You are on page 1of 6

KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA PELAKU BULLYING

DI SD NEGERI TONOGORO KULON PROGO

Ahmad Budi Nugroho1, Heri Maria Zulfiati2


1, 2
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
1, 2
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
E-mail: budynugroho41@yahoo.com1
heri.maria@ustjogja.ac.id2

Abstract: The purpose of the research is to describe the interpersonal intelligence of the
students conducting bullies and the factors influencing the bullies. The research is qualitative
research applying a case study. The research is done at Tonorogo Elementary School. The
subjects of the research are bullying-doers, the victims and teachers while the object is the
interpersonal intelligence of the students conducting bullies. The technics of data collecting
are observations, interviews and documentations. The instruments of the research are the
researcher, observation and interview guides. The validity test of the data applies triangulation
technic, resources and time. Data analysis technic uses interactive model that is data collection,
data reduction, data display, and drawing conclusion. The result of the research descriptively
shows that the interpersonal intelligence of the students conducting bullies at school can be
categories worse based on dimension of the interpersonal intelligence that covers social
sensitivity, social insight and social communication. The doers have been proven to do both
physical and verbal attacks to others so that they fail to have positive relationship in their
social environments. Interest and study achievements of the bullying-doers are the cause and
effect of the bad interpersonal intelligence of the bullying-doers. The school has yet been able
to provide counseling service on it so that there is not any attempt to prevent and solve the
problem. Apart from it, the inappropriate family background of the bullying-doers worsens
interpersonal intelligence of the students.

Keywords: Interpersonal intelligence, social relation, bullying

Usia sekolah dasar merupakan masa dimana dianggap sebagai kasus yang kerap terjadi di
berkembangnya fungsi-fungsi otak seperti lingkungan sekolah dasar. Hingga saat ini
ingatan, imajinasi dan pikiran. Pada tahap ini, aktivitas bullying berkembang menjadi
anak mulai mampu mengenal sesuatu secara aktivitas yang tidak terbatas hanya pada kasus
obyektif dan berfikir kritis. Berkaitan dengan verbal saja tetapi juga menjurus pada kekerasan
hal tersebut maka sekolah sebagai wadah untuk fisik. Aktivitas bullying berkaitan langsung
menerapkan pendidikan anak secara umum atau dengan kecerdasan interpersonal baik oleh
formal sudah seharusnya turut serta dalam pelaku maupun korbannya. Kecerdasan
membentuk kecerdasan interpersonal anak. interpersonal berkaitan dengan kemampuan
Namun berbagai kasus kekerasan baik fisik anak mengembangkan sikap sosial. Kecerdasan
ataupun berbentuk verbal dalam sekolah interpersonal merupakan kemampuan yang
akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak pihak dimiliki anak untuk mempersepsikan dan
mulai dari lembaga pemerintah sampai lapisan menangkap perbedaan-perbedaan mood, tujuan,
masyarakat bawah. Berbagai media massa motivasi dan perasaan-perasaan orang lain di
banyak memberitakan tentang kasus lingkungannya
penyimpangan perilaku yang dilakukan anak di Thorndike dalam Azwar (2006: 6)
sekolah. Hal tersebut membuktikan bahwa mendeskripsikan “kercerdasan sebagai
masih ada masalah dalam penerapan sistem kemampuan dalam memberikan respon yang
pendidikan di Indonesia. baik dari pandangan kebenaran atau fakta”.
Kasus bullying atau dalam masyarakat Kecerdasan menurut Walters dan Gardner
indonesia dikenal dengan istilah perundungan dalam Azwar (2006: 7) adalah “kemampuan

