You are on page 1of 10

Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PERANAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL PADA ANAK


RETARDASI MENTAL RINGAN USIA 16-18 TAHUN
Erinda Kartika Sari1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. The role of parents in relation to children's education is as the main educator, and therefore the responsibility
of parents for children's education includes encouragement or motivation whether love, moral responsibility, social
responsibility, responsibility for the welfare of children both physically and mentally , and the happiness of the world and the
hereafter. This study is a study that aims to determine the role of parents in sexual education in children with mental
retardation. The role of parenthood can be seen from what has been given so far to mentally retarded children. The number
of samples in this study were 3 people as research subjects, namely parents of mentally retarded children. Sampling is done
by using snowball sampling. Data were collected by in-depth interview techniques using indicators of the role of parents and
stages of sexual education based on age. The data obtained in this study used a descriptive method. The results obtained are
the role of parents as educators, supervisors, friends, counselors, encouragement and role models tend to be less than the
maximum, this can be seen from the delivery of stages of sexual education that are not all delivered and understanding of
mental retardation children who are difficult to think abstractly, only concrete things can be understood so that parents only
provide basic and in-depth knowledge, especially regarding sexual education. Even concrete things need repetition of words
so that the mentally retarded child understands them. Therefore the stages of sexual education such as sexual problems are
not given by parents to mentally retarded children.

Keywords: Role of Parents, Sexual Education, Child Mental Retardation

ABSTRAK. Peranan orang tua dalam kaitannya dengan pendidikan anak adalah sebagai pendidik utama, maka dari itu
tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak diantaranya memberikan dorongan atau motivasi baik itu kasih sayang,
tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab atas kesejahteraan anak baik lahir maupun batin, serta
kebahagiaan dunia dan akhirat. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peranan orang tua
terhadap pendidikan seksual pada anak retardasi mental. Peran sebagai orang tua dapat dilihat dari apa saja yang diberikan
selama ini kepada anak retardasi mental. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 3 orang sebagai subjek penelitian yaitu
orang tua dari anak retardasi mental. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan snowball sampling. Data diambil
dengan teknik wawancara mendalam dengan menggunakan indikator peran orang tua dan tahapan pendidikan seksual
berdasarkan usia. Data yang diperoleh pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh
yaitu peran orang tua sebagai pendidik, pengawas, teman, konselor, pendorong dan panutan cenderung kurang maksimal, hal
ini dapat dilihat dari penyampaian tahapan-tahapan pendidikan seksual yang tidak semua tersampaikan serta pemahaman
anak retardasi mental yang sukar berfikir secara abstrak, hanya hal-hal konkrit yang dapat difahami sehingga membuat orang
tua hanya memberikan pengetahuan dasar dan tidak mendalam khususnya mengenai pendidikan seksual. Hal konkrit
sekalipun butuh pengulangan kata kembali sehingga anak retardasi mental memahaminya. Oleh karena itu tahapan
pendidikan seksual seperti permasalahan seksual tidak diberikan orang tua kepada anak retardasi mental.

Kata kunci: Peran Orang Tua, Pendidikan Seksual, Anak Retardasi Mental

1
Email: erindakartika@gmail.com
107
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN Hingsburger (2000), seksualitas merupakan integrasi


dari perasaan, kebutuhan dan hasrat yang membentuk
Retardasi mental merupakan suatu kelainan
kepribadian unik seseorang, mengungkap
mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta
kecenderungan seseorang terhadap pria atau wanita,
orang di seluruh dunia menderita kelainan ini (WHO,
dan seksualitas dibatasi sebagai pikiran, perasaan,
1998). Retardasi mental merupakan suatu keadaan
sikap dan perilaku seseorang terhadap dirinya.
penyimpangan tumbuh kembang seorang anak
Sebagaimana disampaikan Sweeney (2007)
sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
dalam penelitiannya, pendidikan seks adalah
merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak
kewajiban yang harus kita berikan pada anak dan
serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak
remaja, tanpa kecuali. Semua orang bertanggung
tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat
jawab menyampaikannya, termasuk pada anak-anak
disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal,
berkebutuhan khusus. Pasalnya, anak-anak
perinatal maupun postnatal. Mengingat beratnya
berkebutuhan khusus pun pastinya akan mengalami
beban keluarga maupun masyarakat yang harus
perkembangan fisik dan mental menuju kematangan.
ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental,
Jika dia tidak mendapatkan pendidikan seksual yang
maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan
cukup, masalah yang lebih besar justru akan timbul
terbaik (Payne & Patton, 1981).
dalam masyarakat. Kurangnya pemahaman atau
Berdasarkan The ICD-10 Classification of
pengetahuan mengenai pendidikan seksual sejak dini
Mental and Behavioural Disorders, retardasi mental
dapat mengakibatkan anak-anak berkebutuhan
dibagi menjadi 4 golongan yaitu: Mild retardation
khusus menjadi korban pelecehan seksual orang-
(retardasi mental ringan), IQ 50-69,. Moderate
orang yang tidak bertanggung jawab.
retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49,
Pembahasan yang lebih dalam dilakukan oleh
Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34,
peneliti adalah pembahasan mengenai peran orang tua
Profound retardation (retardasi mental sangat berat),
mengenai pendidikan seksual terhadap anak
IQ <20 (WHO, Geneva, 2005).
