You are on page 1of 20

Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|175

ISSN (Print) : 1412‐7601


ISSN (Online): 2654‐8712
Volume 7, No.2 September 2021 EKONOBIS
http://www.ekonobis.unram.ac.id

Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal Era


Revolusi Industri di Kota Mataram

Satarudin, Suprianto, Sujadi.


Universitas Mataram
ARTICLE INFO
ABSTRACT: The research objective was to analyze the income and welfare level of
Keywords:
informal and formal sector workers in the city of Mataram. The research method
Survey, formal worker,
was carried out by means of a survey by taking a sample of 90 respondents, and
informal workers,
the determination of the respondents was determined purposively by looking at
Mataram City
the characteristics of the two workers. The characteristics of informal and formal
workers mostly sell in crowded places and visitors in the city of Mataram can be
seen from the level of education that 56.7% have education equivalent to high
school and above and 43.3% have graduated from SMP and SD with an average
level of education. The average length of time working is more than 10 hours a
day, while the average family dependents of informal and formal workers are
between 2 and 4 dependents. The average income earned by informal workers is
Rp. 3,000,000, ‐ as much as 16.67% and 44.45% of the income is above Rp.
3,000,000, ‐ while the average income of formal workers is above Rp. 4,000,000,
as many as 8, 89% of the remaining income above IDR 6,000,000 as much as 30%.
Overall, if the analysis of the income of informal and formal workers is related to
the welfare level of the Sayogyo criteria with a rice equivalent, the category of
near‐poor is 10% (9 workers, namely clockworkers, shoe soles and vegetable
traders), with an expenditure / capita / year of 450. kg equivalent value of rice /
year. Meanwhile, 40% (36 respondents) were at the sufficient threshold with a
per capita / year expenditure of 481‐960 kg as a result of analysis an average of
750 kg equivalent to rice. A decent living category if the expenditure per capita /
year is higher than 960 kg equivalent to the value of rice / year. The average per
capita income of formal and informal workers is IDR 11.2550.000, ‐ if divided by
the price of rice during the study of IDR 10,000 per kg, the result is that 1.125 kg
of rice means that almost 50% of the workers are in a decent life, consisting of
35 respondents. formal workers and 10 respondents to informal workers. To
further increase the income of informal workers, in particular, increase the work
act of at least 15 hours per day and open a digital system sales service via the
internet (go food, go jek) especially for traders of cooked food such as
restaurants, vegetables, rice traders and so on.
Kata Kunci: ABSTRAK: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis Pendapatan dan Tingkat
Survey, Pekerja formal, kesejahteraan Pekerja sektor Informal dan Formal di Kota Mataram pada era Covid ‐
Pekerja informal, Kota 19. Metode penelitian dilakukan dengan cara survey dengan mengambil sampel
Mataram sebanyak 90 orang responden, dan penentuan responden ditentukan secara accidental
dengan melihat karakteristik dari kedua pekerja tersebut.Karakteristik dari pekerja
informal dan formal sebagian besar berjualan ditempat‐tempat keramaian yang padat
penduduk dan pengunjung di wilayah kota Mataram dilihat dari tingkat pendidikan
56,7 % memiliki pendidikan setara SMA ke atas dan 43,3 % tingkat pendidikan tamat
SMP dan SD dengan rata‐rata lama waktu bekerja di atas 10 jam sehari, sedangkan
rata‐rata tanggungan keluarga pekerja informal dan formal antara 2 sampai 4 orang
tanggungan. Rata‐rata pendapatan yang diperoleh pekerja informal dibawah Rp
3.000.000,‐ sebanyak 16,67% dan 44,45 % pendapatannya di atas Rp 3.000,000,‐
Sedangkan pendapatan pekerja formal rata‐rata di atas Rp 4.000.000, sebanyak 8,89
% selebihnya pendapatan di atas Rp 6.000.000 sebanyak 30 %. Secara keseluruhan
analisis pendapatan pekerja informal dan formal jika dikaitkan dengan tingkat
kesejahteraan kriteria Sayogjo dengan ukuran setara beras, maka kategori nyaris
miskin sebanyak 10 %(9 orang pekerja yaitu jasa tukang jam, jahit sepatu dan
pedagang sayuran), dengan pengeluaran /kapita/tahun sebanyak 450 kg setara nilai
176 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

beras/tahun. Sedangkan 40 %(36 responden) berada pada batas ambang cukup


dengan pengeluaran perkapita/tahun 481‐960 kg hasil analisis rata‐rata sebesar 750
kg setara beras. Kategori hidup layak apabila pengeluaran perkapita/tahun lebih
tinggi dari 960 kg setara nilai beras /tahun. Rata‐rata pendapatan perkapita pekerja
formal dan informal sebesar Rp 11.2550.000,‐ jika dibagi dengan harga beras saat
penelitian Rp 10.000,‐ perkg, maka hasilnya 1.125 kg beras berarti hampir 50 %
pekerja berada pada kehidupan yang layak yaitu terdiri dari 35 responde pekerja
formal dan 10 responden pekerja informal. Untuk lebih meningkatkan pendapatan
pekerja informal khususnya lebih meningkatkan waktu bekerja minimal 15 jam per
hari dan membuka layanan penjualan sistem digital via internet (go food, go jek)
khususnya bagi pedagang makanan matang seperti rumah makan, lalapan, pedagang
nasi dan sebagainya.
Corresponding Author:
Alamat: Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mataram, Jln. Majapahit
No. 62 Mataram.
e‐mail: satarudin@unram.ac.id

2021, EKONOBIS All right reserved


Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|177

PENDAHULUAN
Latar Belakang collar) seperti Pedagang Kaki Lima (PKL),
Angkatan kerja Indonesia sangat besar, kuli bangunan, dan tukang ojek.
lapangan kerja terbatas, tingkat partisipasi Pengertian sektor informal sering dikaitkan
kerja menurun dan struktur pasar tenaga dengan ciri‐ciri utama pengusaha dan
kerja di Indonesia pun berubah relatif pelaku sektor informal, antara lain
cepat. Hal ini mengakibatkan tingkat kegiatan usaha bermodal utama pada
pengangguran di Indonesia menjadi kemandirian rakyat, memanfaatkan
semakin tinggi. Indonesia sebagai Negara teknologi sederhana, pekerjanya terutama
yang besar tentunya memiliki angkatan berasal dari tenaga keluarga tanpa upah,
kerja yang sangat besar. Lalu,struktur bahan baku usaha kebanyakan
pasar tenaga kerja di Indonesia pun memanfaatkan sumberdaya lokal,
berubah relatif cepat hal ini disebabkan sebagian besar melayani kebutuhan rakyat
adanya pergeseran struktur perekonomian kelas menengah kebaah, pendidikan dan
yang deuasa ini dominasi oleh sektor kualitas sumberdaya pelaku tergolong
industri, perdagangan dan industri rendah. (Direktorat Ketenaga Kerjaan ;
pariuisata. 2019).
Bukan hanya tingkat pengangguran yang Kondisi ini tidak jauh berbeda dialami oleh
relatif masih tinggi jika dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam
dengan negara‐negara lain di kawasan menghadapi persaingan kerja di era
Asia, masalah lain yang harus dicermati digitalisasi khususnya sektor informal dan
pemerintah adalah pasar tenaga kerja sektor formal di Kota Mataram sebagai ibu
Indonesia masih didominasi oleh sektor kota provinsi yang merupakan baro meter
informal. Data BPS mencatat, dari 100% denyut kehidupan masyarakat NTB dari
lapangan kerja di Indonesia per Februari segala aspek baik sebagai kota
2019, sebanyak 57,27% disumbang oleh perdagangan, pendidikan maupun sebagai
sektor informal.Dalam beberapa waktu ikon kota pariwisata yang sudah barang
terakhir, kontribusi sektor informal tentu kota Mataram menjadi tumpuan
terhadap total pasar tenaga kerja bagi para pencari kerja baik di sektor
Indonesia terus mendekati level formal maupun informal.
60%.Untuk diketahui, yang membedakan Berdasarkan data BPS NTB, jumlah
lapangan kerja formal dan informal adalah angkatan kerja pada Februari 2019
terkait dengan pembayaran pajak ke sebanyak 2.489.388 orang, naik 30.367
pemerintah. Tenaga kerja formal orang dibanding Februari 2018. Tingkat
merupakan tenaga kerja yang Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
membayarkan pajak kepada pemerintah. Februari 2018 sebesar 69,83 persen
Biasanya, tenaga kerja formal merupakan sedangkan pada Februari 2019 menjadi
seorang profesional seperti guru, dosen, 69,62 persen. Penduduk yang bekerja
dokter, wartawan, dan Aparatur Sipil sebanyak 2.408.095 orang, bertambah
Negara (ASN).Sementara itu, tenaga kerja 32.284 orang dari Februari 2018.Sebanyak
informal merupakan tenaga kerja yang 1.635.422 orang (67,91 persen) bekerja
tidak membayarkan pajak kepada pada kegiatan informal dan sebanyak
pemerintah, walaupun sejatinya 772.673 orang bekerja di kegiatan formal.
penghasilannya masuk ke dalam kategori Selama setahun terakhir (Februari 2018‐
yang dikenakan pajak penghasilan (PPh). Februari 2019), pekerja informal turun
Tenaga kerja informal biasanya sebesar 3,60 persen(Suara NTB; 29 Sep
diasosiasikan dengan tenaga kerja yang 2019). Persentase tertinggi pada Februari
banyak mengandalkan kekuatan fisik (blue 2019 adalah pekerja penuh (jam kerja
178 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

