You are on page 1of 17

PRAKTIKUM III

FILUM CRUSTACEA

OLEH:

NAMA : AMDES MAHMUDAH


NIM : I1B121032
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN PEMBIMBING : SITI NUR SYAFIKA BINTI ARDI

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
FILUM CRUSTACEA

1
Amdes Mahmudah dan 2Siti Nur Syafika Binti Ardi
1
Jurusan Budidaya Perairan, Btn Puri Tawang Alun, amdesmahmuda@gmail.com
2
Jurusan Budidaya Perairan, Jln. Lalombaku, Btn Alam Salsabila 2,
snsyafika@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air merupakan organisme yang tidak mempunyai tulang belakang dan
sebagian atau seluruhnya habitatnya di perairan, salah satu filum di dalam avertebrata
yaitu Crustacea adalah hewan bercangkang yang banyak terdapat di air tawar dan air
laut. Crustacea atau udang - udangan adalah suatu kelompok besar dari artropoda,
terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan. Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Desember 2022 Pukul 10.00-12.00 WITA di
Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tujuan praktikum avertebrata ini yaitu
untuk mengetahui struktur morfologi dan anatomi organisme pada filum crustacea.
Metode pengamatan yang dilakukan dengan mengamati secara langsung struktur
morfologi dan membelah organisme untuk di amati struktur anatomi pada organisme
tersebut. Metode pengamatan dilakukan yaitu mengambil bahan dan meletakkannya
di baki, kemudian bahan tersebut diletakan di kertas laminating untuk diamati
morfologi dan anatominya, setelah diamati foto menggunakan kamera. Hasil
pengamatan pada struktur morfologi Kepiting Bakau (S. serrata) terdapat mata,
antena, capit, propondus, capus, merus, karapaks, kaki renang dan kaki jalan.
Sedangkan struktur anatominya terdapat heart, kidney, brain, testis, claws. Struktur
morfologi pada Kepiting Rajungan (P. pelagicus) terdapat mata, antenna, capit,
propondus, capus, merus, karapaks, kaki jalan dan kaki renang. Sedangkan pada
struktur anatominya terdapat hearth,. brain, kidney, testis, dan claw. Struktur
morfologi pada Udang Windu (Penaeus monodon) terdapat mata, antenna, antenulla,
kaki renang, kaki jalan, telson, rostrum dan karapaks. Sedangkan pada struktur
anatominya terdapat lambung, jantung, usus dan otak. Hasil pengamatan secara
morfologi pada organisme Lobster Batik (Panulirus longipes), memiliki mata
mejemuk, antena, antenulla, cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson.
Anatominya terduiri dari perut, mata, otak, dan usus.
Kata Kunci : Anatomi, Antena, Crustacea, Karapaks, Morfologi, Telson.
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata air adalah hewan air yang tidak mempunyai tulang belakang.
Avertebrata air mempunyai bentuk yang beragam dan dapat di jumpai mulai dari
yang berukuran mikro meter sampai yang berukuran meter. Dari lingkungan
hidupnya ada yang di darat, laut maupun payau, bahkan di daerah ekstrim seperti
danau garam. Avertebrata air terbagi menjadi tujuh filum salah satu diantaranya yaitu
filum crustacea (Haris, 2016).
Filum crustacea pada umumnya merupakan organisme aquatik, Crustacea
berasal dari bahasa Latin, yaitu crusta yang berarti cangkang yang keras. pembagian
tubuh terdiri dari kepala, dada, dan perut. Bagian kepala dan dada menyatu yang
disebut cephalothorax. Di bagian kepala terdapat sepasang antenula, sepasang
mandibula, dan dua pasang maksila. Crustasea adalah hewan dengan kaki beruas-
ruas, berukuku dan bersegmen. (Setiawan et al., 2019).
Crustasea mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sebagaian besar
Malacostraca di manfaatkan manusia sebagai makanan yang kaya protein hewani,
contohnya udang, kepiting, dan lobster. Kelas Entomostraca juga di manfaatkan