berkebutuhan khusus, lebih spesifik lagi tentang anak
Sesuai dengan klasifikasinya tersebut,
retardasi mental. Dalam hal pendidikan seksual orang
kemampuan mereka dalam hal berbicara atau
tua berperan sebagai pemeran utama yang menjaga,
berkomunikasi berbeda-beda, sesuai dengan
mengajarkan, dan memberi bimbingan kepada anak
golongannya. Kemampuan mereka dalam
retardasi mental agar mereka memahami organ intim
berkomunikasi pada umumnya terdiri dari kalimat
yang mereka miliki dan mempunyai bekal tentang
sederhana dan sering mengalami masalah dalam
pendidikan seksual secara umum. Karena tanpa
artikulasi, sehingga kalimat yang disampaikan sulit
disadari anak dapat pembelajaran seksual yang salah
untuk dimengerti. Anak retardasi mental sering kali
dengan teknologi-teknologi yang semakin canggih
memiliki kesulitan emosional dan perilaku.
dan mudah dalam mendapatkannya. Adriansyah, M,
Sesuai dengan perkembangannya, anak akan
A., & Rahmi, M (2012) yang menyatakan bahwa
mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi
pengaruh dari teman jauh lebih kuat daripada
remaja. Remaja yang identik ditandai dengan adanya
pengaruh dari orang tua.
perubahan-perubahan baik secara fisik, emosi
Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang tua
maupun psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19
dari anak retardasi mental yang telah merawat,
tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ
membimbing dan membesarkan anak-anaknya
reproduksi manusia, dan sering disebut masa
sampai dengan remaja saat ini dan telah banyak
pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari
memberikan pemahaman atau pengetahuan mengenai
masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Rahmawati
apapun contohnya mengajarkan bagaimana
& Purnamaningrum, 2009: 11).
melakukan hal-hal yang dasar secara mandiri seperti
Perkembangan tentang seksualitas pada remaja
makan, mandi, berganti pakaian sampai pada
banyak dibahas dan menjadi sorotan masyarakat
pemberian pengetahuan pendidikan seksual.
sekarang ini, namun contohnya masih terbatas pada
Peneliti mendapat data dari hasil wawancara
pembahasan tentang seksualitas pada anak
awal dengan orang tua anak retardasi mental subjek
berkebutuhan khusus. Menurut Schwier dan
IN yang dilakukan pada tanggal 13 September 2015
108
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menyatakan bahwa hal yang sulit ketika mengajar biologis, psikologis, sosial, serta spiritual, dan pada
anak retardasi mental adalah dalam hal anak berkebutuhan khusus berbeda metodenya
berkomunikasi, terutama ketika ia harus memahami dengan anak-anak lainnya.
apa yang dikatakan anak retardasi mental tersebut Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang
serta bagaimana ia harus memberi pemahaman dilakukan, peneliti ingin mengkajian lebih lanjut
kepada anak retardasi mental. Subjek IN telah mengenai bagaimana peranan orang tua dalam
memberikan pemahaman sejak dini tentang organ- memberikan pemahaman mengenai pendidikan
organ tubuh serta perbedaan antara laki-laki dan seksual pada anak retardasi mental. Maka, peneliti
perempuan, dan yang dipermasalahkan orang tua mengangkat judul “Peranan Orang Tua Terhadap
tersebut adalah tidak mampu memahami bahasa Pendidikan Seksual Pada Anak Retardasi Mental”.
anaknya. Ketika orang tua salah menafsirkan
keinginan anaknya, anak akan meronta menangis TINJAUAN PUSTAKA
dengan melempar barang atau mengamuk dan seperti
Peranan Orang Tua
itu akan lama untuk kembali seperti semula. Masalah Peran orang tua adalah pola tingkah laku dari
yang dialami oleh salah satu subjek, yaitu SW ayah dan ibu berupa tanggung jawab untuk mendidik,
membuat subjek kebingungan apakah anaknya mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk
kurang pendidikan seksual sejak dini ataukah salah mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak
dalam penyampaian mengenai pendidikan seks itu untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara awal dengan
subjek SW pada tanggal 19 September 2015, subjek Pendidikan Seksual
mengaku terkejut mendapati anaknya yang sedang Pendidikan seksual membahas masalah
dalam gudang melakukan mastrubasi atau onani yang seksualitas seseorang dengan cara memberikan
sebelumnya subjek juga telah mendapatkan informasi bimbingan agar ia memiliki sikap dan tingkah laku
dari terapis anaknya bahwa anaknya pernah seksual yang sehat dan betanggung jawab
melakukan hal serupa di ruang terapis. Apa selama ini (Saringedyanti, 1988 h.21).
pendidikan seks yang diberikan orang tua anak tidak
dipahami oleh anak itu sendiri atau kurang konsekuen METODE PENELITIAN
dalam pemberian pemahaman tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian
diperlukan adanya pendidikan seks yang benar bagi tentang Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan
remaja retardasi mental. Pendidikan seks yang tentu Seksual Pada Anak Retardasi Mental Ringan Usia 16-
saja bertujuan untuk membimbing dan menjelaskan 18 Tahun menggunakan jenis penelitian kualitatif.
tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2010)
tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah
disertai dengan penanaman nilai-nilai seksualitas itu suatu penelitian yang esensinya bersifat ganda.
sendiri. Pendidikan seksual merupakan suatu upaya Penelitian kualitatif merupakan suatu komitmen
mendidik dan mengarahkan perilaku seksual secara terhadap pandangan naturalistik pendekatan
baik dan benar. Artinya, perilaku seks yang interpretatif terhadap pokok persoalan studi dan suatu
menekankan aspek fisik maupun psikis akan kritik yang berkelanjutan terhadap politik dan metode
menimbulkan atau mengakibatkan seks yang sehat positivisme. Oleh karena itu, penelitian kualitatif
baik bagi diri maupun orang lain (Widjanarko, 1994). memiliki sifat lebih dari satu namun tetap
Tentu saja pola pendidikan seks yang diberikan mempertahankan keaslian tanpa merubah pandangan
pada anak berkebutuhan khusus takkan sama dengan terhadap persoalan tersebut.
