You are on page 1of 18

P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Peranan Notaris Dalam Menyampaikan Informasi Serta


Mengenali Dan Menatausahakan Pemilik Manfaat
Korporasi dengan Prinsip kehati-hatian

Prianggieta Ayuni1
1
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana,
E-mail: prianggietaayuni@gmail.com

Info Artikel Abstract


Masuk: The purpose of this writing is to find out and study the authority
Diterima: of notaries in conveying information on the beneficial owners of
Terbit: corporations. This research uses normative legal research. The
Notary's authority to carry out the obligation to apply the
Keywords: principle of recognizing the beneficial owners of corporations
Legal protection; Notary, occurred after the issuance of Presidential Decree no. 13/2018,.
Corporation; Beneficial Owner; Article 15 paragraphs (1) and (2) of Presidential Decree 13/2018
states that to identify beneficial owners, Corporations must
identify and verify beneficial owners at the time of application,
establishment, registration, ratification, approval or licensing of
the Corporation's business and/or when the Corporation is
running a business or activities. Notary protection by a
statement of beneficial owner against legal claims. In relation to
the truth of the contents of the statement of beneficial owner in
the implementation of Presidential Decree 13/2018 from a civil
law perspective, in essence the Notary has a role as a party who
is required to obtain the completeness of the beneficial ownership
documents and conform to them. all relevant documents
provided by the applicant. However, if it is linked to a statement
of agreement guaranteeing the truth of the information and data
submitted when submitting an application in the SABH, then
there are consequences for civil legal liability which can lead to
default, when it is discovered later that the statement in the
statement is not true.

Abstrak
Kata kunci: Tujuan penulisan ini untuk mengetahui dan mengkaji mengenai
Perlindungan hukum; Notaris; kewenangan notaris dalam menyampaikan informasi pemilik
Koporasi; Pemilik Manfaat; manfaat dari korporasi. Penelitian ini menggunakan penelitian
hukum normatif. Kewenangan Notaris Melaksanakan Kewajiban
Corresponding Author: Menerapkan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi
terjadi setelah keluarnya Perpres No. 13/2018,. Pasal 15 ayat (1)
dan (2) Perpres 13/2018 menyatakan bahwa untuk mengenali
DOI: pemilik manfaat, Korporasi harus melakukan identifikasi dan
xxxxxxx verifikasi pemilik manfaat pada saat permohonan, pendirian,

1
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520
pendaftaran, pengesahan, persetujuan atau perizinan usaha
Korporasi dan atau ketika Korporasi menjalankan usaha atau
kegiatannya. Perlindungan Notaris oleh surat pernyataan
pemilik manfaat terhadap tuntutan hukum Dalam hubungannya
dengan kebenaran dari isi surat pernyataan pemilik manfaat
dalam implementasi Perpres 13/2018 dari perspektif hukum
perdata, pada hakikatnya Notaris memiliki peran sebagai pihak
yang diwajibkan untuk memperoleh kelengkapan dokumen
kepemilikan manfaat tersebut dan menyesuaikan dengan seluruh
dokumen terkait yang diberikan penghadap. Namun, jika
dihubungkan dengan pernyataan persetujuan menjamin
kebenaran informasi dan data yang disampaikan ketika
mengajukan permohonan di dalam SABH, maka terbuka
konsekuensi pertanggungjawaban hukum keperdataan yang
dapat diarahkan pada terjadinya wanprestasi, ketika ditemukan
kemudian bahwa pernyataan di atas surat pernyataan tersebut
adalah tidak benar.
.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi yang sedang tumbuh berdampak pada


peningkatan berbagai aktivitas bisnis. Semakin beragamnya transaksi bisnis,
masyarakat menuntut perlunya dokumentasi yang sah sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Dokumentas ini dibutuhkan bukan
hanya sekadar sebagai catatan peristiwa keperdataan, tetapi lebih penting dari
itu dimaksudkan untuk pembuktian di kemudian hari agar adanya kepastian
hukum terhadap hubungan hukum individu maupun subjek hukum lainnya.
Untuk itulah kehadiran profesi notaris sangat dibutuhkan.

Dalam Perkembangannya masa kini, seluruh aspek bisnis berkembang


secara pesat dan kebebasan dalam segala aspek kehidupan dengan jangkauan
teknologi yang semakin maju seorang Notaris menjadi salah satu Pejabat di
Indonesia yang turut serta berkontribusi dalam menunjang aspek yang tidak
saja berkaitan dengan aspek hukum, namun peranan seorang Notaris semakin
diperluas baik sector ekonomi, pasar modal, dunia investasi, perpajakan, dan
banyak lagi sektor yang menunjuk peran Notaris sebagai penunjang utama.

Notaris tunduk serta terikat dengan aturan-aturan yang ada yakni


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (selanjutnya disebut UUJN), Kode Etik Notaris, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan peraturan hukum lainnya yang berlaku umum.
Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat
(3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi kewenangan umum notaris, kewenangan
khusus notarisdan kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian.
Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan

2
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius
constituendum). Notaris yang menjaga kerahasiaan akta yang dibuatnya juga
termasuk menjaga kerahasiaan identitas para pihak yang menghadap
kepadanya, berapa jumlah transaksi yang terjadi, besaran harga transaksi dan
hal-hal lain yang berkaitan di dalam pembuatan akta tersebut. Namun pada
umumnya, notaris tidak menanyakan secara spesifik dari mana uang untuk
transaksi tersebut berasal. Hal inilah yang sebenarnya seakan dapat menutupi
beberapa contoh tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Kedudukan Notaris menjadi semakin penting di masa sekarang ini.