manusia sebagai pakan ikan untuk industry perikanan. (Prananta, 2017).
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang memiliki potensi sebagai penyangga kehidupan masyarakat terutama bagi
nelayan sekala kecil (small scale fisheries). Kepiting bakau (Scylla serrata) termasuk
sumberdaya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting dan
mempunyai harga yang mahal. Jenis kepiting bakau (Scylla serrate) ini disenangi
masyarakat karena bernilai gizi tinggi dan mengandung berbagai nutrien penting
(Oktamalia et al., 2017).
Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) adalah kelompok kepiting dari
famili Portunidae yang merupakan bagian Crustace dari kelas Malacostraca dan
ordo Decapoda. Decapoda telah banyak menjadi obyek penelitian karena mempunyai
nilai ekonomis sangat tinggi dan memiliki keragaman jenis yang cukup besar.
Sebaran Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) meliputi perairan pantai tropis di
sepanjang Samudera Hindia bagian barat, timur Samudera Pasifik dan Indo-Pasifik
barat (Ernawati et al., 2014). Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) memiliki
habitat di daerah tepi pantai dan pesisir serta hidup pada substrat yang berpasir dan
berlumpur, sehingga menyebabkan Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) banyak
dimanfaatkan secara langsung oleh nelayan karena dekat dengan tepi pantai dan
memiliki nilai ekonomis tinggi (Sara et al., 2016).
Udang windu (Panaeus monodon) termasuk kedalam ordo decapoda, famili
penaeidae, genus penaeus, spesies Penaeus monodon. P. monodon terdiri dari dua
bagian yaitu bagian kepala yang dilindungi oleh cangkang kepala. Bagian depan
merincing dan melengkung membentuk huruf “S” yang disebut rostum. Pada bagian
rostum terdapat 7 gerigi, bagian kepala lainnya yaitu mempunyai sepasang mata
majemuk bertangkai, sepasang sirip kepala, 5 pasang kaki jalan, sepasang alat
pembantu rahang, sepasang antena dan 2 pasang antenula (Harahap et al., 2017).
Lobster Batik (Panulirus longipes) merupakan salah satu spesies ekonomis
penting dan menjadi komoditas ekspor. Lobster Batik (Panulirus longipes)
merupakan salah satu target tangkapan utama nelayan, karena harga jual lobster Batik
(Panulirus longipes) yang sangat tinggi. Tingginya intensitas penangkapan dan
banyaknya jumlah nelayan lobster Batik (Panulirus longipes) menyebabkan kurang
adanya pengelolaan terhadap ketersediaan stok lobster Batik (Panulirus longipes) di
perairan. Kurangnya pengendalian intensitas penangkapan juga menyebabkan ukuran
rata - rata lobster Batik (Panulirus longipes) yang tertangkap semakin kecil. Ukuran
yang semakin kecil menyebabkan nilai ekonomis lobster Batik (Panulirus longipes)
semakin rendah. Kurangnya informasi mengenai musim puncak penangkapan lobster
Batik (Panulirus longipes) juga menyebabkan usaha penangkapan pada bulan – bulan
tertentu mengalami penurunan produksi. Melihat kondisi tersebut maka diperlukan
studi mengenai aspek biologi lobster Batik (Panulirus longipes) terutama pada
pertumbuhan, laju mortalitas, dan pola rekrutmen lobster Batik (Panulirus longipes)
tersebut (Bakhtiar et al., 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan praktikum mengenai
filum Crustacea, agar lebih menambah pengetahuan tentang morfologi maupun
anatomi organisme dari filum Crustacea.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui filum Crustacea secara
morfologi dan anatomi filum Crustacea.
Manfaat pada praktikum filum Crustacea adalah sebagai bahan masukan
untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum
Crustacea.
II. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Desember 2022 Pukul