anak-anak reguler. Perlu pendekatan yang lebih
intensif dan privat agar mereka bisa memahami HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
informasi yang harus mereka ketahui. Namun, harus
dilakukan secara konkret, bertahap, dengan Penelitian ini membahas tentang pentingnya
pengulangan, dan pengukuhan. Pendidikan seks peranan orang tua terhadap pendidikan seksual anak
bukan sekadar menyangkut seksual, tetapi mencakup retardasi mental. Berdasarkan hasil penelitian ketiga
109
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

subjek, diketahui bahwa pendidikan seksual yang bertanya soal seks ini tidak diberikan subjek ke
diberikan kepada anak retardasi mental belum anaknya. Kendala penyampaian pendidikan seksual
mendalam. Terlihat dari keterangan ketiga subjek di usia 0-5 tahun tersebut bagi subjek adalah
yang bekerja, sehingga dalam segi waktu dikarenakan saat anaknya berusia 0-5 tahun dan
memberikan pendidikan seksual dirasa belum terdiagnosa mengalami retardasi mental anak
maksimal. Kebanyakan dari subjek / orang tua mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan
mengharapkan pendidikan dari sekolah atau tempat komunikasi, sehingga subjek lebih menekankan
terapi anak. Orang tua memberikan informasi seksual pembelajran ke anak dalam melancarkan komunikasi
kepada anak setelah anak melakukan tindakan anak dan pembelajaran kemandirian oleh karena itu
memegang alat kelamin temannya yang berbeda jenis beberapa aspek dalam pendidikan seksual menurut
dengan anak, atau anak yang memegang payudara Clara Kriswanto tidak tersampaikan penuh oleh
terapisnya. Bahkan ada anak yang melakukan subjek di usia anak 0-5 tahun.
masturbasi secara diam-diam, tanpa diketahui orang Pemahaman rasa malu jika tidak berpakaian dan
tua maupun terapisnya. memahami perbedaan perilaku yang boleh dan tidak
Sebagaimana yang diakui oleh subjek SW, ia boleh dilakukan didepan umum diakui subjek
menyatakan bahwa ia mengajarkan ke anak mengenai terlambat, subjek memberikan pendidikan itu ketika
pendidikan dari hal dasar secara rutin dan dengan anak mulai sekolah, yaitu rentang umur 6-9 tahun.
pengulangan. Sikap dasar dari pendidikan seksual Subjek memaparkan pada tahapan usia pertama yaitu
yang diberikan subjek yaitu sikap malu, subjek 0-5 tahun anaknya difokuskan untuk belajar
mengajarkan ke anak mengenai sikap malu jika tidak kemandirian diri sendiri terlebih dahulu seperti
berpakaian, memakai celana ketika sudah buang air motorik anak, memakan makanan dengan baik, dan
atau sesudah mandi, dan kebersihan alat kelamin aktifitas dasar lainnya.
dengan menggunakan sabun sampai bersih agar tidak Peran subjek sebagai pendidik bagi anaknya
ada kotoran menempel. lebih mendalam dengan menanamkan nilai moral dan
Subjek SW menjelaskan pada wawancara agama sejak dini yaitu sejak usia 6 tahun, yang jika
pertama kepada peneliti mengenai pendidikan seksual pada tahapan pendidikan seksual berdasarkan usia
yaitu pengetahuan mengenai seks, pengetahuan menurut Clara Kriswanto, 2005 pendidikan agama
seputar seks dari pengetahuan anggota tubuh yang diberikan pada usia 13-15 tahun. Subjek SW juga
intim, perbedaan jenis kelamin dan cara menjaga membantu memahami perilaku anak yang boleh dan
kebersihan anggota intim termasuk juga ke dalam tidak boleh dilakukan dengan kalimat yang sederhana
pengetahuan seksual. dan dimengerti anak, seperti setelah mandi jangan
Adapun pendidikan seks sebenarnya mempunyai lupa memakai pakaiannya, langsung memakai
pengertian yang lebih kompleks. Yaitu upaya kembali celananya setelah buang air kecil maupun air
memberikan pengetahuan tentang perubahan besar.
biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat Subjek SW memberikan pengetahuan pendidikan
pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia seksual di usia 10-12 tahun seperti membantu anak
(Nirna, 2001). memahami masa pubertas bahwa anaknya sudah
Banyak pada tahapan pertama rentang usia 0-5 mulai beranjak remaja dan memberitahu anak agar
tahun pendidikan seksual berdasarkan usia menurut lebih mengontrol emosinya, menghargai privasi anak
Clara Kriswanto, 2005 yang tidak diberikan di usia itu dengan cara sewaktu-waktu membiarkan anak
oleh subjek, dikarenakan memfokuskan melatih bermain sendiri tanpa di temani oleh subjek SW,
kemandirian diri anak terlebih dahulu. Seperti walaupun subjek SW selalu memantau walau tidak
mengajarkan anak untuk mengetahui nama yang secara langsung berada di samping anak, dan
benar setiap anggota tubuh yang intim vagina dan memberikan pemahaman pengungkapan cinta dan
penis, serta membedakan anatomi tubuh pria dan kasih dengan cara yang baik dan positif, hal sederhana
wanita, membantu anak memahami konsep pribadi yang diajarkan subjke SW dengan anaknya
dan ajarkan anak kalau pembicaraan soal seks adalah membantu subjek untuk mandiri makan dan cuci
pribadi, memberi dukungan dan suasana kondusif piring sendiri, membantu subjek dengan
agar anak mau datang kepada orang tua untuk membersihkan rumah itu bentuk kasih dan cinta anak
110
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

ke subjek yang diajarkan subjek. Selebihnya Peran sebagai panutan selama ini yang diambil
mengenai kontrasepsi dan tingkat kematangan alih oleh subjek memungkinkan anak menjadi
seksual tidak diberikan subjek ke anaknya kehilangan panutan yang lain, seperti kehadiran
dikarenakan subjek tidak ingin anaknya menjadi tahu seorang ayah. Dimana peran sebagai ayah yang tidak
alat kontrasepsi dan penasaran dengan alat tersebut, bisa anak dapatkan secara langsung. Dan anak ketika
sehingga subjek membahasakan pendidikan seksual di rumah tidak ada teman seperti kakak atau adik yang
ini dengan lebih sederhana lagi dan terus dipantau bisa menjadi teman bermain atau teman berbagi
perkembangan anak tentunya. cerita.
Usia 13-15 pada tahapan usia ini subjek SW Subjek IN melihat pendidikan dilakukan dengan
hanya mengulangi lagi pembelajaran mengenai berbagai cara, secara tidak langsung pembelajaran
keluarga dan norma agama yang subjek telah berikan dari kegiatan sehari-hari merupakan pendidikan.
kepada anaknya sejak berumur 6 tahun, subjek SW Subjek IN mengajarkan nilai moral dan agama sejak
sejak dini memberikan pengajaran agama dan dini ke anak-anaknya, dari berdoa sebelum
diberikan secara rutin, dengan cara ketika subjek SW melakukan sesuatu, shalat berjamaah, mencium
sedang shalat selalu mengajak anaknya untuk ikut tangan kepada yang tua.
shalat begitu seterusnya setiap shalatnya subjek selalu Subjek IN melihat anaknya telah beranjak remaja
mengajak anaknya. Begitupula dengan mengajarkan dengan adanya perilaku seperti malu terhadap lawan
beragam ekspresi cinta dan kasih, subjek SW jenis tetapi ingin dekat dengan lawan jenis tersebut,
memberikan pemahaman bahwa berbagai macam terkadang memegang payudara orang terdekatnya,
ekspresi cinta dan kasih yang baik dan positif sejak tetapi subjek IN merasa tugasnya sebagai orang tua
anaknya berumur 9 atau 10 tahun dan subjek tidaklah berkurang, melainkan bertambah dengan
mengulangi pembelajaran mengenai itu sampai saat beranjaknya si anak ke masa remaja. Subjek IN
ini. merasa masih kurang dalam memberikan pendidikan
Usia 16-18 tahun perilaku anaknya yang terutama pendidikan seksual ke anaknya, karena
melakukan mastrubasi, menjadikan subjek lebih kesibukannya di luar selain menjadi pengajar dan
mawas diri lebih bagi diri subjek sendiri dan bagi juga mengurus kegiatan-kegiatan organisasi di tempat
anaknya, subjek mencoba menjelaskan perilaku suaminya bekerja.
mastrubasi itu hal yang tidak sehat dan tidak baik, dan Kendala penyampaian pendidikan seksual di usia
subjek mencoba untuk mengembangkan kegemaran 0-5 tahun tersebut bagi subjek adalah selain subjek
anaknya yaitu menggambar untuk terus dilatih, agar tidak dapat mengurus anaknya sepanjang waktu, yang
anaknya menjadi lupa dengan perilaku mastrubasi mengurus anaknya selama subjek IN berada di luar
dan tidak melakukannya lagi. Peran sebagai teman rumah mengajarkan bagaimana anak bisa melakukan
bagi subjek kurang begitu mendalam dikarenakan kegiatan dasar keseharian secara sendiri, sehingga
tidak semua yang dirasakan oleh anak diceritakan subjek IN merasa banyak yang tidak tersampaikan
kepada subjek, sehingga subjek tidak mengerti pendidikan seksual di usia tahapan pertama ini, selain
bagaimana kondisi batin anak. itu anaknya yang mengalami retardasi mental di umur
Kendala yang dirasakan subjek SW dalam 0-5 tahun keterlambatan komunikasi dan intelegensi
wawancara ke-dua dengan peneliti penyampaian yang rendah menyebabkan kemampuan anaknya
mengenai pendidikan seksual adalah mengajarkan ke terlambat, dan subjek IN memfokuskan untuk
anak tidak hanya sekali dan subjek mengalami anaknya belajar komunikasi dan melatih dirinya
kebingungan dalam penyampaian ke anak karena dalam beraktifitas sehari-hari terlebih dahulu.
bahasa mengenai seksual dirasa subjek bahasanya Subjek merasa kendala dalam menyampaikan
asing bagi anak. pendidikan seksual pada anak umur 6-9 tahun
Subjek SW melihat dan memantau secara mengenai yang dijelaskan diatas adalah
langsung perkembangan anaknya, ketika anaknya ketidakpahaman konsep seks yang dijelaskan ke
melakukan perilaku seks yang tidak baik, subjek SW anak. Menurutnya, anak hanya bisa diberikan
mengetahui dan langsung memberikan arahan untuk pemahaman yang sederhana dan praktis saja,
tidak mengulangi serta mengalihkan ke arah yang misalnya dengan harus pakai baju dan celana setelah
positif dan kegiatan-kegiatan yang diminati anaknya.