Kedudukan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, hal ini mengandung
makna yaitu mereka yang menjalankan tugas jabatan dapat dipercaya dan
karena kedudukan Notaris sebagai jabatan kepercayaan sehingga jabatan
Notaris sebagai jabatan kepercayaan dan orang yang menjalankan tugas jabatan
juga dapat dipercaya yang keduanya saling menunjang.1
Pencucian uang dengan modus pembelian saham memerlukan jasa
notaris dalam hal pembuatan akta. Dalam anggaran dasar perseroan
ditentukan cara pemindahan hak atas saham menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut dengan UUPT),
khususnya di Pasal 7 Ayat (1) dan ayat (2) UUPT yang masing-masing
menentukan sebagai berikut:

“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia”

“Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat


Perseroan didirikan”

sehingga berdasarkan Pasal 7 UUPT tersebut dapat tersamar siapa sebenarnya


pemilik manfaat (Beneficial Owner) dan membuat notaris sebagai tameng
agar aktivitas korporasi dilegalkan dalam bentuk produk akta.

Indonesia melakukan upaya untuk mencegah pendirian perusahaan


cangkang (shell company) perusahaan yang dibentuk sebagai taktik untuk
menyembunyikan uang yang diperoleh dari suatu tindak pidana serta
memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan membentuk
regulasi yang dapat meminimalisasi risiko tersebut.2

Upaya nasional untuk membangun rezim anti pencucian ataupun


kebijakan pemerintah yang efektif dalam beberapa tahun terakhir juga
dapat dikatakan telah banyak dilakukan sejak diundangkannya Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9
1
Adjie, H. Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris dan PPAT. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2014), h. 12
2
Kie, Tan Thong. Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2007), h. 45

3
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi


Notaris (untuk selanjutnya disebut sebagai Permenhumham No. 9/2017)
dan kemudian lahirlah Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang
Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam
Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (untuk selanjutnya disebut sebagai
Perpres No. 13/2018).

Beberapa pertimbangan yang mendorong terbitnya Perpres 13/2018


secara garis besar adalah:

1) Upaya untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian


Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;

2) Kebutuhan akan Pedoman Dalam Mewujudkan Transparansi


Informasi Korporasi di Indonesia serta Transaksi-Transaksi
Keuangan yang Terjadi di Dalamnya;

3) elaksanaan Komitmen Internasional untuk Memberantas Tindak


Pidana Pencucian Uang Melalui Rekomendasi Dari Financial Action
Task Force (FATF), yang salah satunya adalah transparansi Pemilik
Manfaat.3

Perpres No. 13/2018 ini dibentuk atas dasar bahwa korporasi dapat
dijadikan sarana, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku
tindak pidana yang merupakan pemilik manfaatdari hasil tindak pidana
pencucian uang (untuk selanjutnya disebut dengas TPPU) dan
pendanaanterorisme yang selama ini belum ada pengaturannya pemerintah
memandang perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat
dari korporasi. Dalam Perpres No. 13/2018 tersebut, seluruh
korporasidiwajibkan menyerahkan laporanmengenai pemilikmanfaat korporasi
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah mendapat izin usaha atau tanda
terdaftar dari instansi atau lembaga berwenang sebagaimana di tentukan
dalam Pasal 19 ayat (2) No. 13/2018. Pihak yang dapat menyampaikan
informasi pemilik manfaat dari korporasi meliputi juga notaris, selain bisa
dilakukan oleh pendiri atau pengurus korporasi, atau pihak lain yang diberi
kuasa oleh pendiri atau pengurus.

Sebelum melaporkan data-data tersebut, notaris wajib melakukan


verifikasi atas data pemilik manfaat tersebut, apalagi pemilik manfaat
memiliki tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang atau
pendanaan terorisme yang tergolong tinggi. Sehingga, informasi yang
disampaikan bisa dipastikan kebenarannya. Verifikasi dilakukan dengan
cara membandingkan data diri dengan dokumen pendukung. Informasi-
informasi tersebut wajib diperbaharui oleh korporasi secara berkala, setiap
tahun.
3
Ibid.

4
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Realitanya di masyarakat, ada saja para pihak yang memberikan


data dan informasi tidak sesuai dengan kenyataannya atau seakan
menyembunyikan data-data kepada notaris dalam pembuatan suatu akta
atau pada umumnya klien hanya memberitahukan pemilik manfaatnya
hanya sebatas nama pemegang saham, tidak sampai kepada pemilik
manfaat sebenar-benarnya, yaitu perseorangan. Hal ini juga menimbulkan
pertanyaan, bagaimana notaris sebagai pejabat yang membuat akta harus
direpotkan dengan pelaporan mengenai pemilik manfaat dari korporasi ini.
Bagaimana atau apa sistem yang dipakai dalam pelaporan pemilik manfaat dari
korporasi ini sesuai dengan keinginan pemerintah dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana
pendanaan terorisme.

Uniknya lagi pada Pasal 22 ayat (1) Perpres No. 13/2018


menyebutkan bahwa:

“Korporasi, notaris, atau pihak lain yang menerima kuasa dari


Korporasi wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari
Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak
tanggal pendirian atau pengesahan Korporasi.”

Sedangkan pada praktiknya di lapangan, sebuah perusahaan atau korporasi,


bisa saja membuat akta pendirian dan perubahan-perubahannya di notaris
yang berbeda-beda. Oleh karena hal tersebut layak dan relevan untuk di bahas
dalam bentuk jurnal ilmiah dengan judul “Peranan Notaris Dalam
Menyampaikan Informasi Serta Mengenali Dan Menatausahakan Pemilik
Manfaat Korporasi dengan Prinsip kehati-hatian”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat diambil rumusan


masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana Notaris melaksanakan kewenangannya dalam rangka


menatausahakan dokumen dan kewajibannya mengenali Pemilik
Manfaat Korporasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian?

