, 2010). tercapai(Agus, 2012).
Deforestasi telah mengakibatkan kehilangan Penggunaan lahan dalam suatu daerah tidak
flora dan fauna yang hidup dan berkembang biak di terlepas dari peran pemerintah dalamhal penataan
hutan alam dan juga mengakibatkan fungsi hutan ruang. Tujuan utama dari penataan ruang secara garis
tropika sebagai paru-paru dunia yang dapat menyerap besar adalah untuk terselenggaranya pemanfaatan
CO2 di udara dan melepaskan O2 menjadi terganggu. ruang yang berpotensi berdasarkan implementasi
Adanya kegiatan perambahan hutan diyakini sebagai peraturan perundang-undangan Rencana Tata Ruang
salah satu penyebab semakin meningkatnya laju Wilayah (RTRW). Oleh karena itu, sebagai sebuah
deforestasi di Indonesia (Susilawati, 2008). Kabupaten yang memiliki peraturan daerah tentang
Di dalam Potret Keadaan Hutan Indonesia RTRW haruslah mampu mengakomodasi berbagai
Tahun 2012-2013 menyebutkan penyebab langsung potensi keruangan di wilayah tersebut serta mampu
dari kerusakan hutan dan deforestasi di Indonesia meminimalisasi permasalahan yang ada, sehingga
adalah: (1) konversi hutan alam menjadi tanaman kemakmuran rakyat dapat diwujudkan (Toyibulah,et al.,
tahunan, (2) konversi hutan alam menjadi lahan 2012).
pertanian dan perkebunan, (3) eksplorasi dan
eksploitasi industri ekstraktif pada kawasan hutan 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)
(mineral, batubara, migas, geothermal), (4) pembakaran Sistem Informasi Geografis (SIG)
hutan dan lahan, dan (5) konversi untuk transmigrasi memungkinkan pengguna untuk memasukkan,
dan infrastruktur lainnya. Kementerian Kehutanan menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis,
sendiri juga mengatakan bahwa kelemahan tata kelola dan menampilkan informasi geografis pada platform
hutan adalah faktor yang menyebabkan tutupan hutan yang mobile. Aplikasi yang dimaksud adalah ArcGIS
di Indonesia terus berkurang. Semua penyebab mobile. Aplikasi ArcGIS mobile digunakan untuk
tersebut memiliki hubungan yang kompleks dan saling menyediakan kemampuan SIG dan data spasial server
berkelindan dengan deforestasi. yang terpusat ke setiap perangkat mobile yang menjadi
clientnya. Dengan aplikasi ini, pengguna dapat
2.5 Tata Guna Lahan Sebagai Pemanfaatan Ruang melakukan pemetaan, query spasial, sketsa di atas peta
dijital mengintegrasikan perangkat mobilenya dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia receiver GPS untuk mendapatkan koordinat aktual
Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan setiap saat, editing data spasial terutama hasil sketsa
Penataan Ruang menjelaskan bahwa ruang adalah dan rekaman koordinat GPS dan mengakses data
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang layanan web yang disediakan oleh server ArcGIS
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu (Prahasta, 2015).
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain Salah satu fungsi SIG yang paling mendasar
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara adalah integrasi data dengan cara baru. Salah satu
kelangsungan hidupnya. Selanjutnya Penataan ruang contohnya adalah overlay yang memadukan layers data
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, yang berbeda. Dengan banyaknya kemampunan yang
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan dimiliki, SIG dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk
ruang. berbagai bidang, salah satunya dalam bidang
Perencanaan tata ruang sangat penting sumberdaya alam (inventarisasi, manajemen, dan
dilakukan pada kaitanya dalam proses pelaksanaan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan,
pembangunan. Hal ini disebabkan karena rencana tata kehutanan, perencanaan tataguna lahan, analisis
ruang bertujuan untuk mengatur kekuatan pasar daerah yang rawan terhadap bencana alam, dan
terhadap pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam sebagainya (Prahasta, 2001).
lainnya demi keberlanjutan kehidupan manusia dan Pengembangan teknologi informasi di bidang
lingkungan. Rencana tata ruang juga mengatur pengolahan data spasial telah banyak membantu
infrastruktur dan penggunaan lahan untuk kepentingan pemetaan digital. Memberdayakan SIG untuk potensi
publik serta sebagai acuan pemerintah dalam pengolahan data geografis dengan melakukan
pengambilan keputusan mengenai zoning, land serangkaian kegiatan mulai dari analisis, persyaratan,
subdivision bagi pelaksanaan pembangunan, investasi perancangan sistem, pengkodean, pengujian, dapat
dan pembangunan fasilitas publik. Pada aspek inilah memperoleh suatu sistem informasi yang dapat
rencana tata ruang menyangkut masalah dimensi memberikan informasi tentang penyebaran geografis
spasial yang juga merupakan permasalahan di dalam potensi berbasis spasial dengan bantuan
perencanaan pembangunan. Sistem penataan ruang ArcGIS. Sistem ini memudahkan pengguna untuk
bertujuan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi dan mengetahui informasi potensi dibidang pertanian,
lingkungan agar tujuan pembangunan untuk perkebunan dan perindustrian. Memberikan kemudahan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kepada petugas dalam mengatur pengolahan data
potensi wilayah (Rastuti,et al., 2015).
5
Teknologi perangkat lunak SIG dapat Gambar.1. Peta Lokasi Penelitian
dimanfaatkan dalam pemantauan dan perencanaan
pengelolaan sumberdaya alam, saat ini banyak
perangkat lunak SIG dengan keunggulannya masing-
masing, satu diantara banyaknya perangkat lunak SIG IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah System for Automated Geoscientific Anaiysis
(SAGA) yang dikembangkan oleh sekelompok kecil 4.1 Dinamika Perubahan Tutupan Lahan DAS
pengembang utama yang berasal dari Jerman. SAGA Ronta Tahun 2004-2018
merupakan salah satu perangkat lunak open source
(FOS), biasanya dianggap lebih aman, handal dan Analisa (dinamika) perubahan tutupan lahan di
mudah beradaptasi dengan perangkat komersil lainnya DAS Ronta dimaksudkan untuk mengetahui dinamika
(Fisher,et al., 2017). perubahan tutupan lahan pada masing-masing kelas
SIG telah lama digunakan dalam berbagai tutupan lahan. obyek amatan perubahan tutupan lahan
aplikasi. Para perencana tata guna lahan (ilmu tanah) dilakukan dalan periode lima belas (15) tahun yang
menggunakan SIG untuk menganalisis kesesuaian dibagi dalam 3 (tiga) range data yakni periode tahun
lahan untuk pengembangan jenis-jenis penggunaan 2004, 2011 dan 2018.
lahan pada wilayah yang karakteristiknya beragam. Analisa data tutupan lahan dalam penelitian ini
Arsitektur lanskap telah lama memiliki konsep-konsep mengandalakan sekunder dan data primer. Data primer
mangenai SIG untuk menganalisis kesesuaian lokasi penelitian ini adalah data tutupan lahan yang diperoleh
dan mengembangkan berbagai bentuk dan konfigurasi peneliti dilapangan, maka untuk kepentingan analisa
lahan dalam suatu hamparan lanskap. Ahli kehutanan perubahan tutupan lahan, maka terlebih dahulu
menggunakan teknologi ini untuk pemetaan dan dilakukan uji interpretasi data (keabsahan atau
manajemen lokasi, pengaturan fungsi kawasan, dan ketelitian) terhadap klasisfikasi citra landsat tahun 2018
pemantauan hama, penyakit pada spesies tumbuhan di data hasil survey lapangan (Ground Check). Analisia ini
kawasan hutan dan lain-lain. Kemudian, pengelola dan ini dilakukan untuk memperoleh tingkat keabsahan data
ilmuan di bidang lingkungan hidup menggunakan SIG sehingga layak dijadikan dasar analisis.
untuk beberapa aplikasi seperti pemeliharaan dan
inventarisasi spesies langka dan habitatnya, 4.2 Tutupan Lahan DAS Ronta Tahun 2004-2018
inventarisasi dan manajemen polusi, monitor lokasi- Hasil analisis dan interpretasi citra satelit
lokasi limbah berbahaya, dan lain-lain (Baja, 2012). landsat tahun 2004, 2011 dan 2018, diketahui bahwa
terdapat 8 (delapan) kelas penutupan lahan di DAS
III. METODE PENELITIAN Ronta yakni; hutan primer, hutan sekunder, hutan
mangrove primer, hutan mangrove sekunder, kebun
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif campuran, ladang, permukiman dan tubuh air. Luas
dengan desain survey. Populasi sekaligus sampel keseluruhan tutupan lahan DAS Ronta tersebut adalah
dalam penelitian ini adalah DAS Ronta yang 10.031,24 ha. Luas DAS Ronta menurut kelas tutupan
ditentukan secara purposif. Teknik analisis data lahan selengkapnya disajikan Gambar .2,.3 dan 4.
dilakukan dengan analisis SIG dan deskriptif
kuailtiatif.

