You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm.

115-128, Juni 2016

TINGKAT KERUSAKAN DAN ESTIMASI NILAI KLAIM KERUSAKAN


EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK BINTAN, KABUPATEN BINTAN

DAMAGE LEVEL AND CLAIMED VALUE ESTIMATION OF DAMAGE MANGROVE


ECOSYSTEM IN BINTAN BAY, BINTAN DISTRICT

Sigit Winarno1*, Hefni Effendi2, dan Ario Damar3


1
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL), FPIK IPB
2
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), IPB
3
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), IPB
*E-mail: nano_thp@yahoo.com

ABSTRACT
Mangrove ecosystem in some regions of the Bintan Bay has suffered damage due to development of
human settlements, developing of land transport infrastructure, and also logging by the community.
The aim of this study was to assess the level of damage, factors affecting the damage, and to calculate
the estimated value of claims for damaged mangrove ecosystem in the Bintan Bay, Bintan District. The
results showed that mangrove vegetation in Bintan Bay consists of 16 species. Based on the analysis of
standard criteria and guidelines for mangrove destruction KEPMENLH 201, 2004, the quality of
mangroves in Bintan Bay was considered in a good criteria (very dense and medium) and damaged
criteria (rare). The observation of satellite images from 1990 to 2013 showed that mangrove area
decreased by 501.39 hectares or 27.1%. Contributing factor due to the decrease of mangrove trees
was to fuel the manufacture of charcoal, construction of infrastructures such as roads, ports of fishing
boats and also the establishment of the fish pond. Based on rehabilitation application scenario for 15
years, the total area of compensated mangrove due to its damage was 1091.727 hectares with
rehabilitation cost of about Rp 30.372.391.000,00. Meanwhile, for 30 years scenario rehabilitation,
the total damage mangrove area that should be compensated was 1743.406 hectares.

Keywords : Bintan Bay, mangrove ecosystem, estimated value damage claims

ABSTRAK
Ekosistem mangrove di Teluk Bintan dibeberapa kawasan telah mengalami kerusakan akibat terjadi-
nya pengembangan pemukiman masyarakat, pengembangan infrastruktur transportasi darat, serta pem-
balakan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tingkat kerusakan, faktor pe-
nyebab kerusakan dan menghitung estimasi nilai klaim kerusakan ekosistem mangrove di Teluk
Bintan, Kabupaten Bintan. Hasil penelitian menunjukkan vegetasi mangrove di Teluk Bintan terdiri
dari 16 spesies. Berdasarkan hasil analisis kriteria baku dan pedoman kerusakan mangrove
KEPMENLH 201 tahun 2004, mangrove di Teluk Bintan masuk dalam kriteria baik (sangat padat dan
sedang) dan kriteria rusak (jarang). Hasil pengamatan citra satelit dari tahun 1990 hingga 2013 luasan
mangrove mengalami penurunan sebesar 501,39 hektar atau 27,1%. Faktor penyebabnya karena terjadi
penebangan pohon mangrove untuk bahan bakar pembuatan genteng, pembangunan infrakstruktur
seperti jalan raya, pelabuhan tangkahan perahu nelayan serta adanya pembuatan tambak. Berdasarkan
penerapan skenario rehabilitasi selama 15 tahun maka luas mangrove yang harus dikompensasi akibat
kerusakan yang terjadi adalah seluas 1091,73 hektar dengan biaya rehabilitasi sebesar Rp 30.
372.391.000,00. Sedangkan skenario rehabilitasi selama 30 tahun maka luas mangrove yang harus
dikompensasi seluas 1743,41 hektar.

Kata kunci: Teluk Bintan, ekosistem mangrove, estimasi nilai klaim kerusakan

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 115
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

