You are on page 1of 9

Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) p - ISSN: 2615-1227

Volume 7 Nomor 1, Juni 2023, Hal. 25 - 33 e - ISSN: 2655-187X

Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional


Bunga Anggita Batubara1*, Maryam Batubara2
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
1*
Correspondent Author : anggitanggi94@gmail.com

Abstract
Both Islamic countries and other countries have a major role in managing the economy. The
model for calculating national income is certainly different between conventional and Islamic,
because the basic determination of people's welfare priorities is different. Therefore, it is
important for the state to increase national income through developing the country's economy
so that people's welfare increases. This article examines the measurement of conventional
national income and an Islamic perspective. The method used in this research is library
research. The conclusions are: 1) There are doubts in the calculation of real GDP as a measure
of the level of welfare. 2) Income per capita is not the only measure of welfare because income
in an area is not evenly distributed. 3) Variables in measuring national income have their
respective roles in accordance with Islamic law. 4) The parameters used in the Islamic
economic system are called falah, namely real welfare. 5) Good Islamic economic development
has the goal of reducing poverty, creating peace, comfort, and morals in life. This research is
limited to discussing theoretical comparisons between Islamic and conventional national
income calculation models. It is hoped that further researchers can explain in real terms the
implementation of national income calculations applied by Islamic countries.
Keywords : National Income, Welfare, Economic Growth

Abstrak
Baik negara islam maupun negara lainnya memiliki peran utama dalam mengelola ekonomi.
Model perhitungan pendapatan nasional tentu berbeda antara konvensional dengan islami,
karena penentuan dasar prioritas kesejahteraan rakyat yang berbeda. Oleh karena itu, penting
bagi negara untuk meningkatkan pendapatan nasional melalui pengembangan perekonomian
negara agar kesejahteraan rakyat meningkat. Artikel ini mengkaji tentang pengukuran
pendapatan nasional konvensional dan perspektif islam. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Adapun kesimpulannya yaitu: 1)
Terdapat keraguan dalam perhitungan GDP riil sebagai ukuran tingkat kesejahteraan. 2)
Pendapatan per kapita bukanlah satu-satunya tolak ukur kesejahteraan karena pendapatan
dalam suatu wilayah belum merata. 3) Variabel dalam pengukuran pendapatan nasional
memiliki peran masing-masing yang sesuai dengan syariat islam. 4) Parameter yang
digunakan dalam sistem ekonomi islam disebut dengan falah yaitu kesejahteraan yang
sesungguhnya. 5) Pembangunan ekonomi islam yang baik memiliki tujuan untuk mengurangi
kemiskinan, menciptakan ketentraman, kenyamanan, dan tata susila dalam kehidupan.
Penelitian ini terbatas pada pembahasan secara teori pembanding antara model perhitungan
pendapatan nasional islam dan konvensional. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat
memaparkan secara riil implementasi perhitungan pendapatan nasional yang diterapkan
negara islam.
Kata Kunci : Pendapatan Nasional, Kesejahteraan, Pertumbuhan Ekonomi

PENDAHULUAN
Ilmu ekonomi dalam Islam merupakan ilmu yang bersumber dari syariat dan berpegang
teguh pada Al-Quran dan As-sunnah. Kedudukan kedua sumber mutlak ini menjadikan islam
agama yang istimewa karena perspektif ekonomi islam segalanya bermuara pada kedua sumber
tersebut (Huda et al., 2008). Oleh karena itu, dalam implementasi ilmu ekonomi yang diambil
dari konvensional harus dibentuk dan disesuaikan dengan kerangka islam. Bukan berarti
seluruh ilmu ekonomi islam adalah buah dari pemikiran bangsa Barat, melainkan
pengembangan-pengembangan yang dilakukan para ilmuwan muslim juga menyumbangkan
banyak ilmu pengetahuan dalam perspektif islam. Sama dengan ekonomi modern, pembahasan
dalam ekonomi islam juga cukup luas. Tidak hanya membahas bagaimana manusia