2) Bagaimana perlindungan dan pertanggung jawaban hukum terhadap


Notaris terkait surat pernyataan pemilik manfaat korporasi?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan daripada penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui


dan menganalisa kewenangan Notaris dalam menyampaikan informasi pemilik
manfaat dari korporasi.

5
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

2. Metode Penelitian

Penulisan jurnal ini dilakukan dengan menggunakan penelitian Hukum


Normatif yang dimana penelitian Normatif mengkaji aturan perundangan
yang berlaku yang memiliki kaitan terhadap bahasan dalam tulisan ini dengan
tetap memperhatikan hirarki dari aturan itu sendiri.4 Metode pendekatan yang
dipergunakan yakni pendekatan perundang-undangan (the statute approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach).5 Pendekatan perundang-
undangan (statute approach), yakni pendekatan dengan menggunakan legislasi
dan regulasi. Kemudian, Pendekatan konseptual (conceptual approach) yakni
pendekatan dengan menggunakan konstruksi konsep hukum.6

3. Kerangka Pemikiran
3.1 Teori Kewenangan

Berdasarkan sumbernya, wewenang dibedakan menjadi dua, yaitu


wewenang personal dan wewenang ofisial. Wewenang personal yaitu
wewenang yang bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma,
dan kesanggupan untuk memimpin. Sedangkan wewenang ofisial merupakan
wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya. 9
Berdasarkan prinsip negara hukum, yaitu adanya asal legalitas yang dianut di
Indonesia, maka wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-
undangan. Secara teori, kewenangan yang diperoleh permerintah yang berasal
dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, yaitu
atribusi, delegasi, dan mandat.7 H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt
mendefinisikan tiga cara tersebut sebagai:

1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat


undang-undang kepada organ pemerintahan.
2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu
organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
3. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.8

4
Chintya Agnisya Putri dan Farris S Nur Sanjaya, “Efektivitas Pengecekan Sertifikat Terhadap
Pencegahan Sengketa Tanah Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah,” Jurnal Akta 5, no. 1
(2018): 267–74.
5
I Gusti Ngurah Bagus Pramana dan Gde Made Swardhana, “Perlindungan Hukum Atas
Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas
Tanah,” Acta Comitas 5, no. 3 (2020): 514–525.
6
Dwi Pusparini dan Gede Made Swardhana, “Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis
Perempuan Berspektif Kesetaraan Gender,” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal) 10, no. 1 (2021): 187–199.
7
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2018), h. 104
8
Ibid., h. 105

6
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

3.2 Teori Tanggung Jawab Hukum

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum


menyatakan bahwa:

1) Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung


jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2) Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu
bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
orang lain;
3) Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa
seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan
menimbulkan kerugian;
4) Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang
individubertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya
karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.9

Teori tanggungjawaban lebih menekankan pada makna tanggung jawab


yang lahir dari ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sehingga teori
tanggungjawab dimaknai dalam arti liability yaitu menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan
oleh subjek hukum sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban
hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan
tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya
bertentangan dengan hukum.

3.3 Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan


pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang baik dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum. Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum kedalam bentuk perangkat
baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif baik yang lisan
maupun yang tertulis.10

3.4 Teori Strick Liability ( Pertanggungjawaban Mutlak)

Pertanggungjawaban mutlak dalam konsep korporasi memiliki maksud


bahwa korporasi dianggap bertanggungjawab atas perbuatan yang secara fisik

9
Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, (Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2008), h. 140
10
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2000), h. 3.

7
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

dilakukan oleh pemegang saham, pengurus, agen, wakil atau pegawainya. Di


bidang hukum pidana, “strict liability” berarti niat jahat atau kata lainya“mens
rea” tidak harus dibuktikan dalam kaitan dengan satu atau lebih unsur yang
mencerminkan sifat melawan hukum atau “actus reus”, meskipun niat,
kecerobohan atau pengetahuan mungkin disyaratkan dalam kaitan dengan
unsur-unsur tindak pidana yang lain.
Hal yang penting dari teori ini adalah subjek hukum harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang timbul, tanpa harus dibuktikan
adanya kesalahan atau kelalaiannya. Pelanggaran kewajiban atau kondisi
tertentu oleh korporasi ini dikenal dengan istilah “strict liability offences”.
Contoh dari rumusan Undang-undang yang menetapkan sebagai suatu delik
bagi korporasi adalah dalam hal :korporasi yang menjalankan usahanya tanpa
izin; korporasi pemegang izin yang melanggar syarat-syarat (kondisi/situasi)
yang ditentukan dalam izin itu; korporasi yang mengoperasikan kendaraan
yang tidak diasuransikan di jalan umum.

3.5 Teori Identifikasi

Teori Identifikasi dalam pertanggung jawaban pidana adalah salh satu


teori dalam pembenanan pertanggung jawaban pidana terhadap korporasi
yang melakukan kejahatan. Secara grais besar mengemukakan bahwa
pertanggung jawaban korporasi dapat di identifikasi dahulu secara langsung
melalui para pengurus yang melakukan perbuatan melawan hukum, tanggung
jawab baru bisa dilakukan apabila perbuatan pidanan dilakukan pada
pembuatan kebijakan tersebut dalam korporasi. Seperti halnya pada
pengumuman dalam hal pemilik manfaat korporasi secara benar dan
transparan, pengurusan ijin dan dokumen lainnya yang diatur dalam Undang-
undang.