I. PENDAHULUAN ngurangan luasan hutan mangrove akibat


aktivitas manusia dan perubahan iklim men-
Perubahan yang terjadi pada wilayah jadi perhatian utama (Pollidoro et al., 2010).
pesisir dan laut pada umumnya dipengaruhi Berdasarkan peta interpretasi (BPD-
oleh aktifitas manusia yang ada di sekitarnya. AS dan ITTO, 2013), data menunjukkan bah-
Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pem- wa ekosistem mangrove di Teluk Bintan me-
bangunan seperti pembangunan permukiman miliki luas mangrove sebesar 1.326 hektar.
dan aktivitas perdagangan karena wilayah pe- Kondisi mangrove di Teluk Bintan dibebera-
sisir paling rentan terhadap perubahan baik pa kawasan telah mengalami kerusakan seba-
secara alami ataupun fisik sehingga terjadi gai akibat terjadinya pengembangan pemuki-
penurunan kualitas lingkungan, salah satunya man masyarakat, pengembangan infrastruk-
adalah ekosistem mangrove (Huda, 2008). tur transportasi darat, serta pembalakan oleh
Ekosistem mangrove di pulau-pulau kecil masyarakat. Kerusakan kawasan mangrove
seringkali mendapat berbagai tantangan, an- tersebut diperkirakan akan semakin besar pa-
tara lain dampak dari aktivitas manusia yang da masa yang akan datang, karena adanya
melakukan pemanfaatan destruktif di sekitar perkembangan masyarakat serta kepentingan
ekosistem mangrove dan faktor alam seperti pembangunan ekonomi Kabupaten Bintan
pemanasan global serta bencana alam. Pe- yang semakin meningkat setiap tahunnya.
ngurangan luasan dan menurunnya kualitas Hasil analisis citra satelit yang dilakukakan
perairan ekosistem mangrove adalah anca- oleh BPDAS dan ITTO (2013), diketahui
man yang serius terhadap suatu kawasan bahwa laju kerusakan hutan mangrove di
yang penduduknya sangat bergantung ter- Pulau Bintan rata-rata sebesar 0,46 hektar per
hadap sumberdaya yang ada di ekosistem tahun mulai tahun 1995 hingga 2013 dan
mangrove (Schaduw et al., 2011). tingkat kerusakan tertinggi terjadi di Desa
Mangrove memiliki jasa ekosistem Penaga yang terletak di Kecamatan Teluk
yang beragam (misalnya penyerapan karbon Bintan, yakni 2,17 hektar/tahun. Eksploitasi
dan siklus nutrisi) (Duke et al., 2007; Doren- yang berlangsung di sekitar ekosistem mang-
bosch et al., 2004) serta memberikan manfaat rove maupun sekitarnya akan menekan kebe-
ekonomi langsung dan tidak langsung misal- radaan ekosistem mangrove dan ekosistem
nya hampir 80% dari tangkapan ikan yang lainnya. Daru et al. (2013) dan Duke et al.
berada di daerah pesisir umumnya tergantung (2007) memperkirakan bahwa dunia kehi-
pada ekosistem mangrove (Ellison, 2008). langan 1-8% dari tutupan hutan mangrove se-
Selain nilai internal dan keindahan mangro- tiap tahun dan bahwa jika kecenderungan ini
ve, ekosistem mangrove menyediakan jasa: terus berlanjut, seluruh biomas hutan mang-
(i) Bertindak sebagai penyerap CO2 di atmos- rove dapat hilang dalam 100 tahun ke depan.
fer; (ii) Dukungan perikanan; (iii) Zona Pe- Faktor kondisi sosial serta kurangnya
nyangga untuk padang lamun dan terumbu pemahaman tentang fungsi dan manfaat
karang terhadap dampak beban sedimentasi mangrove juga berpengaruh terhadap kerusa-
dari sungai; (iv) Melindungi masyarakat pesi- kan ekosistem mangrove. Hal ini secara lang-
sir dari peningkatan permukaan laut, badai, sung menimbulkan dampak ekologis yang
dan tsunami; (v) Menyediakan makanan po- mengancam kelestarian berbagai biota pesisir
kok, serat, kayu, bahan kimia, dan obat-obat- yang menjadikan hutan mangrove sebagai
an bagi masyarakat yang tinggal di dekat habitat. Oleh karena itu, perlindungan terha-
ekosistem mangrove (Hijbeek et al., 2013); dap kawasan hutan mangrove perlu untuk te-
(vi) Perlindungan pesisir terhadap gelombang rus ditingkatkan sehingga keberadaan dan ke-
(Barbier et al., 2008); (vii) Penyimpanan kar- lestarian hutan mangrove sebagai kawasan
bon (Donato et al., 2011). Mengingat man- lindung tetap terjaga. Tujuan dari adanya pe-
faat ekologi dan ekonomi yang besar, pe- nelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi

116 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

ekologi ekosistem mangrove, mengkaji ting- vasi, wawancara terstruktur menggunakan


kat kerusakan dan faktor penyebab kerusakan kuisioner.
ekosistem mangrove dan mengestimasi nilai
klaim kerusakan mangrove yang terletak di 2.2.2. Pengumpulan Data Citra Satelit
Teluk Bintan, Kabupaten Bintan. Data citra yang digunakan yaitu citra
satelit landsat 7 ETM+ tahun 1990, 2003 dan
II. METODE PENELITIAN 2013 dalam format digital, dengan penutupan
awan kurang dari 20%, dan peta rupa bumi.
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Data citra landsat di peroleh dari http://
Penelitian dilakukan pada bulan earthexplorer.usgs.gov. Tujuan dari analisis
Januari - Maret 2015 di ekosistem mangrove citra satelit adalah untuk mengetahui sebaran
yang terletak di Teluk Bintan, Kabupaten mangrove dan perubahan luasan mangrove
Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pengam- di Teluk Bintan dari tahun 1990 – 2013.
bilan data dilakukan di 11 stasiun dengan
masing-masing 3 transek/stasiun pengamat- 2.2.3. Pengumpulan Data Vegetasi Mang-
an. Lokasi dalam penelitian ini dapat dilihat rove
pada Gambar 1. Pengambilan data vegetasi mangrove
dan tingkat kerusakan mangrove dengan cara
2.2. Metode Pengumpulan Data Primer survey langsung di lapangan dengan metode
2.2.1. Pengumpulan Data Persepsi Masya- garis berpetak (purposive random sampling),
rakat yaitu dengan membuat garis transek sepan-
Data pandangan/persepsi masyarakat jang 100 meter dengan lebar 10 m, selan-
terhadap penyebab kerusakan ekosistem jutnya dibuat plot ukuran 10 x 10 m (pohon),
mangrove dikumpulkan melalui data obser- 5 x 5 m (pancang) dan 1 m x 1 m (semai)
(Kusmana et al., 2008).

Gambar 1. Lokasi penelitian

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 117
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

2.3. Metode Pengumpulan Data Sekunder …(2)


Data sekunder dikumpulkan dari
sumber-sumber yang relevan dengan peneli- c. Frekuensi (F),
tian ini. Data sekunder yang dikumpulkan
yaitu: kondisi ekologi mangrove, peta sebar- ...........(3)
an mangrove, peta RTRW Kabupaten Bintan,
kondisi sosial ekonomi masyarakat Teluk
Bintan. Sumber data tersebut diperoleh dari d. Frekuensi Relatif, dihitung dengan rumus:
Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bintan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten … (4)
Bintan, Dinas Kehutanan dan Pertanian Ka-
bupaten Bintan, BAPPEDA Kabupaten Bin- e. Dominansi, dihitung dengan rumus:
tan, BPS Kabupaten Bintan, Kecamatan Te-
luk Bintan, Kantor kelurahan/desa, dan Unit-
………….. (5)
ed States Geological Survey-Digital Eleva-
tion Model (USGS-DEM)
f. Dominasi Relatif (DR), dihitung dengan
2.4. Analisis Data rumus:
2.4.1. Analisis Persepsi Masyarakat
Jumlah responden dalam penelitian ...…… (6)
ini berjumlah 65 orang yang terdiri dari 60
masyarakat yang terdiri dari 55 nelayan dan
5 tokoh masyarakat serta 5 orang unsur pe- g. Indeks Nilai Penting:
merintah. Jawaban responden atas pertanya-
an yang terdapat dalam kuisioner kemudian INP = KR + FR + DR ……………… (7)
direkapitulasi untuk ditentukan keputusan
atas masing masing item pertanyaan. 2.4.3. Analisis Tingkat Kerusakan Mang-
rove
2.4.2. Analisis Vegetasi Mangrove Metode yang digunakan untuk meng-
Komposisi jenis dan struktur vegetasi hitung tingkat kerusakan mangrove berpedo-
dilakukan dengan menganalisis parameter man kepada Keputusan Menteri Negara
yang mengacu pada Natividad et al., (2015) Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
yaitu: tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penen-
a. Kerapatan Suatu Jenis (K), dihitung tuan Kerusakan Mangrove dengan kriteria
dengan rumus: (Tabel 1). Kriteria baku tersebut, di hitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
………...................(1) a) Penutupan adalah perbandingan antara
luas areal penutupan jenis I (Ci) dan Luas
b. Kerapatan Relatif (KR), dihitung dengan total areal penutupan seluruh jenis (∑ C),
rumus: atau :