10.00-12.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum filum Crustacea yaitu pisau bedah
(Scalpel) yang digunakan untuk membedah objek pengamatan, mistar digunakan
untuk mengukur panjang objek yang di amati, baki (Dissecting-pan) untuk
menyimpan organisme yang diamati, pinset untuk menjepit organisme, kamera untuk
memotret organisme yang diamati, kertas laminating sebagai alas meletakkan objek,
toples sebagai wadah untuk organisme, kertas HVS sebagai alat tulis.
Bahan yang digunakan berupa tisu untuk membersihkan alat dan
organisme yang digunakan sebagai objek pengamatan adalah Kepiting Bakau (Scylla
serrata), Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Udang Windu (Penaeus
monodon), Lobster Batik (Panulirus longipes).

C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan yang dilakukan pada pratikum ini yaitu menyiapkan alat
dan bahan, meletakan organisme diatas kertas laminating kemudian
didokumentasikan, diamati bentuk morfologinya dan digambar, kemudian dilakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya, selanjutnya membuat laporan sementara
terakhir membersihkan dan merapikan alat dan bahan.
III. HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi, filum Crustacea pada organisme


Lobter Batik (P. longipes), Udang Windu (P. monodon) Kepiting Rajungan (P.
pelagicus) dan Kepitinng Bakau (S. serata), dapat dilihat pada Gambar 1 sampai 8
berikut ini.

Gambar 1. Morfologi Lobster Batik Gambar 2. Anatomi Lobster Batik


(P. longipes) (P. longipes).
Keterangan: Keterangan:
1. Mata majemuk 1. Mulut
2. Karapas 2. Usus
3. Kaki renang 3. Otak
4. Telson 4. Perut
5. Uropoda
6. Kaki jalan
7. Antena
8. Antenule
Gambar 3. Morfologi Udang Windu Gambar 4. Anatomi Udang Windu
(P. monodon) (P. monodon)
Keterangan: Keterangan:
1. Antenula 1. Mulut
2. Rostrum 2. Usus
3. Mata 3. Otak
4. Kepala 4. Perut
5. Perut
6. Kapala dada
7. Antenna
8. Pereiopod
9. Pleopod
10. Uropod
11. Telson
Gambar 5. Morfologi Kepiting Rajungan Gambar 6. Anatomi Kepiting Rajungan
(P. pelagicus) (P. pelagicus)
Keterangan: Keterangan:
1. Mata 1. Gastric osicalis
2. Propudus 2. Branchial camber
3. Carpus 3. Ostia
4. Merus 4. Gonad
5. Karapas 5. Digestive ceum
6. Kaki renang
7. Kaki jalan
8. Dactius
Gambar 7. Morfologi Kepiting Bakau Gambar 8. Anatomi Kepiting Bakau
(S. serrate) (S. serrate)
Keterangan: Keterangan:
1. Mata 1. Gastric osicalis
2. Propudus 2. Branchial camber
3. Carpus 3. Ostia
4. Merus 4. Gonad
5. Karapas 5. Degestive ceum
6. Kaki renang
7. Kaki
8. Dactius
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lobster