25
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

mendapatkan uang kemudian membelanjakannya, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan


umat secara keseluruhan (Purwanto & Siswahadi, 2021).
Makroekonomi merupakan salah satu ilmu yang membahas ilmu ekonomi secara
keseluruhan. Sukirno (2010) dalam bukunya yang berjudul Makroekonomi Teori Pengantar
menjelaskan bahwa isu utama yang selalu dihadapi dalam suatu negara antara lain masalah
pertumbuhan ekonomi, ketidakstabilan kegiatan ekonomi, pengangguran, inflasi, dan neraca
perdagangan serta neraca pembayaran. Masalah pertumbuhan ekonomi suatu negara
merupakan salah satu isu yang mempengaruhi kesejahteraan umat. Dan pendapatan nasional
sebagai tolak ukur untuk menghitung kinerja sektor ekonomi dalam perekonomian nasional
(Ahmad Al-Rubi, 2022).
Baik negara islam maupun negara lainnya memiliki peran utama dalam mengelola
ekonomi. Setiap negara menganut sistem yang berbeda dalam menyejahterakan rakyat namun
menggunakan cara pengukuran yang sama yaitu dengan mengukur pendapatan nasional
(Khilmia et al., 2022, Suleman et all., 2020). Model perhitungan pendapatan nasional tentu
berbeda antara konvensional dengan islami, karena penentuan dasar prioritas kesejahteraan
rakyat yang berbeda.
Syamsuri (2021) dalam penelitiannya terkait rekonstruksi APBN menyatakan bahwa
banyak pengeluaran APBN yang kembali ke rakyat untuk kesejahteraan. Artinya, apabila
pendapatan nasional diukur dengan baik dan penggunaan APBN dimaksimalkan maka akan
berdampak pada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk
meningkatkan pendapatan nasional melalui pengembangan perekonomian negara agar
kesejahteraan rakyat meningkat.

KERANGKA TEORITS
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah semua pendapatan yang diterima masyarakat di
suatu negara dalam satu tahun (Apriliana, 2022; Hakim, M, 2015). Dalam ilmu ekonomi
konvensional, banyak istilah pendatan nasional seperti Produk Domestik Bruto (PDB) atau
Gross Domestic Product (GDP), Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product
(GNP), serta Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP).
GDP adalah nilai barang dan jasa negara yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi
milik negara dan orang asing dalam negara tersebut (Sukirno, 2010). GDP merupakan nilai
dasar dalam perhitungan seluruh barang jadi dan jasa dalam suatu negara, baik yang diproduksi
oleh masyarakat dalam negeri maupun orang asing yang menempati negara tersebut (Purwanto
& Siswahadi, 2021). Dengan kata lain, GDP dapat diartikan sebagai jumlah seluruh pendapatan
yang dihasilkan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara itu tetapi juga oleh
penduduk negara lain yang menduduki wilayah negara tersebut dalam satu tahun.
Pengukuran pendapatan nasional akan memberikan kisaran GDP teratur yang menjadi
ukuran besar dari performansi perekonomian negara dalam memproduksi barang dan jasa
(Huda et al., 2008). Perhitungan ini juga berguna untuk menerangkan hubungan variabel
makroekonomi seperti output, pendapatan, dan pengeluaran.

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 26
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