minimal 35 jam per minggu) sebesar 60,36 2. Bagaimana tingkat pendapatan dan
persen. Sedangkan penduduk yang bekerja kesejahteraan pekerja sektor informal
dengan jam kerja 1‐7 jam memiliki dan formal pada era digital di kota
persentase yang paling kecil, yaitu sebesar Mataram.
5,78 persen. Sementara itu, pekerja tidak Tujuan Penelitian
penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja 1. Untuk mengetahui profil pekerja
paruh waktu (25,40 persen) dan pekerja sektor informal maupun formal pada
setengah penganggur (14,24 persen). era industri digital di Kota Mataram.
Hasil kajian Badan Pusat Statistik (BPS) 2. Untuk menganalisis tingkat
Nasional (Februari ;2019), bahua pendapatan dan tingkat
perkembangan sektor informal ini dipicu kesejahteraan pekerja sektor
dari dua sisi yaitu pertama; perkembangan informal dan formal melaui bisnis
ekonomi digital dan teknologi sehingga online di Kota Mataram lokal
memacu tumbuhnya uirasasta baru secara
on‐line. Selain itu pertumbuhan sektor KAJIAN PUSTAKA
informal juga dipengeruhi dari Pengertian Sumberdaya Manusia
karakteristik kaum milenial yang Kualitas SDM Indonesia yang didominasi
cenderung memilih jam kerja fleksibel. oleh lulusan SD dan SMP menjadikan
Mengacu pada ilustrasi gambaran potret Indonesia belum dapat berpartisipasi
ketenaga kerjaan NTB baik di sektor dalam lapangan kerja baru yang terbentuk
informal maupun sektor formal muaranya di Industri 4.0 yang membutuhkan skill dan
secara umum tertuju pada kota Mataram kompetensi yang tinggi, yang ada SDM
karena kota Mataram memiliki daya tarik indonesia hanya akan menjadi pekerja
bagi pencari kerja apakah pekerja disektor dalam rantai terujung atau terakhir dari
informal yang sekarang ini semakin proses produksi dimana hanya melakukan
bertambah dengan tumbuhnya pedagang‐ pekerjaan yang memiliki upah yang
pedagang kuliner maupun pedagang kaki rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan
lima dan usaha makanan on line, disisi lain oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
kompetisi pencari kerja di sektor formal Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa
juga semakin meningkat baik untuk masuk pada tahun 2018 penetrasi pengguna
pada pasar tenaga kerja pemerintah Internet di Indonesia mencapai angka
maupun suasta dengan berbagai skill atau 143,26 juta jiwa atau setara 54,7 persen
keahlian yang dimiliki dengan berbagai dari total populasi Indonesia. Hal ini
tingkat kelulusan baik dari lulusan Sekolah sebenarnya dapat menjadi sebuah acuan
Menengah Keatas (SMA) sederajat, dimana kesiapan Indonesia dalam
diploma dan perguruan tinggi. Sesuatu menghadapi Industri 4,0 sangat tinggi
yang menarik untuk dikaji dan dikemas karena sebagian besar penduduk sudah
dalam suatu survey Pekerja sektor familiar dengan internet.
Informal maupun formal di era digital di Namun jika dilihat lebih jauh lagi ternyata
Kota Mataram. 130 juta jiwa diantaranya atau setara 49%
Rumusan Masalah masih menggunakan internet untuk
Dari latar belakang di atas dapat bermain sosial media saja, belum pada
dirumuskan permasalahan sebagai tingkat yang lebih dalam. Sehingga dapat
berikut: disimpulkan walaupun tingkat penetrasi
1. Bagaimana frofil pekerja sektor pengguna internet di Indonesia tinggi,
informal dan pekerja formal pada era namun masyarakat belum siap dalam
industri digital di Kota Mataram. menggunakan sistem internet yang lebih
rumit dan sulit dalam era industri digital.
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|179

Menanggapi berbagai permasalahan SDM pekerja informal di DKI Jakarta Rp


yang muncul dalam menghadapi Industri 3.515.000,‐
4.0, pemerintah menerapkan beberapa Jika dianalisis untuk setiap lapangan
kebijakan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, kesenjangan upah di tiap
SDM. Salah satunya adalah dengan daerah antara gender juga dihadapi pada
menciptakan kurikulum berbasis semua lapangan pekerjaan di Indonesia.
kompetensi yang tersambung dan sesuai Pada tahun 2015, kesenjangan terbesar
(Link and Match) dengan industri, sehingga ada pada lapangan pekerjaan pertanian,
nantinya lulusan yang dihasilkan dapat kehutanan, dan perikanan. Pada lapangan
memiliki kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan tersebut, pekerja perempuan
kebutuhan industri dan professional. hanya mendapatkan upah 56,49 persen
Dengan ini maka nantinya diharapkan SDM dari upah yang diterima oleh pekerja laki‐
Indonesia dapat menempati berbagai laki. Besarnya kesenjangan upah antar
lapangan kerja baru yang muncul pada gender pada pertanian disebabkan karena
Industri 4.0 jenis pekerjaan pada lapangan pekerjaan
Pasar Tenaga Kerja tersebut lebih mengandalkan tenaga dan
Kondisi Covid 19 membaua dampak fisik.
keberbagai sektor perekonomian Secara umum, kesenjangan upah antar
Indonesia, hal ini mengakibatkan banyak gender dipengaruhi oleh jenis dan posisi
terjadi pemutusan hubungan kerja atau pekerjaan yang ditempati oleh pekerja
tenaga kerja yang dirumahkan. Mentri perempuan dan pekerja laki‐laki. Beberapa
Ketenaga kerjaan Ida Fauziah(dikutip dari jenis dan posisi pekerjaan dengan upah
Kontan 8/07/2020) mengatakan, sejak 1 yang tinggi hanya didominasi oleh pekerja
April hingga 27 Mei 2020 terdapat 1,75 juta laki‐laki. Tidak hanya secara umum,
tenaga kerja formal dan informal yang kesenjangan upah juga dapat dilihat dari
terdampak covid‐19. Pekerja formal yang masing‐masing jenis pekerjaan. Pada
dirumahkan dan mengalami pemutusan tahun 2015, perempuan mengalami
hubungan kerja (PHK) mencapai 1,43 juta kesenjangan upah di semua jenis
orang pekerja dan yang terdampak PHK pekerjaan. Kesenjangan terbesar ada pada
sebanyak 380.221 pekerja dan yang tenaga usaha jasa. Tenaga usaha jasa yang
dirumahkan mencapai 1.058.284 pekerja. dimaksud seperti pelayanan pribadi dan
Sementara pekerja sektor informal yang perlindungan yang berkaitan dengan
terdampak sebanyak 318.959 orang dn ini perjalanan, kerumahtanggaan, katering,
bisa lebih besr lagi karena data yang masuk perawatan pribadi, atau perlindungan
kebanyakan data pekerja formal. terhadap kebakaran dan tindakan
Sementara pekerja sektor pelanggaran hukum. Pada jenis pekerjaan
informal merupakan pekerja yang tersebut, pekerja perempuan hanya
berusaha sendiri dan pekerja bebas menerima upah setengahnya dari upah
disektor pertanian dan non pertanian pekerja laki‐laki.
seperti pedgang kaki lima, sopir angkot, Sektor Informal Dan Sektor Formal
tukang sepatu, tukang becaak. Jika dilihat Sektor Usaha Formal adalah lapangan atau
dari catatan BPS pada tahun 2019 rata‐rata bidang usaha yang mendapat izin dari
upah pekerja sektor informal di Indonesia pejabat berwenang dan terdaftar di kantor
sebesar Rp 1.816.000 per bulan. Namun pemerintahan. Badan usaha tersebut
demikian besaran jumlah upah yang apabila dilihat di kantor pajak maupun
diterima oleh pekerja informal pun kantor perdagangan dan perindustrian
berbeda di tiap daerah, upah tertinggi terdaftar nama dan bidang usahanya
(Hestanto; 2016).
180 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

