You are on page 1of 14

1

LAPORAN PENDAHULUAN
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONKHIAL”

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROFESI

MINGGU 3

DISUSUN OLEH:
EKO SUSANTO
NIM. 891233004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YARSI PONTIANAK

TAHUN 2023
2

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Asma merupakan penyakit peradangan pada saluran napas yang
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang
bersifat reversible yaitu dapat kembali seperti semula dengan spontan maupun
melalui pengobatan (Amin & Hardhi, 2015).
Asma adalah penyakit obstruksi jalan napas yang ditandai oleh
penyempitan jalan napas. Penyempitan jalan napas akan mengakibatkan klien
mengalami dipsnea, batuk dan mengi (Scholastica F.A, 2019).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena asma oleh berbagai
rangsangan yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas
(Solmon, 2015)

B. Penyebab dan faktor predisposisi


Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma
yaitu inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan
adanya kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema),
dolor (rasa sakit karena rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang
terganggu. Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu,
kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap
cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji bijian, tomat),
obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak),
dan emosi (sudoyoAru,dkk.2015).
3

C. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE dengan sel mast.Sebagian besar allergen yang mencetus asma
bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, allergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu terentu. Akan
tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respon yang
sangan baik, sehingga sejumlah kecil allergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Nurarif & kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta adrenergik, dan
bahan sulfat.Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-
kanak.Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang
diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal.Baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi
dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang
juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang
menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak
diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang
diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada
klien asma, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan
reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari.Obat sulfat, seperti kalium
metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang
secara luas dignakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi
serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang
sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur
(Irman Somantri, 2012).
4

Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya


dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody.
Reaksi antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang
sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang
dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaktoksin.Hasil ini dari
reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus (nurarif &
kusuma, 2015).
D. Pathway keperawatan

Ekstrinsik Intrinsik

Alergen Emosional, psikososial, stress

IgE abnormal

Sel mast di paru

Reaksi alergen dg antibodi

Pelepasan mediator dari sel mast


( histamine, brankidin, prostaglandin)

Bronkopasme Udema mukosa Hipersekresi mukosa

Wheezing Bronkus menyempit Penumpukan sekret


kental
Ketidaefektifan Ventilasi terganggu
pola napas Sekret tidak keluar

Hipoksemia
Intoleransi Bernapas
aktivitas melalui Batuk
Gangguan Gelisah tidak
pertukaran gas mulut
efektif

Gangguan pola Cemas Keringnya Bersihan


tidur
mukosa jalan napas
tidak
Resiko infeksi efektif
5

E. Manifestasi klinik (tanda & gejala)


1. Asma bisanya menyerang pada malam hari atau dipagi hari .
2. Batuk (dengan atau tanpa lendir)
3. Dipsnea
4. Wheezing.
5. Susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat dada sesak (Scholastica
F.A, 2019).
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang
ada yang fatal,kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
“status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
F. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometer : Untuk membantu dalam mendiagnosis penyakit paru-paru pada
pasien dengan gejala pernafasan.
2. Pemeriksaan sputum : Untuk mendeteksi adanya bakteri penyebab infeksi
saluran pernafasan, terutama infeksi paru-paru
3. Uji Kulit : Untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh
4. Foto Dada : Untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma
5. Pemeriksaan Eosinofil: Untuk membantu dalam membedakan asma dari
bronchitis kronik
6. Analisis Gas Darah : Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat
(Amin & Hardhi, 2015).
6

G. Penatalaksanaan
Menurut Amin & Hardhi (2015) tujuan utama penatalaksanaan asma
adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma
dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Program penatalaksanaan asma meliputi beberapa komponen yaitu :
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality.
Edukasi tidak hanya ditunjukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga
pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat
perencanaan bidang kesehatan.
2. Menilai dan memonitor gejala asma secara berkala
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi.
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya.
c. Daya ingat ( memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri
3. Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
a. Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditunjukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
Obat pengontrol diberikan untuk pengobatan dalam jangka waktu
panjang untuk mengontrol asma.
Macam-macam pengontrol :
1) ICS (Inhaled corticosteroid), digunakan sebagai terapi asma
misalnya : Beklometason 40-80 g/puff (dosis rendah), Budesonide
0,25;0,5;1,0 mg/nebul, Fluticasone 44 atau 110 g/puff.
2) LTRA (Leukotrient Receptors Antagonist) digunakan untuk
mengontrol asma misalnya montelukast,zafirlukast dan pranlukast.
Obat pelega berfungsi untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki atau menghambat brokokontriksi yang berkaitan
7

dengan gejala akut seperti mengi,rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas.
Macam-macam obat pelega :
1) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat , diberikan sebanyak 3-4x semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua 10 menit.
2) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari.
Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan
3) Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4x semprot tiap hari.
b. Penanganan asma mandiri
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk
terjadi kepatuhan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan
pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,
memungkinkan bagi penderita untuk mengontrol asma . bila
memungkinkan, ajaklah perawat , farmasi, tenaga fisioterapi
pernapasan dan lain-lain untuk memberikan edukasi dan menunjang
keberhasilan pengobatan penderita.