541
542 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 5, Nomor 2, Januari 2019, hlm. 541-546

atau serangkaian kemampuan yang (Anderson, dalam Safaria, 2005: 24). Ketiga
memungkinkan individu memecahkan masalah dimensi kecerdasan interpersonal tersebut
atau produk sebagai konsekuaensi eksistensi dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut :
suatu budaya tertentu untuk menciptakan a. Social Sensicivity, atau sensivitas sosial,
sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya” yaitu kemampuan anak untuk mampu
Safaria (2005: 23) berpendapat merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau
bahwa kecerdasan interpersonal atau bisa perubahan orang lain yang ditunjukkan baik
juga dikatakan sebagai kecerdasan sosial, secara verbal maupun non-verbal. Anak
diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan yang memiliki sensivitas sosial yang tinggi
seseorang dalam menciptakan relasi, akan mudah memahami dan menyadari
membangun relasi dan mempertahankan relasi adanya reaksi-reaksi tertentu dengan orang
sosialnya sehingga kedua belah pihak berada lain, entah reaksi tersebut positif atau
dalam situasi menang-menang atau saling negatif.
menguntungkan b. Social Insight, yaitu kemampuan anak
Kecerdasan interpersonal akan terus untuk memahami dan mencari pemecahan
berkembang untuk memperhatikan perbedaan masalah yang efektif dalam suatu interaksi
diantara orang lain, perbedaan suasana hati, sosial, sehingga masalah-masalah tersebut
tempramen, motivasi, dan niat orang lain. Hal tidak menghambat apalagi menghancurkan
demikian tidak bergantung pada bahasa dan relasi sosial yang telah dibangun anak.
frontal lobs atau bagian otak depan kiri dan Tentu saja pemecahan masalah yang
kanan memegang peranan penting dalam ditawarkan adalah pendekatan
perkembangan kecerdasan interpersonal. menang-menang atau win-win solution.
Kerusakan pada bagian tersebut menyebabkan c. Social communication, atau penguasaan
perubahan kepribadian yang menonjol keterampilan komunikasi sosial merupakan
sementara bentuk pemecahan masalah yang kemampuan individu untuk menggunakan
lain tetap tak terganggu (Gardner, 2013: 29) proses komunikasi dalam menjalin dan
Pada beberapa pengertian sebelumnya membangun hubungan interpersonal yang
telah dijabarkan tentang kecerdasan sehat. Dalam proses menciptakan,
interpersonal anak, maka dalam penelitian kali membangun dan mempertahankan relasi
ini perlu juga mengetahui pengertian sosial, maka seseorang membutuhkan
kecerdasan intrapersonal sebagai pemahaman sarananya. Tentu saja sarana yang
lebih lanjut. Menurut Lwin, dkk (2008: 233) digunakan adalah melalui proses komunikasi
“kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang mencakup komunikasi verbal,
mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah nonverbal dan komunikasi melalui
kemampuan untuk memahami diri sendiri dan penampilan fisik, (Safaria, 2005: 24).
bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri”. Setiap individu memiliki karakteristik
Pada hakikatnya, seseorang akan yang berbeda dengan individu lain, begitu pula
melewati fase pengenalan terhadap diri sendiri dengan kecerdasan interpersonal yang dimiliki.
sebelum berinteraksi dengan orang lain. Akan Individu yang memiliki kecerdasan
ada proses dimana dalam diri anak interpersonal yang baik akan berbeda dengan
timbul-timbul pertanyaan mendasar tentang individu yang memiliki kecerdasan
eksistensi dirinya. Pertanyaan-pertanyaan interpersonal yang buruk.
mendasar seperti: siapakah saya, dimana saya Karakteristik orang yang memiliki
berada, kemana hidup saya akan berjalan dan kecerdasan interpersonal baik adalah: a) belajar
apa yang harus saya lakukan, (Safaria, 2005: dengan sangat baik ketika sedang berinteraksi
45). dengan orang lain; b) semakin banyak
Sebagai bagian dari kecerdasan jamak berhubungan dengan orang lain, semakin
pada diri manusia, tentunya kecerdasan merasa bahagia; c) sangat produktif ketika
interpersonal memiliki dimensi atau ruang belajar secara kooperatif dan kolaboratif; d)
lingkup yang dicakupnya. Terdapat tiga ketika menggunakan interaksi jejaring sosial,
dimensi yaitu a) Social Sensicivity, b) Social sangat senang dilakukan memalui chatting atau
Insight dan c) Social communication teleconference; e) merasa senang dalam
Ahmad Budi N., Heri Maria Z., Kecerdasan Interpersonal Siswa Pelaku Bullying… 543