Kegunaan Data Pendapatan Nasional


Data pendapatan nasional berguna dalam memberikan informasi dari berbagai aspek
kegiatan ekonomi suatu negara, antara lain:
1. Mengetahui struktur ekonomi suatu negara (Khilmia et al., 2022, Sahban, 2018)
2. Mengukur tingkat kemakmuran suatu negara (Khilmia et al., 2022, Haryanto, 2020)
3. Menilai prestasi kegiatan ekonomi (Sukirno, 2010)
4. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai (Sukirno, 2010)
5. Dasar dalam membuat ramalan dan perencanaan (Khilmia et al., 2022, Chabibah, 2020)
6. Perbandingan ekonomi antar region dan antar negara (Khilmia et al., 2022, Putong, 2015)
Pengukuran Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional secara konvensional dapat diukur dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diukur dengan cara menambahkan
nilai tambah bruto dari semua sektor produksi. Konsep ini digunakan untuk menghindari
perhitungan ganda (double count) (Huda et al., 2008). Pengukuran dengan pendekatan ini
disebut dengan produk neto yang berarti nilai tambahn yang diciptakan dalam proses
produksi (Sukirno, 2010).
Tabel 1. Contoh Perhitungan
Jenis Kegiatan Nilai Penjualan (Ribu Rp) Nilai Tambah (Ribu Rp)
Mengambil Kayu Hutan 50 50
Menggergaji Papan 200 150
Membuat Perabot 600 400
Menjual Perabot di Toko 800 200
Jumlah 1650 800
Sumber : (Sukirno, 2010)
Dari tabel di atas didapat bahwa nilai tambah dari keempat kegiatan sebesar
Rp800.000,- dengan nilai penjualan sebesar Rp1.650.000,-.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Dengan pendekatan pendapatan, pendapatan nasional diukur dengan cara
menjumlahkan seluruh pendapatan yang diperoleh masyarakat dalam satu tahun seperti
sewa, upah, bunga, dan laba (Khilmia et al., 2022., Haoloan, 2010). Pengukuran ini disebut
dengan produk nasional neto yang menjumlahkan hasil dari tanah dan harta yang
menghasilkan sewa, tenaga kerja yang mendapatkan gaji dan upah, modal yang
memperoleh bunga, dan keahlian usahawan menghasilkan keuntungan (Sukirno, 2010).
Pada pendekatan ini, perekonomian digolongkan menjadi empat sektor yaitu rumah tangga,
bisnis atau perusahaan, pemerintah, dan perdagangan luar negeri (Hadi, 2018).
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendekatan pengeluaran diukur dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari unit-
unit ekonomi yang dibuat persamaan menjadi:
Y = C + I , untuk perekonomian tertutup
Y = C + I + G, untuk perekonomian tertutup dengan peranan pemerintah
Y = C + I + G + (X-M), untuk perekonomian terbuka (Huda et al., 2008)

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 27
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

Dimana, Y merupakan pendapatan produk nasional bruto, C merupakan konsumsi


rumah tangga, I merupakan investasi dari perusahaan, G merupakan pengeluaran
pemerintah, dan X-M merupakan pengeluaran ekspor dan impor.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi kepustakaan (library
research) dengan pendekatan deskriptif. Dalam penelitian ini, penulis berupaya untuk
menganalisis perbedaan mendasar antara pendapatan nasional konvensional dengan pendapatan
nasional dari perspektif islam. Data-data dikumpulkan berasal dari buku, artikel, internet, dan
sejenisnya yang dapat membantu penulis untuk menganalisis topik yang dibicarakan.

PEMBAHASAN
Pendapatan Nasional Konvensional
Pengukuran pendapatan nasional secara konvensional baik dengan pendekatan
produksi, pendapatan masupun pengeluaran, akan menghasilkan angka yang dijadikan dasar
dalam pengukuran kinerja berbagai sektor ekonomi suatu negara. Pendekatan yang paling
umum digunakan dalam mengukur pendapatan nasional adalah pendekatan pengeluaran yang
menghasilkan GNP. Pendekatan ini mengukur dengan cara menjumlahkan konsumsi rumah
tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah dan pengeluaran ekspor impor dengan
persamaan:
Y = C + I + G + (X-M)
Persamaan ini merupakan sebuah identitas, maksudnya persamaan ini digunakan agar
variabel-variabel makroekonomi dapat didefinisikan. Variabel konsumsi terdiri dari barang dan
jasa yang dikonsumsi atau dibeli oleh rumah tangga. Seluruh bentuk konsumsi bersama-sama
membentuk duapertiga dari GDP. Karena nilainya begitu besar, para ahli dengan giat
mempelajari bagaimana sektor rumah tangga memutuskan berapa banyak yang harus
dikonsumsi.
Rumah tangga memperoleh pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki,
kemudian mereka membayar pajak kepada pemerintah, dan memutuskan berapa banyak dari
sisanya digunakan untuk konsumsi dan berapa banyak yang akan ditabung. Pendapatan rumah
tangga sama dengan output perekonomian Y. Pemerintah menerima pajak dari rumah tangga
senilai T. Sehingga dapat kita simpulkan pendapatan setelah pajak adalah Y-T yang disebut
dengan pendapatan disposabel atau pendapatan yang dapat digunakan untuk belanja. Kemudian
rumah tangga yang menentukan sisanya antara konsumsi atau tabungan (Mankiw, 2007)
Variabel investasi menjelaskan keputusan perusahaan dan rumah tangga dalam
melakukan investasi. Perusahaan dapat membeli investasi untuk menambah modal dan
mengganti modal yang ada setelah habis pakai. Rumah tangga dapat membeli rumah baru untuk
menambah investasinya. Jumlah modal yang diminta baik perusahaan maupun rumah tangga
bergantung pada tingkat bunga yang mengukur biaya investasi (Mankiw, 2007). Keputusan ini
diambil guna mendapat proyek investasi yang menguntungkan, artinya hasil yang didapat harus
lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 28
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