3.6 Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa


bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang

8
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

dipercayakan kepadanya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang


Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya wajib melakukan usahanya berasaskan Demokrasi
Ekonomi dengan menggunakan Prinsip kehati-hatian Apabila dilihat dari
Undang-undang Jabatan Notaris yang berlaku sekarang belum mengatur
adanya kewajiban Notaris untuk melakukan prinsip kehati-hatian seperti yang
diatur dalam Undang-Undang Perbankan sehingga sering terjadi dalam proses
pembuatan akta autentik, notaris mendapatkan permasalahan hukum
dikarenakan notaris kurang berhati- hati dan teliti dalam memeriksa setiap
dokumen subyek dan obyek yang akan dimasukan dalam akta autentik
sehingga dalam melakukan tugasnya notaris sering terlibat tindak pidana
Bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian (prudentiality principle) yang seharusnya
dilakukan notaris dalam proses pembuatan akta yaitu, melakukan pengenalan
terhadap identitas penghadap, memverifikasi secara cermat data subyek dan
obyek penghadap, memberi tenggang waktu dalam pengerjaan akta, bertindak
hati-hati, cermat dan teliti dalam proses pengerjaan akta, memenuhi segala
teknik syarat pembuatan akta dan melaporkan apabila terjadi indikasi
pencucian uang (money laundering) dalam transaksi di notaris, bentuk-bentuk
prinsip kehati-hatian seperti ini sudah seharusnya wajib dilaksanakan notaris
agar nantinya notaris dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum
terhadap akta autentik yang dibuatnya dikemudian hari.

4. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kewenangan Notaris Melaksanakan Kewajiban Menerapkan Prinsip


Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi

Negara-negara yang berkomitmen pada Rekomendasi The Financial Action


Task Force (FATF) dianjurkan untuk memberdayakan DNFBP, dalam
memperoleh informasi, penilaian risiko serta memitigasi TPPU dan Pendanaan
Terorisme. Tiap negara dapat menentukan mekanisme untuk transparansi
tersebut sesuai dengan karakter sistem hukum negaranya.11

Suryanti, N. “Notaris Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dalam Kaitannya
11

Dengan Perjanjian Nominee.” Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan 4, No.1 (2020): 83-95

9
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

Melalui Pasal 15 ayat (1) Perpres 13/2018, Korporasi diwajibkan


melakukan identifikasi dan verifikasi mengenai pemilik manfaat sesuai dengan
kriteria dalam Perpres tersebut pada Pasal 18 informasi mengenai pemilik
manfaat tersebut harus disampaikan kepada Instansi Berwenang. Lebih lanjut
dalam pasal yang sama, pada ayat (3), dinyatakan bahwa penyampaian
informasi tersebut dapat dilakukan oleh pendiri atau pengurus Korporasi, atau
pihak selain Korporasi itu sendiri, yaitu Notaris, atau pihak lain yang diberikan
kuasa oleh Korporasi.

Fungsi dan kewenangan Notaris sebagai pejabat umum merupakan hal


yang diperoleh secara atributif berdasarkan UUJN pada bagian Pasal 15 ayat (1)
UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membuat akta autentik
atas perbuatan hukum sebagaiamana diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan atau dihendaki oleh para pihak yang berkepentingan. Oleh karena
itu, akta autentik yang perlu untuk dibuat dihadapan Notaris dalam pendirian
PT merupakan pemenuhan kewajiban sebagaimana ditentukan oleh Pasal 7 jo.
Pasal 8 UUPT.

Tugas Notaris sebelum mebuat akta autentik yang dimaksud adalah


untuk melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen yang diberikan oleh
para penghadap kepada Notaris untuk diperiksa keabsahannya secara formil
agar syarat-syarat yang diperlukan untuk membuat akta tersebut terpenuhi.
Hal tersebut sejalan dengan ketentuan pada Pasal 15 ayat (2) huruf d UUJN
yang menyatakan, “melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya”. Ketentuan tersebut memberikan kewenangan bagi pejabat Notaris
untuk melakukan pengecekan kecocokan formalitas yang diserahkan para
penghadap dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dalam
mengatur perbuatan hukum yang akan dilakukan para penghadap. Pada saat
itu maka Notaris pun menerapkan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dengan
melakukan pengecekan kelengkapan dokumen dari penghadap yang
menyatakan mengenai status kepemilikan manfaat.

Pengaturan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dalam


Perpres 13/2018 memberikan dampak bagi profesi Notaris yaitu pengembanan
kewajiban-kewajiban dalam lingkup prinsip mengenali pemilik manfaat suatu
Korporasi, secara khusus yang berbentuk badan hukum. Pada dasarnya
ketentuan mengenali pemilik manfaat dalam Perpres 13/2018 ini, ditujukan
agar terdapat transparansi mengenai pemilik manfaat terutama pada badan-
badan hukum di Indonesia. Adapun kewajiban yang diberikan oleh Perpres
tersebut adalah:

a. Pemerolehan informasi mengenai Pemilik Manfaat;

b. Penyampaian informasi pemilik manfaat;

10
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

c. Penatausahaan dokumen terkait pemilik manfaat;12

Pasal 15 ayat (1) dan (2) Perpres 13/2018 menyatakan bahwa untuk
mengenali pemilik manfaat, Korporasi harus melakukan identifikasi dan
verifikasi pemilik manfaat pada saat permohonan, pendirian, pendaftaran,
pengesahan, persetujuan atau perizinan usaha Korporasi dan atau ketika
Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya. Ketentuan tersebut
mengindikasikan bahwa Notaris memiliki peran dalam menerapkan Prinsip
Mengenali Pemilik Manfaat tidak hanya pada saat tahap pendirian badan
hukum namun juga ketika badan hukum tersebut menjalankan tugas atau
usahanya dan memerlukan adanya perubahan pada anggaran dasarnya. Dalam
hal badan hukum berupa Perseroan Terbatas, ketentuan ini sejalan dengan
ketentuan-ketentuan mengenai pendirian PT serta perubahan anggaran
dasarnya dengan juga mengaitkan ketentuan mengenai kewenangan Notaris
yang memiliki kewenangan untuk mendokumentasikan peristiwa-peristiwa
hukum tersebut ke dalam akta autentik. Selain membuat akta autentik itu,
berdasarkan Pasal 16 UUJN mengenai kewajiban Notaris, bahwa Notaris
memiliki kewajiban untuk mengarsipkan atau menyimpan minuta akta yang
dibuat olehnya serta dokumen-dokumen yang terkait dengan itu di dalam
protokol Notaris.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dan dengan


mengaitkan dengan Pasal 22 ayat (1) jo. (3) Perpres 13/2018, maka Notaris
berkewajiban untuk menatausahakan dokumen mengenai pemilik manfaat dari
suatu PT, yaitu:

