You are on page 1of 9

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Electronic Journal Muhammadiyah University of Makassar
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

MANAJEMEN BIROKRASI PROFESIONAL


DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK
Jaelan Usman
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar 90221
Telp. 0411 – 866972 ext. 107 Fax. 0411 – 865588

ABSTRACT

Professional management of public services should be more goal-oriented paradigm of governance


that is based on a new management approach, both theoretically and practically. Simultaneously, a
paradigm of governance goal is expected to eliminate practices that Weberian bureaucracy is negative as
hierarkhikal bureaucratic structures that result in operating cost is more expensive (high cost economy)
than the benefits gained, the prevalence of red tape, lack of initiative and creativity of the apparatus, the
growth of culture mediokratis (as opposed to meritocratic culture) and in-efficiency. Therefore, institutions
of public service can be done by government and non-governmental organizations. If the government,
the organization of government bureaucracy is the forefront of the organization (street level bureaucracy)
related to public service. If the non-government, then shaped the organization of political parties, religious
organizations, nongovernmental organizations and civil society organizations to another. Anyone
pelayanananya institutional forms, the most important thing is how to provide assistance and facilities to
the community in order to meet the needs and interests.

Keywords: Good Governance, Partnerships, Public Service.

ABSTRAK

Manajemen profesional pelayanan publik harus lebih berorientasi pada tujuan paradigma
pemerintahan yang didasarkan pada pendekatan manajemen baru, baik secara teori maupun praktis.
Secara bersamaan, paradigma dari tujuan pemerintahan diharapkan dapat menghilangkan praktek
bahwa birokrasi Weberian adalah negatif seperti struktur birokrasi hierarkhikal yang menghasilkan
biaya operasional lebih mahal (ekonomi biaya tinggi) daripada manfaat yang diperoleh, prevalensi
birokrasi, kurangnya inisiatif dan kreativitas aparatur, pertumbuhan mediokratis budaya (sebagai lawan
dari budaya meritokratis) dan in-efisiensi. Oleh karena itu, institusi pelayanan publik dapat dilakukan
oleh pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Jika pemerintah, organisasi birokrasi pemerintah adalah
garis depan organisasi (jalan birokrasi tingkat) terkait dengan pelayanan publik. Jika non-pemerintah,
kemudian membentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat
dan organisasi masyarakat sipil yang lain. Siapapun pelayanananya bentuk kelembagaan, hal yang paling
penting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan kepentingan.

Kata kunci: Good Governance, Kemitraan, Pelayanan Publik.