Batik (P. longipes), memiliki mata mejemuk, antena, antenulla, cephalotoraks, perut,
kaki jalan, kaki renang dan telson. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Febriani,
(2020) bahwa Lobster Batik (P. longipes) memiliki tubuh yang beruas- ruas seperti
udang. pada bagian badan berbentuk beruas-ruas yang dilengkapi dengan lima pasang
kaki renang. Ujung anterior mengandung rostrum median yang runcing dengan mata
majemuk yang bertangkai atau tidak di setiap sisi. Mulut terletak ventral, dikelilingi
oleh bagian mulut khusus, dan anus terbuka secara ventral di telson median yang
besar di ujung abdomen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rombe et al., (2018)
bahwa morfologi Lobster Batik (P. longipes), lobster memiliki banyak duri-duri kecil
dan segmen pada bagian badannya sehingga akan membuat lobster sulit bergerak
keluar dari alat perangkap.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster Batik
(P. longipes) memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hickman, (2021) bahwa anatomi dari kelompok hewan crustacea dikategorikan
berdasarkan sistem organ yaitu, sistem sirkulasi meliputi jantung, sistem respirasi
berupa insang, sistem pencernaan, mulut, perut, rektum dan anus serta memiliki
sistem reproduksinya secara seksual atau alat kelamin (gonad). Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan Rusmadi et al., (2013) bahwa hasil pengamatan anatomi organ
dalam dari kepiting diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus, telur,
dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai sistem peredaran darah.
Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Kelenjar pencernaan
berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi Udang Vanname (L. vannamei),
dapat diketahui bentuk morfologi yaitu antenlle, rostrum, mata, kepala, perut,
scapocerix, antena, pereiopod, pleopod, uropod, telson. Bagian kepala udang putih
menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5
ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri
dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang)
yang beruas-ruas pula. pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu
telson yang berbentuk runcing. Antena dan antenula mempunyai fungsi sebagai organ
sensor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus, (2011) bahwa Udang Vanname (L.
vannamei) mempunyai tubuh dari udang ini sudah mengalami modifikasi sehingga
dapat digunakan untuk makan, bergerak, menopang insang karena struktur insang
udang mirip bulu unggas dan juga digunakan sebagai organ sensor seperti pada
antena dan antenula. Hal ini selaras dengan pernyataan Aulia, (2018) bahwa
morfologi Udang Vaname (L. vannamei) memiliki tubuh yang ditutupi kulit tipis
keras dari bahan chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki berwarna
putih. Tubuh udang Vaname (L. vannamei) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
bagian cephalotorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang
terdiri atas perut dan ekor. Cephalotorax dilindungi oleh kulit chitin yang tebal atau
disebut juga dengan karapas (carapace). Abdomen terdiri atas enam ruas dan satu
ekor (telson). Bagian rostrum bergerigi dengan 9 gerigi pada bagian atas 4 dan 2
gerigi pada bagian bawah. Sementara itu, di bawah pangkal kepala terdapat sepasang
mata. Udang Vaname (L. vannamei) memilik 10 pasang kaki terdiri dari 5 pasang
kaki jalan dan 5 pasang kaki renang (kaki yang menempel pada perut udang). Di
bagian kepala terdapat antena, antenula, flage antena, dan dua pasang maksila. Tubuh
Udang Vaname (L. vannamei) dilengkapi dengan 3 pasang maxipiled yang sudah
mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bagian perut Udang
Vaname (L. vannamei) terdapat sepasang uropoda (ekor) yang berbentuk seperti
kipas.
Hasil pengamatan terhadap morfologi udang windu (P. monodon)
didapatkan bahwa mempunyai sepasang mata majemuk bertangkai, sepasang sirip
kepala, kaki jalan, sepasang alat pembantu rahang, sepasang antena dan antenula. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Harahap et al., (2017), yang menyatakan bahwa P.
monodon terdiri dari dua bagian yaitu bagian kepala P. monodon dilindungi oleh
cangkang kepala. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf “S”
yang disebut rostum. Pada bagian rostum terdapat 7 gerigi, bagian kepala lainnya
yaitu mempunyai sepasang mata majemuk bertangkai, sepasang sirip kepala, 5
pasang kaki jalan, sepasang alat pembantu rahang, sepasang antena dan 2 pasang
antenula.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap struktur anatomi udang windu (P.
