You are on page 1of 21

DOI:

Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian 10.36869/pjhpish.v8i2.263


Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022:

KERAJAAN BANTEN GIRANG DAN FORMASI PERDAGANGAN


REMPAH DI SELAT SUNDA ABAD X – XVI
THE KINGDOM OF BANTEN GIRANG AND THE FORMATION OF THE
SPICE TRADE IN THE SUNDA STRAIT DURING THE X - XVI CENTURIES

Gregorius Andika Ariwibowo


Pusat Riset Kewilayahan-BRIN, Widya Graha Buliding, Jl. Jend Gatot Subroto, Kav.10, Jakarta
Selatan 12710
andikaariwibowo@gmail.com
Naskah diterima 5-8-2022 Naskah direvisi 25-9-2022 Naskah disetujui 21-10-2022

ABSTRACT
Banten, since the 10 century, has played an essential role in a series of formations of the Archipelago’s
th

maritime history because this region is one of the main ports in the maritime trade network both in the
Archipelago and Southeast Asia. The issues discussed in this study are (1) What were the factors behind
the formation of Banten Girang?; thus, it can become one of the strategic nodes in the spice trade network
in the maritime region of the Archipelago. Then, (2) What was the pattern of the Banten trade network
during the Banten Girang Kingdom? and (3) How was the influence of the black pepper trade, which then
made Banten Girang one of the main ports for the spice trade in the 10th to 16th centuries? This research
was done to take a closer look at the Banten region’s growth, which has been crucial to establishing the
Archipelago’s maritime history since the 10th century. Most sources used are secondary sources that discuss
Banten and Banten’s relationship with other surrounding areas in the Archipelago and Asia. During the
period before the founding of the Banten Sultanate, the Banten region played an important position in
trade flows and networks in the Archipelago’s territorial waters. The production of black pepper and its
strategic location in the trade route in the Sunda Strait made Banten Girang a success in cross-sea trading
activities at that time..
Keywords: Banten Girang, Banten History, Spice Route, Buddha Cosmopolis, Maritime History

ABSTRAK
Banten sejak abad ke-10 telah memainkan peran penting dalam rangkaian formasi sejarah maritim
Nusantara karena wilayah ini merupakan salah satu bandar utama dalam jaringan perniagaan bahari
baik di Nusantara maupun Asia Tenggara. Hal-hal yang dibahas dalam kajian ini adalah faktor-faktor
apakah yang melatarbelakangi terbentuknya Banten Girang hingga mampu menjadi salah satu simpul
strategis dalam jaringan perniagaan rempah di kawasan bahari Nusantara? Kemudian seperti apakah
pola jaringan perniagaan Banten pada masa Kerajaan Banten Girang? Serta bagaimanakah pengaruh
perniagaan lada hitam yang kemudian menjadikan Banten Girang sebagai salah satu pelabuhan utama
perniagaan rempah pada abad ke-10 hingga abad ke-16? Kajian ini dilakukan untuk melihat lebih jauh
mengenai perkembangan wilayah Banten yang ternyata telah memiliki peran penting dalam rangkaian
formasi sejarah bahari Nusantara sejak abad ke-10. Sumber-sumber yang digunakan sebagian besar
merupakan sumber-sumber sekunder yang membahas mengenai Banten maupun keterkaitan Banten
dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya baik di kawasan Nusantara maupun Asia. Wilayah Banten
pada masa sebelum berdirinya Kesultanan Banten telah memainkan posisi penting dalam arus dan
jaringan perdagangan di kawasan perairan Nusantara. Produksi lada hitam dan letak yang strategis
dalam jalur perniagaan di Selat Sunda telah menjadikan Banten Girang memperoleh kegemilangan
dalam aktifitas perdagangan lintas bahari ketika itu.
Kata Kunci: Banten Girang, Sejarah Banten, Jalur Rempah, Kosmopolis Buddha, Sejarah Bahari

229
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

PENDAHULUAN terbesar ketika itu. Tansen Sen (2018: 350-


Anthony Reid menyebutkan bahwa 356) menyampaikan bahwa keragaman
periode kejayaan ekonomi dan perdagangan latar belakang etnis dan budaya dari para
bahari di Asia Tenggara berlangsung pada murid yang belajar dan mendalami Agama
rentang periode abad ke-16 hingga abad ke- Buddha ini merupakan gambaran-gambaran
17. Menurut Reid, hal ini ditandai dengan awal dari kehidupan kosmopolis di Asia.
terbentuknya jaringan perdagangan terpadu Kehidupan kosmopolis ini turut memberikan
mulai dari Eropa, Timur Tengah, India, perkembangan pada berbagai bentuk akulturasi
Asia Tenggara, Tiongkok, dan Jepang. dan pertukaran budaya yang terwujud dalam
Rempah-rempah menjadi komoditas paling karya seni, sastra, religi, dan pengetahuan.
berharga selain emas dan perak yang mampu Hal ini memberikan suatu gambaran menarik
menggerakan jaringan perdagangan sekaligus bahwa perniagaan komoditas rempah-
menciptakan dinamika sosial, budaya, dan rempah telah memiliki pengaruh penting
politik di kota-kota pelabuhan sepanjang dalam formasi kebudayaan dan peradaban di
jalur niaga tersebut (Reid, 1999: 3). kawasan Asia sejak abad ke-6 ataupun abad
Beberapa penulis seperti W.W. Rockhill ke-7. Keterbukaan dan akulturasi budaya
(1915), Wang Gungwu (1958), Tsao Yung- yang ditimbulkan dari aktivitas perdagangan
Hao (1982), Tansen Sen (2014, 2018), dan rempah juga berlangsung saat periode
John Miksic (2015) memiliki pandangan yang perkembangan Islam di Asia Tenggara sejak
berbeda dengan Anthony Reid mengenai medio abad ke-15.
awal dari ledakan ekonomi di Asia Tenggara. Pengaruh perniagaan rempah-rempah,
Mereka mengatakan bahwa jauh sebelum itu, terutama lada dalam formasi kebudayaan
yakni sejak masa Dinasti Tang (618-907M) dan peradaban inilah yang melatarbelakangi
telah terjadi ledakan perdagangan rempah penyusunan artikel “Kerajaan Banten
di kawasan Asia. Perniagaan rempah yang Girang dan Formasi Perdagangan Rempah
terjalin antara Timur Tengah, India, Asia di Selat Sunda Abad X – XVI.” Komoditas
Tenggara, dan Tiongkok tidak saja melahirkan rempah, terutama lada hitam menjadi sudut
pusat-pusat ekonomi dan perdagangan di pandang penulis dalam merangkai cerita
kawasan tepi pantai Laut Tiongkok Selatan mengenai sejarah Banten sebelum masa
hingga Laut Merah, tetapi juga melahirkan berdirinya Kesultanan Banten pada sekitar
pusat-pusat peradaban dan kebudayaan yang tahun 1527. Beberapa hal yang dibahas
terbentang dari Persia, India, Sriwijaya, dalam kajian ini adalah faktor-faktor
hingga Tiongkok. apakah yang melatarbelakangi terbentuknya
Tansen Sen (2014; 45-50) dan Wang Kerajaan Banten Girang hingga mampu
Gungwu (1958: 97-99) menyampaikan menjadi salah satu simpul strategis dalam
bahwa penyebaran dan perkembangan Agama jaringan perniagaan rempah Nusantara
Buddha dari India hingga Tiongkok sangat sebelum masa berkembanganya Kesultanan
dipengaruhi oleh perniagaan rempah ketika Banten?, kemudian seperti apakah jaringan
itu. Perdagangan komoditas rempah bukan perniagaan Kerajaan Banten Girang?, serta
saja menjadikan Palembang dan Guangzhou bagaimanakah pengaruh perniagaan lada
sebagai bandar utama dalam lalu lintas hitam di wilayah Banten hingga menjadikan
perniagaan, melainkan juga menjadikan Banten sebagai salah satu pelabuhan utama
Muara Jambi (Sriwijaya) dan Nalanda (India) pada masa kejayaan Jalur Rempah Nusantara?
sebagai pusat pendidikan Agama Buddha Tansen Sen (2003: 203-215; 2014a: 41-
51; 2014b: 44-53; 2018: 350) menyebutkan