Tabel 1. Kriteria baku dan pedoman kerusakan mangrove.

No. Kriteria Penutupan Kerapatan Pohon/Ha


1. Baik (padat) ≥ 75% ≥ 1500 Pohon/Ha
2. Sedang ≥ 50% - 75% ≥ 1000 -< 1500 Pohon/Ha
3. Rusak ≥ 50% ≥ 1000 Pohon/Ha

118 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

RCi= (Ci/ ∑ C) x 100 ……………………(8) 2.4.5. Analisis Estimasi Klaim Kerusakan


Ci= ∑ BA/A Menggunakan Habitat Equivalency
BA= µ DBH2/4 Analysis
2.4.5.1. Penurunan Luas Ekosistem
dimana: RCi= penutupan (%), A= luas total Mangrove
area pengambilan sampel (contoh), BA= ba- Perhitungan luas mangrove yang me-
sal area, Μ= 3,1416 (konstanta), dan DBH2 = ngalami injury dapat diketahui dengan ana-
CBH/μ (lingkar pohon setinggi dada). lisis deskriptif dan analisa kuantitatif dari
b) Kerapatan Pohon adalah perbandingan an- data yang ada. Mengestimasi luas ekosistem
tara jumlah tegakan jenis I (ni) dan jumlah mangrove yang harus dikompensasi akibat
total seluruh tegakan jenis (Σn), atau : kerusakan menggunakan software Habitat
Equivalency Analysis 2.61.
Rdi = (ni/∑ n) x 100 …………………(9)
2.4.5.2. Luasan Kompensasi Ekosistem
dimana: Rdi=kerapatan pohon/ha, Ni=jumlah Mangrove
tegakan jenis i, ∑n=jumlah total seluruh jenis Menurut Kohler dan Dogde (2006),
tegakan. parameter yang dibutuhkan dalam menghi-
tung luasan kompensasi antara lain: (1) Para-
2.4.4. Analisis Citra untuk Perubahan meter area yang ter- injury berupa (a) tingkat
Luasan Mangrove jasa ekologi yang dihasilkan pada saat kon-
Analisis citra menggunakan software disi baseline; (b) luasan yang terkena injury
ArcGis 10.1 (Santos et al., 2014; Li et al., dan tingkat penurunan jasa ekologi dari kon-
2013; Nguyen et al., 2013) dengan tahapan- disi baseline pada lokasi yang terkena injury;
nya sebagai berikut: (a) pra processing citra (c) tingkat penambahan jasa ekologi setelah
satelit, terdiri dari pemotongan citra, koreksi rehabilitasi dan tingkat maksimum jasa eko-
radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi logi yang akan tercapai; (d) periode waktu
radiometric bertujuan memperbaiki kualitas pemulihan yang dibutuhkan oleh area yang
visul citra dan nilai-nilai pixel yang tidak mengalami injury, waktu ketika pemulihan
sesuai. Koreksi geometrik bertujuan meletak- dimulai dan ketika tingkat maksimum jasa
kan posisi obyek citra sesuai dengan posisi ekologi akan tercapai, dan (2) parameter area
sebenarnya dilapangan; (b) penajam citra, ya- pengganti seperti (a) tingkat awal dari jasa
itu melakukan komposit pada citra sehingga ekologi yang dihasilkan oleh proyek peng-
didapatkan kenampakkan citra lebih jelas. ganti. Diukur sebagai persentase dari jasa
Komposit yang digunakan adalah RGB 453, ekologi baseline pada lokasi yang terkena
karena komposit ini lebih menonjolkan ob- injury; (b) tingkat penambahan jasa ekologi
yek vegetasi mangrove; (c) klasifikasi tutu- dan tingkat jasa maksimum dari jasa ekologi
pan lahan untuk mendapatakan peta tutupan pada lokasi proyek pengganti; (c) periode
lahan. Setelah itu, dilakukan pemisahan un- waktu yang dibutuhkan dalam memulihkan
tuk obyek mangrove. Pemisahan obyek sumberdaya, waktu ketika jasa ekologi mulai
mangrove dengan tutupan lahan yang lain meningkat dan ketika tingkat maksimum jasa
bertujuan untuk mendapatkan peta sebaran ekologi akan tercapai; dan (d) pemulihan
mangrove; (d) ground truth, pengamatan la- atau jangka waktu proyek.
pangan meliputi pengamatan terhadap keco-
cokan data citra dengan kondisi lapangan; 2.4.5.3. Nilai Klaim Kerusakan
dan (e) klasifikasi terbimbing untuk menen- Biaya rehabilitasi yang diperlukan
tukan luasan mangrove berdasarkan data la- untuk mengkompensasi injury yang terjadi
pangan. dapat diketahui melalui studi literature
dengan melihat biaya proyek rehabilitasi