Ciri‐ciri: ketrampilan, sektor informal dapat


1. Adanya izin mendirikan usaha dari memiliki peran yang yang besar dalam
pemerintah (SIUP) pengembangan sumber daya manusia.
2. Ada Akta Pendirian oleh Notaris Sektor informal memunculkan
3. Memiliki pembukuan/Laporan permintaan untuk tenaga kerja
Kuangan yang Jelas semiterampil dan tidak terampil.
4. Rutin Melaporkan Keuangan ke Sektor informal biasanya
Kantor Pajak menggunakan teknologi tepat guna
Sektor Usaha Informal yaitu bidang dan menggunakan sumber daya local
usaha yang tidak memiliki keresmian sehingga akan menciptakan efisiensi
usaha dan usaha tsb tidak memiliki izin alokasi sumber ormal bahwa
dari pemerintah dan tidak terdaftar di kebanyakan pekerja di sektor informal
lembaga pemerintahan. perkotaan merupakan migran dari
Ciri‐ciri: desa atau daerah lain. Motivasi pekerja
1. Tidak memiliki izin usaha adalah memperoleh pendapatan yang
2. Modal relatif kecil cukup untuk sekedar mempertahankan
3. Peralatan yang digumakan hidup (survival).
sederhana Pendapatan Dan Kesejahteraan
4. Tidak terkena pungutan pajak Pendapatan adalah salah satu indicator
5. Administrasi tidak punya/sangat untuk melihat kesejahteraan masyarakat.
sederhana Contoh: warung makan, Setiap orang berkeinginan untuk mencapai
Pedagang Asongan, Pedagang kehidupan sejahteran atau hidup
Keliling, Tulang jahit sepatu sejahtera, dengan berbagai kriteria yang
Sektor informal memiliki peran yang besar digunakan untuk mengukur kesejahteraan.
di negara‐negara sedang berkembang Secara mikro kesejahteraan rumah tangga
(NSB) termasuk Indonesia. Sektor informal dapat didekati dengan hukum Engel, yang
adalah sektor yang tidak terorganisasi menyatakan pangsa pengeluaran makanan
(unorganized), tidak teratur (unregulated), terhadap pengeluaran rumah tangga akan
dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar semakin berkurang dengan pendapatan
(unregistered). yang meningkat. Lebih lanjut dalam
Menurut Hestanto(2016), sektor keadaan harga barang dan selera
informal memiliki karakteristik seperti masyarakat tetap maka peningkatan
jumlah unit usaha yang banyak dalam pendapatan menunjukkan peningkatan
skala kecil; kepemilikan oleh individu kesejahteraan (Nicholson, 2002).
atau keluarga, teknologi yang Setiap orang memiliki
sederhana dan padat tenaga kerja, keinginan untuk membuat dirinya hidup
tingkat pendidikan dan ketrampilan sejahtera, yaitu suatu keadaan yang
yang rendah, akses ke lembaga membaut dirinya serba baik atau suatu
keuangan daerah, produktivitas tenaga kondisi dimana orang‐orang dalam
kerja yang rendah dan tingkat upah keadaan hidup makmur atau
yang juga relatif lebih rendah berkecukupan, sehat dan rasa damai.
dibandingkan sektor Undang‐ Undang Nomor 11 Tahun 2009,
formal.Penggunaan modal pada sektor tentang kesejahteraan sosial menyebutkan
informal relatif sedikit bila bahwa keadaan sejahtera yaitu suatu
dibandingkan dengan sektor formal tatakehidupan dan penghidupan sosial,
sehingga cukup dengan modal sedikit baik material maupun spiritual diliputi oleh
dapat memeprkerjakan orang. Dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan
menyediakan akses pelatihan dan ketentraman.
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|181

Menurut Spickerdkk (dalam pendapatan pekerja informal dan formal di


Suharto,2006), pengertian kesejahteraan era industri digital di kota Mataram.
sedikitnya mengandung empat makna, Kajian Penelitian Terdahulu
yaitu sebagai berikut: Berdasarkan hasil penelitian Yustina
Pertama, sebagai kondisi sejahtera (well‐ Chrismardani, Bondan S(2018) bahwa
being). Pengertian ini biasanya menunjuk pekerja sektor formal yang termasuk
pada istilah kesejahteraan sosial (sosial dalam kategori pekerjan/ pekerja dan
welfare) sebagai kondisi terpenuhinya berusaha dibantu oleh pekerja tetap /
kebutuhan material dan non material. pekerja dibayarhingga 76 persen, dan
Kondisi sejahtera terjadi manakala pekerja informal adalah yang mencoba
kehidupan manusia aman dan bahagia sendiri, berusaha menjadidibantu oleh
karena kebutuhan dasar akan gizi, pekerja sementara, pekerja gratis di
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pertanian, pekerja bebassecara non‐bayar
pendapatan dapat dipenuhi. mencapai 24 persen. Temuan penting
Kedua, sebagai pelayanan sosial dalam lainnya menunjukkan hal itutidak ada
bentuk jaminan sosial (sosial security), perbedaan signifikan dalam total
pelayanan kesehatan, pendidikan, pendapatan pekerja disektor informal dan
perumahan dan pelayanan sosial personal formal, yang rata‐rata Rp 76.184, dan
(personal sosial services). ternyatabahwa Kabupaten Bangkalan
Ketiga, sebagai tunjangan sosial, yang belum menjadi target migrasi pekerjadari
khususnya diberikan kepada orang miskin, daerah sekitarnya.
karena sebagian besar penerima walfare Penelitian yang dilakukan oleh Yupi
adalah orang‐orang miskin, cacat, Kurniauan,S dan Rr. Retno
pengangguran. Arnanti(2014),bertujuan untuk
Ketiga, sebagai tunjangan sosial, yang menggambarkan pengelolaan sumber
khususnya diberikan kepada orang miskin, daya manusia dan perbedaan pengelolaan
karena sebagian besar penerima walfare sumber daya manusia pada sektor formal
adalah orang‐orang miskin, cacat, dan sektor informal di Jawa Timur. Jenis
pengangguran. penelitian ini kuantitatif deskriptif, dengan
Keempat, sebagai proses teknik pengumpulan data yang dilakukan
atauusahaterencana yang dilakukan baik melalui penyebaran kuesioner pada
oleh perorangan, lembaga sosial, wirausaha sektor formal dan informal di
masyarakat maupun badan‐badan Jawa Timur. Sebelum dilakukan analisa
pemerintah untuk meningkatkan kualitas statistik deskriptif dan uji T terlebih dahulu
kehidupan melalui pemberian pelayanan dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang
sosial dan tunjangan sosial. telah teruji. Berdasarkan hasil analisa data
Menurut Sajogyo dalam yang didapat, ditemukan pengelolaan
Murdani, dkk (2015), menjelaskan sumber daya manusia di Jawa Timur
pengukuran kesejahteraan didasari atas tergolong dalam kategori sedang.
kriteria garis kemiskinan. Kriteria tersebut Ditemukan pula aspek yang paling terbaik
meliputi; rumahtangga paling miskin, dalam pengelolaan sumber daya manusia
rumah tangga miskin sekali, rumah tangga di Jawa Timur yaitu penilaian prestasi
miskin, rumah tangga nyaris miskin, rumah kerja. Berdasarkan uji T variabel
tangga cukup dan rumah tangga hidup independen pengelolaan sumber daya
layak. Salah satu indikator untuk mengukur manusia sektor formal dan informal di
tingkat kesejahteraan adalah pendapatan Jawa Timur tidak terdapat perbedaan yang
yang diperoleh masyarakat. Oleh karena signifikan secara keseluruhan.
itu penelitian ini bertujuan untuk melihat
182 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