6
Gambar. 5.2. Peta Penutupan Lahan DAS Ronta Tahun
2004
Gambar 4. Peta Penutupan Lahan DAS Ronta Tahun
2018

Tutupan lahan yang dominan pada DAS Ronta


adalah pada tiga jenis tutupan lahan yakni hutan
sekunder (50 5), hutan primer (20 %) dan kebun
campuran (11 %). Artinya bahwa selain ada tutupan
lahan, di DAS Ronta saat ini sudah ada aktifitas
pemanfaatan lahan lain oleh masyarakat dengan
kegiatan pertanian secara umum (kebun campuran).
Hal ini juga didukung dengan aktifitas permukiman
dalam kawasan DAS Ronta.
Dengan adanya aktifitas pemanfaatan
(permukiman dan kegiatan pertanian) dalam suatu
kawasan hutan (termasuk DAS), maka akan berdampak
terhadap aktivitas pemanfaatan lahan lain yang
berimplikasi pada perubahan tutupan lahan sebab
dengan adanya pusat kegiatan dalam kawasan akan
sangat memudahkan (terutama faktor jarak) dalam
melakukan aktifitas pemanfaatan dalam kawasan hutan.
Ahmad et al, (2016) dan Mulyanto dan Jaya, (2004)
dalam menelitianya menyatakan bahwa perubahan
tutupan lahan (deforestrasi) sangat terkait dengan jarak
dari jalan, jarak dari pemukiman, jarak dari sungai,
kepadatan.penduduk. faktor-faktor tersebut dianggap
cukup berkontribusi dalam menudukung aktifitas dalam
Gambar 3. Peta Penutupan Lahan DAS Ronta Tahun pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan.
2011