230
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

bahwa pada periode abad ke-7 hingga awal rempah dan produk turunannya yang biasa
abad ke-15 pengaruh Agama Buddha di digunakan sebagai obat-obatan, bumbu
kawasan Asia Selatan hingga Asia Timur masakan, ataupun produk-produk aromatik,
telah memberikan pengaruh penting pada serta komoditas pangan yang didominasi
formasi peradaban di kawasan-kawasan oleh perdagangan beras (Tansen Sen, 2003:
tersebut. Tansen Sen menyebut rentang 192-193).
periode tersebut sebagai Buddha Cosmopolis Pada awal milenium pertama ini
(Kosmopolis Buddha). Kosmopolis Buddha rempah-rempah yang menjadi unggulan
ialah suatu bentuk integrasi dan formasi adalah lada hitam dan kemenyan, selain
peradaban melalui kolaborasi antara para tentunya produk rempah-rempah eksotis
biksu, intelektual, budayawan, jaringan yang berasal dari Kepulauan Maluku seperti
perdagangan, dan negara untuk mendukung pala dan cengkeh. Sriwijaya pada awal
persebaran, aktifitas, dan perkembangan abad ke-10 hanya merupakan pemasok
Agama Buddha. lada hitam dan kemenyan dari India lalu
Pengaruh penting Kosmopolis kemudian menjualnya kembali ke Tiongkok.
Buddha dalam perkembangan ekonomi dan Menurut Christie (1998: 352-353), Sriwijaya
perdagangan terjadi sejak periode abad ke- kemungkinan mulai turut menanam lada
10. Menurut Tansen Sen dan Jan Wisseman sejak medio abad ke-10, keterangan ini
Christie periode ini ditandai dengan diperoleh berdasarkan data dari pengiriman
munculnya tiga kekuatan maritim di Asia, upeti dari Sriwijaya ke Tiongkok yang
yakni Dinasti Chola di India, Kedatuan mulai menyertakan lada sebagai salah satu
Sriwijaya di Nusantara, dan Dinasti Song komoditas dalam upeti tersebut. Menurut Jan
di Tiongkok. Ketiga kekuatan maritim ini Wisseman Christie, awal penanaman lada di
membangun dominasi perdagangan yang Sriwijaya merupakan sebuah keadaan yang
terbentang dari Asia Selatan hingga Asia ia sebut sebagai perubahan bentuk produksi
Timur, meskipun kekuataan politik ketiganya agrikultural untuk ekspor yang terjadi di
mulai runtuh perlahan menjelang abad ke-12, pusat-pusat produksi rempah di Nusantara.
namun jaringan-jaringan perdagangan yang Pusat-pusat produksi sumber daya alam
telah mereka bentuk merupakan pola jaringan terutama yang menghasilkan komoditas
perdagangan maritim pramodern di kawasan pangan ataupun rempah mulai mengelola
Asia setidaknya hingga akhir abad ke-17. atau membudi dayakan tanaman-tanaman
Pada periode abad ke-10 hingga abad ekspor yang memiliki nilai ekonomi tinggi
ke-15 atau pada masa Buddha Kosmopolis sejak abad ke-10 (Christie, 1998: 352-353).
inilah diperkirakan perniagaan rempah Di wilayah Jawa dan Sumatera
mendominasi rangkaian jalur perniagaan menurut Christie mulai muncul beberapa
di kawasan Asia hingga Mediterania. Pada pusat-pusat produksi komoditas ekspor.
periode tersebut terdapat tiga produk utama Pusat-pusat produksi ini tidak saja menanam
yang diperdagangkan di jalur maritim Sino- atau memproduksi tanaman endemik
India. Pertama adalah produk-produk yang mereka, tetapi juga mulai membudidayakan
terkait dengan reliku dan produk-produk tanaman-tanaman dari wilayah-wilayah lain.
yang digunakan dalam ritual agama baik Jenis-jenis komoditas seperti beras, lada,
Buddha maupun Hindu. Kedua merupakan biji adas, ketumbar, tebu, dan aneka jenis
produk-produk eksotis dan mewah seperti tumbuhan pewarna mulai dikembangkan atau
cula badak, gading gajah, porselin, perhiasan, dibudidayakan. Kondisi ini menurut Christie
dan sutra. Ketiga adalah komoditas rempah- disebabkan oleh upaya dari para penguasa-

231
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

penguasa di kota pelabuhan di Jawa dan Faktor kedua, yakni permintaan dan konsumsi
Sumatera untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari pasar di Tiongkok hingga
komoditas-komoditas tersebut terutama dari Alexandria yang menyebabkan perluasan
Tiongkok. Produksi lada menurut Christie pusat-pusat produksi hasil bumi dan industri,
mulai berkembang di Jawa pada rentang abad seperti produk tekstil dan kerajinan. Faktor
ke-10 hingga abad ke-13. Rentang periode ketiga ditandai dengan lahirnya komunitas-
ini cukup menarik sebab berada di periode komunitas perdagangan yang “bebas” dan
peralihan dominasi maritim di kawasan “sekuler” namun mampu berkelindan dengan
barat Nusantara yang berada antara periode kekuatan politik tradisional yang konservatif
Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. dan feudal. (Lombard, 1996 (Jil.2): 5-6).
Lada menurut Christie kemungkinan
mulai ditanam secara luas seiring dengan METODE
melemahnya pengaruh Sriwijaya di bekas- Kajian ini merupakan sebuah kajian
bekas wilayah kekuasaannya terutama di sejarah yang menggunakan kaidah dasar
Sumatera dan Jawa bagian barat. Diversifikasi metodologi ilmu sejarah dalam proses
penanaman lada inilah yang menurut Christie penyusunannya. Sumber-sumber yang
menjadi salah satu penopang ekonomi bagi digunakan sebagian besar merupakan sumber-
munculnya kerajaan-kerajaan baru di bekas sumber sekunder yang membahas mengenai
wilayah Sriwijaya, terutama di Sumatera dan Banten dan keterkaitan Banten dengan
Banten (Christie, 1998: 353). wilayah-wilayah lain di sekitarnya baik di
Pengaruh Buddha Kosmopolis di sektor kawasan Nusantara maupun Asia. Hal ini
ekonomi di Asia tidak saja sebatas pada dilakukan karena dalam kajian ini mengupas
aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan sejarah Banten sebagai salah satu simpul
komoditas bahan mentah seperti bahan pangan perniagaan yang terkait dengan dinamika
dan rempah-rempah. Menurut Tansen Sen jaringan geoekonomi maupun geopolitik
sektor industri manufaktur dan pengolahan kawasan baik di Nusantara maupun Asia
juga berkembang pada periode ini. Industri Tenggara.
manufaktur dan pengolahan seperti industri Kajian ini mencoba memberikan
keramik dan tekstil berkembang di kota-kota penekanan terhadap aspek jaringan perniagaan
pelabuhan sehingga menjadikan terciptanya rempah, khususnya lada hitam pada masa
diversifikasi kehidupan sosial di perkotaan Kerajaan Banten Girang ketika terjadi
yang menunjang pertumbuhan kota-kota peralihan saat runtuhnya dinasti-dinasti
pelabuhan serta turut pula mendukung Hindu-Buddha menuju kebangkitan atau
terciptanya kehidupan urban kosmpolis ledakan ekonomi yang mulai berlangsung
ketika itu (Christie, 1998: 354-360). seiring dengan berkembangnya dinasti-dinasti
Denys Lombard dalam pengantarnya Islam sejak abad ke-15. Kajian-kajian tentang
pada buku “Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan sejarah Banten yang terdiri atas beragam
Asia” menyebutkan bahwa perkembangan tema dan bahasan telah banyak diulas oleh
perdagangan di daratan dan kepulauan Asia para peneliti yang mengkaji mengenai Banten
Tenggara hingga abad ke-16 didukung oleh secara khusus maupun keterkaitan Banten
kekhasan atau karakteristik masyarakat di dalam berbagai ulasan historiografi mengenai
Asia Tenggara. Faktor pertama menurut sejarah Indonesia maupun Asia Tenggara.
Lombard, yakni perkembangan politik dan Kekayaan literasi terkait sejarah Banten
ekonomi yang ditandai dengan kebangkitan sejauh ini lebih didominasi oleh berbagai
kota-kota perniagaan di Asia Tenggara.

232
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

pembahasan mengenai sejarah Banten pada bisa dilepaskan dari tampilnya dua kekuatan
masa Kesultanan Banten. Para penulis besar imperium di Asia, yakni Dinasti Chola
maupun sejarawan seperti Friedrich Hirth dan di India dan Dinasti Song di Tiongkok.
W.W. Rockhill (1911), W.W. Rockhill (1914, Rempah-rempah merupakan komoditas
1915), Lo Jung-Pang dan Bruce A. Elleman yang sangat penting di kawasan Samudera
(eds). (1957 (2012, rev.)), Meilink-Roelofsz Hindia pada rentang periode abad ke-10
(1962), J.V.G. Mills dan Feng Chen Chun. hingga abad ke-16. Sumber-sumber literatur
(1979), Tien Ju-Kang (1981), Ts’ao Yung-Hao berbahasa Inggris baik yang telah dikaji
(1982), Anthony Reid (1992), Claude Guillot, atau diterjemahkan dari literatur-literatur
Lukman Nurhakim, dan Sonny Wibisono Tiongkok seperti yang dilakukan oleh
(1996), Atsushi Ota (2003, 2006, dan 2015), seperti Chau Ju Kua (Hirth dan Rockhill,
Claude Guillot (2011 (2008), Kenneth R. 1911) dan Marco Polo (Komroff (eds),
Hall (2011, 2014), Tansen Sen (2014, 2018) 1926; Colin Jack-Hinton, 1964), maupun
dan Kaoru Ueda (2015) sebenarnya telah beberapa kajian naskah Tiongkok seperti
menyinggung dan memberikan beragam ulasan yang dilakukan oleh William W. Rockhill
menarik mengenai pola jaringan niaga hingga (1915), Lo Jung-Pang (1957 (Bruce A.
karakteristik perniagaan rempah ataupun Elleman (eds). 2012)), Wang Gungwu (1958:
lada hitam baik di wilayah Asia Tenggara 1, 3-315), Tsao Yung Ho (1982), dan Tansen
maupun Banten pada masa sebelum berdirinya Sen (2003, 2014, 2018) telah memberikan
Kesultanan Banten pada tahun 1527. gambaran mengenai perdagangan lada antara
Kajian-kajian tersebut terutama yang Nusantara dan Tiongkok sejak jauh sebelum
telah dilakukan oleh Claude Guillot, Lukman masa kedatangan bangsa-bangsa Eropa pada
Nurhakim, dan Sonny Wibisono (1996) serta awal abad ke-16. Kajian-kajian tersebut juga
Claude Guillot (2011 (2008): 15-30) telah secara lebih dalam telah menampilkan jejak-
membentuk suatu cerita menarik yang dapat jejak hubungan bahari pertama antara Sino-
memberikan gambaran bahwa pada masa India dengan Asia Tenggara, terutama di
Banten Girang, Masyarakat Banten telah wilayah barat Nusantara.
mampu memainkan peranan penting dalam Wang Gungwu (1958: 1, 3-315) dalam
perniagaan rempah di Nusantara sebelum abad kajiannya “The Nanhai Trade: A Study of the
ke-16, terutama dari sudut pandang kajian Early History of Chinese Trade in the South
arkeologi. Berdasarkan kajian-kajian tersebut, China Sea” menceritakan bahwa hubungan
artikel ini menyusun sebuah elaborasi dari perdagangan antara Tiongkok dan Asia
beragam naskah tersebut yang akan secara Tenggara secara formal kemungkinan telah
khusus melihat pada perkembangan Kerajaan terjadi sejak sekitar abad kedua sebelum
Banten Girang dalam arus perniagaan rempah masehi. Meskipun hubungan dagang antara
dan aktifitas maritim pada rentang abad ke-10 nelayan dari Tiongkok Selatan dan Vietnam
hingga abad ke-15. diperkirakan telah berlangsung sejak
abad kesepuluh sebelum masehi. Namun
PEMBAHASAN bentuknya masih berupa perdagangan hasil
Sriwijaya dan Jejak Awal Budi Daya dan laut (Gungwu, 1958: 3). Setelah penyatuan
Perdagangan Lada di Nusantara hingga Tiongkok di bawah Kaisar Shi Huang Ti
Abad Ke-13 (Qin Shi Huang) sekitar abad ketiga sebelum
masehi, para pedagang dari wilayah Tiongkok
Perkembangan jaringan perniagaan selatan mulai melakukan eksplorasi hingga ke
rempah di Nusantara sejak abad ke-10 tidak Anam, Teluk Tonkin, bahkan hingga pesisir