Variabel belanja pemerintah menggambarkan pengeluaran yang dilakukan pemerintah


seperti belanja jasa pegawai pemerintah, pembangunan infrastruktur, pembayaran transfer
rumah tangga, dan lainnya. Pada pembayaran transfer rumah tangga, akan memperngaruhi
permintaan barang dan jasa karena meningkatkan pendapatan disposabel (Mankiw, 2007).
Contoh dari pembayaran ini seperti program pangan non tunai, bantuan langsung tunai, program
keluarga harapan, program bantuan iuran jaminan kesehatan nasional, dan program lainnya
yang sudah diterapkan di Indonesia. Salah satu fungsi dari variabel ini yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasil pemungutan pajak yang mengurangi pendapatan disposabel
dari masyarakat kemudian dialirkan kembali ke masyarakat untuk kesejahteraannya. Syamsuri
(2021) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat penurunan tingkat kemiskinan yang
signifikan dimana pada tahun 2007 berada pada angka 16,58% menjadi 9,66% pada tahun 2018.
Angka ini turun sebesar 6,92% selama 11 tahun.
Variabel ekspor neto menjelaskan nilai ekspor yang dilakukan negara setelah dikurangi
dengan impor negara tersebut dalam satu tahun. Nilai ekspor dihitung karena merupakan hasil
barang dan jasa dari dalam negeri. Sementara impor adalah barang dan jasa yang diproduksi
luar negeri. Secara definisi, seharusnya impor tidak dihitung dalam perhitungan pendapatan
nasional. Namun kenyataannya tidak dapat dielakkan. Dalam praktiknya, sering terdapat
kondisi dimana barang impor dijadikan faktor produksi dalam negeri (Sukirno, 2010).
Contohnya, sepatu yang diproduksi pabrik di Bandung menggunakan kulit sapi yang diimpor
dari Australia. Nilai bahan dasar kulit ini tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan
nasional. Sehingga untuk mengatasi hal ini, maka nilai impor harus dikurangi dari nilai belanja
yang lain. Sehingga yang perlu dihitung dalam pendapatan nasional hanya ekspor neto.
Dari penjelasan di atas, masing-masing variabel memiliki definisi dan pengaruhnya
secara makroekonomi. Pada ekonomi konvensional terdapat keraguan dalam pengukuran GNP
riil. GNP tidak mencerminkan kesejahteraan masyarakat karena beberapa faktor (Purwanto &
Siswahadi, 2021). Yang pertama, ketika produk dihasilkan masyarakat untuk dikonsumsi
sendiri. Masyarakat mengonsumsi sayur yang diambil dari tanaman di pekarangan rumah. Dan
konsumsi tersebut sebenarnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Hal ini tidak terdapat
dalam GNP. Kedua, GNP juga tidak memperkirakan waktu istirahat meskipun mempengaruhi
tingkat kesejahteraan. Ketiga, bencana alam yang mengurangi tingkat kesejahteraan juga tidak
terhitung dalam GNP. Dan yang terakhir, polusi yang disebabkan operasional pabrik
mengakibatkan timbulnya penyakit bagi masyarakat sekitar sehingga tingkat kesejahteraannya
menjadi berkurang. Huda et al., (2008) dalam bukunya menyatakan, kritik terhadap GNP
sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi muncul dan pengkritik mengatakan GNP merupakan
ukuran yang tidak sempurna.
GNP yang tinggi dibagikan dengan jumlah penduduk akan menghasilkan pendapatan
per kapita yang tinggi juga. Namun, pendapatan per kapita yang tinggi bukan satu-satunya
ukuran yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan (Purwanto & Siswahadi, 2021;
Nasution et al., 2007). Apabila terdapat beberapa orang yang memiliki penghasilan rendah,
tentu tidak adil jika pengukuran disamaratakan.