4.3 Perubahan Tutupan Lahan DAS Ronta Tahun


2004, 2011 dan 2018
Perubahan tutupan lahan diperoleh melalui

7
perbandingan luas antara 2 (dua) atau lebih data Hutan
Sekunder 5481,02 54,64 5738,46 57,21 257,44 2,57
hasil interpretasi citra. Hasil analisis perubahan Hutan
tutupan lahan di DAS Ronta dilakukan antara Mangrove
periode tahun 2004, 2011 dan 2018 Primer 474,53 4,73 454,27 4,53 -20,26 0,20
Hutan
Tabel. 1. Perubahan Antara Tahun 2004 Hingga Tahun Mangrove
Sekunder 52,13 0,52 72,40 0,72 20,27 0,20
2011
Kebun
2004 2011 Perubahan Campuran 1190,63 11,87 1301,29 12,97 110,66 1,10
Penutupan
Lahan Luas Luas Luas
(%) (%) (%)
Ladang 161,78 1,61 229,14 2,28 67,36 0,67
(Ha) (Ha) (Ha)
- Permkiman 28,47 0,28 48,54 0,48 20,07 0,20
1519,9 15,1
Hutan Primer 4085,04 40,72 2565,08 25,57 6 Tubuh Air 77,60 0,77 77,60 0,77 0,00 0,00
Hutan 1331,0 13,2 10031,24 100, 10031,24 100,00
Sekunder 4149,96 41,37 5481,02 54,64 6 Keterangan : (-) Berkurang
Hutan Sumber: Data Sekunder Dan Primer Diolah 2019
Mangrove
Primer 502,83 5,01 474,53 4,73 -28,30 0,28
Hutan Perubahan tutupan lahan tersebut terjadi pada
Mangrove kelas hutan primer yang mengalami penurunan luasan
Sekunder 23,83 0,24 52,13 0,52 28,30 0,28 sebesar 455,54 ha atau sekitar 4,54 % dan pada kelas
Kebun
lahan hutan mangrove primer seluas 257,44 ha atau
Campuran 1077,61 10,74 1190,63 11,87 113,02 1,13
sekitar 2,57 %. Sama halnya yang terjadi pada periode
Ladang 101,07 1,01 161,78 1,61 60,71 0,61 tahun 2004-2011, tutupan lahan DAS Ronta antara
Permukiman 13,30 0,13 28,47 0,28 15,17 0,15 tahun 2011-2018 juga ditemukan ada peningkatan
Tubuh Air 77,60 0,77 77,60 0,77 0,00 0,00 luasan yang ditemukan pada lima (5) kelas tutupan
10031,2 100,0 10031,2 100,0 lahan yakni hutan sekunder, hutan mangrove sekunder,
Total
4 0 4 0 kebun campuran, lading dan permukiman. Kelas
Keterangan : (-) Berkurang tutupan lahan yang paling tinggi perubahanya
(mengalami peningkatan) adalah hutan sekunder seluas
257,44 ha atau sekitar 2,57 %, menyusul kebun
Perubahan yang ditandai dengan penurunan campuran seluas 110,66 ha atau sekitar 1,10 % dan
luasan terjadi pada dua kelas tutupan lahan yakni hutan kelas lainnya mengalami peningkatan luasan sekitar
primer dan hutan mangrove primer. Hutan primer dibawah (<) 1 %.
mengalami penurunan luasan sekitar 1.519,96 atau Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan
terjadi penurunan luasan antara tahun 2004-2011 lahan tahun 2004, 2011 dan 2018 sebagaimana tersaji
sebesar 15,15 %, sedangkan hutan mangrove primer pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9 maka dapat disimpulkan
mengalami penurunan luasan sekitar 28,30 ha atau bahwa ada konsistensi perubahan tutupan lahan baik
terjadi penurunan sekitar 0,28 %. yang mengalami penurunan luasan (hutan primer dan
Dinamika perubahan tutupan lahan juga hutan mangrove primer) serta peningkatan luasan
ditandai dengan terjadinya peningkatan luasan (pada lima kelas tutupan lahan). Hal ini berarti bahwa
yang ditemukan pada lima (5) kelas tutupan lahan dalam kurung waktu lima belas tahun, DAS Ronta telah
yakni hutan sekunder, hutan mangrove sekunder, mengalami perubahan tutupan lahan. Dengan
kebun campuran, lading dan permukiman. Dari demikian, maka dapat dikatakan bahwa pada periode
kelima kelas tutupan lahan tersebut, peningkatan tersebut DAS Ronta terus mengalami tekanan yang
luasan tertinggi terjadi pada hutan sekunder yakni berimplikasi pada penurunan kualitas DAS
(terganggunya hidrologis DAS). Hal ini didukung
1.331,06 ha, atau terjadi peningkatan luasan dengan Dibi (2016) dalam menelitianya mengemukakan
antara tahun 2004-2011 sebesar 13,27 %, bahwa sejak tahun 2009 hingga 2015 terdapat 16
menyusul kebun campuran mengalami kejadian banjir di Kabupten Buton Utara. Akibat dari
peningkatan luasan sekitar 113,02 ha atau sekitar pertumbuhan penduduk,kegiatan alih fungsi lahan tidak
1,13 %. dapat dihindari sehingga berdampak langsung pada
kondisi tutupan lahan DAS Ronta.
Tabel. 2. Perubahan Antara Tahun 2011 Hingga Tahun
2018
2011 2018 Perubahan
Penutupan
Lahan Luas Luas Luas
(%) (%) (%)
(Ha) (Ha) (Ha)
Hutan -
Primer 2565,08 25,57 2109,54 21,03 455,54 4,54