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 119
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

yang pernah dilakukan oleh BPDAS Tan- Avicennia alba, Avicennia lanata, Brugueira
jungpinang. Biaya yang dibutuhkan dalam cylindrica, Brugueira gymnorhiza, Excoeca-
skala proyek rehabilitasi per hektar selama 3 ria agallocha, Lumnitzera littorea, Lumnit-
tahun adalah Rp 27.820.500. Biaya ini meru- zera racemose, Nypah, Rhizopora apicullata,
pakan merupakan jumlah total dari biaya ta- Rhizopora mucronata, Scyphiphora hydro-
hun berjalan, biaya tahun pertama dan biaya phyllacea, Sonneratia ovata, Xylocarpus gra-
tahun kedua. Rumus yang digunakan untuk natum dan Xylocarpus mollucensis.
mengetahui biaya rehabilitasi total adalah se- Hasil pengamatan dilokasi penelitian,
bagai berikut (Wahyuni, 2010). penyebaran jenis mangrove terlihat lebih ber-
variasi. Hal ini terlihat dari ditemukannya
TBR = BR0 x LAR …………………. (10) perbedaan jumlah jenis disetiap stasiun pe-
ngamatan. Stasiun 1, 2 dan 11 ditemukan 8
dimana: TBR=total biaya rehabilitasi (Rp), jenis mangrove dengan komposisi yang ber-
BR0=biaya rehabilitasi berdasarkan tahun pe- beda. Stasiun 7, 8 dan 10 ditemukan 7 jenis
netapan biaya rehabilitasi (Rp/hektar), LAR mangrove sedangkan stasiun 3 dan 10 ter- -
=luas area yang akan direhabilitasi (hektar). pat 10 jenis mangrove. Stasiun yang sedikit
ditemukan jenis mangrove adalah stasiun 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu hanya di dominasi oleh Rhizopora dan
Xylocarpus. Jenis mangrove yang didominasi
3.1. Kondisi Ekosistem Mangrove oleh famili Rhizophoraceae. Hal ini disebab-
Ekosistem mangrove dilokasi peneli- kan karena sebagaian besar substrat pada
tian merupakan komunitas yang tumbuh se- lokasi penelitian didominasi oleh substrat
cara alami. Berdasarkan hasil pengamatan berlumpur dan lumpur berpasir yang me-
dan identifikasi mangrove di lokasi peneli- mungkinkan jenis mangrove tersebut tum-
tian, didapatkan kondisi vegetasi mangrove buh optimal. Komposisi jenis mangrove yang
di Teluk Bintan terdiri dari 16 spesies, yaitu tersebar pada lokasi penelitian selengkapnya
Acanthus ilicifolius, Acanthus ebracteatus, disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Sebaran jenis mangrove di lokasi penelitian.

120 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

Dari hasil analisis menunjukkan bah- nakan untuk mengungkapkan dominasi dan
wa Rhizophora apiculata, Xylocarpus grana- keberhasilan ekologisnya dalam suatu
tum dan Scyphiphora hydrophyllacea memi- ekosistem.
liki kerapatan relatif yang paling tinggi. Ke-
rapatan vegetasi mangrove dalam suatu eko- 3.2. Tingkat Kerusakan Perubahan Lua-
sistem memberikan perlindungan terhadap san Ekosistem Mangrove di Teluk
biota yang menempati tempat ini dari faktor Bintan
alam dan hewan predator. Nilai frekuensi re- Berdasarkan hasil analisis kriteria
latif jenis yang paling mendominasi adalah baku dan pedoman kerusakan mangrove
Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum, KEPMENLH 201 tahun 2004, mangrove di
Scyphiphora hydrophyllacea, Brugueira Teluk Bintan masuk dalam kriteria baik
gymnorhiza dan Excoearia agallocha. Hal ini (sangat padat dan sedang) dan kriteria rusak
menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut yang (jarang). Hal ini didasarkan oleh jumlah ke-
memiliki kemampuan adaptasi yang baik ter- rapatan pohon/hektar hasil pengamatan di-
hadap kondisi lingkungan. Simbala (2007) setiap stasiun pengamatan. Hasil kerapatan
menyatakan bahwa jenis yang memiliki nilai mangrove di lokasi penelitian tersaji pada
frekuensi dan nilai kerapatan tertinggi meru- Gambar 3.
pakan kategori jenis yang memiliki kemam- Jumlah fase pohon yang banyak pada
puan adaptasi yang baik terhadap kondisi stasiun yang kategori baik (stasiun 1, 3, 7)
lingkungan. dan stasiun kategori sedang (stasiun 6, 8, 10,
Hasil analisis menunjukkan bahwa in- 11) disebabkan karena tingkat eksploitasi
deks nilai penting dilokasi penelitian didomi- oleh masyarakat sekitar masih sedikit dan ka-
nasi oleh jenis Rhizophora apiculata, Xylo- rena lokasinya yang tidak berdekatan lang-
carpus granatum dan Scyphiphora hydro- sung dengan pemukiman penduduk sekitar-
phyllacea dengan perbedaan nilai setiap sta- nya, mengakibatkan penduduk lebih memilih
siun. Pada stasiun IV didominasi oleh jenis untuk memanfaatkan mangrove yang berada
Scyphiphora hydrophyllacea dengan nilai lebih dekat dengan pemukimannnya. Selain
INP 83,61 %. Mangrove jenis Xylocarpus itu, pada stasiun tersebut kondisi lingkungan
granatum mendominasi pada stasiun I, II, V, dalam kondisi yang ideal untuk tumbuh dan
VI, IX dan XI, dimana paling tinggi nilai INP berkembangnya mangrove sehingga kerapat-
distasiun VI yaitu 150,86 % dan paling ren- an pohon padat. Stasiun penelitian yang ma-
dah di stasiun IX dengan 49,92%. Sedang- suk dalam kategori rusak (jarang) terdapat
kan pada stasiun III, VII, VIII dan X di- pada stasiun 2, 5, 4, dan 9. Berdasarkan hasil
dominasi oleh jenis Rhizophora apiculate, wawancara dengan responden, berkurangnya
dengan nilai paling tinggi distasiun VIII yaitu jumlah pohon pada stasiun tersebut karena
91,17 % dan nilai paling rendah distasiun III sebagian besar masyarakat pada umumnya
yaitu 59,14 %. Menurut (Bengen, 2002), lebih cenderung memanfaatkan mangrove
tingkat dominasi (INP) antara 0-300 menun- pada lokasi ini untuk diambil kayunya seba-
jukkan keterwakilan jenis mangrove yang gai kayu bakar/kayu untuk bangunan.
berperan dalam ekosistem, sehingga jika INP Hasil penelitian menunjukkan bahwa
300 berarti mengrove memiliki peran yang tingginya tingkat kerapatan vegetasi mang-
penting dalam lingkungan pesisir. rove pada fase anakan dan fase semai, hal ini
Nfotabong-Atheull and Din (2013), berpen- merupakan sumberdaya yang cukup potensial
dapat bahwa indeks nilai penting dipakai untuk menutupi rendahnya tingkat kerapatan
untuk menyatakan tingkat penguasaan suatu vegetasi mangrove pada fase pohon di be-
jenis terhadap jenis-jenis lain dalam suatu berapa lokasi penelitian. Banyaknya jumlah
komunitas, ditambahkan oleh Nabi and Rao anakan dan semai yang ditemukan menun-
(2012), bahwa indeks nilai penting digu- jukan bahwa substrat yang ada pada setiap