233
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

utara Borneo. Para pedagang ini mencari berupa tekstil (katun dan sutra), rempah-
beberapa produk hasil laut dan hutan seperti rempah, tanaman herbal dan aromatik, serta
mutiara, cangkang kura-kura, gading gajah, produk-produk mewah seperti perhiasan,
dan cula badak, termasuk pula aneka buah- gading gajah, cula badak, aneka jenis kayu,
buahan tropis. Shi Huang Ti juga membangun terumbu karang, dan aneka jenis produk
pelabuhan di Panyu (Guangzhou) untuk bahari, termasuk pula bahan mentah (rare
menjual kembali produk-produk Tiongkok material) seperti emas, perak, dan perunggu
ke wilayah-wilayah di Selatan. Pada masa yang digunakan untuk membuat mata uang
awal ini Tiongkok telah memperdagangkan (Rockhill, 1914: 420-422). Lada memiliki
kain sutra dan batu giok sebagai komoditas peran penting sebagai produk multiguna
ekspor mereka (Gungwu, 1958: 12; Su-Il, selain sebagai produk konsumsi juga menjadi
2016: 762). alat tukar dan pembayaran. Peningkatan
Hubungan perdagangan antara India permintaan lada juga didorong oleh permintaan
dan Tiongkok (Sino-India), terutama dalam pihak kekaisaran Tiongkok yang menjadikan
perdagangan lada menurut Tsao Yung Ho lada sebagai bahan rempah utama dalam sajian
mulai berlangsung sejak akhir masa Dinasti makanan dan pengobatan istana.
Han. Lada merupakan produk impor utama Lada tidak saja mampu menggerakan
yang didatangkan dari India melalui peran para dan menumbuhkan ekonomi di Eropa sejak
pedagang Persia yang mula-mula membuka masa Perang Salib, tetapi menjadikan Venesia
jalur perdagangan Sino-India melintasi sebagai kota perdagangan paling kaya selama
pantai-pantai sepanjang Asia Tenggara. Pada abad pertengahan. Di Asia, perdagangan lada
masa ini, lada telah banyak digunakan dalam antara Sino-India telah menjadikan daerah
berbagai ramuan pembuatan obat-obatan pantai dan rawa di Asia Tenggara menjadi
(Yung-Ho, 1982: 222).1 Relasi perdagangan pusat-pusat politik dan ekonomi terkemuka,
antara Tiongkok dan India terus mengalami paling tidak hingga invasi dan monopoli
peningkatan seiring dengan perkembangan Bangsa Eropa pada abad ke-16 dan ke-17.
agama Buddha pada masa Dinasti Tang Di Tiongkok, lada hitam dinamakan huijao
(618 – 907 M). Puncak dari hubungan yang artinya lada dari barat. Hal ini untuk
perdagangan lada berlangsung pada periode membedakannya dengan lada lokal Tiongkok,
abad ke-10 hingga ke-13, yakni ketika masa yakni Lada Sichuan.
pemerintahan Dinasti Song (960 – 1279 M) Buku pengobatan yang disusun
hingga pada paruh awal masa Dinasti Ming oleh Li Hsun (Li Xun) berjudul Hai-yao-
(1368-1424 M) (Rockhill, 1914: 419; Yung- pen-tsao (Bahan-bahan Pengobatan) pada
Ho, 1982: 222). sekitar abad ke-8 menyertakan lada sebagai
Produk-produk yang diperdagangan materi tanaman herbal dalam berbagai jenis
antara India dan Tiongkok selain lada juga pengobatan. Li Hsun mengatakan bahwa
1
Menurut catatan Chau Ju Kua pada sekitar abad lada berasal dari wilayah Laut Selatan atau
ketigabelas tanaman lada (Cina: Hu-Tsiau; Sansekerta: Nanhai (Yung-Ho, 1982: 222-223; Chauduri,
maricha) tumbuh di beberapa tempat di India (Cina: 1985: 20- 21). Kebudayaan kuliner Tiongkok
Tien-chu) seperti dari Mo-kie-to (Magadha di India
juga mulai memasukan lada sebagai unsur
bagian tengah). Perdagangan lada dari India ke
Tiongkok pada abad ketigabelas dilakukan oleh para bahan masakan pada sekitar abad keenam.
pedagang Persia yang dalam catatan ini perdagangan Ch’i-min-yao-shu sebuah buku masakan dari
lada sangat menguntungkan terutama pada bulan abad ke-6 menyatakan bahwa lada digunakan
agustus dan September dimana konsumsi daging di
sebagai bahan untuk membuat berbagai jenis
Tiongkok sangat tinggi. (Hirth dan Rockhill, 1911:
hlm. 222). masakan dan minuman. Salah satu masakan

234
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

di dalam buku ini adalah Hu-p’ao-jouja tajam (terhadap sajian tersebut)” Sementara,
(daging domba bakar dengan lada). T’ang- Yuyang-tsa-tsu buku resep dari abad ke-9
pen-ts’ao sebuah buku resep dari abad ke-7 menyebutkan “Apabila kini ingin menikmati
memberikan keterangan tambahan terhadap hidangan dengan sajian hidangan wilayah
resep Hu-p’ao-jouja, yakni “resep daging asing dapat menggunakan lada untuk segala
domba bakar yang dimasak dengan gaya jenis masakannya. Tanaman lada ini berasal
wilayah barat (India, Persia, dan Timur dari wilayah Magadha” (Yung-Ho, 1982:
Tengah), lada memberikan cita rasa yang 223).

Figur 1. Pusat-pusat Perdagangan di Asia 618 M hingga 1500 M.


(Sumber: Chauduri, 1985: 38)

Permintaan lada yang semakin besar merupakan kekuatan yang sangat penting
oleh pasar Tiongkok ke India pada akhirnya dalam menggerakan perdagangan Trans-Asia
tidak mampu dipenuhi seluruhnya oleh para (Yung-Ho, 1982: 223, 226; Hall, 2011: 228).
pedagang Persia maupun India. Hal inilah yang Wang Gungwu (1958: 124, 127),
kemudian menjadikan wilayah Asia Tenggara Friedrich Hirth dan William Rockhill (Hirth
terutama wilayah-wilayah di Semenanjung dan Rockhill dalam Cha Ju Kua, 1911: 16)
Malaya, Sumatera, dan Jawa dikembangkan dengan mengutip dua buah naskah, yakni
untuk dijadikan wilayah pembudidayaan dan Wei Shu yang ditulis pada tahun 572 dan Sui
penanaman lada. Pengembangan perkebunan Shu yang ditulis pada tahun 617 menyebut
lada di Asia Tenggara memiliki pengaruh bahwa pada kedua periode tersebut lada
penting, khususnya mengenai persoalan masih merupakan produk impor Tiongkok
distribusi yang semakin ringkas sehingga yang berasal dari Persia (Po-sse). Kedua
memotong setengah waktu perjalanan dari naskah tersebut juga menyebut produk-
Tiongkok ke India untuk mendapatkan produk impor Tiongkok lain yang dibawa
lada maupun produk-produk lain. Yung- oleh para pedagang Persia yang berasal dari
Ho menilai bahwa proses ekstensifikasi Asia Tenggara seperti cendana, damar, nila
budi daya lada di Asia Tenggara memang (indigo), gula, emas, dan perak.
perlu dilakukan ketika itu, mengingat lada

235
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Figur 2. Pusat-pusat perdagangan dan politik di wilayah


Nanhai (Asia Tenggara) pada abad ke-10. (Sumber: Wang
Gungwu, 1958: 98)

Kunjungan para pedagang asing di tercatat di dalam naskah Weishu dan Suishu,
pelabuhan-pelabuhan Tiongkok ditanggapi yakni sebelum abad kelima (Yung-Ho, 1982:
oleh kekaisaran dengan mulai dikirimnya 223).
utusan-utusan dagang Tiongkok ke wilayah- Keterangan ini berasal dari naskah Nan-
wilayah Asia Tenggara (Nanhai) hingga ke chou-chi yang ditulis oleh Hsu Piao, “lada
India. Hasilnya adalah pada rentang periode tumbuh dan berkembang di wilayah negeri-
abad ke-3 hingga abad ke-6 terdapat kunjungan negeri Nanhai (Wilayah Laut Selatan)”. Tsao
balasan lebih dari seratus kali utusan raja Yung-Ho memperkirakan bahwa komunikasi
dan kapal dagang dari negara-negara Asia timbal balik dalam bidang perdagangan,
Tenggara ke Tiongkok. Tsao Yung-Ho agama, budaya, dan politik antara Asia
memperkirakan masuknya lada yang berasal Tenggara dengan India maupun Tiongkok
dari Asia Tenggara ke pelabuhan-pelabuhan diduga sebagai awal dimulainya penanaman
Tiongkok kemungkinan lebih cepat dari yang dan budi daya lada di Asia Tenggara. Budi