(a) dalam hubungannya dengan penyimpanan dan pemeliharaan


dokumen yang diberikan oleh pendiri PT dalam rangka pembuatan
akta pendirian PT;

(b) ketika pendiri PT memberikan kuasa kepada Notaris untuk


melakukan pengajuan permohonan pengesahan PT; dan

(c) dalam hubungannya dengan penyimpanan dan pemeliharaan


dokumen yang diberikan oleh PT saat akan melakukan perubahan
anggaran dasar, melalui pembuatan akta berita acara rapat yang
memuat atau melalui akta yang menyatakan perubahan anggaran
dasar PT tersebut.

Namun, penatausahaan dokumen yang dimaksud di atas tidak secara khusus


merupakan penatausahaan dokumen terkait pemilik manfaat saja, melainkan
juga dokumen kelengkapan lainnya terkait dengan perbuatan hukum yang
dituangkan dalam akta notaris yang dimaksud. Notaris tidak memiliki
kewenangan secara khusus membuat dokumentasi mengenai pemilik manfaat
12
Zamili, Mavoarota Abraham H. “Analisis Yuridis tentang Kewajiban Notaris Menerapkan
Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Proses Pembuatan Akta Badan
Hukum Perseroan Terbatas.” Fiat Iustitia: Jurnal Hukum 2, No.2 (2022): 222-234.

11
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

berdasarkan UUJN, meskipun ketentuan tersebut dapat ditemukan dalam


Perpres 13/2018. Selain itu, Korporasi dalam membuat perubahanperubahan
terkait anggaran dasarnya tidak selalu harus dilakuan di hadapan Notaris yang
sama, sehingga penatausahaan dokumen pemilik manfaat secara komprehensif
oleh Notaris, secara praktis tidak selalu dapat dilaksanakan.13

Terlepas dari pentingnya penatausahaan dokumen pemilik manfaat, hal


ini bukan menjadi kewenangan Notaris tertentu untuk senantiasa
memutakhirkan data dan informasi mengenai perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam suatu PT. Hal tersebut karena perubahan-perubahan tersebut
sangat bergantung dari intensi PT dan kegiatan pemutakhiran pun sangat
bergantung dari kedisiplinan PT untuk melakukan pelaporannya tersebut.
Dengan demikian, Notaris tidak dapat secara proaktif meminta pemutakhiran
data dalam jangka waktu tertentu, selain dalam hubungan untuk kelengkapan
pembuatan akta yang diperlukan oleh PT.

3.2 Perlindungan Notaris Oleh Surat Pernyataan Pemilik Manfaat


Terhadap Tuntutan Hukum

Kewajiban hukum baru bagi Korporasi untuk mengenali ada atau tidak
pemilik manfaat di dalamnya timbul sejak berlakunya Perpres 13/2018.
Pengenalan pemilik manfaat oleh Korporasi tersebut disampaikan kepada
Instansi Berwenang dalam bentuk informasi di dalam surat pernyataan
sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 Perpres 13/2018.

Surat pernyataan yang dimaksud di dalam konteks ini adalah surat


pernyataan mengenai kebenaran informasi yang disampaikan Korporasi
mengenai Pemilik Manfaat, setelah melalui proses identifikasi dan verifikasi
pemilik manfaat yang dilakukan oleh Korporasi itu sendiri, untuk kemudian
disampaikan kepada Instansi Berwenang melalui pendiri atau pengurus
Korporasi, Notaris atau pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau
pengurus Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari
Korporasi. Surat Pernyataan tersebut disebut juga sebagai Surat Pernyataan
Pemilik Manfaat. Apabila dilihat dari perspektif hukum pembuktian dengan
dihubungkan dengan tujuan dari pembuatannya, maka surat tersebut dapat
dijadikan suatu alat bukti atas suatu perbuatan.14

Dalam perspektif hukum acara perdata, surat pernyataan termasuk ke


dalam alat bukti berupa bukti surat atau akta, karena ditujukan sebagai sebuah
alat bukti yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan ditandatangani oleh
yang membuat pernyataannya.15 Berdasarkan penjelasan dari R.Susilo terhadap

13
Dewi, Yetty Komalasari., Afriansyah, Arie., Pradiptyo, Rimawan., & Wibisana, Putu
Sanjiwacika. (2016). Kajian Transparansi Beneficial Ownership di Indonesia: Laporan Akhir. Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi. h. 78
14
Subekti, R. (2005). Hukum Pembuktian. Cet 15. Jakarta: Pradnya Paramita. h. 67
15
Kie, Tan Thong. (2007). Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve. h. 89

12
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

ketentuan pasal 165 HIR mengenai bukti surat atau akta, bahwa akta adalah
sebuah surat, yang tentu saja berisi tulisan yang memberikan informasi bagi
yang membacanya akan perbuatan hukum yang telah terjadi sebagaimana
tertulis di dalam surat tersebut. Adapun bukti surat atau akta dapat dibedakan
menjadi akta otentik serta akta di bawah tangan.16

Merujuk juga pada ketentuan Pasal 1866 jo. 1867 KUHPer, bahwa
pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun
dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Surat pernyataan merupakan suatu
intsrumen yang digunakan untuk menyatakan hal-hal atau perbuatan-
perbuatan tertentu dalam lalu lintas keperdataan, yang karenanya ia dapat
menjadi suatu alat bukti berupa bukti surat atau bukti tulisan.