organisasi sosial keagamaan, dan politik; f) membedakan bullying dengan bentuk konflik
sangat senang mengikuti acara talk show di yang lain.
televisi dan radio; g) ketika bermain atau Dalam konteks kekerasan di sekolah,
berolah raga, sangat pandai bermain secara tim perilaku bullying dapat dikelompokkan menjadi
(double atau kelompok) daripada bermain beberapa kategori seperti: a) kontak fisik
sendiri (single); h) selalu merasa bosan dan langsung, (memukul, mendorong, menggigit,
tidak bergairah ketika bekerja sendiri; i) selalu menjambak, menendang, mengunci seseorang
melibatkan diri dalam aktivitas ekstrakulikuler; dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras
j) sangat peduli dan penuh perhatian pada dan merusak barang-barang milik orang lain); b)
masalah-masalah dan isu-isu sosial, (Yaumi, kontak verbal langsung, (mengancam,
2012: 147-148). mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
Monawati (2015: 31) menyatakan memberi panggilan, sarkasme,
bahwa kecerdasan interpersonal sangat mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki
membantu anak dalam menyesuaikan diri serta dan menyebarkan gosip); c) perilaku nonverbal
dalam membentuk hubungan sosial. Demikian langsung (melihat dengan sisnis, menjulurkan
pula sebaliknya, tanpa kecerdasan interpersonal lidah, menampilkan ekspresi muka yang
siswa akan mengalami kesulitan dalam merendahkan, mengancam disertai oleh
menjalin hubungan dengan orang lain. bullying fisik atau verbal); d) perilaku
Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa non-verbal tidak langsung (mendiamkan
setiap individu tidak sama. Berdasarkan seseorang, memanipulasi persahabatan
pengertian tersebut, maka dalam penelitian sehingga retak, sengaja mengucilkan atau
dapat disimpulkan bahwa indikator seseorang mengabaikan); e) pelecehan seksual (kadang
memiliki kecerdasan interpersonal yang baik dikategorikan perilaku agresif fisik atau verbal),
memiliki beberapa karakteristik seperti (Ardy, 2014: 27).
kemampuan untuk berelasi, produktif dalam Hurlock dalam Juwita, dkk, (2017: 85)
relasi tersebut, memiliki kemampuan untuk menyatakan bahwa “kecerdasan emosional
memimpin diri sendiri atau kelompok serta seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang paling utama adalah mampu memecahkan yaitu kondisi kesehatan, keluarga, dan
masalah yang timbul dalam sebuah relasi. hubungan dengan teman sebaya”. Surbakti
Ardy (2014: 14) berpendapat bahwa dalam Juwita, dkk, (2017: 85-86)
“bullying adalah perilaku agresif dan negatif mengemukakan bahwa bimbingan orangtua
seseorang atau sekelompok orang secara sangat penting dalam pengembangan emosional
berulang kali yang menyalahgunakan pada remaja. Ketepatan orang-tua dalam
ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menerapkan bimbingan akan memberikan
menyakiti targetnya (korban) secara mental pengaruh yang besar terhadap emosional anak.
atau secara fisik)”. Kesalahan orang-tua dalam membimbing dapat
Zakiyah (2017: 325) berpendapat mengakibatkan anak bertingkah sekehendak
“bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari hati, tidak mampu mengendalikan diri, pola
kata bull yang berarti banteng yang senang hidup bebas bahkan nyaris tanpa aturan, dan
merunduk kesana kemari. Dalam bahasa akibat buruk lainya sehingga anak cenderung
Indonesia, secara etimologi kata bully berarti melakukan tindakan bullying.
penggertak, orang yang mengganggu orang Berdasarkan paparan diatas, maka
lemah”. perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Jadi secara umum tindakan bullying sebagai berikut:
adalah ketidakseimbangan kekuatan antara 1. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa
pelaku bullying dengan target (korban) bisa pelaku bullying di SD Negeri Tonogoro?
bersifat nyata maupun bersifat perasaan. 2. Apa Faktor-faktor yang mempengaruhi
Contoh yang bullying bersifat nyata seperti kecerdasan interpersonal siswa pelaku
bentuk fisik, jenis kelamin, dan status sosial. bullying di SD Negeri Tonogoro?
Contoh yang bersifat perasaan seperti
kepandaian berbicara atau pandai bersilat lidah.
Unsur ketidakseimbangan kekuatan inilah yang METODE
544 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 5, Nomor 2, Januari 2019, hlm. 541-546