111
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

mandi, usahakan memakai celana panjang atau rok itu merupakan salah satu bentuk sayang yang
panjang ketika keluar rumah. diajarkan subjek IN ke anaknya.
Menurut subjek pada tahapan pertama rentang Di tahapan akhir rentang usia 16-18 tahun subjek
usia 0-5 tahun, anaknya belajar mandiri dalam IN lebih banyak memberi pengetahuan mengenai
melakukan aktifitas dasar kehidupan sehari-hari di perilaku seks yang tidak baik untuk tidak diikuti dan
rumah dan tahapan ke dua yaitu rentang usia 6-9 mengungkapkan ekspresi sayang dalam bentuk yang
tahun anak baru mulai masuk awal pendidikan formal positif, berpelukan hanya dengan yang sejenis saja,
sekolah. dengan yang tua bersalaman dan mencium tangan.
Masa pubertas anak seperti mulainya menstruasi Suami dari subjek IN dalam segi waktu, tidak
datang pada rentang usia 15 tahun, pada tahapan ini memiliki waktu yang cukup banyak terlebih lagi
subjek IN membantu anaknya dalam memahami masa perhatian ekstra ke anaknya yang mengalami
pubertas yaitu bagaimana memakai pembalut dan retardasi mental, Tetapi melalui hasil wawancara dari
membersihkan area intimnya dengan benar hingga subjek IN, ketika suaminya berada di rumah, suami
bersih dan cara membuang pembalut dengan fokus bersama anak-anaknya terlebih anaknya yang
menggunakan tas plastik, yang seharusnya mengalami retardasi mental. Subjek IN sendiri
pemahaman pubertas dalam tahapan pendidikan mengaku bahwa suami subjek yang dekat dengan
seksual berdasarkan usia menurut Clara Kriswanto, putrinya daripada subjek IN sendiri. Karena ketiga
2005 diberikan pada rentang usia 10-12 tahun. Subjek anaknya perempuan yang lekat dengan ayahnya,
pun mencoba menghargai privasi anak, jika anak begitu pikir subjek.
ingin sendiri atau bermain bersama kakak dan Pengetahuan subjek mengenai pendidikan
adiknya tanpa mau ditemani subjek dan berusaha seksual terdapat pada wawancara pertama dengan
berkomunikasi terbuka kepada anaknya karena peneliti yaitu pendidikan mengenal jenis kelamin
subjek merasa kurang waktu bersama anaknya, dan laki-laki dan perempuan, mengenal area keintiman
ketika saat bersama anaknya subjek IN melakukan seperti alat kelamin, payudara, trus pembekalan
komunikasi terbuka dengan meminta anaknya mengenai menstruasi cara memakai pembalut dan
bercerita apa saja aktifitas anaknya selama sehari, membersihkan alat kelamin.
kendala di usia 10-12 tahun yang tidak dijelaskan Subjek IN memiliki kendala dalam penyampaian
subjek ke anak mengenai alat kontrasepsi yang bagi pendidikan seksual adalah waktu kebersamaan yang
subjek terlalu dini menjelaskan alat kontrasepsi ke dirasa subjek IN kurang karena jadwal kesibukan
anak, pemahaman anak menurut subjek mengenai subjek yang padat dan penyampaian bahasa yang
kontrasepsi akan menimbulkan persepsi yang salah susah dimengerti anak retardasi mental karena
jika anak tidak tahu, atau anak menjadi ingin tahu saat menurut subjek bahasa mengenai seksualitas sulit
dijelaskan, sehingga subjek IN merasa pemberian dipahami anak.
pemahaman mengenai alat kontrasepsi tidak Peran sebagai pengawas dirasa kurang bagi
disampaikan. subjek yang memiliki waktu singkat bersama anak-
Usia 13-15 tahun pada tahapan usia ini subjek IN anaknya, sehinga pengawasan secara langsung tidak
telah memberikan pengajaran mengenai nilai bisa dilakukan subjek secara intens. Pengaruh-
keluarga dan agama sejak kecil yaitu sekitar umur 5 pengaruh apa saja dari lingkungan keluarga, sekolah
tahun, anak diajarkan berdoa sebelum melakukan maupun lingkungan masyarakat tidak banyak
sesuatu dan sesudahnya, dan kebersamaan keluarga diketahui oleh subjek. Anak protes dengan subjek
selalu terjaga walau subjek jarang di rumah, tetapi yang tidak sering berada di rumah bersama anak-
anaknya memiliki kakak dan adik yang bisa anaknya. Peran sebagai teman tidak menonjol, karena
membersamai bermain dan melakukan aktifitas peran sebagai teman lebih kepada teman untuk
rumah bersama. Subjek mengajarkan bertukar pikiran, teman berbicara sehingga anak
mengekspresikan rasa sayang dan cinta dengan merasa nyaman dan aman terlindungi.
sederhana, berlaku manis ketika di rumah, dan Subjek ketiga yaitu subjek S mengenalkan hal
mengajarkan bisa melakukan kegiatan rumah sendiri dasar tentang seks kepada anak-anaknya. Kedua
sehingga tidak merepotkan kakak adik ataupun subjek anaknya yang mengalami retardasi mental ketika di
rumah menunjukkan perilaku yang sewajarnya,
112
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menurut informasi terapisnya terkadang di sekolah berkomunikasi ke orang tua yaitu subjek. Subjek S
anaknya bergandengan atau berpelukan dengan lawan mencoba menghargai privasi anak dengan tidak ikut
jenis dengan intens seperti tidak ada batas antara laki- terlibat dalam percakapan antara kedua anak mereka,
laki dan perempuan. Guru atau terapisnya berharap ketika kedua anaknya mulai bertengkar barulah
siswa dan siswinya berteman dengan wajar tanpa ada subjek turun tangan ikut menyelesaikan. Subjek juga
unsur sentuh menyentuh, karena mereka sudah memberi pemahaman sederhana mengenai
remaja jadi seharusnya lebih menjaga diri. Subjek S pengekspresian kasih sayang sesama kakak adik tidak
ketika mendapat informasi tersebut langsung boleh berkelahi, saling membantu.