236
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

daya lada di Asia Tenggara merupakan respon kerajinan dari berbagai wilayah Asia mulai dari
dalam menanggapi tingginya permintaan Timur Tengah, Persia, Kepulauan Nusantara,
lada oleh Tiongkok. Keterlibatan negara- Asia Daratan, hingga ke Tiongkok. Hubungan
negara Asia Tenggara dalam penanaman dan antara Sriwijaya dan Tiongkok memberikan
perdagangan lada juga sekaligus didukung banyak keuntungan ekonomi dan politik bagi
oleh keuntungan yang dapat dihasilkan Sriwijaya. Sriwijaya tidak saja menjamin
(Yung-Ho, 1982: 223). armada dagang Tiongkok untuk berlabuh
Di wilayah Nusantara, lada mulai untuk singgah dan berdagang, tetapi juga
dikembangkan di Semenanjung Malaya, memberikan jaminan keamanan bagi para
Sumatera, dan Jawa. Sriwijaya yang pedagang Tiongkok untuk bebas berlayar
merupakan salah satu kemaharajaan bahari tanpa khawatir terhadap serangan bajak laut
di Asia Tenggara juga telah menggantungkan di sepanjang perairan Sriwijaya. Sriwijaya
ekonominya dari ekspor lada ke Tiongkok sejak bukan hanya menggantungkan ekonominya
permulaan abad ke-10. Pada masa keemasan dari pajak perdagangan atau pabean kapal-
Sriwijaya pada sekitar abad ke-11 tercatat ada kapal yang singgah di wilayahnya, melainkan
beberapa upeti berupa lada yang dikirimkan ke juga dari kekayaan hasil bumi dan mineral.
Tiongkok pada masa Dinasti Song, yakni pada Lada merupakan produk hasil bumi Sriwijaya
tahun 1017 dan 1157 yang berjumlah 10750 yang memberikan keuntungan besar bagi
kati atau sekitar 5 ton, serta pada tahun 1178 perkembangan ekonomi Sriwijaya. Pada
berjumlah 1550 kati atau sekitar 5 kuintal. masa awal masa kekuasaan Sriwijaya, lada
Data yang disampaikan mengenai jumlah diperkirakan baru dikembangkan sebagai
upeti lada yang cukup besar oleh Sriwijaya ini tanaman produksi. Perkembangan produksi
juga diperkirakan bahwa telah terdapat pusat- lada di Sriwijaya diperkirakan merupakan
pusat penanaman lada di wilayah Sriwijaya. respon dari tingginya permintaan Tiongkok
Setelah mundurnya Sriwijaya, para pedagang terhadap komoditas lada sejak masa Dinasti
Tiongkok mulai mengalihkan perdagangan Tang. Budi daya lada kemudian mulai
lada ke Jawa. Masuknya lada ke Tiongkok dikembangkan di wilayah-wilayah Sumatera
selain melalui perdagangan juga melalui bagian selatan yang meliputi Palembang,
upeti-upeti yang dikirimkan oleh penguasa- Jambi, Lampung, hingga ke Banten yang
penguasa di wilayah Asia Tenggara (Yung-Ho, ketika itu merupakan daerah-daerah vassal
1982: 229). Sriwijaya (Yung-Ho, 1982: 223, 226; Guillot,
Nurhakim, dan Wibisono, 1996: 118-119;
Jejak Awal Perdagangan Lada di Wilayah Guillot, 2008: 25-26; Hall, 2011: 228).
Banten dan Berdirinya Kerajaan Banten Claude Guillot menyatakan bahwa
Girang Kerajaan Banten Girang kemungkinan
Sejak abad ketujuh Sriwijaya telah berdiri sekitar abad ke-10 Masehi. Wilayah
tampil sebagai kekuatan maritim yang kerajaan ini menurut Guillot meliputi wilayah
sangat disegani di kawasan Selat Malaka pesisir barat Jawa bagian barat hingga
hingga Laut Jawa, bahkan hingga mencapai sepanjang aliran Sungai Citarum. Claude
Teluk Benggala dan Laut Natuna. Sriwijaya Guillot juga mengajukan hipotesis bahwa
menciptakan kota-kota pelabuhan yang bukan kerajaan ini memiliki keterkaitan dengan
saja menjadi tempat singgah para pedagang jejak musnahnya Kerajaan Mataram kuno
mancanegara, melainkan juga menjadi pasar di Jawa Tengah yang berdekatan periodenya
yang menjual berbagai produk hasil bumi dan dengan munculnya Kerajaan Banten Girang.
Guillot memperkirakan bahwa Banten

237
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Girang didirikan oleh beberapa orang Jawa pun juga diperkuat dengan adanya pertukaran-
yang enggan untuk mengikuti perpindahan pertukaran pengetahuan yang terjalin melalui
Kerajaan Mataram kuno ke Jawa Timur. aktifitas para sarjana-sarjana Budha.
Mereka lebih memilih menuju ke arah barat Kajian Claude Guillot, Lukman
dan mendirikan suatu wilayah baru atas izin Nurhakim, dan Sonny Wibisono (1996)
dari Sriwijaya yang merupakan penguasa atas mengenai peninggalan-peninggalan arkeo-
wilayah tersebut. Banten Girang menurut logis Banten Girang pada abad ke-10 hingga
Guilot juga meminta izin kepada Sriwijaya abad ke-16 memberikan gambaran yang
untuk tetap mempertahankan agama dan menarik dari kondisi kehidupan masyarakat
budaya Hindu Siwa yang telah mereka di wilayah ini. Keterangan Tsao Yung-
anut sebelumnya. Pada tahun 992 hingga Ho dan Chau Ju Kua mengenai aktivitas
993, Banten Girang diduga melakukan perdagangan lada, serta daerah-daerah yang
pemberontakan untuk melepaskan diri dari menjadi daerah penanaman lada Kerajaan
pengaruh kekuasaan Sriwijaya. Guillot Sriwijaya rupanya dapat dibuktikan pula
memperkirakan bahwa ada pembalasan dari dengan peninggalan-peninggalan arkeologis
Sriwijaya pada tahun 1016 Masehi hingga di wilayah Banten Girang. Penaklukan
akhirnya wilayah ini kembali dikuasai Banten Girang oleh Sriwijaya kemungkinan
Sriwijaya pada tahun 1030 Masehi (Guillot, berlangsung sejak tahun 1016 dan berakhir
Nurhakim, dan Wibisono, 1996: 111-118; pada tahun 1030 berdasarkan dari prasasti-
Guillot, 2011 (2008): 20-23). prasasti yang ditemukan di Lampung dan
Penanaman lada yang ada di wilayah telah dikaji oleh Damais (Guillot, Nurhakim,
Kerajaan Banten Girang merupakan perluasan dan Wibisono, 1996: 115-116; Guillot, 2008:
dari budi daya lada pada masa Sriwijaya. 22-25).
Hal ini sangat dimungkinkan mengingat Selama dua abad dibawah pengaruh
bahwa Banten Girang pernah menjadi vassal Sriwijaya, Banten Girang kemungkinan
dari Sriwijaya paling tidak selama dua abad menjadi wilayah yang oleh Sriwijaya
(Guillot, 2011 (2008): 25-26). Tsao Yung Ho dikembangkan menjadi salah satu daerah
dalam Pepper Trade in East Asia mengatakan penghasil lada. Hal ini sesuai dengan yang
bahwa Sriwijaya dan Champa merupakan disampaikan oleh Tsao Yung-Ho bahwa
pemasok utama lada ke Tiongkok terutama Sriwijaya merupakan pemasok utama lada
pada sekitar abad kesepuluh dan kesebelas ke Tiongkok. Chau Ju Kua pun pada tahun
atau pada masa Dinasti Song. (Yung-Ho, 1225 juga menyatakan bahwa lada yang
1982: 227-228). Sriwijaya kemungkinan telah tiba di pelabuhan Guangzhou juga berasal
mengembangkan perkebunan-perkebunan la- dari wilayah Sin-to yang merupakan vassal
da di wilayahnya hingga ke wilayah Banten Sriwijaya (Palembang) (Hirth dan Rockhill,
Girang. Lalu lintas perdagangan lada antara 1911: 62, 70; Yung-Ho, 1982: 227-228;
Tiongkok dan Sriwijaya kemungkinan telah Ariwibowo, 2021: 87-88). Para pedagang
berlangsung sejak masa Dinasti Tang pada Tiongkok kemungkinan juga langsung
abad ketujuh hingga abad kesepuluh. Hal ini membeli lada di Pelabuhan Banten. Hal ini
mengingat adanya “Buddha Kosmopolis” diketahui dari peninggalan-peninggalan
yang terjalin ketika itu antara India hingga keramik Tiongkok yang berasal dari
Tiongkok. Kedekatan antara Dinasti Buddha di abad ke-11 hingga abad ke-13. Guillot,
India, Asia Tenggara, hingga Tiongkok inilah Nurhakim, dan Wibisono lebih lanjut
yang kemungkinan menjadi awal budi daya mengatakan bahwa periode ini merupakan
lada di wilayah Asia Tenggara. Kondisi ini salah satu periode kemakmuran bagi Banten