102
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

A. PENDAHULUAN birokrasi “orwellian” yakni proses pertum-


buhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat,
Kecenderungan birokrasi dan birokrati- sehingga kehidupan masyarakat menjadi
sasi pada masyarakat modern benar-benar dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, biro-
memprihatinkan, sehingga digambarkan krasi Indonesia semakin membesar (big bu-
adanya ramalan mengenai makin menggeja- reaucracy) dan cenderung tidak efektif dan
lanya dan berkembangnya praktek-praktek tidak efesien. Kondisi yang demikian, sangat
birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu
lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melaksanakan kewenangan-kewenangan
melainkan justru merupakan pertanda mala- barunya secara optimal.
petaka dan bencana baru yang menakutkan Meskipun sudah menjadi gejala yang
(Blau dan Meyer, 2000). sangat umum, ternyata pada setiap konteks
Menurut Siagian (1994), misalnya; me- sistem budaya masyarakat, secara empirik
ngakui adanya patologi birokrasi. Hal itu dici- birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola
rikan oleh kecenderungan patologi karena perilaku yang beragam. Gejala demikian
persepsi, perilaku dan gaya manajerial, masa- menunjukkan bahwa birokrasi dan birokrati-
lah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan sasi tidak pernah tampil dalam bentuk
melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk
situasi internal. Demikian juga Kartasasmita ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek
(1995) menyebutkan, bahwa birokrasi memi- kerjanya antara lain: Pertama, manusia
liki kecenderungan mengutamakan kepenti- birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya
ngan sendiri (self serving), mempertahankan untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri
status-quo dan resisten terhadap perubahan, tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga,
dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang birokrasi dirancang untuk semua orang.
kemudian memunculkan kesan bahwa biro- Keempat, dalam kehidupan keseharian
krasi cenderung lebih mementingkan prose- manusia birokrasi berbeda-beda dalam
dur daripada substansi, lamban dan meng- kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan seba-
hambat kemajuan. gainya, sehingga mereka tidak dapat saling
Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di dipertukarkan untuk peran dan fungsinya di
kebanyakan negara berkembang termasuk dalam kinerja organisasi birokrasi.
Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik: Demikian dapat ditegaskan, bahwa ada
tidak efesien, tidak efektif (over consuming and kecenderungan bahwa beberapa indikator
under producing), tidak obyektif, menjadi birokrasi lebih Berjaya hidup di dunia barat
pemarah ketika berhadapan dengan kontrol daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipa-
dan kritik, tidak mengabdi pada kepentingan hami, karena di dunia barat birokrasi telah
umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi berkembang selama beberapa abad. Suatu
telah menjadi instrumen penguasa dan sering misal pada abad pertengahan dan seterusnya,
tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif perkembangan birokrasi semakin dipacu dan
dan represif. Sebagaimana dijelaskan dalam di dukung oleh masyarakat industri. Oleh
beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993; karena rasionalitas birokrasi cenderung ber-
Thaba, 1996; Fatah, 1998), birokrasi di Indo- hubungan dengan gejala industrialisasi, maka
nesia ada kecenderungan berkembang kearah banyak negara yang bercita-cita masyarakat-
“parkinsonian”, dimana terjadinya proses nya menjadi masyarakat industri dan menga-
pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran dopsi model birokrasi rasional di dalamnya.
struktur dalam birokrasi secara tidak Namun demikian, bagi masyarakat yang
terkendali. sedang berkembang tidak semua kemanfa-
Pemekaran yang terjadi bukan karena atan birokrasi rasional dapat dipetik dan
tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk dirasakan. Selain itu, birokrasi menghadapi
memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, krisis kepercayaan dari masyarakat, sehingga
terdapat pula kecenderungann terjadinya kecaman dan pesimisme muncul karena

ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
103
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

banyak anggota masyarakat merasakan bah- birokrasi perlu melakukan penyempurnaan


wa berbagai pola tingkah laku yang merupakan organisasi yang bercirikan organisasi modern,
kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengi- ramping, efektif dan efesien yang mampu
kuti dan memenuhi tuntutan pembangunan membedakan antara tugas-tugas yang perlu
dan perkembangan masyarakatnya. ditangani dan yang tidak perlu ditangani
Islamy (1998), menyebutkan adanya kea- (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat
daan birokrasi publik di sektor pemerintahan, diserahkan kepada masyarakat); (c) birokrasi
pendidikan dan kesehatan dan sebagainya harus mampu dan mau melakukan perubahan
berada dalam suatu kondisi yang dikenal system dan prosedur kerjanya yang lebih ber-
dengan istilah organizational slack yang ditan- orientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni
dai dengan menurunnya kualitas pelayanan : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan
yang diberikannya. Masyarakat pengguna tetap mempertahankan kualitas, efesi-ensi
pelayanan banyak mengeluhkan akan biaya dan ketepatan waktu; (d) birokrasi harus
lambannya penanganan pemerintah atas memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan
masalah yang dihadapi dan bahkan mereka publik dari pada sebagai agen pembaharu
telah memberikan semacam public alarm agar pembangunan; (e) birokrasi harus mampu
pemerintah sebagai instansi yang paling dan mau melakukan transformasi diri dari
berwenang, responsif terhadap semakin birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi
menurunnya kualitas pelayanan kepada organisasi birokrasi yang strukturnya lebih
masyarakat segera mengambil inisiatif yang desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Bertitik tolok dari pandangan ini, dapat
Lebih lanjut Islamy (1998), terdapat pel- disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang
bagai faktor yang menyebabkan birokrasi mampu memberikan pelayanan publik secara
publik mengalami organizational slack yaitu efektif dan efesien kepada masyarakat, salah
antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan satunya jika strukturnya lebih terdesentra-
yang kaku, visi pelayanan yang sempit, pengu- lisasi daripada tersentralisasi. Dengan
asaan terhadap administrative engineering yang struktur yang terdesentralisasi diharapkan
tidak memadai, dan semakin bertambah akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan
gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak dan kepentingan yang diperlukan oleh
difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi
dan penganggaran) yang cukup dan handal menyediakan pelayanannya sesuai yang
(viable bureaucratic infrastructure). Akibatnya, diharapkan masyarakat pelanggannya.
aparat birokrasi publik menjadi lamban dan Sedangkan dalam konteks persyaratan budaya
sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan
responsif terhadap aspirasi dan kepentingan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar
publik serta lemah beradaptasi terhadap memiliki kemampuan (capabality), memiliki
perubahan yang terjadi di lingkungannya. loyalitas kepentingan (competency), dan
Sebagai konsekuensinya, perlu diperta- memiliki keterkaitan kepentingan (consistency
nyakan mengenai posisi aparat pelayanan atau coherency).
ketika berhadapan dengan masyarakat atau Menyadari akan hal tersebut, maka untuk
kliennya. Apakah birokrasi publik itu alat merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah
rakyat? Alat penguasa? Ataukah penguasa itu seharusnya segera menyediakan dan memper-
sendiri? Guna merespon kesan buruk siapkan tenaga kerja birokrasi professional
birokrasi seperti itu, birokrasi perlu melaku- yang mampu menguasai teknik-teknik mana-
kan beberapa perubahan sikap dan perila- jemen pemerintahan yang tidak hanya ber-
kunya antara lain : (a) birokrasi harus lebih orientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi
mengutamakan sifat pendekatan tugas yang juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).
diarahkan pada hal pengayoman dan pelaya- Menurut Johnson (1991), istilah ”profes-
nan masyarakat; dan menghindarkan kesan sional” dan “professionalisasi”, dapat ditinjau
pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b) dari beberapa sudut pandang. Pertama,

ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
104
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

dipergunakan untuk menunjuk pada peruba- perubahan yang besar pada orientasi
han besar dalam struktur pekerjaan, dengan administrasi negara tradisional menuju ke
jumlah pekerjaan-pekerjaan professional, perhatian yang lebih besar pada pencapaian
atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white hasil dan pertanggung jawaban pribadi
collar jobs) yang meningkat secara relative pimpinan. Kedua, keinginan untuk keluar dari
dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
lainnya, baik sebagai akibat perluasan kelom- pegawai, masa pengabdian dan kondisi peker-
pok pekerjaan yang sudah ada ataupun seba- jaan yang lebih luwes. Ketiga, tujuan organisasi
gai akibat munculnya pekerjaan-pekerjaan dan individu pegawai disusun secara jelas
baru di bidang jasa. Kedua, dipergunakan sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok
dalam arti yang hampir sama dengan pening- ukur prestasi lewat indikator kinerjanya
katan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengu- masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi
payakan adanya pengaturan rekrutmen dan program-programnya. Keempat, staf pimpi-
praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. nan yang senior dapat memiliki komitmen
Ketiga, memandang professionalisasi sebagai politik kepada pemerintah yang ada, dan
suatu proses yang jauh lebih rumit yang dapat pula bersikap non partisan dan netral.
menunjuk pada suatu pekerjaan dengan Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai
sejumlah atribut prinsip-prinsip professional lewat uji pasar (market test) seperti misalnya
yang merupakan unsur-unsur pokok profe- dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus
sionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu disediakan atau ditangani sendiri oleh
proses dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pemerintah. Keenam, mengurangi peran-
pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan peran pemerintah misalnya lewat kegiatan
organisatoris yang dapat diramalkan menuju privatisasi. Ketujuh, birokrasi harus steril dari
bentuk akhir profesionalisme. akomodasi politik yang menghambat efektivi-
Terkait dengan penyelenggaraan peme- tas pemerintahan. Kedelapan, rekruitmen dan
rintahan, birokrasi sebagai ujung tombak penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari
pelaksana pelayanan publik mencakup ber- kolusi, korupsi dan nepotism.
bagai program-program pembangunan dan Penerapan pendekatan manajemen pro-
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. fesional pada sektor publik telah banyak di-
Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang suarakan para pakar dengan berbagai label,
dimaksudkan untuk melaksanakan tugas- misalnya dengan nama “managerialism” oleh
tugas umum pemerintahan dan pembangunan Pollitt (1990), “new public management” oleh
tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda Hood (1991), “market based public adminis-
oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyele- tration” oleh Lan dan Rosenbloom (1992), dan
nggarakan tugas pemerintahan dan pemba- “entrepreneurial government/reinventing Gov-
ngunan (termasuk di dalamnya penyeleng- ernment” oleh Osborn dan Gaebler (1992).
garaan pelayanan publik) diberi kesan adanya Apapun label yang dipergunakan, yang jelas
proses panjang dan berbelit-belit apabila pendekatan manajemen profesional ini telah
masyarakat menyelesaikan urusannya berkai- merubah orientasi fokus peran dan fungsi
tan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. birokrasi dalam pemerintahan yang semula
Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra lebih mementingkan “process” menuju ke
negatif yang tidak menguntungkan bagi per- “product”, atau dari “ rule governance” menuju
kembangan birokrasi itu sendiri (khususnya ke “goal governance”.
dalam hal pelayanan publik).
C. KOMPARASI RULE GOVERNANCE DAN
B. STRATEGI PENDEKATAN GOAL GOVERNANCE