Konsekuensi dari suatu akta di bawah tangan adalah nilai pembuktiannya


atas suatu perbuatan hukum memerlukan prosedur lain untuk dapat
dipastikan kebenarannya, yaitu melalui penilaian hakim. Akta di bawah tangan
sangat mungkin dibuat secara sepihak, dan karenanya pernyataan yang dibuat
di atasnya sangat bergantung pada kejujuran dari pembuat pernyataannya.
Ketika penghadap menyerahkan Surat Pernyataan Pemilik Manfaat kepada
Notaris, maka Notaris menerima pernyataan tersebut sesuai dengan
kewenangannya. Adapun kewenangan Notaris dalam hal ini adalah meminta
dan memperoleh kelengkapan dokumen terkait dengan pembuatan Akta yang
dihendaki, dan kemudian kelengkapan tersebut dilekatkan pada Minuta Akta
tersebut.

Mengutip pendapat A.W. Voors, sebagaimana dikutip oleh Tan Thong Kie
dalam Buku Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris, bahwa, dalam
terjemahannya:

“Sudah barang tentu seorang notaris harus menguji setiap akta mengenai
kepastiannya dalam hukum dan menjaga hak-hak semua pihak pasti dan
jelas dalam tiap kontrak. Inilah yang mengakibatkan bahwa seorang
notaris bukanlah seorang pemberani di bidang hukum; ia mengikuti jalan
yang pasti dan dalam hal yang meragukan ia lebih baik tidak bertindak
daripada menempuh jalan licin dengan ketidakpastian hukum.”17

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa seorang Notaris


bertugas untuk menguji kepastian setiap akta, dalam hal ini yang dimaksud
adalah dokumen-dokumen, yang diserahkan di hadapannya guna menjaga
hak-hak semua pihak. Kepastian yang dimaksud dalam hal ini adalah
menerapkan asas kecermatan atau asas kehati-hatian dalam rangka
memastikan apakah tindakan tersebut dapat dituangkan ke dalam akta atau
tidak. Namun demikian, Notaris tidak bertugas untuk memeriksa proses
pembuatan dokumen-dokumen tersebut, apakah dibuat secara melawan
hukum atau tidak, terkecuali akta tersebut diketahui secara nyata memang
16
Op.Cit.
17
Kie, Tan Thong. (2007). Op.Cit.

13
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

benar-benar merupakan dokumen yang palsu. Selain daripada itu, Notaris


tidak berkewajiban untuk meneliti dokumen tersebut secara lebih jauh lagi.18

Kompleksitas dalam pelaksanaan prinsip mengenali pemilik manfaat


ternyata menjadi suatu tantangan bagi Notaris dalam melaksanakan
jabatannya, hal ini juga terkait dengan kompleksitas kebijakannya yang terkait
dengan pemberantasan TPPU. Suatu tindakan yang kurang teliti atau tidak
saksama dapat membawa Notaris pada kelalaian yang berakibat fatal bagi
Notaris tersebut. Adanya risiko sanksi baik administratif dan bahkan pidana
apabila tidak melaksanakan prinsip mengenali pemilik manfaat tersebut,
menjadikan gerak Notaris semakin terbatas serta juga meningkatkan beban
pekerjaan Notaris, bahwa Notaris diwajibkan untuk dapat secara teliti
mengenali pemilik manfaat dengan melakukan pemeriksaan dokumen-
dokumen terkait kepemilikan atas hak kebendaan dari pihak yang
menghadapnya dan juga memperhatikan perilaku penghadap tersebut agar
dapat mencegah apabila terdapat potensi terjadinya Tindak Pidana Pencucian
Uang atau Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.19

Notaris harus dapat menjalankan jabatannya berdasarkan asas


kecermatan atau kehati-hatian, yaitu dengan cara menaati UUJN dan juga Kode
Etik Notaris. 20 Selain dari menaati UUJN dan Kode Etik, Notaris pun harus
menaati Peraturan Perundang-undangan lainnya dalam rangka pelaksanaan
jabatanya. Sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a
UUJN, yang menyatakan, “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib
bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum...”.

Keterlibatan Notaris di dalam upaya mewujudkan transparansi pemilik


manfaat berdasarkan Perpres 13/2018 dengan memohonkan kelengkapan dari
penghadap mengenai ada atau tidaknya kepemilikan manfaat, salah satunya
ketika PT akan didirikan, kepada penghadapnya mengenai ada atau tidaknya
kepemilikan manfaat. Hal ini termasuk dalam pelaksanaan kewajiban Notaris
untuk mengenal penghadap berdasarkan Pasal 39 UUJN. Pasal tersebut tidak
menjabarkan lebih lanjut mengenai pengertian dari “mengenal penghadap”
serta tidak ditentukan juga di pasal-pasal lainnya di dalam UUJN. Dengan
demikian, lembaga “mengenal penghadap” dirujuk pada pendapat-pendapat
ahli serta kaidah kebiasaan yang telah berlangsung selama ini.

18
Domini, Viona Ansila., Putra, Mohammad Fajri Mekka., & Suryandono, Widodo. “Tanggung
Jawab Notaris/Ppat Terhadap Keabsahan Tanda Tangan Dan Identitas Penghadap Dalam Akta
Jual Beli (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 10 / Pid /
2018 / Pt.Dki)”. Indonesian Notary 1, No.1 (2019): 1-15
19
Pol, Ronald F. “Anti-money laundering: The world’s least effective policy experiment?
Together, we can fix it.” Policy Design and Practice 3, No. 1 (2020): 73-94.
20
Saputra, Denny., & Wahyuningsih, Sri Endah. “rinsip Kehati-Hatian Bagi Notaris/PPAT
Dalam Menjalankan Tupoksinya Dalam Upaya Pencegahan Kriminalisasi Berdasarkan Kode
Etik.” Jurnal Akta, 4, No.3 (2017): 347-354.