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 29
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

Pendapatan Nasional Persepektif Islam


Perhitungan GNP sebagai ukuran tingkat kesejahteraan juga dikritisi dalam ekonomi
islam. Hal yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi lainnya terletak
pada parameter yang digunakan yaitu falah. Falah merupakan kesejahteraan yang sebenar-
benarnya, dimana komponen rohani diikutsertakan (Huda et al., 2008).
Variabel konsumsi dalam pengukuran pendapatan nasional perspektif islam
menjelaskan bahwa konsumsi yang dapat dilakukan rumah tangga hanya konsumsi barang dan
jasa yang bersifat halal. Dalam ekonomi islam juga menjelaskan agar tidak melakukan
pemborosan atau berlebihan, tidak menganjurkan kemewahan, kemegahan, dan kemubadziran
(Al-Arif, 2015). Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW, konsumsi dalam satu periode
belum ditentukan. Harta yang disimpan dalam Baitul Mal akan dikeluarkan untuk kebutuhan
negara dan kebutuhan hidup selama menjabat sebagai khalifah (Jajuli, 2018). Keluar masuknya
harta dalam Baitul Mal pun dicatat dengan benar dan dikendalikan penggunaanya (Purwanto &
Siswahadi, 2021; Numani, 1898b; Majlisi, 1966a; Majlisi, 1987b; Sayooti, 1980).
Sama halnya dengan konsumsi, variabel investasi dalam ekonomi islam juga merujuk
pada investasi yang bersifat halal. Contohnya seperti investasi dalam pembangunan lembaga
pendidikan yang mengutamakan pengembangan masyarakat yang mengarahkan pada
kemakmuran masyarakat itu sendiri. Ekonomi islam juga mangajarkan investasi dalam bentuk
tabungan yang bisa menjadi asuransi psikologis untuk melawan kemiskinan (Ahmad Al-Rubi,
2022). Hal ini juga bisa berlaku bagi penerima zakat produktif, yang pada akhirnya akan
menjadi muzakki-muzakki baru. Sehingga angka kemiskinan dapat menurun secara signifikan.
Variabel belanja pemerintah dalam ekonomi islam menggambarkan penggunaan
anggaran berdasarkan fungsi negara islam. Misalnya digunakan untuk pendidikan,
infrastruktur, pertahanan dan keamanan, serta dakwah islam dan lainnya. Sistem pengeluaran
islam dibagi menjadi dua, yaitu pengeluaran terikat dan tidak terikat (Rahman, 2015).
Pengeluaran terikat berupa alokasi dana yang pos-pos pengeluarannya sudah ditentukan dalam
Al-Quran. Contohnya zakat yang hanya boleh dibagikan ke delapan asnaf serta dibagikan
secara adil berdasarkan kebutuhan (Al-Qasim, 2009). Pengeluaran tidak terikat berupa infaq
dan sedekah yang dapat dimanfaatkan untuk dakwah, administrasi pemerintah, pertahanan dan
keamanan, dan lain-lain.
Tidak berbeda dengan investasi, ekspor dan impor dalam ekonomi islam pun
diperbolehkan untuk barang dan jasa yang halal. Ekspor memiliki hubungan dengan zakat,
infaq, sedekah, dan wakaf secara tidak langsung. Hal ini dikemukakan Bapak Hendri Tanjung
dalam artikelnya bahwa dengan memaksimalkan ZISWAF maka konsumsi masyarakat miskin
akan terpenuhi atau meningkat, investasi meningkat dan produktivitas pun meningkat juga yang
kemudian akan berujung pada tumbuhnya sektor ekonomi ril (Tanjung, n.d.). Sementara
pertumbuhan ekonomi meningkat, maka ekspor pun akan terdorong meningkat. Dalam ilmu
ekonomi disebut dengan Export-led Growth. Sehingga dapat disimpulkan ZISWAF dapat
mendorong ekspor negara.
Berdasarkan penjelasan variabel di atas, dapat kita ketahui bahwa setiap variabel
memerankan fungsinya masing-masing sesuai dengan syariat islam yang merujuk pada Al-
Quran dan As-Sunnah. Ekonomi islam dalam sebuah sistem ekonomi (nidhom al-iqtishad)

