Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
ABSTRAK
Manajemen profesional pelayanan publik harus lebih berorientasi pada tujuan paradigma
pemerintahan yang didasarkan pada pendekatan manajemen baru, baik secara teori maupun praktis.
Secara bersamaan, paradigma dari tujuan pemerintahan diharapkan dapat menghilangkan praktek
bahwa birokrasi Weberian adalah negatif seperti struktur birokrasi hierarkhikal yang menghasilkan
biaya operasional lebih mahal (ekonomi biaya tinggi) daripada manfaat yang diperoleh, prevalensi
birokrasi, kurangnya inisiatif dan kreativitas aparatur, pertumbuhan mediokratis budaya (sebagai lawan
dari budaya meritokratis) dan in-efisiensi. Oleh karena itu, institusi pelayanan publik dapat dilakukan
oleh pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Jika pemerintah, organisasi birokrasi pemerintah adalah
garis depan organisasi (jalan birokrasi tingkat) terkait dengan pelayanan publik. Jika non-pemerintah,
kemudian membentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat
dan organisasi masyarakat sipil yang lain. Siapapun pelayanananya bentuk kelembagaan, hal yang paling
penting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan kepentingan.
102
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
103
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
104
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
dipergunakan untuk menunjuk pada peruba- perubahan yang besar pada orientasi
han besar dalam struktur pekerjaan, dengan administrasi negara tradisional menuju ke
jumlah pekerjaan-pekerjaan professional, perhatian yang lebih besar pada pencapaian
atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white hasil dan pertanggung jawaban pribadi
collar jobs) yang meningkat secara relative pimpinan. Kedua, keinginan untuk keluar dari
dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
lainnya, baik sebagai akibat perluasan kelom- pegawai, masa pengabdian dan kondisi peker-
pok pekerjaan yang sudah ada ataupun seba- jaan yang lebih luwes. Ketiga, tujuan organisasi
gai akibat munculnya pekerjaan-pekerjaan dan individu pegawai disusun secara jelas
baru di bidang jasa. Kedua, dipergunakan sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok
dalam arti yang hampir sama dengan pening- ukur prestasi lewat indikator kinerjanya
katan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengu- masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi
payakan adanya pengaturan rekrutmen dan program-programnya. Keempat, staf pimpi-
praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. nan yang senior dapat memiliki komitmen
Ketiga, memandang professionalisasi sebagai politik kepada pemerintah yang ada, dan
suatu proses yang jauh lebih rumit yang dapat pula bersikap non partisan dan netral.
menunjuk pada suatu pekerjaan dengan Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai
sejumlah atribut prinsip-prinsip professional lewat uji pasar (market test) seperti misalnya
yang merupakan unsur-unsur pokok profe- dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus
sionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu disediakan atau ditangani sendiri oleh
proses dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pemerintah. Keenam, mengurangi peran-
pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan peran pemerintah misalnya lewat kegiatan
organisatoris yang dapat diramalkan menuju privatisasi. Ketujuh, birokrasi harus steril dari
bentuk akhir profesionalisme. akomodasi politik yang menghambat efektivi-
Terkait dengan penyelenggaraan peme- tas pemerintahan. Kedelapan, rekruitmen dan
rintahan, birokrasi sebagai ujung tombak penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari
pelaksana pelayanan publik mencakup ber- kolusi, korupsi dan nepotism.
bagai program-program pembangunan dan Penerapan pendekatan manajemen pro-
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. fesional pada sektor publik telah banyak di-
Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang suarakan para pakar dengan berbagai label,
dimaksudkan untuk melaksanakan tugas- misalnya dengan nama “managerialism” oleh
tugas umum pemerintahan dan pembangunan Pollitt (1990), “new public management” oleh
tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda Hood (1991), “market based public adminis-
oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyele- tration” oleh Lan dan Rosenbloom (1992), dan
nggarakan tugas pemerintahan dan pemba- “entrepreneurial government/reinventing Gov-
ngunan (termasuk di dalamnya penyeleng- ernment” oleh Osborn dan Gaebler (1992).
garaan pelayanan publik) diberi kesan adanya Apapun label yang dipergunakan, yang jelas
proses panjang dan berbelit-belit apabila pendekatan manajemen profesional ini telah
masyarakat menyelesaikan urusannya berkai- merubah orientasi fokus peran dan fungsi
tan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. birokrasi dalam pemerintahan yang semula
Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra lebih mementingkan “process” menuju ke
negatif yang tidak menguntungkan bagi per- “product”, atau dari “ rule governance” menuju
kembangan birokrasi itu sendiri (khususnya ke “goal governance”.
dalam hal pelayanan publik).