8
Kebun Campuran -
60 11 914,30 9,11 Tetap
Kebun Campuran
Ladang –
50 12 22,73 0,23 Berubah
Permukiman
13 Ladang – Ladang 78,35 0,78 Tetap
40
Permukiman –
14 13,30 0,13 Tetap
Permukiman
30 Tubuh Air - Tubuh
15 77,60 0,77 Tetap
Air
20
Luas Total 10031,24 100,00
10
Perubahanya pada dua pola utama yakni pola
0 tutupan lahan “tetap” dan pola tutupan lahan “berubah”.
2014 2011 2018 Pola “tetap” dimaksudkan adalah perubahan luasan
tutupan lahan yang terjadi tidak mengakibatkan
Hutan Primer Hutan Sekunder Magrove Primer terjadinya perubahan kelas suatu tutupan lahan menjadi
Mangrove Sekunder Kebun Cmpr Ladang kelas tutupan lain, sedangkan pola “berubah”
dimaksudkan adalah perubahan (luasan) tutupan lahan
Permukiman Tubuh Air
mengakibatkan terjadinya perubahan kelas tutupan
lahan menjadi kelas tutupan lain.
Hasil analisis (Tabel 3) juga terlihat bahwa ada
Gambar 5 Dinamika Perubahan Penutupan Lahan
tujuh pola perubahan tutupan lahan yang “berubah”
DAS Ronta 2004, 2011 dan 2018
sepanjang tahun 2004-2018 yakni; 1) hutan primer
4.4 Pola Perubahan Tutupan Lahan DAS Ronta menjadi hutan sekunder seluas 1.928,16 ha (19,22 %);
Tahun 2004 - 2018 2) hutan primer menjadi kebun campuran seluas 47,33
Dinamika perubahan tutupan lahan yang terjadi di ha atau sekitar 0,47 %; 3) hutan sekunder menjadi
DAS Ronta antara tahun 2004-2018 terjadi dalam kebun campuran seluas 339,65 ha atau 3,39 %; 4)
delapan (8) kelas tutupan yang kemudian terjadi pola mangrove primer menjadi mangrove sekunder seluas
perubahan antar masing-masing kelas tutupan lahan. 48,57 ha atau 0,48 %; 5) kebun campuran menjadi
Pola perubahan tersebut merupakan hasil identifikasi permukiman seluas 12,51 ha atau sekitar 0,12 %; 6)
perubahan dari satu kelas tutupan lahan menjadi kelas kebun campuran menjadi ladang seluas 150,80 ha atau
lain (berubah atau tetap) sehingga diperoleh setidaknya 1,50 %; dan 7) ladang menjadi permukiman seluas
lima belas (15) pola perubahan tutupan lahan terjadi di 22,73 ha atau sekitar 0,23 %. Dari ketujuh pola
DAS Ronta dari tahun 2004 sampai tahun 2018. perubahan tutupan tersebut diperoleh persentase rata-
rata perubahan tutupan lahan dari satu kelas tutupan
menjadi kelas tutupan lahan lain sebesar 22,41 %,
Tabel. 3. Pola Perubahan Penutupan Lahan DAS sedangkan sisanya 77,59 % pola perubahan yang tetap
Ronta Tahun 2004 - 2018 yang artinya perubahan luasan tutupan lahan terjadi
pada kelas yang sama. Perubahan ini umumnya
Luas ditemukan pada kelas tutupan lahan yang mengalami
No Pola Perubahan Keterangan
(Ha) (%) perubahan melalui peningkatan luasan.
Hutan Primer -
1 2.109,54 21,03 Tetap
Hutan Primer
Hutan Primer -
2 1.928,16 19,22 Berubah
Hutan Sekunder
Hutan Primer -
3 47,33 0,47 Berubah
Kebun Campuran
Hutan Sekunder -
4 3.810,30 37,98 Tetap
Hutan Sekunder
Hutan Sekunder -
5 339,65 3,39 Berubah
Kebun Campuran
Mangrove Primer -
6 454,27 4,53 Tetap
Mangrove Primer
Mangrove Primer -
7 48,57 0,48 Berubah
Mangrove Sekunder
Mangrove Sekunder
8 - Mangrove 23,83 0,24 Tetap
Sekunder
Kebun Campuran –
9 12,51 0,12 Berubah
Permukiman
Kebun Campuran –
10 150,80 1,50 Berubah
Ladang
9
Gambar 8. Peta Perubahan Penutupan Lahan DAS
Gambar. 6. Peta Perubahan Penutupan Lahan DAS Ronta Tahun 2004 – 2018
Ronta Tahun 2004 - 2011
4.4 Deforestasi Di DAS Ronta

Perubahan tutupan lahan di DAS Ronta dalam


kuurng waktu lima belas (15) tahun tareakhir (2004-
2018) yang diketahui telah mengalami perubahan yang
ditandai dengan dengan alih fungli lahan (pola
perubahan). Alih fungsi tutupan lahan tersebut
menyebutkan penurunan kuantitas (beriplikasi pada
penurunan kualitas) fungsi lahan yang kemudian
disebut dengan deforestasi.
Tabel. 4. Luas Deforestasi DAS Ronta Tahun 2004-
2018
Luas (Ha) Luas
Penutupan Lahan Deforestasi% Deforestrasi
2004 2018 (Ha)
Berhutan 9839,27 -9675,96 -163,31
1,66
Tidak Berhutan 191,97 355,28 163,31
Luas DAS Ronta 10031,24 10031,24
Keterangan : (-) Berkurang

Laju deforestrasi yang terjadi di DAS Ronta


Gambar 7. Peta Perubahan Penutupan Lahan DAS
selama kurung waktu 2004-2018 sebesar 1,66 %. Ini
Ronta Tahun 2011– 2018
berarti bahwa perubahan tutupan lahan yang terjadi
akibat pemanfaatan lahan telah menyebabkan
deforestrasi atau menyebakan penurunan luasan
kawasan hutan sebesar 1,66 %. Berdasakan hasil
observasi, survey dan interpretasi peta diketahui bahwa
tingginya laju deforestrasi tersebut dipengaruhi oleh
perubahan tutupan lahan berhutan menjadi kebun
10
campuran dan penurunannya kualitas tutupan kelas hanya 9,70 % dari total luas DAS, dan tutupan luas
hutan primer (kerapatan tinggi) menjadi hutan sekunder lahan terluas selanjutnya adalah lading yakni 5,10 %.
(kerapatan rendah) atau hutan mangrove primer Tabel. 6. Hasil Proyeksi Tutupan Lahan di DAS Ronta
(kerapatan tinggi) menjadi mangrove sekunder Tahun 2032
(kerapatan rendah Luas
No Penutupan Lahan
(Ha) (%)
4.5 Proyeksi Penutupan Lahan DAS Ronta Ditahun 1 Hutan Primer 972,76 9,70
2032
2 Hutan Sekunder 6223,91 62,05