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 121
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

Gambar 3. Hasil kerapatan mangrove di lokasi penelitian.

stasiun masih cukup subur dan daerahnya se- mangrove terdapat dilihat pada Tabel 2 dan
cara alami masih terlindung,sehingga ke- Gambar 3.
mampuan mangrove untuk tumbuh kembali Kerusakan ekosistem mangrove ber-
cukup tinggi dapat dilihat dari jumlah anak- pengaruh terhadap luasan mangrove saat ini.
kan dan semaian. Jenis mangrove yang pa- Hasil analisis luasan mangrove dari tahun
ling tinggi individunya adalah jenis Rhizo- 1990 hingga tahun 2013 luasan mangrove
phora apiculate, Scyphiphora hydrophyl- berkurang sekitar 501,39 hektar. Berdasarkan
lacea dan Xylocarpus granatum, karena pada hasil wawancara dengan responden, penye-
lokasi penelitian, umumnya didominasi oleh bab berkurangnya vegetasi mangrove karena
jenis substrat pasir berlumpur. Sehingga ke- terjadi penebangan pohon mangrove untuk
dua jenis mangrove ini mempunyai kemam- bahan bakar pembuatan genteng dan pemba-
puan yang tinggi untuk beradaptasi dengan ngunan infrakstruktur seperti jalan raya, pe-
lingkungannnya. Tingginya tingkat kerapatan labuhan tangkahan untuk nelayan serta ada-
vegetasi mangrove pada fase anakan dan fase nya pembuatan tambak . Kecamatan Teluk
semai berpengaruh terhadap fungsi ekologis Bintan merupakan wilayah pesisir barat Ka-
(fungsi fisik dan biologi) vegetasi mangrove bupaten Bintan yang pada tahun 2011 telah
sehingga pengelolaan vegetasi mangrove fase dilakukannya pembangunan jalan raya dan
anakan dan fase semai dengan baik dalam jembatan untuk menghubungkan ke wilayah
jangka waktu tertentu, akan berdampak ke- Kecamatan Tanjung Uban. Dampak dari
pada tingginya tingkat kerapatan fase pohon pembangunan tersebut adalah berkurangnya
di ekosistem Teluk Bintan. pohon mangrove terutama di lokasi yang
Analisis perubahan tutupan mangrove terdapat sungainya seperti sungai Kangboy,
pada penelitian ini dilakukan pada tiga tahun sungai Bintan, sungai Tanah Merah, sungai
pengamatan, yaitu tahun 1990, 2003, dan Ekang Anculai. Selain itu, di beberapa lokasi
2013. Informasi luas dan perubahan luasan seperti kampung Beloreng, Bengko, Gun

122 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

Tabel 2. Perubahan luasan mangrove di Teluk Bintan.

Luasan Persentase Luasan Luasan Berkurang Luasan Persentase Luasan


Tahun
(hektar) Mangrove (%) (Tahun) (hektar) Berkurang (%)
1990 1847,43 100 1990- 2003 291,33 15,8
2003 1556,10 84,2 2003- 2013 210,06 11,3
2013 1346,04 72,9 1990- 2013 501,39 27,1