H. Pengkajian
Menurut Padila (2017) meliputi :
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dyspnea
( sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi
3. Riwayat Kesehatan
8

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain seperti batuk, wheezing, gelisah.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa dahulu seperti adanya riwayat
serangan asma dan alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan
asma.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain . Klien dengan asma sering kali
didapatkan adanya riwayat penyakit turunan.
4. Pemeriksaan Fisik
Menurut Scholastica.F.A (2019) pada pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien dengan asma bronkiale dapat ditemukan :
1) Inspeksi : klien terlihat gelisah, sesak napas, napas cepat dan sianosis
2) Palpasi : biasanya tidak terdapat kelainan yang nyata (pada serangan
berat)
3) Perkusi : biasanya tidak terdapat kelainan yang nyata
4) Auskultasi : ekspirasi memajang , mengi (wheezing), ronchi.

I. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien asma bronkial
berdasarkan respon pasien yang disesuaikan dengan SDKI (2016) yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas,
hipersekresi jalan nafas, sekresi yang tertahan.
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
a. Data mayor:
Subjektif: (tidak tersedia).
Objektif: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering.
9

b. Data minor:
Subjektif: Dispnea, sulit bicara, dan ortopnea.
Objektif: gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, pola napas berubah.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Definisi : inspirasi dan/atau ekpirasi tidak memberikan ventilasi adekuat.
a. Data mayor:
Subjektif : Dispnea

Objektif : penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi


memanjang, pernapasan abnormal (takipnea,bradipnea, hiperventilasi)
b. Data minor:
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-
posterior meningkat, ventilasi semenit menurun.
J. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan yang akan


perawat rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan
sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Secara teori rencana keperawatan
dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI).
10

Tabel Intervensi keperawatan


Diagnosa Keperawatan Perencanaan Asuhan Keperawatan Rasional
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan SIKI: Manajemen Asma
efektif berhubungan dengan intervensi keperawatan Tindakan:
spasme jalan nafas, selama 3x24 jam, Observasi
hipersekresi jalan nafas, diharapkan pasien mampu 1. Monitor frekuensi dan 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
sekresi yang tertahan. menunjukkan: kedalaman napas terjadi dan membantu dalam
1. Data mayor: SLKI : Bersihan jalan menentukan intervensi yang akan di
Subjektif: (tidak napas berikan
tersedia).  Ditingkatkan ke 2. Monitor bunyi napas 2. Penurunan bunyi napas
Objektif: batuk tidak level 5 tambahan menunjukkan atelectasis, ronkhi
efektif, tidak mampu menunjukkan akumulasi sekret dan
batuk, sputum berlebih, Level bersihan jalan napas: ketidakefektifan pengeluaran sekresi
mengi, wheezing dan / 1. Meningkat yang selanjutnya dapat
atau ronkhi kering. 2. Cukup meningkat menimbulkan penggunaan otot
2. Data minor: 3. Sedang bantu pernapasan
Subjektif: Dispnea, sulit 4. Cukup menurun 3. Monitor saturasi oksigen 3. Mengukur persentase oksigen yang
bicara, dan ortopnea. 5. Menurun diikat oleh hemoglobin di dalam
Objektif: gelisah, Dengan kriteria hasil: aliran darah
sianosis, bunyi napas 1. Produksi sputum Terapeutik
menurun, pola napas (5) 4. Lakukan penghisapan 4. Mengurangi lendir yang ada pada
berubah. 2. Mengi (5) lendir, jika perlu jalan napas dan memperlancar
3. Wheezing (5) pernapasan
4. Dyspnea (5) 5. Berikan oksigen 6-5 L via 5. Mencukupi kebutuhan oksigen
5. Ortopnea (5) sungkup untuk SpO₂ > pasien
6. Sulit berbicara (5) 90%
7. Sianosis (5) Edukasi
8. Gelisah (5) 6. Anjurkan bernpas lambat 6. Nafas dalam dapat meningkatkan
dan dalam kadar oksigen dalam darah
7. Ajarkan teknik pursed-lip 7. Menurunkan rasa
11

breathing sesak nafas yang dirasakan pasien

8. Ajarkan mengidentifikasi 8. Pasien dan keluarga mampu


dan menghindari pemicu mencegah hal-hal apa saja yang bisa
memicu timbulnya asma
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian 9. Mukolitik dan ekspektoran
mukolitik atau berfungsi untuk membersihkan
ekspektoran sputum atau mengencerkan sputum
yang menghambat disaluran
pernapasan