C. KOMPARASI RULE GOVERNANCE DAN
B. STRATEGI PENDEKATAN GOAL GOVERNANCE
ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
105
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
segi kelemahan dan kelebihannya masing- Osborn dan Gaebler sebenarnya telah meng-
masing. Kelemahan rule governance, misalnya, hapus atau setidak-tidaknya telah membelot-
dianggap mempunyai penerapan peraturan kan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua
yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, nilai tersebut (lama dan baru) bisa disatu
pengawasan yang ketat, bersifat impersonal, padukan.
dan sebagainya, sehingga menjadikan biro- Kritik lain, misalnya dari Pollitt (dalam
krasi sebagai “mesin rasional” yang mencip- Hughes, 1994) yang meragukan penerapan
takan perilaku aparat yang formal dan robotic prinsip-prinsip entrepreneurship di sektor
yang kurang peka terhadap nilai-nilai publik. Setidak-tidaknya ada dua hal yang
kemanusiaan dan lingkungan sosialnya. melemahkan konsep tersebut dengan
Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu mengatakan : “ First, the provider/consumer
rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifat- transactions in the public services tend to be
nya disfungsional, in-efesiensi dan bahkan notably more complex than those faced by the
konflik dengan masyarakat yang dilayani, costumer in a normal market; and second, pub-
karena sifat impersonal aparat birokrasi lic service consumers are never merely consum-
dalam memberikan pelayanan kepada masya- ers, they are always citizens too, and they has a
rakatnya. Demikian pula, aturan-aturan (rules) set of unique implications for the transactions”
sebagai sarana untuk mencapai tujuan (Pertama, transaksi, provider/konsumer
seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri. dalam pelayanan publik cenderung berada
Kelebihannya, menunjukkan semakin ting- pada sesuatu yang khusus dan lebih komplek
ginya tertib administrasi yang dicapai oleh daripada berhadapan dengan pelanggan di
birokrasi publik. pasar yang normal; Kedua, pengguna pelaya-
Adapun kelebihan goal governance yaitu nan publik tidak hanya konsumer saja,
meletakkan fokus utamanya pada “the achieve- mereka juga termasuk warga negara lain, dan
ment of result and taking individual responsi- mereka adalah bagian yang unik dari implikasi
bility for their achievement”. Tetapi ia juga suatu transaksi).
memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip Sehubungan dengan itu, menurut Hughes
manajemen baru itu hendak diterapkan di (1994) diperlukan adanya repositioning de-
sektor publik. Misalnya, sampai sekarang ngan menyusun agenda kebijakan reformasi
masih terjadi diskursus yang seru terhadap administrasi Negara dengan mensinergikan
10 prinsip dalam entrepreneurial government- orientasi rule governance dan goal governance.
nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka Hughes mengatakan: the best parts of the old
kemukakan dalam uraian yang sangat model professionalism, impartiality, high ethi-
provokatif yaitu Reinventing Government. cal standards, the absence of corruption can
Konsep pemerintahan entrepreneur be maintained, along with the improved perfor-
Osborn dan Gaebler yang mencoba menemu- mance a managerial model premises” (bagian
kan nilai-nilai baru (re-inventing) di bidang terbaik dari model profesionalisme lama
pemerintahan ternyata menurut Painter adalah sikap yang adil, standard etika yang
(1994) mempunyai kekuatan dan sekaligus tinggi, tingkat korupsi yang dapat dipantau,
kelemahan. Kritik Painter terhadap konsep bersamaan dengan bentuk dasar pemikiran
pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia model manajerialnya).