238
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Girang. Kemakmuran yang diperoleh dari vasal dari Banten Girang ataupun Pajajaran.2
perdagangan lada dengan para pedagang Di dalam catatan Pires tergambar aktivitas
Tiongkok menandai periode keeemasan perdagangan dari Sekampung serta Tulang
Banten Girang. Pengaruh Banten Girang Bawang yang secara teratur dalam jumlah
pada periode ini juga berkembang hingga ke besar berdagang dengan orang-orang Sunda
wilayah Lampung. Beberapa situs di wilayah dan Jawa. Para pedagang dari Sekampung
lampung seperti Pugungraharjo, Nagarasaka, membawa berbagai produk bahan makanan
dan Bentengsari yang dekat dengan aliran seperti sayur-mayur, daging, beras, dan buah
Sungai Sekampung (Way Sekampung) ke pelabuhan-pelabuhan Sunda. Wilayah
menunjukan karakteristik budaya yang sama Sekampung dan Tulang Bawang memiliki
dengan unsur-unsur budaya Banten Girang komoditas unggulan berupa kapas, lada,
(Guillot, Nurhakim, dan Wibisono, 1997: damar, madu, dan sedikit emas. Pires
119; Ariwibowo, 2021: 90). mengatakan bahwa lada yang berasal dari
Perluasan pengaruh Banten Girang kedua wilayah ini memiliki kualitas yang
hingga ke wilayah Way Sekampung merupakan baik (Cortesao, 1944 (Vol. 1): 158-160).
suatu gejala yang menarik dalam melihat Pierre Beaujard memberikan
perluasan perkebunan lada sejak abad ke-11 keterangan tambahan bahwa para pedagang
hingga ke-13 di wilayah Lampung. Wilayah Tiongkok yang membeli lada di Banten
Way Sekampung (Sekampong) merupakan Girang tidak berasal langsung dari Tiongkok,
salah satu pusat penghasil lada terbesar pada tetapi para pedagang Tiongkok yang
masa kekuasaan kolonial Belanda pada abad menetap di Jambi atau Palembang. Beaujard
ke-19 dan abad ke-20. Sekampong pada tahun mengisahkan mengenai Wang Yunmao yang
1914 memiliki lebih kurang 2400 bau luas merupakan seorang pedagang yang berasal
penanaman lada (Peppercultuur, 1914: 38-39). dari Qoanzhou dan menetap di Sriwijaya
Luasnya daerah penanaman lada di wilayah
2
Tome Pires menyebutkan wilayah Sekampung
tersebut apabila dihubungkan dengan hasil
dan Tulang Bawang pada abad ke-16 dipimpin oleh
kajian arkeologis mengenai peninggalan- seorang Pate yang tidak berada dibawah kekuasaan
peninggalan pusat perkotaan masa Banten manapun. Para pedagang dari wilayah ini dapat
Girang kiranya dapat dilihat bahwa pusat berdagang hingga ke Tuban dan Gresik, meskipun
pelabuhan-pelabuhan di wilayah Sunda tetap menjadi
penanaman lada pada masa kolonial memiliki
prioritas dalam aktivitas perdagangan mereka. Para
jejak yang hampir serupa dengan masa dari pedagang dari Sekampung dan Tulang Bawang
enam abad sebelumnya (Guillot, Nurhakim, menurut Pires bahkan berlayar bersama para pedagang
dan Wibisono, 1997: 119). asal Gujarat untuk berlayar menuju Jawa maupun
Malaka. Kondisi ini menjadi diskusi menarik apabila
Pada awal abad ke-16, Tome Pires juga
pada abad ke-13 dikatakan bahwa sebagian wilayah
mencatat mengenai hubungan perdagangan Lampung berada di bawah pengaruh Banten Girang,
antara Banten dengan Lampung, meskipun lalu pada abad ke-16 wilayah Lampung menjadi
Pires tidak menyebutkan bahwa wilayah sebuah wilayah independen, kemudian baru pada
masa Maulana Hasanuddin, wilayah ini kembali
Sekampung dan Tulang Bawang merupakan
berada dibawah kendali Banten. Kemungkinan yang
terjadi adalah ketika Banten Girang berada dibawah
kekuasaan Pajajaran sejak awal abad ke-15, wilayah
Sekampung, Tulang Bawang, dan Semangka telah
lepas juga dari pengaruh kekuasaan Banten Girang.
Pajajaran kemungkinan juga tidak memperlebar
kekuasaannya hingga ke daerah-daerah yang menjadi
vasal Banten Girang di wilayah Lampung (Cortesao,
1944 (Vol. 1): 158-160).

239
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

pada abad ke-12. Yunmao menjalankan Banten Girang dalam Aktifitas Perniagaan
usaha pelayaran sekaligus menjadi agen Maritim di Nusantara
perdagangan yang menjadi penghubung Chau Ju Kua (Zhao Rugua) dalam
antara Sriwijaya dengan Tiongkok. Aktivitas laporan perjalanan yang ia terima dari para
perdagangan Yunmao meliputi wilayah- pedagang yang baru kembali dari Asia
wilayah kekuasaan Sriwijaya di wilayah Tenggara menyebutkan beberapa pusat
Malaka, Sumatera, Semenanjung Malaya, dan produksi lada pada periode sekitar abad
termasuk ke Jawa. Menurut Beaujard, setelah kesebelas hingga awal abad keduabelas.
10 tahun berada di Sriwijaya, Wang Yunmao Jawa (Sho-po, Sho-pu, Chau-wa) merupakan
kembali ke Tiongkok dengan keuntungan pelabuhan besar yang menjual berbagai jenis
yang sangat besar (Beaujard, 2019 (vol.2): produk hasil bumi dan mineral. Pasokan lada
263; Ariwibowo, 2021: 91). dari Jawa merupakan salah satu yang paling
Perdagangan yang dilakukan oleh besar yang berasal dari wilayah Nanhai,
Wang Yunmao dapat juga memberikan selain dari wilayah bagian utara Sumatera,
pandangan bahwa telah tercipta perdagangan para pedagang dari mancanegara dapat
intraregional di wilayah Sriwijaya di mana membeli lada dari Jawa karena harga yang
orang Tiongkok juga turut menjadi pelaku murah dan memiliki kualitas yang baik. Chau
dari rangkaian aktivitas niaga ini. Hal Ju Kua juga mengatakan bahwa pemerintah
ini kemungkinan dapat menjawab alasan Tiongkok sempat melarang pembelian lada
mengapa banyak ditemukan keramik-keramik dari Jawa, sebab kerap kali pembelian lada
yang digunakan untuk keperluan sehari- dilakukan dengan menggunakan mata uang
hari di Banten Girang. Kajian-kajian yang perunggu yang diselundupkan dari Tiongkok
telah dilakukan terhadap keramik-keramik sehingga mengurangi pasokan perunggu di
yang ditemukan di situs-situs arkeologis wilayah tersebut. Selain lada, rempah-rempah
Banten Girang diketahui bahwa sebagian yang berasal dari pelabuhan Jawa antara
besar keramik yang ditemukan berasal dari lain kapulaga, pala, cengkeh, ketumbar,
periode abad ke-11 hingga abad ke-14. Marie- kemenyan, cendana, dan gaharu, sehingga ada
France Dupoizat dan Naniek Harkantiningsih kemungkinan bahwa Jawa pada periode abad
kemudian mengaitkan ini dengan ramainya ke-13 juga merupakan pelabuhan entreport
aktivitas perdagangan dengan Tiongkok di dari pusat produksi rempah-rempah di bagian
wilayah Banten Girang pada periode tersebut. timur Nusantara. Menurut Chau Ju Kua di
Claude Guillot berdasarkan temuan-temuan Jawa, lada juga digunakan dalam berbagai
keramik di Banten Girang tersebut, terutama pengobatan seperti untuk meredakan sakit
sebagian yang merupakan keramik berkualitas kepala hingga malaria (Hirth dan Rockhill,
baik dan bernilai tinggi menyimpulkan bahwa 1911: 77-78, 81, 83, 222; Hall, 2011: 155).
perdagangan di wilayah ini pada periode abad Chau Ju Kua dalam catatannya ini juga
ke-10 hingga abad ke-14 telah membawa menyebut suatu daerah di Jawa bagian barat
kemakmuran dan kekayaan bagi sebagian yang juga merupakan pusat penanaman lada,
masyarakat Banten Girang (Dupoizat dan yakni Sin-t’o (Sunda/Banten Girang). Di
Harkataningsih dalam Guillot, Nurhakim, dalam naskahnya, Chau Ju Kua menyebutkan
dan Wibisono, 1997: 141-142, 145; Guillot, bahwa Sin-t’o merupakan sebuah kota
Nurhakim, dan Wibisono, 1997: 87, 119, 121- pelabuhan dengan lada sebagai komoditas
122; Ariwibowo, 2021: 91). utamanya. Menurut Chau Ju Kua, lada di

240
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

negeri ini merupakan lada terbaik yang ia dan Rockhill, 1911: 62, 70; Guillot, Nurhakim,
temui di Jawa, bahkan jauh lebih baik dari dan Wibisono, 1996: 118-122).
lada yang ia temui di Ta-pan (Tuban) yang Sebuah buku pelayaran berjudul Shun
berada di timur Jawa. Di wilayah Sin-t’o lada Feng Shiang Sung yang disusun pada tahun
ditanam di daerah-daerah perbukitan, lada 1430 lalu kemudian disempurnakan pada
yang ditanam di Sin-t’o memiliki bentuk biji tahun 1571 memberikan gambaran mengenai
yang lebih kecil, namun memiliki ukuran jaringan pelayaran di Nusantara hingga
yang lebih berat dan rasa yang lebih tajam. Tiongkok yang didominasi oleh para pedagang
(Hirth dan Rockhill, 1911: 70, 222; Guillot, Tionghoa. Shun Feng Hsiang Sung berisi
Nurhakim, dan Wibisono, 1996: 118-122; sekitar seratus rute perjalanan melintasi laut
Ariwibowo, 2021: 89). dan sungai, dua puluh tujuh diantaranya berada
Meskipun memiliki kualitas lada di Asia Tenggara. Meskipun dibuat pada tahun
yang lebih baik, namun para pedagang dari 1430, buku ini juga dapat digunakan untuk
mancanegara enggan untuk mengunjungi Sin- melihat arus lalu lintas perdagangan hingga
t’o. Kondisi keamanan yang tidak terjamin dan periode abad ke-18. Hal ini dapat dilihat dari
tidak adanya kekuasaan yang kuat di wilayah salah satu rute perjalanan yang kemungkinan
ini kerap terjadi pembajakan dan perampokan terkait dengan arus perdagangan lada di
terhadap para pedagang. Wilayah ini sendiri Lampung dan Banten. Perjalanan dari Pulau
merupakan salah satu vassal dari Kerajaan Aur (sekitar lepas pantai Johor) ke Banten
Sriwijaya, namun lemahnya pengaruh misalnya melalui Palembang, Muntok
kekuasaan turut pula menyebabkan terjadinya (Bangka), Lampung (Tulang Bawang, Seputih,
ketidakstabilan politik hingga menganggu dan Sekampung), dan Banten (Mills, 1979: 71,
jaringan perdagangan di kawasan ini (Hirth 77; Wade, 2013: 97).