14
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Kewajiban bagi Notaris untuk mengenal penghadap adalah kewajiban


untuk memperoleh kepastian bahwa keterangan mengenai identitas penghadap
yang diungkapkan oleh penghadap, sesuai dengan keterangan yang terdapat di
dalam dokumen-dokumen resmi yang diberikan oleh penghadap kepada
Notaris. Pelaksanaan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat bagi Notaris
berdasarkan Perpres 13/2018 lekat dengan kewajiban Notaris untuk mengenali
penghadap. Kewajiban tersebut dapat diselaraskan dengan cara-cara bagi
Notaris untuk memperoleh keterangan dari Penghadap dalam tujuan
mengenali penghadap sebagaimana diatur di dalam UUJN. Dalam hal ini,
pengenalan pemilik manfaat dilakukan melalui dokumen berupa sebuah surat
pernyataan kepemilikan manfaat.

Dokumen berupa surat pernyataan tersebut kemudian menjadi salah satu


dokumen yang disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM melalui
sistem administrasi elektronik berbentuk dokumen digital, dalam rangka
pengajuan permohonan pengesahan badan hukum. Dengan mekanisme serta
sistem yang tersedia maka terdapat hal-hal yang memberikan konsekuensi-
konsekuensi hukum bagi Notaris, ketika ia menjadi subjek yang mengunggah
dokumen kelengkapan tersebut.21

Di dalam Sistem Administrasi Badan Hukum dari Kementerian Hukum


dan HAM (SABH), pengguna diwajibkan untuk memasukkan informasi
mengenai siapa pemilik manfaat yang ada di dalam badan hukum tersebut. Jika
menggunakan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3), dimana
yang menyampaikan informasi tersebut adalah Notaris, maka Notaris tersebut
harus mengetahui hal tersebut, yang mana informasi tersebut didapatkan oleh
Notaris dari penghadap yang bersangkutan melalui Surat Pernyataan Pemilik
Manfaat. Pengetahuan Notaris yang didukung dengan keberadaan Surat
Pernyataan Pemilik Manfaat, dapat memiliki implikasi bahwa Notaris
mengetahui ada atau tidaknya pemilik manfaat tersebut. Meskipun pada
kenyataannya kebenaran pernyataan di atas surat tersebut tidak serta merta
dapat dijamin kebenarannya oleh Notaris.

Risiko terseretnya Notaris ke dalam perkara persengketaan pemilikan


manfaat atau pun penyertaan dalam TPPU kemudian semakin bertambah
dengan mekanisme yang diterapkan di dalam laman SABH, untuk membuat
pernyataan tertentu sebelum mengirimkan permohonan secara elektronik
melalui laman tersebut. Sebelum pengguna SABH dapat mengajukan
permohonan yang dimaksud, pengguna SABH harus menyatakan persetujuan
atas kondisi yang salah satunya menyatakan, bahwa pengguna bersedia
“...menerima segala bentuk sanksi termasuk tetapi tidak terbatas sanksi pidana,
perdata dan/atau administratif sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.” Pernyataan tersebut terkait dengan kebenaran
informasi dan data yang disampaikan di dalam permohonan elektronik
21
Widjaja, Michael Nugraha., Latumeten, Pieter., & Suryandono, Widodo. (2019). Peran Notaris
Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dalam Pendirian Korporasi. Tesis Universitas
Indonesia, Depok. h. 112

15
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520

tersebut. Pengguna laman tersebut mau tidak mau menyetujui pernyataan


tersebut, karena jika tidak tujuan untuk mengajukan permohonan tersebut
tidak dapat dilakukan. Ketika persetujuan tersebut dilakukan, maka beban
tanggungjawab tersebut pun melekat pada pihak yang bersangkutan.

Ketika pengguna menyetujui hal tersebut, maka hak dan kewajiban pun
timbul sebagai konsekuensi dari adanya persetujuan atas hal-hal tertentu.
Dengan sulitnya dipastikan kebenaran dari sebuah surat pernyataan di bawah
tangan tersebut, semakin besar pula risiko pengenaan sanksi terhadap orang
yang menyampaikan informasi tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya
mekanisme tersebut, tentunya dibutuhkan suatu mekanisme perlindungan bagi
Notaris yang memang beritikad baik memenuhi kewajibannya dalam kaitannya
dengan upaya transparansi pemilik manfaat.22

Dalam hubungannya dengan kebenaran dari isi surat pernyataan pemilik


manfaat dalam implementasi Perpres 13/2018 dari perspektif hukum perdata,
pada hakikatnya Notaris memiliki peran sebagai pihak yang diwajibkan untuk
memperoleh kelengkapan dokumen kepemilikan manfaat tersebut dan
menyesuaikan dengan seluruh dokumen terkait yang diberikan penghadap.
Namun, jika dihubungkan dengan pernyataan persetujuan menjamin
kebenaran informasi dan data yang disampaikan ketika mengajukan
permohonan di dalam SABH, maka terbuka konsekuensi pertanggungjawaban
hukum keperdataan yang dapat diarahkan pada terjadinya wanprestasi, ketika
ditemukan kemudian bahwa pernyataan di atas surat pernyataan tersebut
adalah tidak benar.