Hasil kajian Badan Pusat Statistik (BPS) adalah untuk meneliti tentang
Nasional(Februari,2019), bahua jumlah karakteristik dari seluruh kelompok yang
penduduk berumur 15 tahun keatas yang hendak diteliti atau populasi dengan
bekerja disektor informal tahun 2015 meneliti sebagian (sub‐set) dari kelompok
sejumlah 67 juta orang pekerja dan pada populasi tersebut yang selanjutnya disebut
tahun 2019 jumlah pekerja sektor informal dengan sampel. Hasil dari survey terhadap
telah mencapai 74 juta orang pekerja. BPS sampel tersebut kemudian
juga mencatat sektor informal digeneralisasikan atau diberlakukan
mendominasi pekerjaan di Indonesia kepada populasi. Penelitian survey
sementara itu penduduk yang bekerja di biasanya didefinisikan sebagai sebuah
sektor formal hanya mencapai 55,3 juta penelitian atau penelitian tentang
orang pekerja. kelompok besar melalui penelitian
Jenis Penelitian dan Sumber Data langsung dari subset (sampel) dari
Penelitian ini menggunakan metode kelompok tersebut.
analisis deskriptif yaitu untuk meneliti Penentuan responden dibagi dalam
status kelompok manusia, suatu obyek, pekerja usaha di sektor informal
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran yaitu(pedagang asongan, pedagang kaki
ataupun suatu kelas peristiua pada masa lima, pedagang keliling, bengkel kecil,
sekarang (Nazir; 2011). Metode deskriptif tukang jahit sepatu). Sedangkan untuk
menggambarkan peristia secara pekerja yang bekerja pada sektor formal,
sistematis, faktual dan akurat mengenai yaitu sektor selain sektor informal,
fakta, sifat dan hubungan antar fenomena meliputi berusaha sendiri yang berijin dan
yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membayar pajak, berusaha dibantu
membuat gambaran atau lukisan secara pekerja tidak tetap, pekerja bebas. Karena
sistimatis, faktual dan akurat mengenai gambaran populasi responden tidak
kinerja pemasaran produk agroindustri diketahui jumlahnya maka dalam
olahan di daerah penelitian. penentuan sampel digunakan teknik non
Penelitian ini menggunakan data primer random sampling yaitu menggunakan
dan data sekunder sebagai pendukung teknik Accidental Sampling. Menurut
analisis. Data primer diperoleh langsung Sugiyono (2018;138) teknik penentuan
dari responden yaitu pekerja disektor sampel berdasarkan kebetulan, yaitu
informal dan pekerja disektor formal pekerja informal/formal yang secara
dengan melakukan uauancara lansung kebetulan/incidental bertemu dengan
kepada responden yang dituju. Sedangkan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
data sekunder adalah data yang diperoleh bila orang yang kebetulan ditemui itu
dari instansi terkait seperti BPS Kota cocok sebagai sumber data.
Mataram, Kantor Ketenagakerjaan Kota Metode Analisis Data
Mataram dan berbagai literatur yang ada Analisis dilakukan dengan menggunakan
kaitannya dengan penelitian ini. analisis data kualitatif dan kuantitatif
Metode Pengumpulan Data dengan menggunakan data primer yang
dengan melakukan pendataan langsung dikumpulkan melalui hasil wawancara
kepada obyek yang diteliti dengan dengan bantuan daftar pertanyaan.
mengambil sampel sebanyak 90 Kemudian analisis dilakukan dengan
responden sesuai dengan kebutuhan analisis tabel baik tabel frekensi maupun
penelitian yang terdiri dari pekerja disektor menggunakan tabel silang.
informal sebanyak 55 responden dan Selanjutnya untuk mengetahui tingkat
pekerja di sektor formal sebanyak 35 pendapatan dan kesejahteraan pekerja
responden. Tujuan penelitian survey
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|183

sektor informal dan formal digunakan Y = Produksi yang diperoleh


analisi sebagai berikut: Py = Harga Y
1.Analisis usaha dan biaya, yaitu TVC = Total Biaya Variabel (dalam
mengetahui pendapatan pekerja sektor Rupiah)
informal yaitu dengan formula sebagai TFC = Total biaya Tetap (dalam Rupiah)
berikut:
Π = TR ‐ TC 2.Pengukuran derajat kesejahteraan
TR = Y. Py pekerja informal dan formal menggunakan
TC = TFC + TVC batas garis kemiskinan,sebagaimana
Dimana: dikemukakan oleh Sajogyo dalam Murdani,
TR = Total penerimaan (Total Revenue dkk (2015) terdiri dari beberapa criteria
dalam rupiah) sebagai berikut:
TC = Total Biaya (dalam Rupiah)

Tabel 1. Kriteria Garis Kemiskinan Sajogyo


No Uraian Tingkat Kesejahteraan /Kapita/Tahun
1 RT Paling Miskin < 180 Kg Setara beras
2 RT MiskinSekali 181 ‐ 240 Kg setara beras
3 RT Miskin 241 ‐ 320 Kg setara beras
4 RT NyarisMiskin 321 ‐ 480 Kg setara beras
5 RT HidupCukup 481 ‐ 960 Kg setara beras
6 RT HidupLayak > 960 Kg setara beras
Sumber: Sajogyo dalam Murdani dkk(2015)
masyarakat kota Mataram dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN berbagai bentuk usaha baik usaha mikro
Gambaran Wilayah Kota Mataram maupun usaha kecil menengah yang
Kota Mataram merupakan kota Ibu kota bergerak dibidang usaha industry,
dari Provinsi Nusa Tenggara Barat yang perdagangan maupun jasa.
berdiri tahun 1986 dengan wilayah Kota Mataram dibagi menjadi tiga wilayah
meliputi Kecamatan Mataram, Kecamatan yaitu wilayah Kota Cakranegara, Wilayah
Cakranegara dan Kecamatan Ampenan. Kota Mataram dan wilayah kota tua
Dengan perkembangan kota yang sangat Ampenan dan secara demografis
pesat dibarengi dengan pertumbuhan penduduk di kota Mataram tersebar di 5
penduduk maka kota Mataram menjadi (lima) kecamatan yaitu; kecamatan
tumpuan kehidupan berbagai komunitas Cakranegara, kecamatan Sandubaya,
usaha dan baik bagi pekerja sector kecamatan Selaparang, kecamatan
informal maupun pekerja sector formal. Ampenan, kecamatan Mataram dan
Sebagai ibu kota provinsi juga merupakan kecamatan Sekarbela dengan penyebaran
pusat pemerintahan, perdagangan dan penduduk sebagai berikut:
pendidikan tumbuh berbagai aktivitas
.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Mataram Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2018‐2020
Laki‐laki Perempuan
Kecamatan
2018 2019 2020 2018 2019 2020
Ampenan 46.662,00 47.890,00 48.275,00 46.052,0 46.874,00 47.666,00
Mataram 43.852,00 45.820,00 44.851,00 45.670,00 46.717,00 47.742,00
Cakranegara 33.611,00 33.774,00 33.898,00 34.508,00 34.681,00 34.821,00
Sandubaya 39.464,00 40.650,00 41.824,00 39.716,00 40.916,00 42.112,00
184 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

Laki‐laki Perempuan
Kecamatan
2018 2019 2020 2018 2019 2020
Sekarbela 35.825,00 37.147,00 38.473,00 36.746,00 38.107,00 39.481,00
Selaparang 36.812,00 36.878,00 36.900,00 38.558,00 38.631,00 38.669,00
Kota Mataram 236.226,00 240.789,00 245.190,00 241.250,00 245.926,00 250.491,00
Sumber: BPS Kota Mataram

Perkembangan penduduk di Kota Mataram karakteristik pekerja sektor informal


cukup pesat dari data 2018 jumlah tersebut adalah sebagai berikut:
penduduk secara keseluruhan 236.226
jiwa penduduk laki‐laki dan sebesar 1. Karakteristik Pekerja Sektor Informal Dan
241.250 jiwa penduduk wanita, total Formal di Kota Mataram
pendduduk tahun 2018 sebesar 477.467 Berdasarkan hasil sampel responden
jiwa. Pada tahun 2019 penduduk laki‐laki dalam penelitian ini, didapatkan data
mencapai 240.789 jiwa dan penduduk mengenai persentase pada perkerja sektor
wanita berjumlah 245.926 jiwa atau total informal maupun pekerja sector formal di
penduduk 2019 sebesar 486.715 jiwa atau wilayah kota Mataram yang menjadi
meningkat sebesar 1,93 %. Selanjutnya responden dalam penelitian ini adalah
penduduk tahun 2020 merupakan angka sebesar 54 orang pekerja sector informal
prediksi yang digambarkan oleh kantor atau mencapai 60 % dan 36 orang pekerja
dukcapil kota Mataram dimana tahun 2020 formal atau mencapai sebesar 40 %.
penduduk laki‐laki berjumlah 245.190 jiwa Perbedaan persentase pekerja sektor
dan penduduk wanita sebesar 250.491 informal tidak terlalu besar, dengan
jiwa atau jumlah keseluruhan penduduk persentase pekerja sector formal dan lebih
tahun 2020 sebesar 495.681 jiwa atau dominan dibandingkan persentase pekerja
mengalami peningkatan dari tahun formal. Hal tersebut terjadi karena salah
sebelumnya sebesar 1,84 %. Pertambahan satunya dikarenakan ada kecenderungan
jumlah penduduk yang cukup besar harus penduduk lebih banyak yang menjadi
diimbangi dengan berbagai kebutuhan pencari nafkah utama guna memenuhi
pokok makan, sandang maupun papan kebutuhan rumah tangga dalam keluarga
yang permintaannya cukup banyak, lebih memilih pekerjaan di sector informal
terutama permintaan akan produk‐produk dibanding formal yang lebih
olahan baik sebagai bahan mentah mengutamakan persyaratan pendidikan
maupun produk olahan industry kecil yang dan keahlian. Sedangkan pekerja di sector
sudah jadi. informal masuk tanpa membutuhkan
Karakteristik Pekerja Informal Dan Formal keahlian dan persyaratan pendidikan
Gambaran mengenai karakteristik pekerja untuk menekuni suatu bidang pekerjan
sektor informal danpekerja formal di Kota atau usaha.
Mataram meliputi pekerja yang bekerja di
sector informal dan pekerja di sector for
yang secara fisual menunjukkan variabel‐
variabel yang diteliti. Deskripsi akan
mencoba menggambarkan karakteristik
responden berdasarkan gender, usia,
pendidikan terakhir, tanggungan, jenis
usaha, jam operasional usaha, lama usaha,
modal usaha, dan pendapatan yang Sumber: data primer diolah (2020)
diperoleh. Adapun deskripsi dari beberapa
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|185