terlalu bias pada “new administrative values” Memahami perdebatan persoalan tatanan
yang lebih banyak menitik beratkan pada dan pertikaian (order and conflict) seperti
orientasi goal governance dengan meminggir- diatas, hingga kinipun para teoritisi sosiologi-
kan nilai-nilai administrasi klasik yang politik sering membandingkannya dengan
sebenarnya masih potensial yang berbasis perdebatan hubungan antara struktur dengan
pada rule governance. Painter menyebutnya tindakan. Berkenaan dengan persoalan ini,
bukannya reinventing government melainkan Sharrock dan Watson (1988) mengemukakan
pemerintahan yang sudah dalam keadaan sebagai berikut ; “What is the relationship be-
tertinggal (abandoning government), karena tween structure and agency? The two seem
ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
106
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
inimical: structure apparently means givenness, mengikat bagi semua golongan masyarakat.
constraint, stability, whilst agency seemingly Jadi kekuasaan adalah sarana bagi tercapainya
implies creativity, autonomy, fluidity. How, then, tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan.
do structure and agency relate in society: is it Atas dasar itu, menurut pandangan struk-
primarily one or the other? Does emphasis on turalis, konsentrasi kekuasaan adalah syah
structure marginalize or eliminate agency, does selama masyarakat memang menghendakinya.
emphasis on agency dispose of structure?”. Kritik terhadap hampiran ini adalah karena
Tampaknya, hubungan antara struktur kaum strukturalis terlalu menitik beratkan
dengan tindakan cenderung digambarkan pada struktur yang statis (statusquo) dengan
sebagai bersifat antagonistik. Struktur sering mengabaikan proses perubahan sosial yang
digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekua- terjadi, serta ketidak mampuannya mengatasi
tan penghambat, dan kestabilan. Sedangkan konflik secara efektif (Cohen, 1968; Gouldner,
tindakan cenderung menampakkan daya cipta, 1970; Abrahamson, 1978). Implikasi ham-
otonomi, dan ketidak stabilan. Karena itu, pen- piran strukturalis ini terhadap fenomena
ting untuk diajukan pertanyaan. Manakah birokrasi profesional menunjukkan bahwa
yang lebih mendasar, struktur atau tindakan? perubahan tindakan birokrasi merupakan ge-
Benarkan bila penekanan diberikan kepada rakan moral masyarakat yang menghendaki
struktur berarti menghilangkan atau meming- adanya suatu perubahan paradigma kinerja
girkan tindakan? Sebaliknya, benarkan bila birokrasi.
penekanan diberikan kepada tindakan berarti Berbeda halnya dengan pandangan aliran
membuang struktur begitu saja? struktural-konflik (Gramsci, Baran, Coser,
Benarkah bahwa tertib yang berlangsung dalam Turner, 1974); kelompok yang satu ini
dalam birokrasi selalu bersifat impersonal? justru melihat tindakan birokrasi sebagai
Benarkan bahwa para pejabat birokrasi suatu fakta sosial yang banyak diwarnai oleh
hanya tunduk kepada suatu tatanan yang men- dominasi politik, eksploitasi sosial, dan per-
jadi kiblat bagi segala tindakannya?. Mengapa kembangan ekonomi. Dominasi politik ditandai
birokrasi cenderung bertindak berbeda pada dengan suasana paksaan (coercion) yang
setting ruang dan waktu yang berbeda? menimbulkan intimidasi, propaganda dan
Apakah perubahan yang dilakukan oleh biro- indoktrinasi. Dominasi sosial ditandai dengan
krasi sesuai dengan fungsi reformasi yang supremasi golongan/ras/budaya yang
dikehendaki oleh masyarakat banyak, ataukah menyebabkan suasana hegemoni. Sedangkan
sekedar formalitas sebagai kewajiban struktu- dominasi ekonomi ditandai oleh eksploitasi
ral yang cenderung statusquo; atau hanya akibat ketimpangan distribusi alat produksi
sebagai mesin alat penggerak untuk memanipu- antara kepentingan kelas borjuasi dengan
lasi dan memobilisasi rakyat agar tunduk pada proletar.