monodon) yang teramati yaitu terdiri atas mouth yang berfungsi untuk memasukan
makanan, intestine atau usus berfungsi untuk mencerna makanan, brain atau otak
berfungsi sebagai pusat sistem saraf, stomach atau perut berfungsi sebagai tempat
organ dalam. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Maharani et al., (2018), bahwa
mulut udang dikelilingi oleh beberapa pasang alat tambahan yang disebut alat-alat
mulut. Dari mulut berlanjut ke esofagus, lambung yang terdiri dari bagian kardiak
dan bagian pilorik, terus ke usus dan anus. Lambung kardiak mengandung alat-alat
penggerus makanan. Kelenjar digesti (kelenjar hepatik) mengeluarkan sekret
enzimatis ke dalam lambung pilorik. Udang bernafas dengan menggunakan insang
serta jantung terdapat di sebelah dorsal, dalam sebuah perikardium.
Berdasarkan hasil pengamatan pada anatomi Kepiting Rajungan (P.
pelagicus) yaitu gastric osicalis, branchial camber, ostia, gonad, digestive ceum.
Secara anatomi Kepiting Rajungan (P. pelagicus) memiliki telur atau gonad.
Banyaknya telur pada Kepiting Rajungan (P. pelagicus) sangat bergantung pada besar
ukuran induknya. Tingkat kematangan gonad itu ada 4 tahap, yaitu di awali dengan
adanya tanda perkembangan makropis pada gonad, gonad belum masak (immature),
gonad menjelang matang (maturing) dan gonad matang (mature). Hal tersebut sesuai
dengan pernyatan Pratiwi, (2021) bahwa anatomi atau organ dalam dari Kepiting
Rajungan (P. pelagicus) yaitu, gonad jantung, insang, ruang insang, usus, hati, dan
kelenjar pencernaan. Hal ini selaras dengan pernyataan Pristya et al., (2015) bahwa
rajungan (P. pelagicus) memiliki empat tingkat kematangan gonad yaitu di awali saat
pertama kali belum adanya tanda perkembangan secara maskropis pada gonad,
selanjutnya gonad belum masak (immature), kemudian gonad menjelang matang
(maturing) dan akhirnya telur matang (mature). Tingkat perkembangan gonad saat
telur berada pada abdomen induk (ovigerous) juga dapat ditentukan berdasarkan
perubahan warna yang terjadi pada telur dan muncul tidaknya bagian mata telur itu.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Kepiting Bakau (S. serrata) struktur
morfologi tubuhnya terdiri atas mata, antenna, capit, propondus, capus, merus,
karapaks, kaki jalan dan kaki renang. Mata yang berfungsi sebagai alat penglihatan,
antenna, capit, propondus, juga terdapat karapaks yang ukurannya lebih besar dari
tubuhnya sehingga karapaks menutupi tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Nuridin, (2010) bahwa Kepiting Bakau (S. serrata) mempunyai ukuran karapas lebih
besar dari ukuran panjang tubuhnya dan permukaannnya agak licin. Di samping
kanan dan kirinya masing-masing terdapat 9 buah duri. Kepiting Bakau (S. serrata)
jantan mempunyai sepasang capit yang panjangnya dapat mencapai 2 kali lipat dari
panjang karapasnya sedangkan karapas pada betina lebih pendek. Kaki jalan
berfungsi sebagai alat untuk berjalan sedang kaki renang berfungsi sebagai alat
untuk berenang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ohoiulun, (2020) bahwa
kepiting bakau genus Scylla memiliki morfologi yang ditandai dengan bentuk karapas
yang oval bagian depan pada sisi. Karapas berwarna sedikit hijau kehijauan. kepiting
bakau (S. serrata), merupakan kelompok kepiting berenang yang dicirikan oleh
pasangan kaki-kaki belakang yang pipih.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme kepiting
bakau (S. serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Rusmadi et al., (2013) bahwa hasil pengamatan anatomi
organ dalam dari kepiting diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang insang, usus,
telur, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai sistem peredaran
darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat pernafasan. Kelenjar
pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Utina, (2013) bahwa berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam mulut
Kepiting Bakau terbuka dan terletak pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang
terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam memegang makanan dan juga
memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting Bakau (S. serrata) memiliki rangka
luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal ini menyebabkan
kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh makanan. Makanan
yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit, kemudian baru dimakan.
IV. PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada praktikum filum crustasea bahwa morfologi pada organisme