Proyeksi penutupan lahan DAS Ronta tahun 2032 3 Mangrove Primer 168,44 1,68
dilakukan setelah melakukan validasi yaitu hasil 4 Mangrove Sekunder 358,23 3,57
perbandingan tutupan lahan tahun 2018 (aktual) 5 Kebun Campuran 1577,63 15,73
dengan tutupan lahan tahun 2018 (hasil proyeksi dari
6 Ladang 511,25 5,10
tutupan lahan tahun 2004 dan 2011). Hal ini dilakukan
untuk menguji tingkat akurasi terhadap hasil proyeksi 7 Permukiman 141,42 1,41
setidaknya ≥ 80 % (Short, 1982 dalam Nawangwulan, 8 Tubuh Air 77,60 0,77
Sudarsono dan Sasmito, 2013) sehingga dapat diterima Total Luas 10031,24 100,00
dan sebagai acuan proyeksi untuk tahun 2032. Hasil
proyeksi diperoleh dari model marcov yang memiliki
Jika dibanding dengan luas tutupan lahan aktual
matriks transisi antara tahun pertama dan tahun
tahun 2018, maka terlihat perubahan yang sangat
setelahnya. Matrik transisi tersebut merupakan
signifikan terutama pada kelas tutupan lahan hutan
gambaran angka peluang terjadinya perubahan setiap
primer mengalami penurunan luasan hingga 53,89 %,
kelas tutupan lahan.
mangrove primer mengalami penurunan luasan hingga
Tabel. 5. Validasi Perbandingan Luas 62,92 %. Akibat penurunan luasan hutan tersebut,
2018 Aktual 2018 Proyeksi
Validasi berakibat pada peningkatkan luasan tutupan lahan
Tutupan Lahan Luas
(%)
Luas
(%) (%) akibat dari aktivitas pemanfaatan masyarakat yakni
(Ha) (Ha) hutan mangrove sekunder (kerapatan rendah)
Hutan Primer 2109,54 21,03 1636,83 16,32 4,71 meningkat sangat tinggi hingga mencapai sebesar
Hutan Sekunder 5738,46 57,21 5937,38 59,19 1,98 79,79 % permukiman meningkat sebesar 65 %, ladang
Mangrove Primer 454,27 4,53 416,47 4,15 0,38 meningkat sebesar 55 %.
Mangrove Tabel. 7. Perbandingan Luas Tutupan Lahan Aktua
72,40 0,72 110,19 1,10 0,38
Sekunder
tahun 2018 dengan Hasil Proyeksi Tutupan Lahan di
Kebun Campuran 1301,29 12,97 1482,78 14,78 1,81
DAS Ronta Tahun 2032
Ladang 229,14 2,28 308,43 3,07 0,79
Penutupan Luas (Ha) Perubahan %
Permukiman 48,54 0,48 61,56 0,61 0,13 Lahan Tahun 2018 Tahun (Ha)
Tubuh Air 77,60 0,77 77,60 0,77 0,00 2032
Hutan Primer 2.109,54 972,76 -1.136,78 -53,89
10031,24 100,00 10031,24 100,00 10,18 Hutan 5.738,46 6.223,91 485,45 7,89
Total Akurasi 89,82 Sekunder
Mangrove 454,27 168,44 -285,83 -62,92
Sumber: Data Primer Diolah 2019 Primer
Mangrove 72,40 358,23 285,83 79,79
Hasil validasi ini menunjukkan nilai akurasi sebesar Sekunder
89,82 %. Mengacu dari standar oleh Short (≥ 80 %), Kebun 1.301,29 1.577,63 276,34 17,52
maka nilai tersebut dianggap akurat (data telah benar) Campuran
Ladang 229,14 511,25 282,11 55,18
sehingga dapat menjadi acuan untuk proyeksi Permukiman 48,54 141,42 92,88 65,68
penutupan lahan untuk tahun 2032. Tubuh Air 77,60 77,60 0 0
Tutupan lahan di DAS Ronta ditahun 2032 Total Luas 1.0031,24 1.0031,2 28,36
diproyeksi lebih dari separuh luas DAS adalah hutan 4
sekunder yaitu hutan dengan kerapatan rendah sebesar
62,05 % (6.223,91 ha). Luas ini terbilang konsisten Perubahan tutupan lahan di DAS Ronta ditahun
dengan luas lahan tahun 2018, 2011 dan 2004 yang 2032 diproyeksi terjadi sekitar 28,36 % dengan total
mana luas tutupan lahan hutan sekunder adalah yang luasan yang berubah (menurunan dan meningkat)
terluas, hanya saja masih dibawah 50 %. sekitar 2.845,22 ha. Data tersebut juga terlihat bahwa
Hal yang menarik dari data proyeksi ini adalah perubahan luasan terjadi disemua kelas tutupan lahan,
tutupan lahan untuk kebun campuran merupakan yang pada kondisi ini, maka diperlukan upaya konservasi
terluas kedua yakni 1.577,63 ha atau sekitar 15,73 %, sesegera mungkin untuk melindungi DAS Ronta dari