2. Karakteristik Pekerja Informal dan Formal


Berdasarkan Usia
Penyebaran penduduk dikota Mataram
dapat dilihat dari jumlah penduduk
menurut kelompok umur baik dari usia
anak‐anak sampai usia produktif dapat
digambarkan berikut:
Jumlah pekerja sektor informal dan formal
dengan usia produktif di wilayah penelitian
menjadi mayoritas yaitu kisaran usia 21
tahun sampai dengan usia 56 tahun. Hal ini 3. Karakteristik Pendidikan Responden
dapat dilihat dari besarnya persentase Pendidikan merupakan variable
pekerja dengan usia antara 24 sampai penting bagi seseorang dalam memasuki
dengan 35 tahun mencapai 30 responden dunia kerja atau pasar kerja, karena
atau 33.3%. Sementara itu pekerja dengan dengan tingkat pendidikan yang
umur > 35 sampai dengan 56 tahun dimilikinya maka seseorang akan dapat
sebanyak 54 orang atau 60 % menentukan pilihannya untuk mengembil
daripopulasi. Sedangkan sisanya pekerjaan di sector mana karena
merupakan pekerja dengan usia dibawah disesuaikan dengan tingkat keahlian atau
24 tahun sebanyak 6 orang atau mencapai keterampilan yang dimilikinya. Dalam
6,7 %. Dari gambaran usia kerja disektor penelitian ini dari data sampel yang ada
informal maupun formal merupakan pendidikan responden dapat
pekerja produktif yang sebagian besar dikelompokkan menjadi ke dalam 4
berusia 35 tahun ke atas dan yang kedua kategori, yaitu tidak tamat SD, SD, SMP,
usia kerja pada kisaran 24 – 35 tahun dan dan SMA ke atas. Berdasarkan data
yang ketiga pekerja dengan usian dibawah lapangn Pekerja dengan tingkat
umur 24 tahun. Umur seseorang dapat pendidikan SMA ke atas menduduki posisi
sangat menentukan keberhasilan suatu terbanyak di antara kategori yang lain
usaha karena pada usia antara 25 tahun dengan jumlah 34 responden diikuti
keatas mereka sangat semangat dan dengan tingkat pendidikan SMP 22
membutuhkan penghasilan untuk responden, lalu Sarjana/Diploma 17
membiaya hidup keluargausia dibawah 24 responden, pekerja dengan pendidikan
tahun masih merupakan usia baru untuk tamat SD sebanya 13 responden dan
terjun memulai usaha sendiri maupun kategori tidak tamat SD sebesar 4
sebagai pekerja atau membantu pekerjaan responden. Artinya, walaupun pekerja di
sesorang sebgai tenaga kerjadan ini wilayah kota Mataram tersebut
ditunjukkan dari tingkat produktivitas kebanyakan berasal dari masyarakat
dalam menjalankan aktivitas usaha di menengah kebawah, namun memiliki latar
sector informal maupun formal, hal ini belakang pendidikan yang cukup tinggi
berkaitan dengan kemampuan daya tahan yaitu SMA ke atas sebanyak 56,67 % dari
fisik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan total responden dan selebihnya kategori
dan kondisi seseorang secara fisik sangat pendidikan pekerja sebanyak 33,33 %
berpengaruh terhadap setiap aktivitas dengan pendidikan tamat SMP dan Sd dan
pekerjaan yang ditekuninya. 4,5 % tidak tamat SD (4 orang resonden)
pada pekerja informal. Sedangkan rata‐
rata pekerja formal mememiliki
pendidikan sarjana (S1) dan tamatan
186 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

diploma (D III) yaitu sebanyak 17 orang 1 orang sebanya 10 orang responden atau
responden atau 18,89 %. sebesar 9 %, kemudian responden dengan
Berdasarkan sebaran data didapati bahwa tanggungan di atas 4 orang sebanya 14
keberadaan pekerja informal maupun responde atau sebesar 15,56 % dan
formal diihat dari tingkat pendidikan, responden dengan tanggunga 0 orang
dimana pekerja sektor informal didominasi artinya tidak memiliki beban tanggungan
oleh pekerja dengan pendidikan tamat keluarga sebessar 3,33 % atau sebanya 3
SMA kebawah, sedangkan jenis usaha orang responden. Kelompok responden ini
pekerja sektor informal maupun formal didominasi oleh anak‐anak muda yang
yang menamatkan sampai jenjang S1 statusnya belum menikah yang baru
memiliki usaha rumah makan, bingkil, memulai bekerja di sector formal.
Internet, potokopy, percetakan dan took. Beban tanggunga dalam keluarga pekerja
Berdasarkan gambar diagram 3, dapat informal maupun forma menjadi beban
dilihat bahwa pendidikan pekerja sektor dalam pencapaian pendapatan pekerja
infornal mayoritas pada jenjang yang menjadi ukuran apakah pendapatan
pendidikan SMA ke bawah dengan yang diterima pekerja informal dan formal
persentase 81,0 % atau sebanyak 73 orang di wilayah kota Mataram sudah memenuhi
responden. Hal ini dapat menunjukkan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) atau
bahwa pekerja sektor informal yang belum ini dapat diukur dengan
kedudukannya sekunder dalam membandingkan pendapatan yang
perekonomian kota Mataram namun diterima pekerja dengan standar KHL yang
tingkat kesadaran para pekerja sektor ada di Kota Mataram baik bagi pekerja
informal akan pentingnya pendidikan lajang maupun pekerja status menikah.
cukup tinggi. Walaupun, masih adanya Berikut sebaran jumlah tanggungan
responden yang tidak tamat sekolah dasar pekerja sector informal dan formal di
sebanyak 4,5 % atau 4 orang responden. wilayah Kota Mataram dapat ditampilkan
dalam bentuk diagram yang menunjukkan
persentase jumlah tanggunang dari
tanggunga 0 kemudian 1, 2,3, dan di atas 4
orang.

Sumber: data primer diolah (2020)


4. Karakteristik Jumlah Tanggungan
Pada gambar 4 dapat dilihat jumlah
tanggungan pekerja sektor informal dan
formal yang menjadi responden di wilayah
Sumber: data primer diolah (2020)
kota Mataram sebarannya adalah sebagai
5. Jenis Usaha Pekerja Informal dan
berikut; pertama pekerja informal dan
Formal di Kota Mataram
formal dengan jumlah tanggungan 2 orang
Jenis ‐ jenis usaha yang dikelola oleh
sebanyak 35 orang responden atau
pekerja informa maupun formal diwilayah
sebesar 38,89 %, kedua terdapat pada
kota Mataram antara lain minuman/es
tanggungan 3 orang sebanyak 28
juice, es the, es kelapa, kios/warung,
responden atau sebesar 27,78 %.
rumah makan, laundry, jasa, rental, poto
Selebihnya responden dengan tanggungan
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|187