Figur 3. Rute dan Jalur


Perdagangan yang terdapat dalam
buku Shun Feng Hsiang Sung
(Sumber: J.V. Mills, 1979: 73)

241
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Pelabuhan Banten pada abad ke-13 ataupun Tuban untuk diperdagangkan. (Hirth
merupakan titik simpul penting dari aktifitas dan Rockhill, 1915: 62, 70, 222-224; Guillot,
perniagaan rempah ataupun komoditas Nurhakim, dan Wibisono, 1996: 121-122).4
pangan lain di Nusantara. Pada masa Rute perdagangan antara Banten dengan
tersebut penguasa Pelabuhan Banten adalah Palembang dan Tuban yang digambarkan oleh
Kerajaan Banten Girang. Pelabuhan Banten Cha Ju Kua juga terdapat dalam buku Shun
ketika itu menurut catatan Cha Ju Kua Feng Hsiang Sung yang berasal dari abad ke-
memiliki pelabuhan yang sangat baik dengan 15. Buku Shun Feng Hsiang Sung meskipun
kedalaman enam kaki. Sedikit menuju ke disusun pada masa dua abad sesudah catatan
arah pedalaman dengan menggunakan rakit Cha Ju Kua, namun tetap memberikan
melalui sungai akan ditemui sebuah pasar yang gambaran rute perdagangan yang tidak jauh
sangat ramai dengan aktivitas perdagangan. berbeda seperti pada periode abad ke-13.
Masyarakat Banten Girang dalam catatan Shun Feng Hsiang Sung mencatat bahwa para
Chau Ju Kua merupakan masyarakat agraris pedagang Tionghoa secara teratur menjadikan
yang menghasilkan berbagai tanaman pangan Banten sebagai pelabuhan penghubung atau
seperti aneka buah-buahan, sayuran, dan pengumpul komoditas (entrepot) dari lalu
tebu. Lada merupakan komoditas unggulan lintas perdagangan Tuban ke Palembang atau
dari wilayah ini. Di Kerajaan Banten Girang, ke Semenanjung Malaya. Banten menurut
lada ditanam di daerah berbukit di wilayah Shun Feng Hsiang Sung juga telah berkembang
pedalaman kerajaan tersebut. Kualitas lada menjadi pelabuhan regional yang membangun
dari Banten Girang lebih baik daripada lada- jaringan perdagangan dengan Demak,
lada yang ditanam di wilayah pedalaman Jawa Banjarmasin, bahkan hingga ke Pulau Timor.
Timur (Ta-pan). Lada dari Banten Girang Berdasarkan keterangan tersebut menunjukan
meskipun memiliki biji yang lebih kecil, bahwa dua abad setelah berita dari Cha Ju
namun memiliki ukuran yang lebih berat serta Kua kondisi laut di sekitar Banten rupanya
memiliki rasa yang lebih tajam, sehingga telah cukup aman untuk menjadi tempat
membuat lada yang dihasilkan oleh Banten persinggahan dalam lalu lintas perdagangan
Girang merupakan kualitas yang terbaik. di sekitar Laut Jawa dan Selat Sunda. Selain
Chau Ju Kua mengatakan meskipun memiliki itu, Banten tetap menjadi sentra produksi
dermaga, pelabuhan Banten di Kerajaan komoditas lada seperti yang disampaikan oleh
Banten Girang jarang disinggahi karena tidak Ma Huan dalam Yingyai Shenglan pada sekitar
aman bagi para pedagang asing.3 Akibat abad ke-15 (Mills dan Chen-chun, 1970: 90-
dari kondisi tersebut, lada yang berasal dari 91; Mills, 1979: 77, 83-85).5
wilayah ini seringkali dibawa ke Palembang 4
Claude Guilot berdasarkan dari penemuan-
penemuan arkeologis di sekitar pelabuhan Banten
3
Kondisi pelabuhan Banten yang tidak aman ditemukan beberapa potongan-potongan keramik
untuk perdagangan tersebut dinilai sebagai akibat dari Tiongkok pada abad ketiga belas menarik sebuah
mundurnya kekuasaan Sriwijaya. Kekacauan hipotesis bahwa pelabuhan ini secara teratur dikunjungi
politik di Sriwijaya menyebabkan munculnya oleh para pedagang Tiongkok untuk membeli lada pada
rentang periode tersebut (Guillot, 2008: 26).
gejolak dan pergolakan di daerah-daerah 5
Claude Guillot mengatakan bahwa pada awal
kekuasaanya termasuk di Banten Girang. Situasi periode abad kelima belas bahwa Banten Girang
politik Sriwijaya inilah yang lalu dimanfaatkan merupakan vassal dari Kerajaan Pakuan Pajajaran yang
oleh Banten Girang untuk bebas dari pengaruh berpusat di Pakuan. Pelabuhan Banten pada masa ini
kekuasaan Sriwijaya pada akhir abad ketiga belas menurut Guillot mengalami kemunduran karena pusat
(Guillot, Nurhakim, dan Wibisono, 1996: 121- perdagangan dipindahkan ke Sunda Kelapa yang lebih
dekat dengan pusat kekuasaan Pajajaran. Hal inilah
122).

242
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Gambaran strategis jalur perdagangan Ramainya lalu lintas maritim di sekitar Selat
maritim di Selat Sunda yang menjadi jalur Sunda kemudian memunculkan kota-kota
utama lalu lintas maritim Kerajaan Banten pelabuhan yang menjadi tempat singgah
Girang ataupun Kesultanan Banten pada sementara, maupun sebagai pelabuhan
masa sesudahnya disampaikan oleh Kenneth entrepot yang menjadi pasar dari berbagai
Hall (2011: 33-36) dalam pembahasannya produk yang berasal dari berbagai wilayah
mengenai zona maritim di Asia Tenggara dan Nusantara. Kenneth Hall mencatat bahwa
Asia Timur. Menurut Kenneth Hall perairan para penguasa yang menguasai jalur
Selat Sunda merupakan titik pertemuan tiga perdagangan antara Selat Sunda hingga
zona maritim pada masa itu, yakni Selat Selat Malaka merupakan penentu dalam
Malaka, Laut Tiongkok Selatan, dan Laut arus perdagangan timur dan barat. Hall
Jawa. Ketiga perairan ini merupakan jalur mengatakan bahwa jalur perdagangan antara
perdagangan yang sangat ramai sejak abad- Selat Malaka dan Selat Sunda merupakan
abad pertama masehi. Komoditas-komoditas periphery dalam lalu lintas perdagangan di
yang diperdagangkan melalui jalur ini telah kawasan Asia Tenggara. Produk-produk hasil
menciptakan kemakmuran dan kekayaan bagi hutan dari Sumatera, Kalimantan, dan Nusa
negara-negara yang berada di sekitarnya. Tenggara; beras dan hasil laut dari Jawa;
aneka produk aromatik dari Nusa Tenggara;
dan rempah-rempah dari Maluku dipasarkan
dan diperdagangkan di pelabuhan-pelabuhan
yang berada di jalur Selat Malaka dan Selat
Sunda (Hall, 2011: 32).
Pertumbuhan dan kemajuan ekonomi
yang muncul akibat ledakan perdagangan
yang terjadi di wilayah pesisir barat Sumatera
hingga pesisir timur Jawa rupanya juga terjadi
di Banten Girang, meskipun wilayah ini
diperkirakan masih berada di bawah pengaruh
Figur 4. Jaringan Perdagangan Maritim di Kerajaan Pakuan Pajajaran. Wilayah Banten
Kawasan Timur Asia Pada 100 – 1500 M Girang pada abad ke-15 hingga awal abad
(Sumber: Kenneth Hall, 2011: 30) ke-16 diperkirakan berada dalam pengaruh
Selat Sunda merupakan titik pertemuan kekuaasan Kerajaan Pajajaran yang bercorak
strategis dari lalu lintas perdagangan Hindu. Guillot memperkirakan bahwa Banten
antarbangsa dengan membawa berbagai Girang mulai dikuasai oleh Pajajaran pada
komoditas berharga mulai dari rempah- sekitar awal abad ke-15. Pajajaran kemudian
rempah, resin, tekstil, dan batu mulia. juga memindahkan pusat aktivitas niaga
Banten Girang dari Pelabuhan Banten ke
yang oleh Guillot kemungkinan menjadi polemik
Pelabuhan Sunda Kelapa yang memiliki jarak
mengenai pelabuhan Banten atau Sunda Kelapa yang
dimaksudkan oleh Tome Pires pada sekitar tahun 1513- lebih dekat dari pusat pemerintahan Kerajaan
1515. Namun rupanya kondisi keterpurukan Banten Pajajaran di Pakuan (Guillot, 2008, 28).6
Girang mulai berubah sejak paruh kedua abad kelima 6
Claude Guillot berpendapat bahwa kemungkinan
belas. Guillot mengatakan bahwa ada kemungkinan
Kerajaan Pakuan Pajajaran menerapkan desentralisasi
Banten Girang telah melepaskan diri dari pengaruh
di dalam kekuasaannya, sehingga Kerajaan Banten
Pajajaran dan memulihkan kembali pelabuhan dan
Girang dapat mengelola aktivitas ekonomi dan
perdagangannya, serta membangun kembali jaringan-
perdagangan di wilayahnya. Guillot mengatakan
jaringan perdagangannya (Guillot, 2008: 28-29)

243
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Gambaran perdagangan di Jawa Teluk Banten dan berada bibir sungai