lebih luas dari kelas tutupan lahan hutan primer yang kerusakan. Sebaran perubahan luas tutupan lahan
11
(menuruan dan meningkat) selengkapnya ditunjukkan konservasi sekitar 65,42 %, disususul pertanian pangan
pada Gambar 9. lahan kering (kebun campuran) sekitar 10,98 %.
Sedangkan peruntukan ruang yang terkait dengan
aktivitas masyarakat seperti permukiman hanya 1,27 %.
Dari data tersebut juga diperoleh bahwa dalam
rencana tata ruang (RTRW) yang ada, telah
mengakomodir kepentingan pemanfaatan ruang untuk
masyarakat. Namun, pada satu sisi hal ini
dimaksudkan untuk membatasi pemanfaatan ruang oleh
masyarakat, dan pada sisi lain membuka peluang
terjadinya perubahan penggunaan (tutupan lahan)
dimasa depan akibat dari semakin bertambahnya
kebutuhan manusia baik ruang mapun sumberdaya
pangan yang berimplikasi pada terganggung
sumberdaya DAS.
Gambar 9. Peta Penutupan Lahan DAS Ronta Tahun 2032
Membuktikan dugaan tersebut, maka
pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
5.5 Kesesuaian Tutupan Lahan DAS Ronta dengan menganalisis kesesuaian proyeksi tutupan lahan di DAS
RTRW Buton Utara Ronta tahun 2032 dengan rencana tata ruang (RTRW)
Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032.
Analisis kesuaian atas proyeksi tutupan lahan
pada DAS Ronta tahun 2032 terhadap RTRW Tabel 9 Kesesuaian Penutupan Lahan DAS Ronta
Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032 dimaksudkan Tahun 2032 terhadap RTRW Kabuupaten Buton Utara
untuk melihat konsitensi penyelenggaran tata ruang dan 2013-2032
Kesesuaian Terhadap Pola Ruang
dinamikan perubahan tutupan lahan yang terjadi. Hasil Kelas Penutupan Lahan dalam RTRW
analisis ini akan memberikan informasi apakah Sesuaia (ha) Tidak Sesuai (ha)
pemanfaatan ruang dan proyeksi ditahun 2032 terjadi Irigasi/Tubuh air 59,19 18,41
kesesuaian atau tidak, dari sini maka akan melahirkan Hutan sekunder 5.679,45 543,96
beberapa arahan penataan runag untuk meminimalisir Hutan primer 972,20 0,52
Mangrove sekunder 168,32 0,38
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dalam hal ini
Mangrove primer 358,33 -
tutupan lahan pada DAS Ronta dimasa depan. Analisis Permukiman 9,97 131,49
tersebut dilakukan dengan membandingkan (layout) Kebun campuran 1.232,30 345,32
peta pola ruang dalam RTRW Kabupaten Buton Utara Ladang 372,65 138,76
tahun 2013-2032 dengan proyeksi tutupan lahan DAS Jumlah 8.852,41 1.178,84
Ronta ditahun 2032. Berdasarkan hasil inventarisasi Persentase 88,25 % 11,75 %
Jumlah Total (DAS Ronta) 10.031,24
kelas tutupan lahan pada DAS Ronta (dalam RTRW Sumber: RTRW Kabupaten Buton Utara, 2013 dan Data
disebut dengan pola ruang) menurut arahana tata ruang Primer Diolah 2019
dalam RTRW Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032,
maka diperoleh sepuluh (10) jenis pola ruang dalam Proyeksi tutupan lahan DAS Ronta tahun 2032
DAS Ronta akan menyebabkan ketidaksesuaian dengan rencana
Tabel 8. Pola Ruang dalam DAS Ronta menurut RTRW tata ruang dalam RTRW Kabupaten Buton Utara
Kabupaten Buton Utara, 2013-2032 sebesar 1.178,84 ha atau sekitar 11,75 %. Jika
Pola Ruang Luas (ha) (%) dikaitkan dengan proyeksi perubahan tutupan lahan
Pertanian pangan lahan basah 558.58 5.57 antara tahun 2018-2032 dimana luas perubahan
Pertanian pangan lahan kering 1101.80 10.98 tutupan lahan yang terjadi sekitar 2.845,22 ha atau
Perkebunan 225.60 2.25 sekitar 28,36 %, maka dari total luas perubahan
Permukiman 127.80 1.27
Budidaya perikanan 209.53 2.09
tersebut diperkirkiran sekitar 1.178,84 ha atau sekitar
Kawasan hutan rakyat 106.76 1.06 11,75 % perubahan tutupan lahan di DAS Ronta tidak
Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK) 472.86 4.71 sesuai dengan rencana tata ruang.