copy, percetakan, toko dan usaha lainnya. pekerja yang dicurahkan dalam waktu
Sebaran data jenis usaha responden bekerja yang dapat diselesaikan dalam
didominasi oleh usaha warung makan baik mencari nafkah dapat dilihat pada gambar
makanan matang maupun makanan 6. Berdasarkan reviu data penelitian dapat
mentah yaitu sebesar 41,11 %, kemudian diketahui bahwa dari 90 responden waktu
diikuti jenis usaha minuman sebesar 10 %, kerjanya dibagi menjadi 2 (dua) bagian
toko sebesar 10 % dan poto copy 7,8 % yaitu bekerja < 10 jam, bekerja diatas > 10
Selanjutnya ada usaha laundry, tambal jam, hal ini bila merujuk pada peraturan
ban. Sol sepatu, gadai barang (jasa) Menteri Tenaga Kerjaan Ketetapan
sebesar 11,11 %, usaha lainnya rental, Undang‐Undang No. 13 Tahun 2003,
internet dan bingkil kendaran dan konter tentang ketenagakerjaan adalah waktu
HP total sebanyak 14 responden atau bekerja selama 7 jam/hari untuk 6 hari
sebesar 15,56 % (rental 3, internet 3, kerja dalam seminggu (pasal 77 ayat 2 poin
konter HP 3, bingkil 5). a), atau 8 jam/hari untuk 5 hari kerja dalam
Jenis usaha informal yang berada di seminggu (pasal 77 ayat 2 poin b). Kondisi
wilayah kota Mataram terdiri dari ini menggambarkan sektor informal tidak
kios/warung, minuman, makanan. ketiga terikat waktu dalam menjalankan
wilayah ini Cakranegara, Mataram dan usahanya. Pekerja sector informal maupun
ampenanan merupakan daerah pemukian formal dari jam kerja yang diperoleh dalam
padat penduduk, disamping dekat dengan penelitian sebagian besar jam kerjanya
pusat‐pusat pendidikan seperti kampus melampoi jam kerja normal yaitu 7 jam
Universitas Mataram, Unizar, IAIN dan sehari. Dari data penelitian diketahui
Universitas Muhamadiyah. Hal ini tidak bahwa rata‐rata yang bekerja < 10 jam
terlepas secara tidak langsung menjadi sehari mencapai 40 % atau 36 responden
peluang bisnis bagi masyarakat sekitarnya dan sisanya atau 60 % atau 54 responden
untuk mencari penghasilan dengan mereka bekerja melebihi 10 jam sehari.
melakukan aktivitas usaha warung makan
terbanyak, kios, jasa bingkil, jasa tambal
ban, sol sepatu, photocopy, rental dan lain‐
lain.

Sumber: data primer diolah (2020)


7. Karakteristik Berdasarkan Lama Kerja
Lamanya bekerja seseorang masuk dalam
dunia kerja merupakan pengalaman
pekerjaan yang ditekuninya dan ini akan
Sumber: data primer diolah (2020) memberi manfaat dari segi waktu dan
6. Karakteristik Bedasarkan Waktu kebiasaan mereka dalam melakukan
Bekerja aktivitas. Baik pekerja informal maupun
Waktu kerja bagi pekerja informal dan formal sebagaian besar dari responden
formal dapat mempengaruhi pendapatan memiliki pengalaman bekerja dari sisi lama
yang diterima pekerja informal maupun kerja diatas > 10 tahun mencapai 65 % atau
pekerja formal yang di mulai dari jam kerja sebanyak 61 rsponden dan dibawah 5
awal sampai selesai bekerja. Kemampuan tahun sebanyak 10 % atau sebanyak 9
188 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

responden, sedangkan diatas 5 tahun responden sedikit banyak akan


sampai 10 tahun sebesar 25 % atau mempengaruhi pendapatan yang diterima
sebanyak 20 orangBerdasarkan hasil data oleh pekerja informal maupun formal
yang didapat dari lapangan, diketahui karena mereka sudah benar‐benar
bahwa lamanya masa kerja yang dimiliki memahami karakter bisnis dibidangnya.
Tabel 3. Lama Bekerja sector informal dan Formal
Lama Usaha Informal (%) Formal (%)
1 Dibawah 5 Tahun 9 (10) ‐
2 Diatas 5 s/d 10 tahun 32 (36) 15 (17)
3 Diatas 10 tahun 24 (26) 10 (11)
Sumber: data primerdiolah (2020)
Pada table 3. di atas dapat dilihat 10.000.000,‐ sebanyak 24 orang
persentase perbandingan antara lama responden selebihnya dengan modal
kerja dari pekerja sektor informa sebesar diatas Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000
72 % atau sebaguian besar pekerja sector sebanyak 11 orang responden.
informal memiliki pengalaman berusaha Sealanjutnya pekerja disektor formal
diatas 5 mencapai 55 orang responden dan kepemilikan modal antaran Rp 5.000.000,‐
pekerja formal memiliki pengalaman usaha sampai dengan Rp 10.000.000,‐ sebanyak 5
di atas 5 tahun sampaidengan 10 tahun orang responden dan dengan modal usaha
sebanyak 25 rang responden. Dapat di atas Rp 10.000.000,‐ ‐ Rp 20.000.000
diketahui dari keseluruhan jumlah sebanyak 24 orang responden, dan usaha
responden pekerja sektor informal dengn modal di atas Rp 20.000.000,‐
sebagian besar memiliki pengalaman sebanyak 6 orang responden.
usahan diatas 5 tahun, dan begitu juga Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran
pada pekerja formal 5 – 10 tahun sebanya usaha atau pekerjaan disektor informal
15 orang responden dan diatas 10 tahun maupun formal diwilayah Kota Mataram
sebanya 10 orang responden. Sedangkan klasifikasi modal yang dimiliki berbeda
responden pekerja informal dengan lama pekerja formal cendrung penggunaan
usaha dibawah 5 tahun sebanyak 9 orang modal usahanya lebih besar di banding
responden atau sebesar 10 %. Dapat pekerja informal. Perbedaan ini
disimpulkan bahwa disektor informal disebabkan karena membuka usaha formal
pengalaman bekerjanya pada usaha yang memerlukan tempat dan biaya peralatan
digelutinya a lebih mendominasi yang cukup tinggi yaitu mencapai puluhan
dibandingkan pekerja di sector formal di juta. Adapun sebaran modal pekerja sektor
wilyah kota Mataram. informal dan formal diwilayah kota
Karakteristik Berdasarkan Modal Mataram yang terbanyak adalah Rp
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, 50.000.000 dengan jenis usaha ercetakan
diketahui frekuensi dan persentase modal dan poto copy, internet mencapai Rp
pekerja informal. Terdapat 20 responden 40.000.000. Berikut sebaran modal usaha
yang mengeluarkan modal dibawah Rp yang dimiliki pekerja sector informal dan
4.000.000,‐ untuk usaha informalnya, dan formal diwilayah kota Mataram tahun
diatas 5.000.000 sampai dengan 2020, sebagai berikut:
Tabel 4. Sebaran Modal Usaha Pekerja Informal Dan Formal
No Modal Usaha Informal Formal Keterangan( %)
1 Dibawah Rp 5.000.000 20 ‐ Modal sendiri
2 Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 24 5 Modal sendiri
3 > 10.000.000 – 20.000.000 11 24 Pinjaman
4 > 20.000.000 ‐ 6 Pinjaman
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|189

Sumber: Data primer diolah (2020)


Berdasarkan pada table 4 di atas, dapat Pendapatan merupakan penghasilan dari
dilihat persentase tingkatan modalyang usaha berupa uang yang didapatkan oleh
dimiliki para pekerja sektor informal pedagang dalam satu hari kerja, yang
maupun formal. Selisih Persentase antara dinyatakan dalam satuan rupiah dengan
modal ratusan ribu dan modal jutaan tidak akumulasi selama satu bulan. Berdasarkan
terlalu besar, hanya 2 % yang artinya gambar 9 di bawah dapat dilihat dari segi
bahwa ukuran usaha atau pekerjaan di pendapatan, mayoritas pekerja sektor
wilayah tersebut cukup besar untuk informal di wilayah tersebut memiliki
ekonomi kelas menengah mengingat pendapatan di bawah Rp 1.500.000 yaitu
jumlah modal yang dibutuhkan untuk sebanyak 72,2% atau 26 responden dari
membuat usaha atau pekerjaan tersebut total jumlah responden. Artinya jika dilihat
cukup tinggi dan besar yaitu antara ratusan dari sisi ekonomi, menjadi pekerja sektor
ribu hingga jutaan. Dapat dilihat juga Rp informal di wilayah tersebut adalah kurang
2.154.167 ada 14% atau 5 orang menjanjikan dari segi ekonomi, namun
responden pekerja sektor informal dengan mungkin akibat dari tuntutan hidup
tanpa modal, hal itu mungkin saja terjadi sehingga banyak masyarakat yang memilih
melihat pekerjaannya adalah seorang juru mengais rezeki di sektor informal wilayah
parkir. tersebur walaupun dengan pendapatan ala
Analisis Pendapatan Pekerja Informal dan kadarnya.
Formal
Tabel 5. Sebaran Pendapatan Sebulan Pekerja Informal dan Formal Di Kota Mataram
No Pendapatan (Rp) Informal (%) Formal (%) Keterangan
1 ≤ 3.000.000 15 16,67 ‐ Rokok dan minuman,
jasa
2 > 3.000.000 ‐ 5.000.000 25 27,78 8 8,89 Makanan, konter hp,
parfum
3 > 5.000.000 ‐ 7.000.000 11 12,21 12 13,33 Warung, internet, bingkil
4 > 7.000.000 4 4,45 15 16,67 Photocopy, cetakan, RM
Makan, Toko
Sumber: Data primer diolah (2020)
Mengacu pada ringkasan data pada tabel 5 rental), dan perolehan pendapatan di atas
di atas, dimana pendapatan pekerja Rp 7.000.000 sebanyak 4 orang responden
informal sebahagian besar berpendapatan pekerja informal atau 4,45 % (rumah
dibaah Rp 5.000.000,‐ atau sebanyak 40 makan) dan perolehan pendapatan
orang responden atau 44,46 % dengan 15 pekerja formal di atas Rp 7.000.000,‐
% responden berada pada tingkat sebanyak 15 orang responden atau 16,67
pendapatan dibauah Rp 3.000.000,‐ dan 8 % berupa potho copy, cetakan, dan toko).
orang responden pekerja formal atau 8,89 Analisis Tingkat Pendapatan Dan
% memperoleh pendapatan dibaah Rp Kesejahteraan Pekerja Informal dan
5.000.000,‐ Pekerja informal yang Formal Di Kota Mataram
memperoleh pendapatan di atas Rp Berdasarkan kriteria Sajogyo (1997),
5.000.000 keatas sebanyak 11 orang tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat
responden atau sebesar 12,21 % dan dilihat dari pengeluaran rumah tangga per
pekerja formal yang memperoleh kapita per tahun, yaitu total pengeluaran
pendapatan di atas Rp 5.000.000 – Rp rumah tangga yang terdiri dari
7.000.000,‐ sebanyak 12 orang responden pengeluaran pangan dan non pangan
atau sebesar 13,33 % (internet, bingkil, dalam setahun dibagi dengan jumlah
190 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

