Professional Documents
Culture Documents
Slamet Arofik
STAI Darussalam Nganjuk
saleem.arofik@gmail.com
Abstrack
This field research reveals that the behavior of deviations due to
“besanan” (having relationship between parents whose children are
married to each other) that occurred in Juwet village, Ngronggot
sub-district, Nganjuk district, as well as its analysis of the Islamic
family law perspective. “Besanan” as a pre-marital process is a
hereditary tradition in most Javanese communities, especially East
Java, including Ngronggot District, Nganjuk District. None of the
people do not carry out “Besanan”; even though there is no
argument that legitimizes it from both the Qur'an and the hadith.
Unlike the “Khithbah” which clearly has a variety of Hujjah.
However, in the next stage, Bataan has legality. Initially only a
tradition turned into a good Shari'a to do. But unfortunately,
“Besanan” brings and has no good implications on the pattern of the
couples' promiscuity. Actions that basically prohibited by the
religion are no longer abandoned on the pretext of having obtained
permission from the guardian and have been "future
husband/wife". In the analysis of Islamic law, this phenomenon
cannot be claimed as right. There are various verses of al-Qur'an
and al-Hadith that can be used as a knife for analysis. Even the
science of Ushul Fiqh and the Law of Fiqh has sentenced the law to
illegitimate actions.
A. Pendahuluan
Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan agar dapat
berhubungan satu sama lain, saling mencintai, menghasilkan
keturunan dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai
dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah. Allah juga tidak
menghendaki makhluk yang dimuliakan oleh-Nya memiliki kesamaan
B. Metode Penelitian
Jenis tulisan ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan yang
digunakan adalah yuridis-sosiologis, pembacaan diarahkan pada latar
belakang individu secara holistik. Dengan metode ini penulis
menganalisis pandangan masyarakat Desa Juwet Kecamatan
Ngronggot perihal Besanan serta implikasinya terhadap pergaulan
antara laki-laki dan perempuan selama masa Besanan berlangsung.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan
mengamati gejala dan prilaku masyarakat yang mengarah terhadap
perubahan hukum, khususnya berkenaan dengan pandangan
masyarakat terhadap status hukum Besanan serta implikasinya
kemudian melakukan analisis terhadap hasil penelitian tersebut
dengan perspektif hukum keluaraga Islam serta metodologi
penetapan hukum Islam (Usul fikih).
Adapun pengumpulan data, penulis bertindak sebagai
pengamat serta partisipan sehingga kehadiran penulis diketahui
statusnya oleh objek atau informan. Sedangkan penggalian data
menggunakan wawancara dengan teknik Purposive Sampling
berdasarkan status, yakni pengambilan responden secara acak dan
(dibatasi) hanya yang sudah pernah menikahkan putra-putrinya.
Untuk mengolah data kualitatif agar dapat diambil kesimpulan
maka analisis data mengunakan reduksi data, penyajian data atau
display data dan mengambil kesimpulan dan verifikasi.
C. Pembahsan
4 Seseorang yang dituakan oleh warga desa Juwet, bernama Syamsuri dan biasa
dipanggil Mbah Ri
5 Wawancara dengan Mbah Ri, sesepuh warga Desa Juwet Kecamatan Ngronggot-
13Wawancara dengan Hilya Diana, Warga Desa Juwet, Tanggal 21 September 2013
14Wawancara dengan Najib, Warga Desa Juwet, Tanggal 22 September 2013
15Wawancara dengan Abdul Jamil, pada 15 September 2013.
18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Progresif), 129.
20 Khithbah secara syara’ adalah keinginan seorang laki-laki untuk memiliki perempuan
yang jelas dan terlepas dari berbagai halangan atau keinginan memiliki perempuan yang
halal untuk dinikahi. Lihat. Ali Yusuf as-Subki, Fiqh Keluarga (Jakarta: AMZAH, 2012), 65.
Dalam KBI lamaran semakna dengan kata pinangan bermakna permintaan. Lihat, Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan, 802.
21 Menurut Syafi’iyah dan Malikiyah rukun nikah ada lima, yaitu suami, istri, wali, dua
saksi dan akad yakni ijab-qabul sedangkan Hanafiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa
kelima rukun tersebut ada yang disebut sebagai syarat nikah. Adapun yang dimaksud
dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan
yakni syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Dengan demikian,
Besanan maupun lamaran bukan penentu sah dan tidaknya pernikahan. Lihat, Abd al-
Rahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Vol. IV (Libanon: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 2011), 16-17.
22 Ali Yusuf as-Subki, Fiqh Keluarga....66.
masing.