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 30
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

merupakan sistem yang membawa umat manusia menuju kepada kesejahteraan yang
sesungguhnya (real welfare) yang disebut dengan falah. Yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya bahwa pendapatan per kapita yang tinggi bukanlah satu-satunya ukuran dalam
kesejahteraan melainkan hanya necessary condition (Huda et al., 2008).
Dalam islam, manusia menjalankan kegiatan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik saja tetapi juga memenuhi kebutuhan rohani (Huda et al., 2008;
Nasution et al., 2006). Oleh karena itu, falah sebagai parameter dimasukkan dalam
menganalisis tingkat kesejahteraan. Selain itu, pengukuran pendapatan nasional dalam ekonomi
islam harus mampu menganalisis instrumen ZISWAF yang tujuannya sama. Ada empat hal
yang dapat diukur agar tingkat kesejahteraan tidak bias, antara lain (Huda et al., 2008; Nasution
et al., 2006):
1. Mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga
2. Mengukur produksi di sektor pedesaan
3. Mengukur kesejahteraan ekonomi islam
4. Penghitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami
melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah.

Pertumbuhan Ekonomi Perspektif Islam


Pendapatan nasional selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi karena menjadi
salah satu tolak ukurnya. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam ekonomi islam, pertumbuhan ekonomi yang baik didukung
oleh pembangunan ekonomi islam yang bertujuan mengurangi kemiskinan, menciptakan
ketentraman, kenyamanan, dan tata susila dalam kehidupan (Handayani & Soenjoto, 2021).
Sehingga semua aspek saling bersinergi dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dalam islam didefinisikan sebagai proses perkembangan faktor
produksi secara benar yang mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat (Eza Okhy Awalia
Br Nasution et al., 2022). Produksi yang dilakukan tidak sembarangan, karena ekonomi islam
memiliki batasan dalam syariat. Apabila produksi memberikan dampak yang buruk bagi
masyarakat maka produksi tersebut tidak dikatakan pertumbuhan. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi islam tidak hanya mencapai kesejahteraan dunia semata melainkan
kesejahteraan akhirat.

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN


Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini mendapat beberapa
kesimpulan. Pertama, terdapat keraguan dalam perhitungan GDP riil sebagai ukuran tingkat
kesejahteraan. GDP riil tidak mencakup produksi yang dikonsumsi sendiri, bencana alam,
leadtime, dan polusi. Kedua, pendapatan per kapita bukanlah satu-satunya tolak ukur
kesejahteraan karena pendapatan dalam suatu wilayah belum merata. Ketiga, variabel dalam
pengukuran pendapatan nasional memiliki peran masing-masing yang sesuai dengan syariat
islam. Konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah digunakan untuk barang dan jasa yang
halal. Ekspor dihubungkan dengan instrumen ZISWAF sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Keempat, parameter yang digunakan dalam sistem ekonomi islam
disebut dengan falah yaitu kesejahteraan yang sesungguhnya. Dalam menjalankan kegiatan