Penelitian ini menggunakan pendekatan sebagai siswa yang melakukan tindakan


kualitatif yang bersifat studi kasus. Sumber kekerasan. Ada beberapa faktor yang
data dalam penelitian ini menggunakan sumber mendorong sisiwa tersebut melakukan
primer dan sumber sekunder. Sumber data kekerasan seperti faktor pelayanan sekolah,
primer adalah siswa pelaku bullying sedangkan latar belakang keluarga dan faktor eksternal
sumber data sekunder adalah guru kelas dan lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh
siswa yang menjadi korban bullying. Data melalui wawancara dan observasi terhadap
penelitian ini diperoleh melalui teknik guru kelas III dapat diketahui bahwa PR selaku
observasi, wawancara, dan dokumentasi. pelaku bullying memiliki prestasi belajar yang
Instrumen penelitian terdiri atas lembar buruk sejak kelas I hingga kelas III. Selain
observasi, wawancara dan dokumentasi. Uji prestasi belajar yang buruk, PR juga gagal
keabsahan data dilakukan untuk mengetahui dalam menjalin relasi sosial yang baik dengan
data hasil penelitian dinyatakan valid teman-temannya. PR kedapatan melakukan
menggunakan Triangulasi. Teknik analisis data tindakan yang dikategorikan bullying baik
menggunakan analisis model Miles dan secara fisik maupun verbal didalam kelas
Huberman dalam yang terdiri atas maupun diluar kelas. Guru kelas menyatakan
pengumpulan data (data collection), data bahwa tindakan peringatan sudah dilakukan
reduksi (data Reduction), penyajian data (data seperti menasehati atau memberi hukuman
display) dan penarikan kesimpulan sebagai efek jera namun belum membuahkan
(conclusion drawing/verification). hasil. Guru juga merasa kebingungan untuk
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri menghadapi siswa dengan kasus demikian
Tonogoro yang beralamat di Semawung, karena memiliki karakter yang berubah-ubah
Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, sehingga sulit menentukan pelayanan yang
Yogyakarta khususnya kelas III yang terdapat tepat. Selain itu, pihak orang tua yang kurang
siswa pelaku bullying. Sekolah ini dipilih kooperatif juga menambah kasus ini menjadi
sebagai tempat penelitian karena berdasarkan semakin terabaikan. Hal-hal demikian yang
data yang diperoleh saat pra penelitian bahwa mengakibatkan kasus kekerasan seperti
terdapat masalah yang sebagian besar bullying yang terjadi di sekolah terus ada dan
menyangkut tentang kedisiplinan siswa. Selain seakan terjadi pembiaran dan tidak ada efek
itu sebagian siswa berasal dari latar belakang jera dari pelaku.
keluarga yang memiliki masalah. Masalah yang Lebih lanjut mengenai kasus bullying
dimaksud antara lain adalah siswa yang berasal yang dilakukan oleh PR, berdasarkan hasil
dari keluarga yang tidak utuh, atau siswa yang wawancara dan observasi terhadap para
tinggal dengan kakek neneknya sehingga korban bullying yaitu DP dan NS didapatkan
perhatian terhadap tumbuh kembang anak data bahwa mereka kerap menerima perlakuan
berkurang. Tingkat kepedulian orang tua yang kasar dari PR baik secara fisik seperti
terhadap pendidikan anaknya juga rendah, dijambak, diinjak kakinya bahkan
dibuktikan dengan adanya salah satu siswa pengompasan. Selain itu mereka juga
yang dibiarkan drop out dan tidak melanjutkan menerima kekerasan secara verbal seperti
pendidikan meski pihak sekolah telah diolok-olok, dilontarkan kata-kata kasar seperti
melakukan tindakan persuasif dan negosiasi. nama binatang dan sebagainya. Tidak ada
Selain itu juga terdapat siswa yang perlawanan yang berarti karena dari segi
diindikasikan sering melakukan tindakan yang manapun mereka kalah dengan PR. Keduanya
dapat dikategorikan sebagai tindakan bullying. juga tidak menerima perlindungan baik dari
guru atau pihak sekolah manapun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah memperoleh data dari para
1. Kecerdasan interpersonal Siswa Pelaku subjek sekunder, kemudian penelitian lebih
Bullying di SD Negeri Tonogoro lanjut dilakukan terhadap subjek primer yaitu
Masalah sosial adalah masalah yang PR sebagai pelaku bullying. Dari wawancara
kompleks dan tidak bisa hanya dilihat dari satu yang dilakukan diperoleh data bahwa PR
sudut pandang saja. Artinya tidak sepenuhnya mengaku memilki minat belajar yang tinggi.
kasus bullying ini disebabkan hanya oleh PR Hal ini dibuktikan dengan ketertarikannya
Ahmad Budi N., Heri Maria Z., Kecerdasan Interpersonal Siswa Pelaku Bullying… 545

terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Ibunya sendiri memiliki keterbatasan secara
Penjaskes. PR menyatakan bahwa ia sering fisik dan sering menggunakan kata-kata kasar
dikucilkan oleh teman-temannya sehingga hal saat memarahi PR sehingga ditiru oleh anaknya
tersebut mempengaruhi minat belajar PR. tersebut
Karena sering dikucilkan akhirnya PR
terkadang malas untuk mengikuti pembelajaran SIMPULAN DAN SARAN
dan berontak terhadap teman-teman yang SIMPULAN
mengucilkannya. Ia juga bercerita bahwa sering Berdasarkan hasil penelitian dan
dimarahi ibunya saat dirumah dengan bahasa pembahasan yang telah dilakukan maka dalam
yang kasar sehingga terkadang ia penelitian studi kasus tentang kecerdasan
menirukannya saat berinteraksi dengan interpersonal pelaku bullying di SD Negeri
temannya. Tonogoro, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Berdasarkan data yang diperoleh 1. Kecerdasan interpersonal pelaku bullying
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa PR di SD Negeri Tonogoro berdasarkan
sebenarnya memiliki minat belajar yang tinggi, analisis data yang diperoleh dari
namun sering dikucilkan akibat sikapnya yang wawancara, observasi dan dokumentasi
tidak disenangi teman-temannya. Karakter dia menunjukkan bahwa salah seorang siswa
yang kasar juga dibentuk akibat faktor orang kelas III bernama PR memiliki tingkat
tua yang keras dalam mendidiknya di kecerdasan interpersonal yang buruk dan
lingkungan keluarga. secara meyakinkan telah melakukan
2. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan tindakan bullying baik secara fisik ataupun
interpersonal pelaku bullying di SD Negeri verbal sehingga gagal dalam menjalin
Tonogoro. relasi yang positif di lingkungan sosialnya.
Kecerdasan interpersonal yang dimiliki 2. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan
oleh PR dipengaruhi oleh beberapa hal. interpersonal siswa sehingga melakukan
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan tindakan bullying di SD Negeri Tonogoro
bahwa pelaku memiliki riwayat prestai belajar adalah minat dan prestasi belajar,
yang buruk serta minat belajar yang rendah. pelayanan sekolah, serta latar belakang
Sekat pemisah antara siswa yang pintar dan orang tua.
kurang pintar mengakibatkan perbedaan
perhatian dari guru sehingga pihak yang merasa SARAN
kurang pintar akhirnya berontak. Wujud Berdasarkan hasil penelitian dan
berontak dari pihak yang merasa kurang pembahasan, maka peneliti memberi saran
diperhatikan salah satunya dengan tindakan sebagai berikut:
bullying. Penelitian kecerdasan interpersonal
Ketika fenomena bullying muncul, siswa pelaku bullying di SD Negeri Tonogoro
maka guru sebagai pihak yang bertanggung mendapatkan respon yang baik. Melihat hal
jawab penuh terhadap segala kondisi siswanya tersebut, peneliti memberikan saran sebagai
mengalami kesulitan untuk memberikan berikut:
pelayanan terhadap siswa yang melakukan atau 1. Bagi Pemerintah
terhadap korbannya. Selain itu, keterbatasan Permasalahan bullying marak terjadi di
pengetahuan konseling oleh guru lingkup sekolah. Aktivitas tersebut jika