kekuasaan birokrasi (machine bureaucracy)?. Implikasi pandangan aliran strukturalis
Pertanyaan-pertanyaan ini antara lain konflik ini terhadap fenomena birokrasi
dapat dijawab melalui pandangan kelompok: profesional menunjukkan bahwa perubahan
aliran strukturalis, aliran strukural-konflik, paradigma yang dilakukan oleh birokrasi
dan aliran strukturasi. Aliran strukturalis justru akan menimbulkan konflik baru (new
(Marx, 1942; Dahrendorf, 1959), berpanda- conflict) dalam tatanan kenegaraan, pemerin-
ngan bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah tahan dan kemasyarakatan.
sebagai fasilitas atau sumber sosial yang Menurut aliran strukturasi Giddens (dalam
dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama. Baert, 1998), mencoba mencari hubungan
Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk antara struktur dan aktor. Kelompok struktu-
memelihara ketertiban dan keseimbangan rasionis ini tidak memandang struktur dan
dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai atribut aktor atau agen sebagai dua hal yang
utama dalam sistem sosial berwujud kepe- dikotomis sehingga menghasilkan dualisme
mimpinan yang bertanggung jawab, tetapi struktur; sebaliknya dua hal tersebut saling
juga berbentuk keputusan-keputusan yang berhubungan secara dialektis dan kontinuum
ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
107
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
108
Vol. I, No. 2, Oktober 2011
DAFTAR PUSTAKA
Osborn, David and Gaebler, Ted, 1996,
Baert, Patrick, 1998, Social Theory Twentieth Mewirausahakan Birokrasi: Reinvent-
Century, Cambridge : Polity Press. ing Government, Mentransformasi
Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor
Bevir, Mark, 2011, “Democratic Governance: publik, Jakarta : Pustaka Binaman
A Genealogy”, Local Government Stud- Pressindo.
ies, Vol. 37(1), February 2011, (pp 3–
17) Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2000,
Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Menuju Pemerintahan Wirausaha,
Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Jakarta : PPM.
Terjemahan, Jakarta : Prestasi
Pustakaraya. Putra, Fadillah dan Arif, Saiful, 2001,
Kapitalisme Birokrasi: Kritik Reinven-
Chisholm, M., 2010, “Emerging Realities Of ting Government Osborne Gaebler,
Local Government Reorganisation”, Pub- Yogyakarta : LKiS.
lic Money Management, 30, (pp. 143–
150) Santoso, Priyo Budi, 1993, Birokrasi Pemerin-
tah Orde Baru, Perspektif Kultural dan
Giddens, Anthony, 1995, The Constitution of Struktural, Jakarta, Raja Grafindo
Society, Cambridge : Polity Press. Persada.
Hariandja Denny, BC, 1999, Birokrasi Nan Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi: Tinjauan
Pongah: Belajar dari Kegagalan Orde dari Aspek Politik dan Administrasi,
Baru, Yogyakarta: Kanisius. Bekasi : Gugus Press.
Heckscher, Charles and Donnellon, Anne (ed), Siagian, SP, 1994, Patologi Birokrasi: Analisis,
1994, The Post Bureaucratic Organi- Identifikasi Dan Terapinya, Jakarta :
zation: New Perspectives on Organi- Ghalia Indonesia.
zational Change, London, New Delhi :
Sage Publications. Sumoprawiro, Hariyoso,2002, Pembaruan
Birokrasi Dan Kebijaksanaan Publik,
Henderson, Keith M, and Dwivedi,O.P, 1999, Jakarta : Peradaban.
Bureaucracy and The Alternatives in
World Perspective, London : Macmilland Tjokrowinoto, Moeljarto,2001, Birokrasi
Press Ltd. dalam Polemik, Saiful Arif (editor),
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kaisiepo, Manuel, 1987, “Dari Kepolitikan
Birokratik ke Korporatisme Negara: Thoha, Miftah dan Dharma, Agus (editor),
Birokrasi dan Politik Indonesia”, Jurnal 1999, Menyoal Birokrasi Publik,
Politik 2, Jakarta : Gramedia. Jakarta : Balai Pustaka.
*********
ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
109