kepiting bakau (Scylla serrata), di dapatkan capit, badan, mata, manus, carpus,
karapas, kaki renang dan kaki jalan. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi
pada organisme kepiting bakau (Scylla serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal,
gonad, dan usus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme kepiting
rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa memiliki capit, mata, antena, karapas, lebar
karapas, kaki jalan, kaki renang dan duri akhir. Sedangkan hasil pengamatan secara
anatomi pada organisme kepiting rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa memiliki
jantung, testis, usus, ostia dan nank. Hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme lobster bambu (Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena,
antenulla, cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Dan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster Batik (Panulirus longipes)
memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Berdasarkan hasil pengamatan secara
morfologi Udang Windu (P. monodon) mempunyai sepasang mata majemuk
bertangkai, sepasang sirip kepala, kaki jalan, sepasang alat pembantu rahang,
sepasang antena dan antenula. Dan hasil pengamatan secara anatomi pada Udang
Windu (P. monodon) terdiri atas mouth, intestine atau usus, brain atau otak, stomach
atau perut.

B. Saran

Saran saya pada praktikum selanjutnya agar lebih baik lagi dan asisten
membimbing praktikan dengan baik begitu pula dengan praktikan agar lebi tenang
dan tidak terlalu ribut didalam laboratorium agar tetap kondusif dan praktikum bisa
berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, A., Sentosa., & Syam, A. R. 2011. Sebaran temporal faktor kondisi kepiting
bakau (scylla serrata) di perairan pantai mayangan,kabupaten subang, jawa
barat. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.). vol.13 (1): 35-43.
Aulia, D. 2018. Budidaya Udang Vaname. Amafrad press. Kota Agung.
Bakhtiar, M. N., Solichin, A., & Saputra, W. S. 2013. Pertutumbuhan dan Laju
Mortalitas Lobster Batu Hijau (Panulirus homarus) di Perairan Cilacap Jawa
Tengah. Diponegoro Journal Of Maquares. Vol 2 (4):1-10.
Ernawati, T., Boer, M., & Yonvitner. 2014. Biologi Populasi Rajungan (Portunus
pelagicus) di Perairan Sekitar Pati Jawa Tengah. Jurnal Bawal. Vol. 6(1):31-
40
Harahap, R, F., Kardhinata, H, E., dan Mutia, H. 2017. Inventarisasi Jenis Udang Di
Perairan Kampung Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
Sumatera Utara. Jurnal Biolink. Vo. 3(2): 92-102.
Husin, A. 2022. Penentuan Kadar Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) pada Ikan
Belanak dan Kepiting Rajungan Di Perairan Benoa Kabupaten Badung Secara
Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Skripsi. Malang.
Maharani, G., Sunarti., Triastuti, J., & Juniastuti, T. 2018. Kerusakan dan Jumlah
Hemosit. Udang Windu (Penaeus monodon) Yang Mengalami Zoothamniosis.
Vol.1(1):26.
Oktamalia., Aprianto, E., & Hartono, D. 2018. Potensi Kepiting Bakau (Scyllas spp)
pada Ekosistem Mangrove di Kota Bengkulu.
Pranata, B., Vera, S., & Suhaemi. 2017. Aspek Biologi Dan Pemetaan Daerah
Penangkapan Lobster Daerah Penangkapan Lobster (Panulirus Spp) Di
Perairan Kampung Akudiomi Distrik Yaur Kabupaten Nabire. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik. Vol 1(1) .
Pratiwi, B. W., Nuraini, T. A. R., & Widya, N. 2021. Kajian Morfometri Rajungan
(Portunus pelagicus) Linnaeus 1758 (crustacea:portunidae) Pada Dua Fase
Bulan yang Berbeda di Perairan Desa Tunggul Sari Rembang. Journal Of
Merine Research. vol 10(1):109-116.
Purwanti, A, & Yusuf, M. 2014. Evaluasi Proses Pengolahan Limba Kulit Udang
Untuk Meningkatkan Mutu Kitosan yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi. Vol 7
(1):83-90.
Sara, L., Muskita, W. H., Astuti, O., & Safilu. 2016. The reproductive biology oblue
swimming crab Portunus pelagicus in Southeast Sulawesi Waters, Indonesia.
AACL Bioflux. 9(5):1101-1112.
Setiawan, J., & Fujianor, M. 2019. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Permukaan
Tanah di Desa Banua Rantau Kecamatan Banua Lawas. Jurnal Pendidikan
Hayati. Vol 5(1).
Utina, R. 2013. Deskripsi Perbedaan Jumlah Individu Kepiting Bakau Scylla Serrata
dan Uca sp. Serta Hubungannya dengan Faktor Lingkungan Pada Ekosistem
Mangrove Di Desa Bulalo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
Laporan Hasil Penelitian. Gorontalo.

You might also like