memberikan pemahaman bahwa tidak boleh terlalu Usia 13-15 tahun menurut Clara Kriswanto,
dekat dengan lawan jenis selain ibunya sendiri. pendidikan seksual yang diberikan seperti
Pada pendidikan seksual terdapat pula mengajarkan tentang nilai keluarga dan agama,
pengetahuan mengenai bagian tubuh yang menjadi mengungkapkan kepada anak bahwa ada beragam
ranah pribadi dan pentingnya menjaga ranah pribadi mengungkapkan ekspresi cinta, serta berdiskusi
dari serangan orang asing serta hal-hal apa saja yang dengan anak tentang factor-faktor yang harus
dapat mereka lakukan ketika ada orang asing yang dipertimbangkan sebelum melakukan hubungan seks.
menyentuh ranah pribadi mereka. Bagian-bagian Pada tahapan usia ini subjek S memberi pemahaman
tubuh yang tidak boleh diperlihatkan dan disentuh mengenai lawan jenis, tidak boleh berpelukan dan
orang lain bagi perempuan meliputi alat kelamin, lain-lain ketika sudah mendapatkan informasi dari
perut, paha, dan dada. Bagian-bagian tubuh yang pihak sekolah atau guru. Jadi, subjek S memberi
tidak boleh diperlihatkan dan disentuh orang lain bagi pemahaman lebih mengenai seksual ketika ada
laki-laki meliputi alat kelamin, paha, “udel”, dan laporan atau info dari pihak sekolah atau guru
bokong (Fatima Rahmah, 2015). sebelumnya. Dalam pengajaran agama dan norma
Tahapan mengenai menghargai lawan jenis subjek S memberikan pada saat anak-anak mereka
dalam pendidikan seksual berdasarkan usia menurut mulai masuk sekolah pada umur 7 tahun, tetapi
Clara Kriswanto, 2005 seharusnya diberikan pada menurut keterangan subjek sebelumnya sudah diajari
usia rentang anak 6-9 tahun, tetapi subjek memberi ikut ke gereja bersama disaat minggu pagi,
pemahaman mengenai menghargai lawan jenis pada menghormati sesama orang, sayang sama kakak dan
saat terjadi perilaku bergandengan, berpelukan dan adik satu sama lain sehingga awal bersekolah tinggal
berdekatan dengan lawan jenis secara intens di usia diberi pengulangan-pengulangan dan di sekolah pun
anak 13-15 tahun. diajarkan berdoa bersama dan saling mengasihi satu
Kendala penyampaian pendidikan seksual di usia sama lain dengan baik.
0-5 tahun tersebut bagi subjek adalah di usia tersebut Di tahapan akhir ini subjek S memberi kebebasan
anak masih belum dapat mandiri dan subjek S anak untuk mengambil keputusan tetapi
memiliki dua anak yang keduanya memiliki retardasi menggunakan persetujuan subjek, seperti ingin pergi
mental sehingga bagi subjek sulit memberikan bermain ke luar rumah subjek membiarkan terlebih
pemahaman pendidikan seks di usia tersebut. dahulu anak-anaknya berdiskusi setelah ingin keluar
Subjek S berpendapat bahwa permasalahan seks mereka berpamitan. Berbicara masalah perilaku seks
yang diberitahukan akan menjadi hal yang membuat yang tidak sehat dan illegal subjek S mengaku tidak
anak penasaran dan mencobanya, sehingga subjek menjelaskan ke anak-anaknya. Subjek S mulai
tidak memberikan informasi mengenai seks pada usia menjaga anak-anaknya dari lawan jenis setelah
dini. Kedua anak subjek adalah laki-laki yang subjek mendapat info dari salah satu guru kalau pada saat
S khawatirkan ketika anak-anaknya mencoba hal-hal bermain anaknya terlalu dekat dengan lawan jenis.
yang sebelumnya tidak diketahui anak dan akhirnya Sebagai orang tua subjek S berusaha keras agar
ingin tahu. anaknya mendapatkan pendidikan yang seharusnya
Subjek S memberikan kepada anaknya untuk yaitu dengan bersekolah walaupun subjek hanyalah
melakukan komunikasi terbuka, tetapi anak-anaknya seorang pemulung. Subjek mengusahakan anaknya
lebih berkomunikasi sesama kakak dan adik dan tidak bisa belajar dan mendapatkan pendidikan di bangku
melibatkan subjek, ketika anak sedang butuh sesuatu sekolah. Subjek juga mengajarkan kemandirian
atau ada yang ditanyakan barulah anak-anak kepada anak-anaknya.