tanggungan rumah tangga. Guna pengeluaran/kapita/tahun antara 181–240


mengukur tingkat kesejahteraan rumah kg setara nilai beras/tahun. 3) Miskin,
tangga, pengeluaran rumah tangga per apabila pengeluaran/kapita/tahun antara
kapita per tahun kemudian dibagi dengan 241–320 kg setara nilai beras/tahun. 4)
harga beras per kilogram, Besarnya Nyaris miskin, apabila pengeluaran/
pengeluaran per kapita per tahun yang kapita/tahun antara 321–480 kg setara
diukur dengan harga atau nilai beras nilai beras/tahun. 5) Cukup, apabila
setempat untuk daerah perdesaaan adalah pengeluaran/kapita/tahun antara 481–960
1) Paling miskin, apabila kg setara nilai beras/tahun. 6) Hidup layak,
pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih
dari 180 kg setara nilai beras/tahun. 2) tinggi dari 960 kg setara nilai beras/tahun.
Miskin sekali, apabila
Tabel 6. Kebutuhan Hidup Layak Pekerja Informal dan Formal di Kota Mataram

No Uraian Pendapatan Kriteria Jumlah Keterangan


(Rp)/bulan Sajogyo Pekerja
1 Pekerja Informal
1. Pedag Minuman 1.500.000 450 kg 5 RT Nyaris Miskin
dan Rokok/K3
2. Uarung Makan /K4 2.500.000 750 kg 15 RT Hidup Cukup
3.Pedagang Lalapan 4.500.000 1.800 kg 5 RT Hidup Layak
/K4
4.Pedagang 2.500.000 750 kg 4 RT Hidup Cukup
Gorengan /K4
5. Pelayanan Jasa 1.500.000 450 kg 6 RT Nyaris Miskin
(tukang jam, sul
sepatu /K4
6. Pedagang Sayuran 1.500.000 450 kg 4 RT Nyaris Miskin
/ K4
7.Pedagang 3.500.000 1050 kg 5 RT Hidup Layak
Martabak/K4
8. Pedagang kaset, 3.000.000 900 kg 6 RT Hidup Cukup
topi /K4
9. Pedagang Sate 3.750.000 1.125 kg 5 RT Hidup Layak
ayam/K4

2 Pekerja Formal
1. Poto Copy dan Jilid 6.000.000 1.144 kg 8 RT Hidup Layak
/K5
2. Pedagang 4,000,000 1.200 kg 3 RT Hidup Layak
Parfum/K4
3. Internet/K3 4.500.000 1.350 kg 6 RT Hidup Layak
4. Kounter HP /K4 4.500.000 1.350 kg 6 RT Hidup Layak
5. Bingkil Motor/K5 4.500.000 1.080 kg 3 RT Hidup Layak
6. Loundry/K4 5.000.000 1.500 kg 3 RT Hidup Layak
7. Toko /K5 7.500.000 1.800 kg 6 RT Hidup Layak
Sumber: Data Penelitian (2020)
Pendapatan pedagang rokok dan minuman 18.000.000,‐ diasumsikan baha
rata‐rata sebulan Rp 1.500.000,‐ dengan pendapatan habis untuk pengeluaran
pendapatan sebesar itu setahun Rp konsumsi dengan rata‐rata 3 tanggungan
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|191

keluarga, sehingga pendapatan perkapita rata 3 tanggungan maka pendapatan


setahun pedagang rokok dan minuman perkapita setahunnya adalah Rp 2.500.000
sebesar Rp 18.000.000: 3 = Rp 6.000.000,‐ x 12 / 3 = Rp 6.000.000,‐ Jika di ukur
Mengacu pada kritera yang dikemukakan dengan setara beras maka dapat diperoleh
Sayogyo bahua jika diukur dengan setara 600 kg beras(Rp 6.000.000: 10.000) dan
beras maka pendapatan pedagang rokok masuk kategori cukup.
dan minuman setara dengan 600 Kg beras Pekerja jasa (tukang jam, sul sepatu)
yaitu diperoleh dari pendapatan perkapita memperoleh pendapatan sebulan sebesar
dibagi dengan harga beras pada saat Rp 1,500.000, pendapatan setahun
penelitian (Rp 10.000/kg) jadi Rp sebesar Rp 18.000.000,‐ dengan jumlah
6.000.000,‐: 10.000.000 = 600 kg setara tanggungan rata‐rata 4 orang, sehingga
beras (hidup cukup). pendapatan perkapita setahun sebesar Rp
Selanjutnya pedagang makanan (arung 18.000.000 ; 4 = Rp 4.500.000,‐ atau
makan) dengan rata‐rata pendapatan dengan setara beras sebanyak Rp
sebulan Rp 2.500.000 sehingga 4.500.000: 10.000 = 450 kg. Jadi mengacu
pendapatan setahun Rp 30.000.000,‐ pada standar kriteria Sajogyo maka
dengan rata‐rata tanggungan 4 orang, pendapatan yang diterima pekerja jasa ini
sehingga pendapatan perkapita setahun masih dalam kategori nyaris miskin yaitu
sebesar Rp 7.500.000,‐ jika diukur dengan antara 321 – 480 kg. Selanjutnya pedagang
kriteria Sayogyo dengan ukuran setara sayuran dengan rata‐rata pendapatan
beras, maka Rp 7,500.000: 10.000 (harga sebulan Rp 1.500.000 sehingga
beras /kg) = 750 kg. apabila pendapatan setahun Rp 18.000.000,‐
pengeluaran/kapita/tahun antara 481–960 dengan rata‐rata tanggungan 4 orang,
kg setara nilai beras/tahun maka sehingga pendapatan perkapita setahun
dikategorikan cukup. sebesar Rp 4.500.000,‐ jika diukur dengan
Pendapatan pedagang lalapan ayam rata‐ kriteria Sajogyo dengan ukuran setara
rata sebulan Rp 4.500.000,‐ dengan beras, maka Rp 4.500.000: 10.000 (harga
pendapatan sebesar itu setahun Rp beras /kg) = 450 kg. apabila dibandingkan
54.000.000,‐ diasumsikan bahua dengan pengeluaran/kapita/tahun kriteria
pendapatan habis untuk pengeluaran Sayogyo maka pendapatan pekerja
konsumsi dengan rata‐rata 3 tanggungan pedagang sayuran ini di kategorikan nyaris
keluarga, sehingga pendapatan perkapita miskin.. Nyaris miskin, apabila
setahun pedagang rokok dan minuman pengeluaran/ kapita/tahun antara 321–
sebesar Rp 54.000.000: 3 = Rp 18.000.000,‐ 480 kg setara nilai beras/tahun.
Mengacu pada kritera yang dikemukakan Pendapatan pedagang martabak telur
Sayogyo bahua jika diukur dengan setara dan terangbulan sebulan Rp 4.500.000,‐
beras maka pendapatan pedagang lalapan sehingga pendapatan setahunnya sebesar
ayam setara dengan 1.800 Kg beras yaitu Rp 54.000.000,‐ dengan tanggungan rata‐
diperoleh dari pendapatan perkapita rata sebanyak 4 orang, maka pendapatan
dibagi dengan harga beras pada saat perkapita nya sebesar Rp 4.500.000 x 12 /4
penelitian (Rp 10.000/kg) jadi Rp = Rp 13.500.000,‐ atau setara dengan nilai
18.000.000,‐: 10.000.000 = 1.800 kg. beras sebanyak Rp 13.500.000: 10.000 =
Kriteria Sayogyo dikatakan hidup layak, 1.350 kg. Hal ini bila dibandingkan dengan
apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih kriteria Sayogyo, maka pendapatan dari
tinggi dari 960 kg setara nilai beras/tahun. pekerja pedagang martabak dan terang
Selanjutnya pendapatan pedagang bulan ini dikatakan hidup layak karena
gorengan yang rata‐rata pendapatan pendapatan perkita dengan setara beras
perbulannya Rp 2.500.000,‐ dengan rata‐ berada di atas 960 kg beras. Pekerja
192 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