Strategi manajemen birokrasi profesional Perlu disadari bahwa, dalam perdebatan


dalam pelayanan publik ini ditandai dengan teoritis dari kedua kutub orientasi ini, baik rule
beberapa karakteristik antara lain: Pertama, governance maupun goal governance memiliki

ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
105
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

segi kelemahan dan kelebihannya masing- Osborn dan Gaebler sebenarnya telah meng-
masing. Kelemahan rule governance, misalnya, hapus atau setidak-tidaknya telah membelot-
dianggap mempunyai penerapan peraturan kan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua
yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, nilai tersebut (lama dan baru) bisa disatu
pengawasan yang ketat, bersifat impersonal, padukan.
dan sebagainya, sehingga menjadikan biro- Kritik lain, misalnya dari Pollitt (dalam
krasi sebagai “mesin rasional” yang mencip- Hughes, 1994) yang meragukan penerapan
takan perilaku aparat yang formal dan robotic prinsip-prinsip entrepreneurship di sektor
yang kurang peka terhadap nilai-nilai publik. Setidak-tidaknya ada dua hal yang
kemanusiaan dan lingkungan sosialnya. melemahkan konsep tersebut dengan
Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu mengatakan : “ First, the provider/consumer
rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifat- transactions in the public services tend to be
nya disfungsional, in-efesiensi dan bahkan notably more complex than those faced by the
konflik dengan masyarakat yang dilayani, costumer in a normal market; and second, pub-
karena sifat impersonal aparat birokrasi lic service consumers are never merely consum-
dalam memberikan pelayanan kepada masya- ers, they are always citizens too, and they has a
rakatnya. Demikian pula, aturan-aturan (rules) set of unique implications for the transactions”
sebagai sarana untuk mencapai tujuan (Pertama, transaksi, provider/konsumer
seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri. dalam pelayanan publik cenderung berada
Kelebihannya, menunjukkan semakin ting- pada sesuatu yang khusus dan lebih komplek
ginya tertib administrasi yang dicapai oleh daripada berhadapan dengan pelanggan di
birokrasi publik. pasar yang normal; Kedua, pengguna pelaya-
Adapun kelebihan goal governance yaitu nan publik tidak hanya konsumer saja,
meletakkan fokus utamanya pada “the achieve- mereka juga termasuk warga negara lain, dan
ment of result and taking individual responsi- mereka adalah bagian yang unik dari implikasi
bility for their achievement”. Tetapi ia juga suatu transaksi).
memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip Sehubungan dengan itu, menurut Hughes
manajemen baru itu hendak diterapkan di (1994) diperlukan adanya repositioning de-
sektor publik. Misalnya, sampai sekarang ngan menyusun agenda kebijakan reformasi
masih terjadi diskursus yang seru terhadap administrasi Negara dengan mensinergikan
10 prinsip dalam entrepreneurial government- orientasi rule governance dan goal governance.
nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka Hughes mengatakan: the best parts of the old
kemukakan dalam uraian yang sangat model professionalism, impartiality, high ethi-
provokatif yaitu Reinventing Government. cal standards, the absence of corruption can
Konsep pemerintahan entrepreneur be maintained, along with the improved perfor-
Osborn dan Gaebler yang mencoba menemu- mance a managerial model premises” (bagian
kan nilai-nilai baru (re-inventing) di bidang terbaik dari model profesionalisme lama
pemerintahan ternyata menurut Painter adalah sikap yang adil, standard etika yang
(1994) mempunyai kekuatan dan sekaligus tinggi, tingkat korupsi yang dapat dipantau,
kelemahan. Kritik Painter terhadap konsep bersamaan dengan bentuk dasar pemikiran
pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia model manajerialnya).
terlalu bias pada “new administrative values” Memahami perdebatan persoalan tatanan
yang lebih banyak menitik beratkan pada dan pertikaian (order and conflict) seperti
orientasi goal governance dengan meminggir- diatas, hingga kinipun para teoritisi sosiologi-
kan nilai-nilai administrasi klasik yang politik sering membandingkannya dengan
sebenarnya masih potensial yang berbasis perdebatan hubungan antara struktur dengan
pada rule governance. Painter menyebutnya tindakan. Berkenaan dengan persoalan ini,
bukannya reinventing government melainkan Sharrock dan Watson (1988) mengemukakan
pemerintahan yang sudah dalam keadaan sebagai berikut ; “What is the relationship be-
tertinggal (abandoning government), karena tween structure and agency? The two seem

ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
106
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

inimical: structure apparently means givenness, mengikat bagi semua golongan masyarakat.
constraint, stability, whilst agency seemingly Jadi kekuasaan adalah sarana bagi tercapainya
implies creativity, autonomy, fluidity. How, then, tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan.
do structure and agency relate in society: is it Atas dasar itu, menurut pandangan struk-
primarily one or the other? Does emphasis on turalis, konsentrasi kekuasaan adalah syah
structure marginalize or eliminate agency, does selama masyarakat memang menghendakinya.
emphasis on agency dispose of structure?”. Kritik terhadap hampiran ini adalah karena
Tampaknya, hubungan antara struktur kaum strukturalis terlalu menitik beratkan
dengan tindakan cenderung digambarkan pada struktur yang statis (statusquo) dengan
sebagai bersifat antagonistik. Struktur sering mengabaikan proses perubahan sosial yang
digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekua- terjadi, serta ketidak mampuannya mengatasi
tan penghambat, dan kestabilan. Sedangkan konflik secara efektif (Cohen, 1968; Gouldner,
tindakan cenderung menampakkan daya cipta, 1970; Abrahamson, 1978). Implikasi ham-
otonomi, dan ketidak stabilan. Karena itu, pen- piran strukturalis ini terhadap fenomena
ting untuk diajukan pertanyaan. Manakah birokrasi profesional menunjukkan bahwa
yang lebih mendasar, struktur atau tindakan? perubahan tindakan birokrasi merupakan ge-
Benarkan bila penekanan diberikan kepada rakan moral masyarakat yang menghendaki
struktur berarti menghilangkan atau meming- adanya suatu perubahan paradigma kinerja
girkan tindakan? Sebaliknya, benarkan bila birokrasi.
penekanan diberikan kepada tindakan berarti Berbeda halnya dengan pandangan aliran
membuang struktur begitu saja? struktural-konflik (Gramsci, Baran, Coser,
Benarkah bahwa tertib yang berlangsung dalam Turner, 1974); kelompok yang satu ini
dalam birokrasi selalu bersifat impersonal? justru melihat tindakan birokrasi sebagai
Benarkan bahwa para pejabat birokrasi suatu fakta sosial yang banyak diwarnai oleh
hanya tunduk kepada suatu tatanan yang men- dominasi politik, eksploitasi sosial, dan per-
jadi kiblat bagi segala tindakannya?. Mengapa kembangan ekonomi. Dominasi politik ditandai
birokrasi cenderung bertindak berbeda pada dengan suasana paksaan (coercion) yang
setting ruang dan waktu yang berbeda? menimbulkan intimidasi, propaganda dan
Apakah perubahan yang dilakukan oleh biro- indoktrinasi. Dominasi sosial ditandai dengan
krasi sesuai dengan fungsi reformasi yang supremasi golongan/ras/budaya yang
dikehendaki oleh masyarakat banyak, ataukah menyebabkan suasana hegemoni. Sedangkan
sekedar formalitas sebagai kewajiban struktu- dominasi ekonomi ditandai oleh eksploitasi
ral yang cenderung statusquo; atau hanya akibat ketimpangan distribusi alat produksi
sebagai mesin alat penggerak untuk memanipu- antara kepentingan kelas borjuasi dengan
lasi dan memobilisasi rakyat agar tunduk pada proletar.
kekuasaan birokrasi (machine bureaucracy)?. Implikasi pandangan aliran strukturalis
Pertanyaan-pertanyaan ini antara lain konflik ini terhadap fenomena birokrasi
dapat dijawab melalui pandangan kelompok: profesional menunjukkan bahwa perubahan
aliran strukturalis, aliran strukural-konflik, paradigma yang dilakukan oleh birokrasi
dan aliran strukturasi. Aliran strukturalis justru akan menimbulkan konflik baru (new
(Marx, 1942; Dahrendorf, 1959), berpanda- conflict) dalam tatanan kenegaraan, pemerin-
ngan bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah tahan dan kemasyarakatan.
sebagai fasilitas atau sumber sosial yang Menurut aliran strukturasi Giddens (dalam
dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama. Baert, 1998), mencoba mencari hubungan
Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk antara struktur dan aktor. Kelompok struktu-
memelihara ketertiban dan keseimbangan rasionis ini tidak memandang struktur dan
dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai atribut aktor atau agen sebagai dua hal yang
utama dalam sistem sosial berwujud kepe- dikotomis sehingga menghasilkan dualisme
mimpinan yang bertanggung jawab, tetapi struktur; sebaliknya dua hal tersebut saling
juga berbentuk keputusan-keputusan yang berhubungan secara dialektis dan kontinuum

ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
107
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

sehingga menghasilkan dualitas struktur. dilaksanakan atau tidak di Negara Republik


Aktor atau agen menurut pandangan aliran Indonesia ini? Jika ya, maka akan lahir putera-
ini adalah partisipan yang aktif dalam meng- puteri bangsa yang terbaik dari yang terbaik
konstruksi kehidupan sosial, setidak-tidaknya (best for the best) seperti yang diharapkan
menjadi tuan atas nasibnya sendiri. selama ini.
Setiap tindakan manusia selalu mempunyai
tujuan. Ini berarti bahwa aktor secara rutin dan D. KESIMPULAN
diam-diam memonitor apa yang sedang ia
lakukan, sebagaimana reaksi orang terhadap Mencermati uraian terdahulu tentang
tindakannya dan lingkungan dimana ia mela- manajemen birokrasi profesional, kaitannya
kukan aktivitas tersebut. Sedangkan struktur, dengan kecenderungan merosotnya pelaya-
selain dapat membatasi aktivitas manusia nan publik di berbagai Negara-negara Dunia
(constraining) tetapi juga memberikan Ketiga, termasuk Indonesia dapat disimpul-
kebebasan bertindak (enabling) kepada kan bahwa, pada masa revolusi industri di
manusia. Dualitas struktur melihat kekuasaan Eropa, profesionalisme yang demikian itu
(birokrasi) sebagai simuka janus (the janus sesuai dengan realitas. Tetapi menjadikan
face of power) yang berfungsi sebagai alat fenomena historis yang sangat konteksual ini
analisis kehidupan sosial yang penting, sebagai suatu paradigma untuk masa kini
terutama mengenai hubungan antara tinda- nampaknya tidak lebih dari sebuah mitos.
kan manusia dan struktur. Dualitas struktur Profesionalisme sejati telah memudar, dan
menganalisis bagaimana tindakan-tindakan kaum professional seperti yang dapat kita
aktor sosial diproduksi dan juga bagaimana saksikan telah bertingkah laku money-
struktur secara terus menerus di reproduksi mindedness. Kemadirian mereka pun semakin
dalam kegiatan-kegiatan si aktor sosial sepan- terdesak oleh birokratisasi pelayanan dan oleh
jang waktu dan ruang yang sangat luas. berbagai pengawasan. Betapa tidak, lembaga
Teori strukturasi ini tidak luput dari kritik. profesionalisme telah mengalami banyak
Beberapa kritik yang sering dikemukakan kemerosotan peran dalam masyarakat.
terhadap aliran strukturasi antara lain : (a) Secara garis besar simpulan yang ditarik
masih sedikitnya bukti empirik yang bisa untuk mengatasi persoalan kemunduran
memperkuat validitas teori ini; Bukan aktor birok-rasi dalam hal pelayanan publik sebagai
atau agen merubah struktur, tetapi justru “solusi” strateginya meliputi : (1) merubah
struktur merubah aktor atau agen; (b) persepsi dan paradigma birokrasi mengenai
Giddens dipandang gagal menjelaskan feno- konsep pelayanan; (2) adanya kebijakan
mena konflik; (c) diragukan keaslian, keda- publik yang lebih mengutamakan kepentingan
laman, kejelasan analitik dan konsistensi publik dan pelayanan publik dibanding de-
internalnya (fallacy of perspectivism), karena ngan kepentingan penguasa atau elit tertentu;
berasal dari pinjaman berbagai teori lain; dan (3) unsur pemerintah, privat dan masyarakat
(d) dicurigai karena pendirian politiknya harus merupakan all together yang sinergi;
cenderung mendukung statusquo. (4) adanya peraturan daerah yang mampu
Implikasi hampiran strukturasi ini terha- menjelaskan standar minimal pelayanan
dap fenomena birokrasi professional diha- publik dan sanksi yang akan diberikan; (5)
rapkan akan berdampak positif dalam upaya adanya mekanisme pengawasan sosial yang
menciptakan kejelasan pembagian konsep jelas mengenai pelayanan publik antara
ruang publik (public sphere) dan ruang priba- birokrat dan masyarakat yang dilayani; (6)
di (private sphere) dalam pembaharuan peru- adanya kepemimpinan yang kuat dalam melak-
bahan orientasi tindakan birokrasi. Jawaban sanakan komitmen pelayanan publik; (7) ada-
teoritis tersebut diatas sengaja penulis ajukan nya pembaharuan di bidang sistem adminis-
untuk memancing wacana dan emosi para trasi publik; dan (8) adanya upaya untuk
pembaca apakah strategi manajemen biro- memberdayakan masyarakat (empowerment)
krasi profesional masih dimungkinkan untuk secara terus menerus dan demokratis.