113
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Subjek memberikan pembelajaran mengenai jawab (Lehr, dkk dalam Kelly, 2008, h.152).
keberanian dan percaya diri dari pekerjaan subjek, Adriansyah, M, A., & Hidayat, K (2013) ditemukan
Anaknya ikut membantu subjek bekerja setelah bahwa jika harga diri dan penalaran moral yang tinggi
pulang sekolah, dari situ anak-anaknya tidak malu akan meimbulkan perilaku seksual yang tinggi pada
untuk mengambil barang-barang bekas dan remaja yang berpacaran.
mempunyai keberanian. Pemberian pendidikan seksual harusnya
Peran sebagai panutan selama ini yang diambil seimbang, dari sekolah, lingkungan maupun keluarga,
alih oleh subjek memungkinkan anak menjadi sehingga anak tidak melakukan perilaku seksual yang
kehilangan panutan yang lain, seperti kehadiran menyimpang. Oleh karena itu perlunya peran orang
seorang ayah. Dimana peran sebagai ayah yang tidak tua maupun guru untuk bersama membimbing dengan
bisa anak dapatkan secara langsung. Dan anak ketika cara yang mudah dipahami anak retardasi mental.
di rumah tidak ada teman seperti kakak atau adik yang Karena tujuan dari pendidikan seksual itu adalah
bisa menjadi teman bermain atau teman berbagi untuk membuat suatu sikap emosional yang sehat
cerita. terhadap masalah seksual dan membimbing anak
Pemahaman subjek S mengenai pendidikan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan
seksual terdapat dalam wawancara pertama dengan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.
peniliti yaitu pendidikan seksual itu pendidikan Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap
mengenai seksual, pendidikan tentang organ tubuh, seks itu suatu yang menjijikan dan kotor tetapi lebih
dan pemahaman mengenai menstruasi jikalau sebagai bawaan manusia (Singgih D. Gunarso, 2002).
anaknya perempuan.
Menurut Schwier dan Hingsburger (2000), KESIMPULAN DAN SARAN
seksualitas merupakan integrasi dari perasaan, Kesimpulan
kebutuhan dan hasrat yang membentuk kepribadian Berdasarkan uraian yang telah disampaikan,
unik seseorang, mengungkap kecenderungan peneliti menyimpulkan bahwa:
seseorang terhadap pria atau wanita, dan seksualitas 1. Subjek SW menjadikan dirinya sebagai teman
dibatasi sebagai pikiran, perasaan, sikap dan perilaku bagi anaknya, berusaha ada di dekat anak dan
seseorang terhadap dirinya. berusaha memahami kemauan anak. Hambatan
Kendala subjek S dalam memberikan pendidikan dalam penyampaian mengenai pendidikan seksual
seksual ke anak-anak adalah subjek lebih adalah dalam segi pemahaman dan pembahasaan
mengutamakan memberikan pendidikan mengenai ke anak, seringkali anak tidak mengerti apa yang
kemandirian anak daripada pendidikan seksualnya, disampaikan orang tua atau bahasa yang
sehingga pendidikan seksual dirasa kurang diberikan kompleks. Peran orang tua sebagai konselor yang
subjek ke anak-anaknya. Kendala lainnya yang belum optimal karena belum maksimal
dirasakan subjek S adalah dari segi pembahasaan memberikan gambaran dan pertimbangan nilai
yang disampaikan ke anak-anak, subjek mengalami positif dan negatif sehingga anak mampu
kebingungan dalam komunikasi ke anak-anak mengambil keputusan yang terbaik.
mengenai seksual karena bahasanya tidak dimengerti 2. Subjek IN berusaha berperan sebagai pendidik
anak-anaknya. yang baik bagi anak-anaknya. Faktor
Subjek minder jika dikatakan dapat menjadi kebersamaan yang kurang menjadikan subjek
panutan yang baik bagi anakn-anaknya, karena subjek belum maksimal dalam menyampaikan
ingin anaknya bisa lebih baik kehidupannya daripada pendidikan seksual dengan jelas serta pemahaman
keadaan subjek saat ini. Subjek menginginkan anak yang menurut subjek susah untuk
anaknya bisa sukses melebihi dirinya. memahami apa yang disampaikan subjek karena
Menurut Rice & Dolgin (2008, h.215), orang tua butuh pengulangan kalimat. Sebagai orang tua,
adalah sumber penting dalam memberikan subjek merasa kurang dalam perannya sebagai
pemahaman tentang nilai, sikap, dan perilaku remaja. teman dan sebagai pengawas dikarenakan subjek
Komunikasi individu tentang seksualitas antara orang yang jarang bersama anaknya karena kesibukan di
tua dan anak dapat membantu dalam membentuk luar lebih tinggi daripada bersama anaknya.
nilai-nilai seksualitas yang sehat dan bertanggung
114
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

3. Subjek S berusaha agar dirinya sebagai 5. Bagi para terapis atau guru berkebutuhan khusus
pendorong yang baik bagi anak-anaknya, anak agar dapat mengoptimalkan pendidikan seksual
membutuhkan dorongan orang tua untuk dengan menggunakan media lain yang lebih
menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri mudah dipahami anak, seperti memperkenalkan
dalam menghadapi masalah. Subjek S tidak anggota intim anak dengan media boneka atau
memberikan pemahaman mengenai permasalahan alat peraga. Diharapkan di sekolah dapat
seksual yang mendasar karena takut anaknya akan menambahkan kurikulum pelajaran ke siswa-
semakin penasaran dan mencoba ke perilaku siswinya mengenai pubertas dan pendidikan
seksual yang tidak baik. seksual dengan lebih mendalam agar anak
4. Ketiga subjek berharap pendidikan seksual anak- memiliki bekal dalam menghadapi masa
anak mereka lebih banyak diberikan di sekolah pubertasnya.
dengan mendalam, karena ketiga subjek adalah
pekerja yang tidak bisa selalu bersama anak dan DAFTAR PUSTAKA
mengawasi anaknya setiap saat. Admin. 2008. Pendidikan Seksual Pada Remaja.