Hutan lindung 606.56 6.05 Berdasarkan hasil survey dan intepretasi peta
Hutan konservasi 6562.56 65.42 diketahui bahwa terdapat beberapa kelas tutupan lahan
Irigasi/Tubuh Ar 77,60 0.59 yang teridentifikasi sekitar 25 titik (dari total 48 titik)
10.031,2
4 100
yang diprediksi akan mengalami perubahan yang
Sumber: RTRW Kabupaten Buton Utara, 2013 secara umum dipastikan tidak memiliki kesesuaian
dengan rencana tata ruang dalam RTRW Kabupaten
Dalam RTRW Kabupaten Buton Utara, terlihat Buton Utara. Dengan teridentifikasinya titik dan pola
bahwa peruntukan (pola) ruang terluas adalah hutan perubahan tutupan lahan tersebut maka diperlukan
12
beberapa pendekatan (arahan) untuk mengatasi, Irigasi Sesuai 1,82 Toleransi
seminimal mungkin dapat meminimalisir Hutan Sesuai 15,54 Tambak/
Produksi Empang
ketidaksesuaian tutupanm lahan dimasa depan. Dapat Parit
Dikonversi
Tabel. 9. Kesesuaian Penutupan Lahan DAS Ronta Hutan Sesuai 146,80 Rehabilitasi
Tahun 2032 dan Arahan Penataan Ruang dalam RTRW Lindung
Budidaya Sesuai 4,16 Tambak/
Kabupaten Buton Utara 2013-2032 Perikanan Empang
Pola Parit
Penutupan Arahan dan
Ruang Luas
Lahan Kesesuaian Rekomenda Jumlah lahan sesuai 0,38
dalam (Ha)
Eksisting si Jumlah lahan tidak 168,32
RTRW
sesuai
Pertanian Tidak 1,87 Sempadan
Hutan Sesuai 0,85 Tambak/
Pangan Sesuai Sungai
Produksi Empang
Lahan
Mangrove Dapat Parit
Basah
Primer Dikonversi
Permukim Tidak 3,60 Sempadan
Hutan Sesuai 357,48 Tetap
an Sesuai Sungai
Lindung
Perkebuna Tidak 4,81 Sempadan
Jumlah lahan sesuai 358,33
n Sesuai Sungai
Pertanian Tidak 98,77 Bangunan/
Hutan Tidak 25,65 Sempadan
Pangan Sesuai Permukiman
Tubuh Air Lindung Sesuai Sungai
Lahan
Pertanian Tidak 6,68 Sempadan
Basah
Pangan Sesuai Sungai
Irigasi Sesuai 0,79 Toleransi
Lahan
Kering Permukim Sesuai 9,18 Bangunan/
an Permukiman
Hutan Tidak 31,87 Sempadan
Konservas Sesuai Sungai Perkebuna Tidak 14,76 Bangunan/
Permukim
i n Sesuai Permukiman
an
Budidaya Tidak 3,12 Sempadan Hutan Tidak 0,61 Rehabilitasi
Perikanan Sesuai Sungai Lindung Sesuai
Jumlah lahan sesuai 77,60 Pertanian Tidak 11,04 Bangunan/
Pangan Sesuai Permukiman
Jumlah lahan tidak -
Lahan
sesuai
Kering
Pertanian Tidak 4,09 Tanaman
Budidaya Tidak 6,31 Bangunan/
Pangan Sesuai Pangan
Perikanan Sesuai Permukiman
Lahan
Basah Jumlah lahan sesuai 9,97
Irigasi Sesuai 11,86 Toleransi Jumlah lahan tidak sesuai 131,49
Kawasan Sesuai 12,25 Tanaman Pertanian Pangan Lahan 204,30 Tanaman
Hutan Kehutanan Basah Pangan
Rakyat Sesuai
Hutan Sesuai 230,00 Tanaman Irigasi Sesuai 44,72 Toleransi
Produksi Kehutanan Permukiman Tidak 60,72 Cengkeh,
Dapat Sesuai Jambu
Hutan Mete, Kakao
Dikonversi
Sekunder Perkebunan Sesuai 176,40 Cengkeh,
Hutan Sesuai 49,34 Rehabilitasi
Lindung Jambu
Pertanian Tidak 483,90 Holtikultura Mete, Kakao
Pangan Sesuai Kawasan Hutan Sesuai 74,98 Tanaman
Lahan Kebun Rakyat Kehutanan
Kering Campuran Hutan Produksi Sesuai 225,40 Tanaman
Hutan Sesuai 5376,00 Rehabilitasi Dapat Kehutanan
Konservas Dikonversi
i Hutan Lindung Tidak 26,82 Rehabilitasi
Budidaya Tidak 55,97 Perikanan Sesuai
Perikanan Sesuai Air Tawar Pertanian Sesuai 506,50 Holtikultura
Jumlah lahan sesuai 5.679,45 Pangan Lahan
Jumlah lahan tidak 543,96 Kering
sesuai Hutan Tidak 182,00 Rehabilitasi
Kawasan Tidak 0,52 Tanaman Konservasi Sesuai
Hutan Sesuai Kehutanan Budidaya Tidak 75,78 Perikanan
Hutan Rakyat Perikanan Sesuai Air Tawar
Primer Hutan Sesuai 972,20 Tetap Jumlah lahan sesuai 1.232,30
Konservas Jumlah tidak lahan sesuai 345,32
i Ladang Pertanian Sesuai 249,25 Tanaman
Mangrove Pertanian Tidak 0,38 Tambak/ Pangan Lahan Pangan
Sekunder Pangan Sesuai Empang Basah
Lahan Parit Permukiman Tidak 54,33 Tanaman
Basah Sesuai Pangan