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 31
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

ekonomi, umat islam tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik saja, tetapi kebutuhan rohani juga.
Kelima, pembangunan ekonomi islam yang baik memiliki tujuan untuk mengurangi
kemiskinan, menciptakan ketentraman, kenyamanan, dan tata susila dalam kehidupan. Saat
pembangunan ekonomi sudah baik, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut juga akan
membaik sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat. Jika pertumbuhan ekonomi baik,
artinya pendapatan nasional juga membaik dengan pemerataan pendapatan di setiap wilayah.
Penelitian ini terbatas pada pembahasan secara teori pembanding antara model perhitungan
pendapatan nasional islam dan konvensional. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat
memaparkan secara riil implementasi perhitungan pendapatan nasional yang diterapkan negara
islam.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Rubi, R. M. (2022). ‫آليات دعم الدخل القومي في منظور االقتصاد اإلسالمي‬.pdf. Electronic
Interdisciplinary Miscellaneous Journal (EIMJ), 3.
Al-Arif, N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah: Teori dan Praktik (1st ed.). Pustaka Setia.
Al-Qasim, A. U. (2009). Ensiklopedia Keuangan Publik (Al-Amwal) (H. Kurniawan (ed.); 1st
ed.). Gema Insani.
Apriliana, E. S. (2022). Upaya Peningkatan Pendapatan Nasional di Tengah Wabah Virus
Corona Perspektif Ekonomi Islam. Al Iqtishadiyah Jurnal Ekonomi Syariah Dan Hukum
Ekonomi Syariah, 6(1), 19. https://doi.org/10.31602/iqt.v6i1.3097
Eza Okhy Awalia Br Nasution, Listika Putri Lestari Nasution, Minda Agustina, & Khairina
Tambunan. (2022). Pertumbuhan Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Journal of
Management and Creative Business, 1(1), 63–71.
https://doi.org/10.30640/jmcbus.v1i1.484
Hadi, syamsul. (2018). Model Perhitungan Pendapatan Nasional dalam Perespektif Ekonomi
Islam. Jurnal Cmes, XI(2), 174–186.
Handayani, R. E., & Soenjoto, W. P. P. (2021). Perspektif Dan Kontribusi Ekonomi Islam
Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional. AMAL: Journal of Islamic Economic And
Business (JIEB), 2(2), 58–73.
Huda, N., Idris, H. R., Nasution, M. E., & Wiliasih, R. (2008). Ekonomi Makro Islam :
Pendekatan Teoritis (1st ed.). Kencanan Prenada Media Group.
Jajuli, S. (2018). Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Islam (Baitul Maal Sebagai Basis Pertama
Dalam Pendapatan Islam). Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(01), 8.
https://doi.org/10.30868/ad.v1i01.225
Khilmia, A., Sunan, U., Surabaya, A., Uin, M., & Surabaya, S. A. (2022). Pendapatan Negara
Antara Konvensional dan Islam. Al-Buhuts, 18(1), 01–15.
https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab/article/view/2484
Mankiw, N. G. (2007). Makroekonomi (Wi. Hardani, D. Barnadi, & S. Saat (eds.); 6th ed.).
Erlangga.
Purwanto, H. (Central J. A.-Q. S. U. in W., & Siswahadi. (2021). PARADIGM OF NATIONAL
INCOME IN ISLAMIC ECONOMY. Syariati: Jurnal Studi Al-Qur’an Dan Hukum,
VII(Mei), 93–102.

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 32
Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (JENSI) Volume 7 nomor 1, Juni 2023

Rahman, M. F. (2015). Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam. Al-


Iqtishad: Journal of Islamic Economics, 5(2). https://doi.org/10.15408/aiq.v5i2.2567
Sukirno, S. (2010). Makroekonomi Teori Pengantar (1st ed.). Rajagrafindo Persada.
Syamsuri, S. (2021). Strategi Dalam Menciptakan Kesejahteraan Masyarakat Melalui
Rekonstruksi APBN: Telaah kritis dari Kitab Al-Amwal. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
7(2). https://doi.org/10.29040/jiei.v7i2.2057
Tanjung, H. (n.d.). Ekspor dan Ekonomi Islam | Badan Wakaf Indonesia | BWI.go.id. Retrieved
May 16, 2023, from https://www.bwi.go.id/1624/2018/03/09/ekspor-dan-ekonomi-
islam/

Bunga Anggita Batubara & Maryam Batubara : Pendapatan Nasional Perspektif Islam dan Konvensional 33

You might also like