Pada hakikatnya, peran Notaris dalam memperoleh informasi mengenai


pemilik manfaat terbatas pada kewenangannya saja. Untuk memperoleh
informasi tersebut, berdasarkan Perpres 13/2018, Notaris perlu meminta surat
pernyataan pemilik manfaat yang dibuat oleh penghadap untuk melakukan
pemeriksaan terhadap keberadaan pemilik manfaat di dalam Korporasi.
Kewenangan notaris dalam hal tersebut hanya sebatas memeriksa secara formal
kelengkapan dokumen tersebut dan mencocokannya dengan identitas-identitas
lain yang diserahkan oleh penghadap. Hal-hal tersebut pada dasarnya adalah
pelaksanaan tugas dan wewenang Notaris secara cermat sehingga dalam hal ini
telah diterapkan asas kecermatan sebagaimana diarahkan oleh UUJN. Dengan
demikian, meskipun tidak terdapat ketentuan yang secara spesifik menjelaskan
perlindungan hukum yang dapat diperoleh Notaris di dalam menerapkan
prinsip mengenali pemiilik manfaat di dalam peraturan-peraturan mengenai
hal itu, Notaris tetap dapat memperoleh perlindungan dari UUJN serta kode
etiknya.

5. Kesimpulan

Kewenangan Notaris Melaksanakan Kewajiban Menerapkan Prinsip Mengenali


Pemilik Manfaat Dari Korporasi terjadi setelah keluarnya Perpres No. 13/2018,.
22
Subekti. (2005). Op.Cit.

16
July 201x : first_page – end_page
P-ISSN:,2302-528X, E-ISSN: 2502-3101

Pasal 15 ayat (1) dan (2) Perpres 13/2018 menyatakan bahwa untuk mengenali
pemilik manfaat, Korporasi harus melakukan identifikasi dan verifikasi pemilik
manfaat pada saat permohonan, pendirian, pendaftaran, pengesahan,
persetujuan atau perizinan usaha Korporasi dan atau ketika Korporasi
menjalankan usaha atau kegiatannya.

Perlindungan Notaris oleh surat pernyataan pemilik manfaat terhadap tuntutan


hukum Dalam hubungannya dengan kebenaran dari isi surat pernyataan
pemilik manfaat dalam implementasi Perpres 13/2018 dari perspektif hukum
perdata, pada hakikatnya Notaris memiliki peran sebagai pihak yang
diwajibkan untuk memperoleh kelengkapan dokumen kepemilikan manfaat
tersebut dan menyesuaikan dengan seluruh dokumen terkait yang diberikan
penghadap. Namun, jika dihubungkan dengan pernyataan persetujuan
menjamin kebenaran informasi dan data yang disampaikan ketika mengajukan
permohonan di dalam SABH, maka terbuka konsekuensi pertanggungjawaban
hukum keperdataan yang dapat diarahkan pada terjadinya wanprestasi, ketika
ditemukan kemudian bahwa pernyataan di atas surat pernyataan tersebut
adalah tidak benar.

Daftar Referensi

Buku

Dewi, Yetty Komalasari., Afriansyah, Arie., Pradiptyo, Rimawan., & Wibisana, Putu
Sanjiwacika. (2016). Kajian Transparansi Beneficial Ownership di Indonesia:
Laporan Akhir. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Adjie, H. (2014). Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris dan PPAT. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Kie, Tan Thong. (2007). Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve.

Kie, Tan Thong. Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris. (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2007)

Subekti, R. (2005). Hukum Pembuktian. Cet 15. Jakarta: Pradnya Paramita.

Jurnal Ilmiah

Chintya Agnisya Putri dan Farris S Nur Sanjaya, “Efektivitas Pengecekan Sertifikat
Terhadap Pencegahan Sengketa Tanah Dalam Proses Peralihan Hak Atas
Tanah,” Jurnal Akta 5, no. 1 (2018): 267–274.

Domini, Viona Ansila., Putra, Mohammad Fajri Mekka., & Suryandono, Widodo.
“Tanggung Jawab Notaris/Ppat Terhadap Keabsahan Tanda Tangan Dan
Identitas Penghadap Dalam Akta Jual Beli (Studi Putusan Pengadilan Tinggi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 10 / Pid / 2018 / Pt.Dki)”. Indonesian
Notary 1, No.1 (2019): 1-15

17
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),
Vol. x No. x Bulan Tahun, hlm-hlm
ISSN: 1978-1520
Dwi Pusparini dan Gede Made Swardhana, “Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap
Jurnalis Perempuan Berspektif Kesetaraan Gender,” Jurnal Magister Hukum
Udayana (Udayana Master Law Journal) 10, no. 1 (2021): 187–199.

I Gusti Ngurah Bagus Pramana dan Gde Made Swardhana, “Perlindungan Hukum Atas
Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual
Beli Hak Atas Tanah,” Acta Comitas 5, no. 3 (2020): 514–525.

Pol, Ronald F. “Anti-money laundering: The world’s least effective policy experiment?
Together, we can fix it.” Policy Design and Practice 3, No. 1 (2020): 73-94.

Saputra, Denny., & Wahyuningsih, Sri Endah. “rinsip Kehati-Hatian Bagi Notaris/PPAT
Dalam Menjalankan Tupoksinya Dalam Upaya Pencegahan Kriminalisasi
Berdasarkan Kode Etik.” Jurnal Akta, 4, No.3 (2017): 347-354.

Suryanti, N. “Notaris Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dalam


Kaitannya Dengan Perjanjian Nominee.” Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum
Kenotariatan 4, No.1 (2020): 83-95

Zamili, Mavoarota Abraham H. “Analisis Yuridis tentang Kewajiban Notaris Menerapkan


Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Proses
Pembuatan Akta Badan Hukum Perseroan Terbatas.” Fiat Iustitia: Jurnal
Hukum 2, No.2 (2022): 222-234.

Tesis

Widjaja, Michael Nugraha., Latumeten, Pieter., & Suryandono, Widodo. (2019). Peran
Notaris Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dalam Pendirian
Korporasi. Tesis Universitas Indonesia, Depok.

18
July 201x : first_page – end_page

You might also like