bagian barat pada abad ke-15 dan abad dan berbatasan dengan laut. Pelabuhan
ke-16 telah digambarkan oleh Tome Pires ini memiliki hubungan langsung dengan
dalam karyanya Suma Oriental yang Pelabuhan Jepara yang ketika itu berada
disusun pada tahun 1512-1515. Menurut di wilayah kekuasaan Kesultanan Demak.
Pires di Kerajaan Banten Girang terdapat Komoditas perdagangan yang diperdagangkan
empat pelabuhan, yakni Banten (Bantam), dari Pelabuhan Pontang antara lain lada,
Pontang (Pomdag), Cigede (Chegujde), dan bahan makanan, dan beras. Pelabuhan
Tangerang (Tamgara). Pelabuhan yang besar Chegujde merupakan pelabuhan yang berada
kemungkinan adalah Banten, hal ini karena di dalam kota, sehingga pelabuhan ini
menurut Tome Pires junk-junk besar milik sangat rama dengan aktivitas penduduk dan
Tiongkok membuang sauh di pelabuhan para pedagang. Pelabuhan Chegujde dapat
ini. Pelabuhan Banten menurut Pires juga dikatakan merupakan pelabuhan lokal atau
memiliki bandar perdagangan yang menjual rakyat karena pelabuhan ini menjadi titik
berbagai komoditas seperti beras, bahan singgah para pedagang lokal yang berasal dari
pangan, dan terutama lada. Tome Pires juga Lampung (Tulang Bawang, Sekampung, dan
mengatakan bahwa terdapat sebuah kota yang Semangka), serta Pariaman dan Tiku (Agam)
dikelola dengan baik di pinggir sungai dekat di Sumatera Barat. Meskipun pelabuhan
dengan pelabuhan ini. Kota ini kemungkinan ini merupakan tempat bongkar muat dan
merupakan ibu kota dari Kerajaan Banten aktivitas para pedagang lokal, tetapi
Girang yang memang terletak sekitar 10 km pelabuhan ini kerap disinggahi pula oleh para
dari Pelabuhan Banten. Di kota ini di dalam pelaut dan pedagang dari Tionghoa. Hal ini
catatan Pires dipimpin oleh seorang “kapten” kemungkinan karena lada-lada yang berasal
dan ia adalah “orang yang sangat penting.” dari Sumatera pertama kali diturunkan di
Pires menambahkan bahwa Pelabuhan Pelabuhan Chegujde. Pelabuhan Chegujde
Banten merupakan pelabuhan yang sangat seperti dengan Pelabuhan Banten dipimpin
penting di antara empat pelabuhan tersebut. oleh seorang “kapten”, hal ini kemungkinan
Pelabuhan ini memiliki hubungan dagang karena pelabuhan ini juga merupakan bagian
yang erat dengan titik-titik perdagangan di dari wilayah perkotaan. Komoditas yang
Pulau Sumatera (Cortesao, 1944 (Vol. 1): diperdagangkan di Pelabuhan Chegujde
170; Wibisono, 2013: 114-115). antara lain beras, sayur-sayuran, rempah,
Pelabuhan yang cukup besar berikutnya dan lada. Pelabuhan terakhir yang berada
di wilayah Banten Girang adalah Pelabuhan di wilayah Banten Girang adalah Tamgara.
Pontang (Pomdag). Pelabuhan ini di dalam Pires mencatat kondisi di Pelabuhan ini tidak
catatan Pires terletak di sudut paling timur jauh berbeda dengan Pelabuhan Pontang
dan Chegujde yang didominasi oleh aktvitas
meskipun berada dibawah kekuasaan Pajajaran
pada periode tersebut dan Sunda Kelapa menjadi perdagangan lokal dan trans Jawa-Sumatera
pelabuhan utama Kerajaan Pakuan Pajajaran, tetapi (Cortesao, 1944 (Vol. 1): 158-160, 170-171).
terlihat bahwa Banten Girang dapat berhubungan
langsung dengan Malaka dan menjadi Pelabuhan yang
Runtuhnya Kerajaan Banten Girang
kaya. “Pemimpin Banten” sebut Guillot merupakan
pemimpin yang Berjaya dan dihormati oleh para Menjelang perluasan wilayah Demak ke
pedagang asing. Namun, Guillot juga berargumen
wilayah Banten, perdagangan di Pelabuhan
bahwa peningkatan aktivitas perdagangan Banten
Girang ketika itu juga kemungkinan dipengaruhi oleh Banten maupun Sunda Kelapa tampak
melemahnya kekuasaan Pakuan Pajajaran sejak awal sangat aktif. Jaringan-jaringan perdagangan
abad ke-16 (Guillot, 2008: 55-56).

244
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

seperti yang tergambar dalam Shun Feng tumbuh menjadi kekuatan perdagangan
Hsiang Sung ataupun yang diceritakan oleh terkemukan dengan menguasai jaringan-
Tome Pires menunjukan bahwa Kerajaan jaringan perdagangan nusantara melalui
Sunda maupun Banten Girang masih dapat industri perkapalan dan pelayarannya. Kota
menjalankan aktivitas perniagaannya di Demak menjadi bandar dari jaringan pusat-
tengah dominasi para pedagang Muslim di pusat produksi di wilayah timur Nusantara.
sekitar zona-zona bahari Nusantara pada Perdagangan beras menjadi sumber utama
awal abad ke-16. Claude Guillot mengatakan penghasilan Demak yang diperoleh dari
bahwa pada awal abad ke-16, Kerajaan Banten wilayah-wilayah pertanian dari daerah-
Girang kemungkinan telah kembali menjadi daerah di sekitarnya. Pengaruh politik
negeri merdeka dan terlepas dari pengaruh bahari Demak juga menyebar luas hingga ke
Kerajaan Sunda (Pajajaran). Claude Guillot Palembang dan Malaka. Demak juga menjadi
juga mengatakan bahwa kitab Shun Feng suatu kota kosmopolitan yang disinggahi
Hsiang Sung merupakan salah satu petunjuk oleh para pedagang dari berbagai wilayah
yang membuktikan bahwa Pelabuhan Banten Asia seperti Arab, Persia, Gujarat, Melayu,
merupakan salah satu pusat perniagaan dan Tiongkok (Lombard, 1996 (jil.2): 43-44).
terpenting di wilayah Nusantara (Guillot, H.J. de Graaf menyebutkan bahwa
2008: 29). sebelum jatuhnya Banten Girang Sunan
Kemakmuran dan keriuhan dalam Gunung Jati dan putranya Hasanuddin telah
perdagangan lintas bahari inilah yang kiranya mendirikan komunitas Muslim di Banten
menjadi alasan dibalik niatan kemaharajaan Girang. Claude Guillot mengatakan melalui
niaga Demak untuk menguasai wilayah pendirian komunitas Muslim di Banten,
Banten. Pelabuhan Banten yang masih Sunan Gunung Jati juga mengamati kondisi
dikuasai Dinasti Hindu menjadi bayang- Banten Girang sebelum melakukan upaya
bayang dibalik perkembangan kota-kota niaga pengambilalihan kekuasaan. Pada masa
Tionghoa-Muslim di Pesisir Timur Jawa. menetap di Banten Girang ini Sunan Gunung
Guilllot memperkirakan bahwa Demak sejak Jati juga mengislamkan salah seorang
awal dekade 1520 telah melakukan serangan- petinggi Banten Girang yang dikenal dengan
serangan ke Pelabuhan Banten atau mungkin nama Ki Jongjo. Persiapan penaklukan
pula Sunda Kelapa. Hal inilah yang menurut Banten dilakukan setelah Raja terakhir
Guillot yang menjadi dasar bagi para penguasa Banten Girang yang dikenal dengan nama
di Banten maupun Sunda meminta bantuan “Sanghyang” meninggal (Pigeaud dan de
Portugis di Malaka (Guillot, 2008: 29) Graaf, 1974: 12; Guillot, 2008: 29, 60).
Pada abad ke-15 seiring dengan Serangan Demak dibawah Sunan Gunung
melemahnya pengaruh Majapahit atas Jati ke Banten diperkirakan berlangsung
wilayah-wilayah di Pesisir Utara Jawa, kota- sejak akhir tahun 1526 hingga pertengahan
kota niaga seperti Demak, Jepara, Tuban, tahun 1527. Perang perebutan Banten oleh
Gresik, dan Surabaya mulai membangun Demak menurut pengamatan orang-orang
kekuatan hegemoninya atas perdagangan Portugis telah membuat kekacauan dalam
dan ekonomi di wilayah-wiayah bekas perdagangan lada yang kemudian orang-
kekuasan Majapahit. Kota niaga Demak orang Tionghoa harus memuat lada jauh
menjadi yang utama dari kota-kota niaga dari pelabuhan. Setelah penaklukan Banten
pesisir ini dengan melakukan elaborasi antara Girang, pada tahun 1530 Kotaraja Banten
kekuatan perdagangan dan politik Muslim Girang dipindahkan ke daerah pelabuhan agar
yang berkembang pada masa itu. Demak semakin dekat dengan aktivitas perdagangan

245
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

yang sedang berkembang ketika itu. (Guillot, pelabuhan telah menciptakan sebuah
Nurhakim, dan Wibisono, 1997: 31; Guillot, kawasan perdagangan dan ekonomi yang
2008: 29, 60-61). terpadu. Aktivitas ekonomi dan perdagangan
Penaklukan Banten Girang oleh pasukan ditunjang oleh pembangunan beragam
Demak yang dipimpin oleh Sunan Gunung fasilitas yang mendukung perkembangan
Jati dan putranya Maulana Hasanuddin ekonomi dan politik Kesultanan Banten
menjadi awal dari berdirinya imperium (Wibisono, 2013: 117-118).
Dinasti Islam di wilayah pesisir barat Pulau Perkembangan perdagangan dan
Jawa. Dinasti Islam di Banten berdiri di atas ekonomi di kawasan Nusantara pada
fondasi ekonomi dan perdagangan yang telah periode abad ke-15 hingga abad ke-16 telah
dibangun oleh Kerajaan Banten Girang selama mengubah berbagai struktur kehidupan
rentang periode abad ke-10 hingga abad masyarakat di wilayah ini. Pelayaran Cheng
ke-16. Fondasi ekonomi dan perdagangan Ho yang dimulai pada tahun 1403 tidak
ini menjadi modal penting bagi Kesultanan bisa dipungkiri telah menyebabkan berbagai
Banten di bawah Maulana Hasanuddin perubahan di kawasan Nusantara maupun
untuk menempatkan posisi Kesultanan Samudera Hindia. Pelayaran Cheng Ho
dalam aktivitas dan dinamika perdagangan menjadi pembuka dari aktivitas kosmopolis
bahari pada masa tersebut. Kesultanan dunia Islam menggantikan periode
Banten segera dapat menempatkan diri kosmopolis Buddha yang mulai runtuh sejak
dalam aktivitas ledakan ekonomi global abad ke-14. Kosmopolis Islam inilah yang
pada abad ke-16 yang sangat ditunjang oleh menjadi awal dari kebangkitan ekonomi,
kebangkitan kosmopolitanisme perdagangan perdagangan, politik, dan pengetahuan
Islam di wilayah Samudera Hindia. Islam di wilayah Samudera Hindia hingga
Kesultanan Banten tidak saja Laut Timur Tiongkok. Perlawanan terjadi
memanfaatkan jaringan perdagangan yang terhadap struktur-struktur lama dinasti-
telah dibangun oleh Banten Girang, tetapi dinasti Hindu-Buddha dan menggantinya
juga mereka memanfaatkan perdagangan dengan dinasti Islam yang berkembang
dan budi daya lada yang sejak abad ke-13 secara universal ketika itu. Pierre Beaujard
merupakan komoditas ekspor utama Banten menyebutkan bahwa perkembangan Islam
Girang. Perdagangan dan budi daya lada di kawasan Asia Tenggara telah turut
inilah yang menjadi fondasi utama dalam menciptakan berkembangnya “Kesultanan
pembangunan Banten pada periode awal Niaga” (Merchant Sultanate) di sepanjang
kesultanan. Lada merupakan komoditas garis-garis pantai. Kosmopolis Islam yang
paling menguntungkan ketika itu juga telah berkembang di atas reruntuhan Kosmopolis
membantu kesultanan dalam membangun Buddha di Nusantara menurut Beaujard telah
hegemoni politiknya di wilayah barat mendorong terciptanya jaringan-jaringan
Pulau Jawa. Pemindahan Ibu Kota Banten perdagangan antara kota-kota niaga dan
ke wilayah pesisir yang dilakukan oleh kota-kota produksi yang lebih luas dari
Maulana Hasanuddin setelah penaklukan masa sebelumnya. Jaringan ini menciptakan
Ibu Kota Banten Girang yang berada di suatu jalinan yang saling berkesinambungan
wilayah pedalaman menjadi titik sentral sehingga kemakmuran terjadi di hampir
dalam menempatkan Kesultanan Banten kota-kota pesisir di Nusantara. Proses
untuk terlibat dalam aktivitas perdagangan pembentukan jaringan perdagangan ini
global. Sony Wibisono menyampaikan diciptakan baik melalui jalan damai maupun
bahwa pemindahan ibu kota ke wilayah invasi melawan kekuatan-kekuatan yang telah