tung, Keter Tengah dan Pulau Ladi dibangun nario, yaitu pertama menggunakan waktu re-
pelabuhan tangkahan nelayan, yang pemba- habilitasi selama 15 tahun (3 tahun dengan
ngunanya di aliran sungai kecil tempat mang- penanaman dan 12 tahun mangrove tumbuh
rove tumbuh. Walaupun tidak sigfinikan secara alami). Hal ini berdasarkan PERMEN
tetapi pembangunan tersebut menjadi faktor HUT P.9/Menhut-II/2013, bahwa rehabilitasi
pengurangn luasan mangrove. Sesuai dengan hutan mangrove dilakukan melalui tahapan:
pendapat Hossain et al. (2009); Polidoro et tahun pertama penanaman, tahun kedua pe-
al. (2010); Spalding et al. (2010) bahwa an- meliharaan I dan tahun ketiga pemeliharaan
caman utama untuk semua jenis mangrove II. Skenario kedua, waktu rehabilitasi 30 ta-
adalah perusakan habitat dan pengalihan dae- hun, dimana mangrove tumbuh secara alami,
rah mangrove untuk pertanian, pembangu- dengan asumsi secara langsung tidak mem-
nan infrastruktur perkotaan dan pesisir. Pe- butuhkan biaya rehabilitasi. Lewis (2010),
nebangan kayu mangrove juga masih terjadi, berpendapat bahwa hutan mangrove dapat
kayu mangrove yang diambil adalah jenis memulihkan diri sendiri tanpa upaya penana-
Rhizopora sp. dan Xylocarpus sp. Kayu jenis man yaitu melalui suksesi sekunder/secara
ini digunakan untuk bahan bakar pembuatan alami pada periode 15 hingga 30 tahun. Nilai
genteng yang di wilayah Kabupaten Bintan. keseluruhan yang harus dikompensasi dan
Pembuatan tambak di Desa Tanah Merah biaya rehabilitasi dengan penerapan skenario
yang tidak memperhatikan konsep silvofi- dilihat pada Tabel 3.
shery berperan terhadap pengurangan luasan Luas ekosistem yang menurun harus
mangrove. Kegiatan pembangunan tambak dikompensasi dengan penanaman mangrove
udang memicu terjadinya laju degradasi hu- agar kembali mendekatai kondisi baseline
tan mangrove yang mengakibatkan terjadi- besarnya dipengaruhi oleh skenario yang te-
nya perubahan fungsi hutan mangrove. (Du- lah dibuat sebelumnya. Berdasarkan data dari
ke et al. (2007); Giri et al. (2007); Gui- injury yang terjadi di Teluk Bintan kurun
maraes et al. (2010); Nfotabong-Atheull et waktu 1990-2013 yaitu sebesar 501,39 hektar
al. (2013), menyatakan bahwa laju kerusakan dari kondisi baseline (awal) 1847.43 hektar.
hutan mangrove yang tinggi di negara ber- Hasil perhitungan menggunakan software
kembang tidak hanya karena bencana alam, Habitat Equivalency Analysis 2.61 bahwa ke-
tetapi juga konversi menjadi tambak udang seluruhan luas yang harus di kompensasi
dan pemanenan produk kayu. Gambar 4 be- dengan penerapan skenario memperlihatkan
rikut ini menunjukkan perubahan luasan nilai yang berbeda. Jika suku bunga 7,5%
mangrove di Teluk Bintan disetiap tahun dan waktu yang dibutuhkan untuk rehabi-
pengamatan. litasi selama 15 tahun maka luas mangrove
yang harus dikompensasi seluas 1.091,727
3.3. Kompensasi Kerusakan dan Biaya hektar. Rehabilitasi selama 15 tahun maka
Rehabilitasi Ekosistem Mangrove luas mangrove yang harus dikompensasi
Perhitungan besarnya luas ekosistem seluas 1.743,406 hektar. Viehman et al.
mangrove yang harus dikompensasi dalam (2009) menyatakan bahwa cepat dan efektif-
penelitian ini akan dilakukan dengan 2 ske- nya rehabilitasi dimaksudkan untuk mengu-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 123
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

Gambar 4. Perubahan luasan mangrove di Teluk Bintan tahun 1990-2013.

Tabel 3. Luas yang harus dikompensasi dan biaya rehabilitasi ekosistem mangrove.

Waktu Rehabilitasi Luas Kompensasi


Biaya Rehabilitasi (Rp)
(tahun) (Hektar)
15 1.091,727 30.372.391.000;
30 1.743,406 -

rangi hilangnya sumberdaya alam dan jasa waktu, oleh karenanya area yang lebih dari
ketika terjadi kerusakan hingga kembali ke kompensasi diperlukan untuk menyeimbang-
kondisi awal. kan hilangnya layanan sumberdaya.
Luas area yang harus di kompensasi Kompensasi kerusakan dapat dilaku-
hasil penerapan HEA menunjukkan nilai kan dengan rehabilitasi, yaitu upaya untuk
yang lebih besar dari total luas mangrove mengembalikan dan memulihkan fungsi hu-
yang rusak. Hal ini menunjukkan adanya tan mangrove mendekati kondisi baseline.
akumulatif jasa ekologi yang hilang dan di- Cacela et al. (2005) menyatakan bahwa skala
kompensasi yaitu semenjak terjadinya injury rehabilitasi/restorasi menggunakan HEA
hingga mampu mendekati kondisi baseline memperkirakan pengaruh dari manfaat reha-
(awal). Besarnya luas yang harus dikom- bilitasi tersebut agar setara dengan kerugian
pensasi menggambarkan jasa ekologi selama akibat degradasi habitat. Ditambahkan oleh
terjadinya injury tidak dapat dirasakan kare- Dunford et al. (2004) bahwa kompensasi
na hilang untuk sementara akibat injury dengan rehabilitasi memberikan keuntungan
tersebut. Kohler and Dodge (2006), berpen- agar jasa layanan sumberdaya alam yang me
dapat kompensasi menyediakan layanan yang ngalami degradasi kembali ke kondisi jasa la-
diperoleh hanya sebagian karena terbatas yanan awal sebelum adanya degradasi. Reha-