13
Perkebunan Sesuai 29,62 Cengkeh, V. KESIMPULAN DAN SARAN
Jambu
Mete, Kakao 5.1 Kesimpulan
Kawasan Hutan Tidak 19,13 Tanaman
Rakyat Sesuai Kehutanan 1. Tutupan lahan di DAS Ronta antara tahun 2004,
Hutan Produksi Tidak 1,06 Tanaman 2011 dan 2018 ditemukan telah mengalami
Dapat Sesuai Pangan perubahan luasan (menurunan/meningkat) pada
Dikonversi semua kelas tutupan lahan tak terkecuali tubuh
Pertanian Sesuai 93,78 Holtikultura
Pangan Lahan
air/sungai. Dari tahun 2004-2011 penurunan
Kering luasan kelas tutupan lahan terjadi pada 2 kelas
Budidaya Tidak 64,24 Perikanan kelas yakni hutan primer sebesar 1.519,96 ha dan
Perikanan Sesuai Air Tawar hutan mangrove primer seluas 28,30 ha,
Jumlah lahan sesuai 372,65 sedangkan lima kelas tutupan lahan lain
Jumlah lahan Tidak sesuai 138,76
Jumlah Total Luas DAS Ronta 10.031,24
mengalami peningkatan luasan yakni hutan
sekunder seluas 1.331,06 ha, kebun campuran
seluas 113,02 ha, ladang seluas 60,71 ha,
mangrove sekunder 28,30 ha, dan permukiman
15,17 ha. Sedangkan tahun 2011-2018 terjadi pula
penurunan luasan yakni hutan sekunder seluas
457,44 ha, dan hutan mangrove primer seluas
20,26 ha dan yang mengalami peningkatan luasan
yakni hutan sekunder 257,44 ha, kebun campuran
110,66 ha, ladang seluas 67,36, mangrove
sekunder 20,27 ha, dan permukiman seluas 20,07
ha.
2. Akibat perubahan tutupan lahan di DAS Ronta
antara tahun 2004-2018 telah menyebabakan
deforestasi sebesar 163,31 ha atau sekitar 45,97
%.
3. Deforestrasi telah menyebabkan degradasi hutan
sebagai pemicu terjadi kekritisan lahan akibat dari
erosi dan hilangnya kesuburan tanah. Secara
hidrologi, degradasi lahan di DAS Ronta telah
Gambar 10.Peta Kesesuaian Pola Ruang DAS Ronta menyebabkan banjir yang mulai terjadi sejak tahun
2009 hingga sekarang.
4. Berdasarkan perubahan tutupan lahan tahun 2004-
2011, maka diproyeksi tutupan lahan DAS Ronta
ditahun 2032 mengalami perubahan cukup besar
pada semua kelas tutupan lahan (terkecuali tubuh
air/sungai) dimana primer 972,76 atau turun
sebesar 53,89 %, hutan sekunder 6.223,91 ha atau
meningkat sebesar 7,89 %, hutan mangrove primer
168,44 ha atau turun sekitar 62,92 %, hutan
mangrove sekunder 358,23 ha atau meningkat
sekitar 79,79 %, kebun campuran 1.577,76 ha atau
meningkat 17,62 %, ladang seluas 511,25 atau
meningkat 55,18 % dan permukiman 141,42 ha
atau meningkat sekitar 65,68 %.
5. Dari hasil proyeksi tutupan lahan DAS Ronta tahun
2032 maka dimungkinan mengalami
ketidaksesuaian dengan rencana tata ruang dalam
RTRW Kabupaten Buton Utara tahun 2013-2032
seluas 1.178,84 ha atau sekitar 11,75 %.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka
Gambar 11. Peta Arahan dan Rekomendasi saran dari penelitian ini adalah:
Pemanfaatan Ruang DAS Ronta 1. BPDAS-Sampara dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Buton Utara perlu melakukan upaya-
14
upaya pelestarian (tindakan konservasi) DAS Pramono, Purwanto, Dewi Retna Indrawati.
Ronta untuk mengantisipasi dinamika perubahan Pusat Penelitian dan Pengembangan
tutupan lahan dimasa akan datang sehingga fungsi Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR) Balai
DAS tetap terjadi dan dapat memberikan manfaat Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan
bagi masyarakat dan pemerintah secara umum. Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) Bogor,
2. BPDAS-Sampara perlu melakukan upaya Indonesia.
reforestrasi di DAS Ronta untuk mengembalikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun
tutupan hutan yang hilang. 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran
3. Pemerintah Kabupaten Buton Utara untuk selalu Sungai.
melakukan upaya pengawasan kegiatan Prahasta, E., 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem
pemanfaatan lahan termasuk di rencata tata ruang Informasi Geografis. Informatika. Bandung.
pada DAS Ronta untuk dapat mengantisipasi Rastuti, Abdillah, L. A., & Agustini, E. P. (2015). Sistem
ketidaksesuaian pemanfaatan lahan. Informasi Geografis Potensi Wilayah Kabupaten
Banyuasin Berbasis Web. Student Colloquium
DAFTAR PUSTAKA Sistem Informasi & Teknik Informatika (SC-
SITI). Palembang.
Agus, F. 2012. Kajian Tentang Integrasi ‘GIS Rivera, S., Martinez de Anguita, P., Ramsey, R. D., &
Participatory-Decision Support’ Dalam Crowl, T. A. (2013). Spatial Modeling of Tropical
Manajemen Tata Ruang Suatu Wilayah. Jurnal Deforestation Using Socioeconomic and
Informatika Mulawarman. (Vol. 7 No.1). Biophysical Data. Small-Scale Forestry, 12(2),
Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah 321–334.
Aliran Sungai. Yogyakarta:Gadjah Madah Situmorang, A.W., et al. 2013. Indeks Tata Kelola
University Press.. Hutan, Lahan dan REDD+ 2012 di Indonesia.
Baja, S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam UNDP Indonesia.
Pengembangan Wilayah: Pendekatan Spasial Susilawati, D. 2008. Analisis dan Faktor Yang
dan Aplikasinya. ANDI. Mempengaruhi Perambahan Hutan Kabupaten
Bappenas, 2010. Rancangan Strategi Nasional REDD+ Simeule. USU. Medan.
(Revisi 18 November 2010). UN-REDD Toyibulah, T., Muhammad, M., dan , Jumadi. (2012).
Programme Indonesia. Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah
Dinas Kehutanan. 2009. Laporan Peta Tematik Data Berdasarkan Indeks Potensi Lahan Melalui
Base Kehutanana Kabupaten Buton Utara. Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten
Direktur JenderalPlanologiKehutanan Nomor: P.1/VII- Sragen. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
IPSDHI/2015 Tentang Pedoman Pemantauan Yustina, A., Suharto, Bambang dan Kurniati, E.
Penutupan Lahan. Penentuan Pengaruh Alih Fungsi Lahan
FAO, 2007. Situation and Outlook of the Forestry Sector Terhadap Debit Banjir Menggunakan Sistem
in Indonesia. Volume 1: issues, findings and Informasi Geografi (SIG). Jurnal
opportunities. Ministry of Forestry, Government Purivikasi .8(2):145—150.
of Indonesia; Food and Agriculture Organization
of the United Nations, Jakarta.
Fisher, R., Hobgen, S., Mandaya, I., Kaho, N. R., &
Zulkarnain. (2017). Satellite Image Analysis and
Terain Modelling. Charles Darwin University.
Indarto, 2016. Hidrologi: Metode Analisis dan Tools
untuk Interpretasi Hidrograf Aliran Sungai. Bumi
Aksara. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.
Mulyanto, L., dan Jaya, N.S. 2004. Analisis Spasial
Degradasi Hutan Dan Deforestasi: Studi Kasus
Di PT. Duta Maju Timber, Sumatera Barat.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 :
29-42 (2004).
Nawir, A. A., & Rumboko, L. (2008). Sejarah dan
kondisi deforestasi dan degradasi lahan. Bogor:
CIFOR.
Paimin, et al. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai / oleh Paimin, Irfan Budi

15

You might also like