Landasan kedua adalah hadits Nabi yang diriwayatkan
oleh sahabat Jabir bin ‘Abdillah, dia berkata:
ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ إذا ﺧﻄﺐ أﺣﺪﻛﻢ اﻟﻤﺮأة ﻓﺈن إﺳﺘﻄﺎع أن
ﯾﻨﻈﺮ إﻟﻰ ﻣﺎ ﯾﺪﻋﻮه إﻟﻰ ﻧﻜﺎﺣﮭﺎ ﻓﻠﯿﻔﻌﻞ
“Apabila salah seorang diantara kalian ingin meminang
seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat
mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah”.23
23 Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sijistany, Sunan Abi Dawud, Vol. II (Bairut: Dar
Malik hanya memperbolehkan wajah dan kedua telapak tangan saja. Imam Abu Hanifah
memperbolehkan melihat wajah, kedua tapak tangan dan kedua tapak kaki sedangkan
ulama lain memperbolehkan melihat secara mutlak kecuali dua kemaluan, sebaliknya
ada yang tidak memperebolehkan melihat sama sekali. Perbedaan mengenai kadar
kebolehan memandang ini karenakemutlakan teks hadits. Lebih jauh mengenai
perbedaan ini, lihat: Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad
bin Rusyd al-Qurthuby, Bidayat al-Mujtahid Vol.III (T.Tp: Darussalam, 1995), 1238.
25Muhammad bin Ismail bin Ibarahin bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,
Vol.VII, N0 Indeks 5142 (Kairo: Dar al-Syu’ub, 1987), 24.
26 Adat atau tradisi dalam kajian Ushul Fiqh disebut al-‘Urf. Syekh Abd al-Wahab Khalaf
mebagi al-‘Urf menjadi dua yaitu ‘Urf Sahih dan ‘Urf Fasid. ‘Urf Sahih adalah adat
kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan
perkara haram dan tidak pula membatalkan perkara wajib. Misalnya, memberi sesuatu
kepada calon istri sebelum akad nikah disebut hadiah bukan mahar. Lihat: Abd al-
Wahab al-Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, T.Th), 89.
27 al-Khayath membagi ‘Urf jika ditinjau dari segi pensyariatan ( ) اﻟﺸﺎرع ﻟﮫmenjadi tiga
yaitu: ‘Urf Sahih, ‘Urf Fasid dan ‘Urf Mursal. Lihat: ‘Abd al-‘Aziz al-Khayath, Nadzariyah
al-‘Urf (Kuwait: al-Mausu’ah al-Kuwaitiyah , T.Th), 36-37.
28 Muhammad Abu Zahra, Ushul al-Fiqh (Dar al-Fikr al-‘Araby, T.Th), 273
29 Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl al-Sarakhshi. Ia
adalah salah seorang ulama terbesar ketiga madzhab Hanafi setelah Abu Yusuf dan al-
Syaibany. Kendati ia adalah ulama besar namun tidak ditemukan secara lengkap biodata
serta profil kehidupannya. Baca selengkapnya, Abd Aziz Dahlan, dkk (ed), Ensiklopedi
Hukum Islam, Vol. V (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), 1608.
30 Muhammad Abu Zahra, Ushul al-Fiqh, 273.
31 Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthi, Asybah wa al-Nadzair, Vol. I (T.T: Dar Kutub
al-Ilmiyah, 1983), 96.
32Keterangan lebih lengkap mengenai pandangan masyarakat desa Juwet perihal ini bisa
dilihat ulang pada sub bab “Besanan dan implikasinya perspektif masyarakat desa Juwet” di
atas.
2007) 820.
ّ
Teks hadits ini, tepatnya pada kata ﯾﺨﻠﻮن ﻓﻼnabi dengan
tegas melarang kepada siapapun laki-laki pergi bersama
perempuan tanpa disertai mahramnya. Segala bentuk kegiatan
yang dilakukan laki-laki bersama dengan perempuan dengan cara
36 Wahbah al-Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islamy, Vol.I (Bairut, Dar al-Fikri, 1989), 230.
37 Muhammad Abu Zahra, Ushul al-Fiqh (T.Tp, Dar al-Fikr al-‘Araby, T.Th), 288.
38 Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah al-Syaibany, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal,
39Abi al-Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisabury, Sahih Muslim, Vol.II, N0.
1340 (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1991), 977.
40 al-Ghozali, al-Mankhul min Ta’liqat al-al-Ushul (Mesir: Dar al-Fikr, 1980), 130.
41Muhammad Amin Ibn ‘Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar Syarh
Tanwir al-Abshar, Vol. VI, Mesir: Maktabah Musthafa al-Baby al-Halaby, T.Th), 368.
42‘Ali al-Sha’idy al-‘Adwy, Hasyiyah al-‘Adwy ‘ala Syarh Aby al-Hasan, Vol.II (Bairut: Dar
al-Ma’rifat, T.Th), 422. Lihat pula, Ahmad bin Ghanim bin Salim bin Mahma al-Nafrawy
al-Maliky, al-Fawakih al-Dawany, Vol.II (Mesir: Musthafa al-Baby al-Halaby, 1374 H), 410.
BIBLIOGRAFI
43Syams al-Din Muhammad bin Muhammad al-Khatib al-Syirbiny, Mughni al-Muhtaj ‘ala
Ma’rifati Ma’ani al-Fadz al-Minhaj,Vol.III, (Bairut: TP, T.Th), 668.
44 ‘Ali bin Sulaiman al-Mardawy, al-Inshaf, Vol.IX (Bairut: Dar Ihya’ al-Turats, T.Th), 315.