mengakibatkan tindakan bullying di sekolah ini dibiarkan akan sangat berbahaya dan
seakan dibiarkan. merugikan. Sayangnya tenaga pendidik belum
Latar belakang orang tua atau keluarga sepenuhnya memiliki keterampilan dan
juga sangat berpengaruh terhadap buruknya pemahaman dalam memberikan pelayanan
kecerdasan interpersonal anak. Sosok orang tua konseling terhadap siswa pelaku bullying. Oleh
baik Ayah dan Ibu memiliki perannya sebab itu pemerintah harus hadir dengan
masing-masing yang sangat berpengaruh memberikan pelatihan atau sejenisnya kepada
terhadap tumbuh kembang mental anak. pihak sekolah secara merata dimanapun berada
Kondisi orang tua yang tidak lengkap memaksa (tidak hanya di perkotaan) agar dapat
PR hanya memperoleh perhatian dari ibunya.
546 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 5, Nomor 2, Januari 2019, hlm. 541-546
mengatasi masalah bullying yang banyak Ela Zain Zakiyah, dkk. 2017. “Faktor Yang
terjadi di sekolah. Mempengaruhi Remaja Dalam
2. Bagi Sekolah Melakukan Bullying”. Jurnal FISIP
Sebagian sekolah menemui kendala UNPAD (Vol. 4 Nomor 2). Hlm.
dalam menjalin komunikasi dengan orang tua 129-389.
tentang upaya penyelesaian masalah yang
dilakukan siswa. Selain komunikasi, biasanya Gardener, Howard. 2013. Multiple Intelegance.
pihak sekolah dan orang tua memiliki sudut Jakarta: Daras Book.
pandang yang berbeda dalam melihat suatu
permasalahan sehingga sering menimbulkan Juwita, Hirwin, dkk. 2017. “Hubungan Antara
kesalahpahaman. Oleh sebab itu sekolah harus Bimbingan Orang Tua Dengan
membentuk pola hubungan yang baik dan Kecerdasan Emosional Pada Siswa
berkesinambungan dengan pihak wali murid Pelaku Bullying SMP Kota Bengkulu”.
sejak awal bermitra. Jurnal FKIP Universitas Bengkulu
3. Bagi Guru ( Vol. 1 Nomor 2). Hlm. 79-87.
Guru adalah pihak yang paling penting
dalam upaya penyelesaian masalah didalam Lwin, May. 2008. Cara Mengembangkan
kelas. Namun terdapat beberapa guru yang Berbagai Komponen Kecerdasan.
kurang tegas dan cenderung situasional dalam Jakarta: Indeks.
menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu guru
harus mengaktualisasi diri agar bisa Monawati. 2015. “Hubungan Kecerdasan
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Interpersonal Dengan Prestasi Belajar”.
dalam kelas dengan hasil yang nyata. Jurnal PGSD USK (Vol. 3 Nomor 3).
4. Bagi Orang Tua Hlm. 21-32.
Selain guru, orang tua memegang
peranan penting terhadap penyelesaian masalah Safaria, T. 2005. Interpersonal Intelligance
yang terjadi pada anak. Menjaga komunikasi Metode Pengembangan Kecerdasan
yang baik dengan guru atau pihak sekolah Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara
merupakan sebuah keharusan disamping Book.
memberikan perhatian lebih terhadap
pencapaian akademik anak-anaknya. Wiyani, Ardy, Novan. 2014. Save Our
Children From School Bullying.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Azwar, Syaifuddin. 2006. Pengantar Psikologi Yaumi, Muhammad. 2012. Pembelajaran


Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Berbasis Multiple Intelegance. Jakarta:
Offset. Dian Rakyat.

You might also like