SIKI: Batuk Efektif


Observasi
10. Identifikasi kemampuan 10. batuk bertujuan untuk mengeluarkan
batuk sekret yang tertahan di dalam paru-
paru
11. Monitor adanya retensi 11. Mengetahui karakteristik sputum
sputum
12. monitor input dan output 12. Menganalisa keseimbangan cairan
cairan pasien
Terapeutik
13. Atur posisi semi-fowler 13. Posisi ini dapat memaksimalkan
ekspansi paru-paru dan membuat
ventilasi maksimal
14. Pasang perlak dan 14. Untuk menampung sekret dan cairan
bengkok dibangku pasien yang dikeluarkan pasien
15. Buang sekret pada tempat 15. Sekret ditampung pada tempat
sputum sputum, lalu dilakukan pemeriksaan
sputum untuk mengetahui
perkembangan penyakit
12

Edukasi
16. Jelaskan tujun dan 16. Agar pasien mengetahui manfaat
prosedur batuk efektif batuk efektif
17. Anjurkan menarik nafas 17. Agar sekret dapat dikeluarkan secara
melalui hidung selama 4 optimal
detik, keluarkan dari
mulut (dibulatkan),
anjurkan mengulangi tarik
nafas dalam hingga 3 kali
18. Anjurkan batuk dengan 18. Agar sekret dapat dikeluarkan secara
kuat langsung setelah optimal
tarik napas dalam yang
ketiga
Inovasi
19. Ajarkan teknik 19. Teknik pernafasan buteyko
pernapasan buteyko merupakan sebuah metode mengatur
 Atur posisi pasien pola nafas yang dilakukan dengan
 Mulai secara cara bernafas melalui hidung tanpa
perlahan, bernapas menggunakan mulut yang bertujuan
dalam melalui untuk mengurangi kerja pernafasan
hidung minimal 1 sehingga sesak nafas berkurang
menit dengan prinsip latihan nafas dangkal
 Ambil napas (Bachri, 2018)
dangkal, tahan napas
sesuai kemampuan
 Tahan napas sedikit
lebih lama daripada
sebelumnya, lakukan
10-20 menit per hari
13

Kolaborasi 20. Pemberian mukolitik bertujuan


20. Anjurkan pemberian untuk menurunkan kekentalan dan
mukolitik atau sekret dalam paru. Pemberian
ekspektoran ekspektoran bertujuan untuk
memecah sekret pada jalan napas
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan SIKI: Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
hambatan upaya napas jam, diharapkan pasien 1. Monitor frekuensi napas, 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
1. Data mayor: mampu: irama, kedalaman dan terjadi pada saluaran pernapasan
Subjektif : Dispnea SLKI: Pola Napas upaya napas
Objektif : penggunaan o Ditingkatkan ke 2. Monitor kemampuan 2. Batuk efektif mampu mengeluarkan
otot bantu pernapasan, level 5 batuk efektif sekret yang meghambat saluran
fase ekspirasi napas
memanjang, pernapasan Level bersihan jalan napas: 3. Monitor pola napas 3. Pola napas abnormal seperti
abnormal 1. Meningkat takipnea, bradipnea, hiperventilasi
(takipnea,bradipnea, 2. Cukup meningkat 4. Monitor adanya produksi 4. Mengetahui adanya sekret yang
hiperventilasi) 3. Sedang sputum menghambat jalan napas
2. Data minor: 4. Cukup menurun 5. Palpasi kesimetrisan 5. Mengetahui pada bagian mana paru
Subjektif : Ortopnea 5. Menurun ekpansi paru tidak mengembang dengan
Objektif : Pernapasan sempurna
cuping hidung, diameter Dengan indikator kriteria 6. Auskultasi bunyi napas 6. Mengetahui suara pada saluran
thoraks anterior- hasil: napas
posterior meningkat, 1. Dispnea (5) Terapeutik
ventilasi semenit 2. Penggunaan otot 7. Atur interval pemantauan 7. Melihat perkembangan kondisi
menurun. bantu pernapasan respirasi sesuai kondisi pernapasan pasien
(5) pasien
3. Pemanjangan fase 8. Dokumentasikan hasil 8. Catat hasil pemantauan pada catatan
ekspirasi (5) pemantauan keperawatan
4. Orthopnea (5) Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan 9. Agar pasien mengetahui tindakan
prosedur pemantauan yanga akan dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc. Edisi Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Huda Nurarif, A Kusuma hardhi, 2018, Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi.
Jakarta: EGC
Padila. (2017).Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Scholastica.F.A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Semarang : Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah
Solomon, Michael. R. 2015. Consumer Behavior: Buying, Having and Being, 11th
Edition. New Jersey: Prentice-Hall.
Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Penebrit Salemba Medika
Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. ( 2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.

You might also like