124 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

bilitasi tersebut membutuhkan biaya dalam MENLH 201 tahun 2004, mangrove di Teluk
pelaksanaanya dan tergantung komponen Bintan masuk dalam kriteria baik (sangat
yang terdapat di dalam rehabilitasi tersebut. padat dan sedang) dan kriteria rusak (jarang).
Biaya yang dibutuhkan dalam skala proyek Faktor penyebab kerusakan mangrove adalah
rehabilitasi per hektar adalah Rp 27.820.500, penebangan pohon mangrove untuk bahan
sehingga dalam upaya rehabilitasi mangrove bakar pembuatan genteng dan pembangunan
seluas 1.091,727 biaya yang dibutuhkan se- infrakstruktur seperti jalan raya, pelabuhan
besar Rp 30.372.391.000. Skenario rehabili- tangkahan perahu untuk nelayan serta adanya
tasi selama 30 tahun diasumsikan secara pembuatan tambak udang. Rehabilitasi se-
langsung tidak membutuhkan biaya, karena lama 15 tahun maka luas mangrove yang ha-
mangrove dalam jangka waktu tersebut akan rus dikompensasi seluas 1.091,727 hektar.
kembali ke kondisi awal atau secara alami Rehabilitasi selama 30 tahun maka luas
melakukan suksesi sekunder. Untuk menjaga mangrove yang harus dikompensasi seluas 1.
keberlangsungan proses rehabilitasi peran 743,406. Rehabilitasi selama 15 tahun
masyarakat setempat menjadi sangat penting dengan 3 tahun melakukan penanamam biaya
karena secara langsung atau tidak langsung yang dibutuhkan sebesar Rp 30.372.391.000.
masyarakat akan mendapatkan manfaat dari Skenario rehabilitasi selama 30 tahun di-
ekosistem mangrove tersebut. asumsikan secara langsung tidak membutuh-
Berdasarkan hasil penelitian bahwa kan biaya, karena mangrove dalam jangka
dibeberapa lokasi mangrove di Teluk Bintan waktu tersebut akan kembali ke kondisi awal
telah mengalami kerusakan, oleh karena itu atau secara alami melakukan suksesi sekun-
diperlukannya strategi pengelolaan ekosistem der. Namun demikian, untuk menjaga keber-
mangrove. Rumusan kebijakan yang diba- langsungan proses rehabilitasi peran masya-
ngun harus mempertimbangkan berbagai fak- rakat setempat menjadi sangat penting karena
tor seperti ekologi, ekonomi dan sosial buda- secara langsung atau tidak langsung masya-
ya. Hal ini disebabkan karena mangrove me- rakat akan mendapatkan manfaat dari eko-
rupakan komponen utama yang melindungi sistem mangrove tersebut.
pesisir tropis serta mempunyai peranan fisik,
kimia dan biologi yang sangat penting. Stra- UCAPAN TERIMA KASIH
tegi yang bisa diterapkan adalah konservasi
dan rehabilitasi kawasan yang rusak. Kegia- Penulis mengucapkan banyak terima
tan yang bisa lakukan diantaranya dengan kasih kepada para reviewer yang telah
menyusun rencana teknis rehabilitasi kawa- banyak memberikan komentar dan masukan
san mangrove dan mengembangkan pembi- untuk memperbaiki kualitas peper ini.
bitan mangrove. Selain itu, monitoring dan
evaluasi rehabilitasi mangrove diperlukan DAFTAR PUSTAKA
agar program yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik untuk kelestarian mangrove. Barbier, E.B., E.W. Koch, B.R. Silliman,
Ngololo et al. (2015), menyatakan upaya pe- S.D. Hacker, E. Wolanski, J. Prima-
mulihan mangrove merupakan solusi parsial, vera, E.F. Granek, S. Polasky, S. As-
diperlukan perlindungan dan konservasi ter- wani, L.A. Cramer, D.M. Stoms, C.J.
hadap ekosistem yang tersisa agar tidak se- Kennedy, D. Bael, C.V. Kappel,
makin banyak yang hilang. G.M.E. Perillo, and D.J. Reed. 2008.
Coastal ecosystem based management
IV. KESIMPULAN with nonlinear ecological functions
and values. J. Science, 319:321-323.
Berdasarkan hasil analisis kriteria Bengen. 2002. Pedoman teknis pengenalan
baku dan pedoman kerusakan mangrove KEP dan pengelolaan ekosistem mangrove.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 125
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan darbans in Bangladesh and India


Lautan Institut Pertanian Bogor. using multi-temporal satellite data
Bogor. 61hlm. from 1973 to 2000. J. Estuarine Co-
BPDAS. 2013. Tanjung Pinang dan ITTO- astal and Shelf Science, 73:91-100.
Project. Study on socio-economic Guimaraes, A.S., P. Travassos, P.W.M.E.S,
community-based mangrove ecosys- Filho, F.D. Goncalves, and F. Costa.
tem management at Bintan Regency 2010. Impact of aquaculture on mang-
Riau Islands Province. Kementerian rove areas in the northern Pernam-
Kehutanan RI. 87hlm. buco Coast (Brazil) using remote sen-
Cacela, D., J. Lipton, D. Beltman, J. Hansen, sing and geographic information sys-
and R. Wolotira. 2005. Associating tem. Aquaculture Research, 41:828-
ecosystem service losses with indica- 838.
tors of toxicity in habitat equivalency Kusmana, C. 2008. Metode survey vegetasi.
analysis. Environmental Manage- Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
ment, 35(3):343-351. Bogor. Bogor. 26hlm.
Daru, B.H., K. Yessofou, L.T. Mankga, and Huda, N. 2011. Strategi kebijakan penge-
T.J. Davies. 2013. A global trend lolaan mangrove berkelanjutan di wi-
towards the loss of evolutionarily uni- layah pesisir Kabupaten Tanjung Ja-
que species in mangrove ecosystems. bung Timur Jambi. [Tesis]. Sema-
PlosONE, 8(6): e66686.doi:10.1371/ rang: Universitas Diponegoro. 109
journal.pone.0066686. hlm.
Donato, D.C., J.B. Kauffman, D. Murdiyar- Hijbeek, R., N. Koedam, M.N.I. Khan, J.G.
so, S. Kurnianto, M. Stidham, and M. Kairo, J. Schoukens. 2013. An evalu-
Kanninen, 2011. Mangroves among ation of plotless sampling using vege-
the most carbon-rich forests in the tation simulations and field data from
tropics. J. Nature Geosci, 4:293-297. a mangrove forest. Plos ONE 8(6):
Duke, N.C., J.O. Meynecke, S. Dittmann, 67201.doi:10.1371/J. Pone.00672 012
A.M. Ellison, and K. Anger,. 2007. A Hossain, M.Z., N.K. Tripathi, and W.G.
world without mangroves?. J. Scien- Gallardo. 2009. Land use dynamics in
ce, 317:41-42. a marine protected area system in lo-
Dunford, R.W., T.C. Ginn, and W.H. wer Andaman coast of Thailand,
Desvousges. 2004. The use of habitat 1990-2005. J. of Coastal Research,
equivalency analysis in natural re- 25:1082-1095.
source damage assessments. J. Eco- Kohler, K.E, R.E. Dodge. 2006. Visual_
logi Economy, 48(1):49-70 HEA: Habitat Equivalency Analysis
Dorenbosch M, M.C. Van Riel, I. Nagel- soft-ware to calculate compensatory
kerken, and G. Van der Velde. 2004. restoration following natural resource
The relationship of reef fish densities injury. Proceedings of 10th Interna-
to the proximity of mangrove and tional Coral Reef Symposium, 1611-
seagrass nurseries. J. Estuar. Coast. 1616pp.
Shelf. Science., 60:37-48. [KLH]. Kementerian Negara Lingkungan Hi-
Ellison, A.M. 2008. Managing mangroves dup. 2004. Keputusan Menteri Ne-
with benthic biodiversity in mind: gara Lingkungan Hidup Nomor: 201
moving beyond roving banditry. J. Tahun 2004 tentang kriteria baku
Sea Res., 59:215. mutu dan pedoman penentuan keru-
Giri, C., B. Pengra, Z. Zhu, A. Singh, and sakan mangrove. 11hlm.
L.L. Tieszen. 2007. Monitoring Lewis, R.R. 2010. Mangrove field of dreams:
mangrove forest dynamics of the Sun- if we build it, will they come? SWS