pedagang kaset, topi memperoleh Berdasarkan kriteria Sajogyo (1997),


pendapatan rata‐rata sebulan sebesar Rp tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat
3.000.000, pendapatan setahun sebesar dilihat dari pengeluaran rumah tangga per
Rp 36.000.000,‐ dengan jumlah kapita per tahun, yaitu total pengeluaran
tanggungan rata‐rata 4 orang, sehingga rumah tangga yang terdiri dari
pendapatan perkapita setahun sebesar Rp pengeluaran pangan dan non pangan
36.000.000 ; 4 = Rp 9.000.000,‐ atau dalam setahun dibagi dengan jumlah
dengan setara beras sebanyak Rp tanggungan rumah tangga. Guna
9.000.000: 10.000 = 900 kg. Jadi mengacu mengukur tingkat kesejahteraan rumah
pada standar kriteria Sayogyo maka tangga, pengeluaran rumah tangga per
pendapatan yang diterima pekerja kapita per tahun kemudian dibagi dengan
pedagang kaset dan topi ini masih dalam harga beras per kilogram, Besarnya
kategori cukup yaitu antara 480 – 960 kg. pengeluaran per kapita per tahun yang
Pendapatan pedagang sate ayam yaitu diukur dengan harga atau nilai beras
rata‐rata sebulan sebesar Rp 3.750.000,‐ setempat untuk daerah perdesaaan adalah
pendapatan setahunnya sebesar Rp 1) Paling miskin, apabila
45.000.000,‐ dengan rata‐rata tanggungan pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah
sebanya 4 orang, sehingga pendapatan dari 180 kg setara nilai beras/tahun. 2)
perkapita setahun sebesar Rp 45,000.000,‐ Miskin sekali, apabila
: 4 = Rp 11,250.000,‐ atau jika di pengeluaran/kapita/tahun antara 181–240
konversikan dengan setara beras sebesara kg setara nilai beras/tahun. 3) Miskin,
Rp 11.250.000: 10.000 = 1.125 kgberas. apabila pengeluaran/kapita/tahun antara
Jadi kesimpulannya pendapatan pekerja 241–320 kg setara nilai beras/tahun. 4)
pedagang sate berada dalam kehidupan Nyaris miskin, apabila pengeluaran/
yang layak karena berada diatas 960 kg. kapita/tahun antara 321–480 kg setara
Pendapatan pekerja formal yang bergerak nilai beras/tahun. 5) Cukup, apabila
dibidang poto copy dan cetak jilid dalam pengeluaran/kapita/tahun antara 481–960
sebulan rata‐rata pendapatannya Rp kg setara nilai beras/tahun. 6) Hidup layak,
6.000.000,‐ jadi pendapatan setahunnya apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih
Rp 72.000.000,‐dengan rata‐rata beban tinggi dari 960 kg setara nilai beras/tahun.
tanggungan keluarga sebanyak 5 orang, Hasil penelitian ini menunjukkan
maka pendapatan perkapitanya adalah bahua dari 90 responden dimana 9 orang
sebesar = Rp 72.000.000 ; 5 = Rp responden atau 10 % pekerja informal
14.400.000,‐ atau jika disetarakan dengan pendapatan perkapitanya jika diukur
ukuran beras yaitu sebanyak 1.440 kg, jadi dengan tingkat kesejahteraan kriteria
pendapatan pekerja formal masuk kategori Sajogyo berada pada rumah tangga nyaris
dalam kehidupan layak. Selanjutnya miskin(antara 231 kg – 480 kg setara
pendapatan pekerja formal dengan usaha beras). Selanjutnya yang masuk kategori
pedagang parfum, pendapatan rata‐rata Rumah Tangga hidup berkecukupan
sebulan Rp 4.000.000,‐ sehingga sebanyak 30 orang atau 34 % dengan rata‐
pendapatan pertahunnya sebesar Rp rata pendapatan perkapita pertahun
48.000.000,‐ dengan rata‐rata tanggungan sebesar Rp 7.125.000,‐ atau jika
sebanyak 4b orang. Jadi pendapatan disetarakan beras sebesar 713 kg. Kriteria
perkapitanya sebesar Rp 48.000.000: 4 = Sajogyo rumah tangga hidup cukup jika
12.000.000,‐ atau dengan ukuran setara pendapatan perkapita/tahun mencapai
beras sebanyak 1200 kg beras. antara 480 – 960 kg setara beras dan ini
Analisis Tingkat Kesejahteraan Pekerja berada pada responden pekerja informal.
Informal dan Formal Pekerja yang masuk kategori rumah tangga
Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan Sektor Formal …|193

hidup layak dengan rata‐rata pendapatan 2020) Rp 10.000,‐ per kg, maka
perkapita/tahun sebesar Rp 11.750.000,‐ pendapatan perkapita/tahun diperoleh
atau jika dikonversikan dengan setara 1.543 kg beras. Artinya bahua rata‐rata
beras sebesar 1.175 kg per tahun, pendapatan perkapita/tahun pekerja
sebanyak 15 orang pekerja informal atau formal telah berada pada tingkat rumah
17 %. Sedangkan pekerja sektor formal tangga berkehidupan layak(mencapai 39
rata‐rata pendapatan perkapita/tahun %) dari 35 jumlah responden pekerja
sebesar Rp 15.428.571,43 atau jika dibagi formal.
dengan harga beras saat penelitian (tahun

KESIMPULAN DAN SARAN Sayogyo yang diukur dengan setara


Kesimpulan beras.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis 3. Pendapatan pekerja formal rata‐rata
yang telah dilakukan maka didapatkan pendapatan yang diterima jika diukur
kesimpulan dari penelitian ini, ialah: dengan tingkat kesejahteraan Sayogyo
1. Karakteristik pekerja informal sebagian berada pada tingkat sejahtera (40 %)
besar berjualan ditempat‐tempat dan 10 % berada pada ambang batas
keramaian yang padat penduduk dan cukup.
pengunjung di Kota Mataram dengan Saran
rata‐rata lama aktu bekerja > 10 jam 1. Pekerja informal hendaknya dapat
sehari begitu pula dengan pekerja menambah jam Uaktu kerja untuk dapat
sektor formal bekerja hingga lebih dari menambah pendapatannya.
10 jam perhari. 2. Pekerja informal terutama pedagang
2. Pendapatan pekerja informal sebagian makanan olahan untuk dapat
besar yaitu hampir 50 % tingkat menggunakan aplikasi media
kesejahteraannya diambang cukup, dan pemasaran menggunakan go food dan
10 % nayris miskin menurut kriteria gojek.

DAFTAR PUSTAKA

_________ 2013. Dinas Tenaga kerja Kota Mataram


_________ Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat. Februari 2019
_________ Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram. Februari 2019
_________ Hasil kajian Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional (Februari,2019)
_________ Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan. Direktorat
Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi. (http://.bappenas.go.id)2014
Arikunto, Suharsini.2006. Prosedur Penelitian. Suatu pendekatan Praktik. PT. Reneka Cipta.
Jakarta
Hasbul.2019. Tingkat Pengangguran NTB Masih Tinggi. Suara NTB, 27 Februari 2019
Aryo Demarto, dkk. 2003. Sektor informal alternatip kesempatan kerja Bagi Golongan
Berpendidikan Rendah. Makalah Diklat Universitas Sebelas Maret.
Kartasasmita M. 2011. Pengertian Agroindustri. Blokspot.com. 2011
Mubyarto.1998; Konsep Biaya Industri Kecil. Gramedia Jakart
Nasir, Mohammad; 1999. Metode Penelitian sosial. Graha Indonesia. Jakarta.
Sugiyono.2018. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta
194 | Satarudin, Suprianto, Sujadi / Survey Pekerja Sektor informal Dan.,.; Formal …

Yupi Kurniauan,S dan Rr. Retno Arnanti(2014). Analisis Pengelolaa SumberdayaManusia


Sektor Formal Dan Sektor Informal Di Jaua Timur.Jurnal AGORA Vol 2 No. 1
Yustina Chrismandani, dkk. 2014. Tenaga Kerja nSektor Formal dan Informal Di Kabupaten
Bangkalan. Jurnal Media Trend. 2018. Universitas
Trunojoyo Madura.Yoeti, A. O. 1982. Pengantar Kepariwisataan, Sebuah Pengantar Perdana,
Pradya Paramitha, Bandung.

You might also like