ManajemenBirokrasiProfesional
Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
108
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

DAFTAR PUSTAKA
Osborn, David and Gaebler, Ted, 1996,
Baert, Patrick, 1998, Social Theory Twentieth Mewirausahakan Birokrasi: Reinvent-
Century, Cambridge : Polity Press. ing Government, Mentransformasi
Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor
Bevir, Mark, 2011, “Democratic Governance: publik, Jakarta : Pustaka Binaman
A Genealogy”, Local Government Stud- Pressindo.
ies, Vol. 37(1), February 2011, (pp 3–
17) Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2000,
Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Menuju Pemerintahan Wirausaha,
Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Jakarta : PPM.
Terjemahan, Jakarta : Prestasi
Pustakaraya. Putra, Fadillah dan Arif, Saiful, 2001,
Kapitalisme Birokrasi: Kritik Reinven-
Chisholm, M., 2010, “Emerging Realities Of ting Government Osborne Gaebler,
Local Government Reorganisation”, Pub- Yogyakarta : LKiS.
lic Money Management, 30, (pp. 143–
150) Santoso, Priyo Budi, 1993, Birokrasi Pemerin-
tah Orde Baru, Perspektif Kultural dan
Giddens, Anthony, 1995, The Constitution of Struktural, Jakarta, Raja Grafindo
Society, Cambridge : Polity Press. Persada.

Hariandja Denny, BC, 1999, Birokrasi Nan Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi: Tinjauan
Pongah: Belajar dari Kegagalan Orde dari Aspek Politik dan Administrasi,
Baru, Yogyakarta: Kanisius. Bekasi : Gugus Press.

Heckscher, Charles and Donnellon, Anne (ed), Siagian, SP, 1994, Patologi Birokrasi: Analisis,
1994, The Post Bureaucratic Organi- Identifikasi Dan Terapinya, Jakarta :
zation: New Perspectives on Organi- Ghalia Indonesia.
zational Change, London, New Delhi :
Sage Publications. Sumoprawiro, Hariyoso,2002, Pembaruan
Birokrasi Dan Kebijaksanaan Publik,
Henderson, Keith M, and Dwivedi,O.P, 1999, Jakarta : Peradaban.
Bureaucracy and The Alternatives in
World Perspective, London : Macmilland Tjokrowinoto, Moeljarto,2001, Birokrasi
Press Ltd. dalam Polemik, Saiful Arif (editor),
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kaisiepo, Manuel, 1987, “Dari Kepolitikan
Birokratik ke Korporatisme Negara: Thoha, Miftah dan Dharma, Agus (editor),
Birokrasi dan Politik Indonesia”, Jurnal 1999, Menyoal Birokrasi Publik,
Politik 2, Jakarta : Gramedia. Jakarta : Balai Pustaka.

*********

ManajemenBirokrasiProfesional
DalamMeningkatkan Pelayanan Publik - Jaelan Usman
109

You might also like