126 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Winarno et al.

Research Brief No. 2009–0005. Ma- Nomor: P.9/Menhut-II/2013 tentang


dison, WI, USA, Society of Wetland tata cara pelaksanaan, kegiatan
Scientists (available at www.sws.org/ pendukung dan pemberian intensif
researchbrief/brief_pdf_dl.mgi?pdf=L kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
ewis_061209). [Retrieved on 1 June 19hlm.
2015] Pollidoro, B.A., K.E. Carpenter, L. Collins,
Li, M.S., L.J. Mao, W.J. Shen, , S.Q. Liu, N.C. Duke, A.M. Ellison, J.C. Elli-
and A.S. Wei. 2013. Change and frag- son, E.J. Farnsworth, E.S. Fernando,
mentation trends of Zhanjiang mang- K. Kathiresan, N.E. Koedam, S.R.
rove forests in Southern China using Livingstone, T. Miyagi, G.E. Moore,
multitemporal landsat imagery (1977- V.N. Nam, J.E. Ong, J.H. Primavera,
2010). J. Estuarine Coastal and Shelf S.G. Salmo, J.C. Sanciangco, S. Su-
Science, 130:111-120. kardjo, Y. Wang, and J.W.H. Yong.
Nabi, A, B.P. Rao. 2012. Analysis of mang- 2010. The loss of species: mangrove
rove vegetation of Machili-patnam extinction risk and geographic areas
coastal region, Krishna district, An- of global concern. PLoSOne, 5(4):
dhra Pradesh. International J. Of En- e10095.
vironmental Sciences, 2(3):15-26. Santos, L.C.M., H.R. Matos, Y.S. Novelli,
Natividad, E.M.C, V.S, Hingabay, B. Harold, M.C. Lignon, M.D. Bitencourt, and
H.B, Lipae, A. Elani E.A, Requieron, N. Koedam, 2014. Anthropogenic ac-
A.J, Abalunan, P.M, Tagaloguin, R.S, tivities on mangrove areas (Sao Fran-
Flamiano, J.H, Jumawan, et al. 2015. cisco river estuary, Brazil Northeast):
Vegetation analysis and community a gis-based analysis of cbers and spot
structure of mangroves in alabel and images to aid in local management. J.
maasim sarangani province, Philip- Ocean & Coastal Management, 89:
pines. ARPN J. of Agricultural and 39-50.
Biological Science, 10(3):97-102. Simbala, H.E.I. 2007. Keanekaragaman flo-
Nguyen, H.H, C. McAlpine, D. Pullar, K. ristik dan pemanfaatannya sebagai
Johansen, and N.C. Duke. 2013. The tumbuhan obat di Kawasan Konser-
relationship of spatial–temporal vasi II Taman Nasional Bogani Nani
changes in fringe mangrove extent Wartabone (Kabupaten Bolaang Mo-
and adjacent land-use: case study of ngondow Sulawesi Utara). [Diser-
kien giang coast, vietnam. J. Ocean & tasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Coastal Management, 76:12-22. 256hlm.
Nfotabong-Atheull, A, N. Din. 2013. Quali- Schaduw, J.N.W., F. Yulianda, D.G Bengen,
tative and quantitative characteriza- dan I. Setyobudiandi. 2011. Pengelo-
tion of mangrove vegetation structure laan ekosistem mangrove pulau-pulau
and dynamics in a peri-urban setting kecil Taman Nasional Bunaken ber-
of Douala (Cameroon): an approach basis kerentanan. J. Agribisnis, 12(3):
using air-borne imagery. Estuaries 173-181.
and Coasts, 36:1181–1192. Spalding M, M. Kainuma, L. Collins. 2010.
Ngongolo, K, S. Mtoka, A. Mahulu. 2015. World atlas of mangroves. Okinawa,
Challlenges dan opportunities for res- Japan. The International Society for
toring the threadned mangroves. J. of Mangrove Ecosystems.178p.
Scientific Research & Report. 5(5): Viehman, S., S.M. Thur, G.A. Piniak. 2009.
352-360. Coral reef metrics and habitat equi
[PERMENHUT]. Kementerian Kehutanan. valency analysis. J. Ocean & Coastal
2013. Peraturan Menteri Kehutanan Management, 35:1-8

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 127
Tingkat Kerusakan dan Estimasi Nilai . . .

Wahyuni, S. 2010. Estimasi nilai klaim keru- Diterima : 2 November 2015


sakan ekosistem mangrove dengan Direview : 6 April 2016
metode Habitat Equivalency Analysis. Disetujui : 13 Mei 2016
[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian
Bogor. 91hlm.

128 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81

You might also like