246
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

mapan. Lalu lintas perdagangan berbagai Nusantara maupun pelabuhan-pelabuhan


komoditas hasil bumi maupun industri untuk lain dari berbagai kawasan atau pelabuhan di
memenuhi permintaan dua pasar besar pada Samudera Hindia.
masa itu, yakni Tiongkok dan Timur Tengah
yang merupakan esensi penting dari ledakan DAFTAR PUSTAKA
ekonomi pada masa tersebut. Lada dan Ariwibowo, Gregorius Andika. (2021).
rempah-rempah menjadi komoditas utama Perniagaan Bahari Sriwijaya pada Masa
yang mewarnai aktivitas niaga ini. Pada Dinasti Song. Jurnal Panalungtik Vol. 4
periode-periode setelah berdirinya Dinasti No. 2, Desember 2021, hlm. 75 – 96.
Islam di Banten pada tahun 1530, lada dan Beaujard, Philippe. (2019). The Worlds of
rempah-rempah akan membawa kota-kota the Indian Ocean: A Global History,
niaga Islam di Nusantara pada puncak- Volume II: From the Seventh Century to
puncak kejayaan baharinya, sekaligus juga the Fifteenth Century CE. Cambridge:
akan membawa petaka dan kehancuran yang Cambridge University Press.
tidak pernah terbayangkan sejak masa-masa Chaudhuri, K.N. (1985). Trade and Civilisation
sebelumnya dengan kehadiran para pedagang in Indian Ocean: an Economic History
dan kolonialis Eropa (Beaujard, 2019 (Vol. from Rise of Islam to 1750. Cambridge:
II): 496-514). Cambridge University Press.
Christie, Jan Wisseman. (1998). Javanese
PENUTUP Markets and the Asian Sea Trade Boom
Wilayah Banten pada masa sebelum of the Tenth to Thirteenth Centuries
berdirinya Kesultanan Banten pada tahun A.D. Journal of the Economic and
1527 telah memainkan posisi penting Social History of the Orient Vol. 41;
dalam arus dan jaringan perdagangan di Iss. 3, hlm. 344-381.
kawasan perairan Nusantara. Produksi Cortesao, Armando. (1944). The Suma
lada yang menjadi komoditas utama yang Oriental of Tome Pires and The Book of
menjadikan Banten pada masa Banten Girang Fransisco Rodrigues (Vol.1). London:
memperoleh kegemilangan dalam aktifitas Hakluyt Society.
perdagangan lintas bahari ketika itu seiring Guillot, Claude. (2011 (2008). Banten:
dengan meningkatnya permintaan lada untuk Sejarah dan Peradaban Abad X –
pasar global terutama dari Tiongkok dan XVII. Jakarta: Kepustakaan Populer
Mediterania. Letak strategis Selat Sunda Gramedia.
yang menjadi salah satu zona bahari utama Guillot, Claude., Lukman Nurhakim, dan
di wilayah Asia Tenggara turut menjadi Sonny Wibisono. (1996). Banten
faktor pendukung berkembangnya Banten Sebelum Zaman Islam Kajian
Girang dalam lalu lintas perdagangan. Arkeologi di Banten Girang 932? –
Masyarakat Banten Girang diperkirakan juga 1526. Jakarta: Departemen Pendidikan
telah membangun jaringan-jaringan bahari dan Kebudayaan.
dengan para pedagang dari berbagai bangsa Gung Wu, Wang. (1958). “The Nanhai Trade:
sehingga menjadikan Pelabuhan Banten A Study of The Early History of Chinese
Girang ketika itu bukan saja menjadi tempat Trade in The South China Sea”. Journal
singgah melainkan juga menjadi entreport of the Malayan Branch of the Royal
yang menjual berbagai produk-produk Asiatic Society, Vol. 31, No. 2 (182),
perdagangan penting dari berbagai kawasan hlm. 1, 3-135.

247
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

Hall, Kenneth R. (2011). A History of Early Meilink-Roelofsz, M. A. P., (1962). Asian


Southeast Asia: Maritime Trade and Trade and European Influence: In the
Societal Development, 100–1500. Indonesian Archipelago Between 1500
Plymouth: Rowman & Littlefield and about 1630. The Hague: Martinus
Publishers, Inc. Nijhoff.
_____________. (2014). “European Miksic, John. “Introduction” dalam Dashu,
Southeast Asia Encounters with Islamic Qin dan Yuan Jian. (2015). Ancient
Expansionism, circa 1500–1700: Silk Trade Routes: Selected Works
Comparative Case Studies of Banten, from Symposium on Cross Cultural
Ayutthaya, and Banjarmasin in the Exchanges and Their Legacies in Asia.
Wider Indian Ocean Context”. Journal Singapore: World Scientific. (Hlm.
of World History, Volume 25, Numbers 1-17).
2-3, June/September 2014, hlm. 229- Mills, J.V. (1979). “Chinese Navigators in
262. Insulinde about A.D. 1500”. Archipel,
Jack-Hinton, C. (1964). Marco Polo in volume 18, 1979. Commerces et navires
South-East Asia: A preliminary dans les mers du Sud, hlm. 69-93.
essay in reconstruction. Journal of Mills, J.V.G dan Feng Chen Chun. (1979).
Southeast Asian History, 5(2), 43-103. Ma Huan: Ying-Yai Sheng-Lan ‘The
doi:10.1017/S0217781100000946 Overall Survey of The Ocean’s Shores’.
Hirth, Friedrich dan W.W. Rockhill. (1911). Cambridge: Cambridge University
Chau Ju-kua: On the Chinese and. Arab Press/ The Hakluyt Society.
Trade in the Twelfth and Thirteenth Pigeaud, Theodore G. Th., dan H. J. De
Centuries. St. Petersburg: Printing Graaf. (1976). Islamic States in Java
Office of the Imperial Academy of 1500-1700. Amsterdam: Springer
Sciences. Netherlands.
Ju-Kang, Tien. (1981). “Chêng Ho’s Voyages Rockhill, W.W. (1914). “Notes on the
and the Distribution of Pepper in Relations and Trade of China with the
China”. Journal of the Royal Asiatic Eastern Archipelago and the Coast of
Society, Volume 113, Issue 2, (April the Indian Ocean During the Fourteenth
1981), hlm. 186-197. Century (part I)”. T’oung Pao, Volume
Jung-Pang, Lo dan Bruce A. Elleman (eds). 15: Issue 1, (1 January 1914), hlm. 419-
(1957 (2012, rev.)). China as a Sea 447.
Power, 1127-1368: A Preliminary ____________ (1915). “Notes on the Relations
Survey of the Maritime Expansion and Trade of China with the Eastern
and Naval Exploits of the Chinese Archipelago and the Coast of the Indian
People during the Southern Song and Ocean During the Fourteenth Century:
Yuan Periods. Hongkong: Hongkong Java and The Eastern Archipelago (part
University Press. II)”. T’oung Pao, Volume 16: Issue 1, (1
Komroff, Manuel. (1926). The Travels of January 1915), hlm. 236-271.
Marco Polo. New York: The Modern Sen, Tansen. (2003). Buddhism, Diplomacy,
Library. and Trade: The Realignment of Sino-
Lombard, Denys. (2005). Nusa Jawa: Silang Indian Relations, 600-1400. Honolulu:
Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian Association for Asian Studies, Inc and
II: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia University of Hawai’i.
Pustaka Utama.

248
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 8 No. 2, Desember 2022: 229—249

__________. (2014). “Maritime Southeast Ueda, Kaoru. (2015). “An Archaeological


Asia between South Asia and China to Investigation of Hybridization in
The Sixteenth Century”. TRaNS: Trans Bantenese and Dutch Colonial
-Regional and -National Studies of Encounters: Food and Foodways in
Southeast Asia / Volume 2 / Issue 01 / The Sultanate of Banten, Java, 17th-
January 2014, hlm. 31 – 59. Early 19th Century”. Dissertation.
_________. (2018). “Yijing and the Buddhist Boston University Graduate School of
Cosmopolis of the Seventh Century” Arts and Sciences.
dalam Saussy, Haun (eds.). (2018). In Wibisono, Sonny. (2013). Bina Kawasan di
Texts and Transformations: Essays in Negeri Bawah Angin: Dalam Perniagaan
Honor of the 75th Birthday of Victor H. Kesultanan Banten Abad Ke-15-17.
Mair. Amherst: Cambria. Kalpataru, Majalah Arkeologi Vol. 22
Sumanto Al Qurtuby. (2009). “The Tao of No. 2, November 2013: 61-122.
Islam: Cheng Ho and the Legacy of Yung-Hao, Ts’ao. (1982). “Pepper Trade In
Chinese Muslims in Pre-Modern Java”. East Asia”. T’oung Pao, LXVIII, 4-5
Studia Islamika, Vol. 16, No. 1, 2009, (1982), hlm. 221-247.
hlm. 51-78.
Sung-Il, Jeong. (2016). The Silk Road:
Encyclopedia. Seoul: Seoul Selection.

249

You might also like