Artikel http://www.ilmupsikologi.com.
Saran Diakses pada tanggal 07 September 2014 pukul
Dalam skripsi ini, peneliti menyampaikan 08.00.
beberapa saran-saran yang berguna dan dapat Adriansyah, M. A., & Hidayat, K. (2013). Pengaruh
dijadikan pertimbangan bagi semua pihak yang harga diri dan penalaran moral terhadap
terkait: perilaku seksual remaja berpacaran.
1. Bagi subjek-subjek peneliti agar bisa Psikostudia: Jurnal Psikologi, 2 (1), 1-9.
menambahkan pemahaman pendidikan seksual Adriansyah, M. A., & Rahmi, M. (2012). Faktor-
dengan cara yang lebih dimengerti anak, salah Faktor Yang Mempengaruhi Moralitas Remaja
satumya bisa dengan cara sederhana misalnya Awal. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 1(1), 1-
memperkenalkan bagian tubuh anak dengan 16.
menunjuk tubuh anak itu sendiri sehingga mereka Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian:
lebih mengerti. Meluangkan waktu lebih banyak Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
dari biasanya untuk memperhatikan kegiatan Cipta.
anak, agar orang tua mengetahui secara langsung Arvin., Kliegman,. Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan
kondisi anak diluar bersama orang tuanya seperti Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
apa saja. Azwar, Saifuddin. 2003. Reliabilitas dan Validitas.
2. Bagi terapis atau guru-guru anak berkebutuhan Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
khusus, dikhususkan guru atau terapi anak Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan
retardasi mental bisa menambahkan pemahaman Anak. Jurnal (edisi: 15, vol 2). Jakarta: EGC.
mengenai seks disela-sela terapi atau sekolah. 854 – 856.
Diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam cara BKKBN, 2008. Modul Kesehatan Reproduksi
penyampian tentang pendidikan seks. Remaja. Yogjakarta: BKKBN.
3. Bagi sekolah agar dapat mengadakan seminar Denzin and Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative
parenting mengenai pendidikan seksual pada Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
orang tua anak berkebutuhan khusus agar lebih Dianawati, Ajen. 2006. Pendidikan Seks untuk
membantu dalam hal penyampaian informasi Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka.
kepada orang tua supaya lebih memperhatikan Irwanto. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: PT.
dan melindungi anak mereka dengan baik. Gramedia Pustaka Utama.
4. Bagi para peneliti-peneliti selanjutnya agar dapat La Mema. 2013. Tanggap Darurat Kekerasan
meneliti dari sudut pandang para guru atau terapis Seksual Anak. Artikel
anak retardasi mental, sehingga kita bisa tahu http://m.kompasiana.com/2013/02/05/tanggap-
lebih mendalam sejauh mana pendidikan seksual darurat-kekerasan-seksualanak/. Diakses pada
diberikan di sekolah atau di tempat terapi anak. 12 Maret 2013 pukul 10.00.

115
Psikoborneo, Vol 4, No 1, 2017:107-116 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Guba dan Lincoln. 1995. Effective Evalution. Jossey Payne, J.S. dan Patton, J.R. 1981. Mental
Bass Publisher. San Fransisco. Retardation. Ohio: A Bell and Howell
Gunarsa, S.D. Prof. 1995. Psikologi Perkembangan Company
Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif
Mulia. Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
Gunarsa & Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis: anak, Lembanga Pengembangan Sarana Pengukuran
remaja, dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.
Huberman, M & Miles, M.B. 1986. Qualitative Data Sarwono, S Wirawan. 2000. Psikologi Remaja.
Analysis: Source Book of New Method. Baverly Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Hills. Sage Publication Sarwono, S. W. 2010. Psikologi Remaja, Edisi Revisi.
Kriswanto, Clara. 2005. Keluarga Permata Hatiku. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Jakarta: Jagadnita Publishing Kencana Prenada Schwier, K.M & Hingsburger, Dave. 2000. Sexuality
Media Group. – Your Sons & Daughters with Intellectual
Martaadisoebrata, D., Sastrawinata, R. & Saifuddin, Disabilities. Paul.H.Brookes Publishing Co.,
A. 2005. Bunga Rampai Obstetri dan Maryland-USA
Ginekologi Sosial. Jakarta: Yayasan Bina Sebald, H., 1992. Adolescence: A Social
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Psychological Analysis. 4th penyunt. Michigan:
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1996. Prentice-Hall.
Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan
Metode Metode Baru. (Penerjemah Tjetjep (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Rohendi Rohidi). Jakarta: Penerbit UI Press. Bandung: Alfabeta
Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2008, Metode Penelitian Sweeney, Jullian G dan David a Webb. 2007. How
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya Functional, Psychological, and Social
Moleong, Lexy J.2010. Metodologi Penelitian Relationship Benefits Influence Individual and
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Firm Commitment to The Relationship. Journal
Monks F.J, Knoers A.M.P., Haditono S.R. 1996. of Business & Industrial Marketing, Vol. 22
Psikologi Perkembangan Pengantar dalam No. 7: pp 474-488.
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah WHO. 2005. Child Health Profile Mynmar. Geneva.
Mada University Press. http://www.who.int/child_
Papalia, Diane, E. dan Olds, S. Wendkos. 1992. adolescent_health/data/media/cah_chp_mynma
Human Development. New York: McGraw- r.pdf
Hill. Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum. 2009.
Papalia, D. E., & Olds, S. W. 1998. Human Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Development (7thed) USA: McGraw Hill.

116

You might also like