Professional Documents
Culture Documents
Morbus Hansen,
dan DKA
Kelompok 7A
Tujuan Pembelajaran :
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan :
Dermatitis
Erisipelas Morbus Hansen
Kontak Alergi
PENDAHULUAN - Erisipelas
● Definisi:
Erysipelas is a superficial form of cellulitis, a potentially serious bacterial infection affecting the
skin.
● Penyebab:
● Predileksi:
Erysipelas predominantly affects the skin of the lower limbs, but when it involves the face, it can
have a characteristic butterfly distribution on the cheeks and across the bridge of the nose.
Erisipelas
1. Umur
2. Komorbid : DM dan sindrom nefrotik
3. Riwayat gangguan kulit
4. Kondisi barier kulit
5. Trauma
6. Obesitas
7. Kondisi imunosupresif
8. Gangguan sirkulasi vena
PENDAHULUAN - Morbus Hansen
Morbus Hansen
● Definisi:
Contact dermatitis is a red, itchy rash caused by direct contact with a substance or an
allergic reaction to it. The rash isn't contagious or life-threatening, but it can be very
uncomfortable.
● Penyebab:
Allergic contact dermatitis occurs when a substance to which you're sensitive (allergen)
● Predileksi:
Contact dermatitis usually occurs on areas of your body that have been directly exposed to
the reaction-causing substance. The rash usually develops within minutes to hours of
ERISIPELAS
Patofisiologi
1. Environment
2. Host
3. Agent
Protein M Streptokinase
Diagnosis
Diagnosis
Gejala klinis
● Demam
● Malaise
● Lesi plak eritema, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda-
tanda radang akut
● Dapat disertai edema, vesikel, dan bula
● Lesi dapat terasa panas dan nyeri
Pemeriksaan penunjang
● Pemeriksaan serologi
- Leukositosis
- LED & CRP meningkat
Tata Laksana
FARMAKOLOGIS
Sistemik
● Golongan Penisilin (lini pertama)
○ Ampisilin 4 x 500 mg kali/hari, 1 jam sebelum makan
○ Amoksisilin 4 x 500 mg/hari, diberikan setelah makan
○ Golongan obat penisilin resisten-penisilinase: kloksasilin 3 x 250mg
kali/hari sebelum makan.
● Klindamisin 4 x 150mg/hari, pada infeksi berat diberikan 4 x 300-500
mg/hari
● Eritromisin 4 x 500 mg kali/ hari
● Sefadroksil 2 x 500mg/hari
● Topikal → kompres terbuka dengan larutan antiseptik
○ Larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1%o dan yodium
povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali.
● Simptomatik → Parasetamol 500mg tiap 4-6 jam sekali
NON-FARMAKOLOGIS
● dilakukan elevasi pada daerah yang terinfeksi/trauma
02.
Morbus Hansen
DEFINISI
PB MB
Deformitas Primer : Akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang
mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari,
dan wajah
Deformitas Sekunder : Akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas yang diakibatkan keduanya, tetapi
terutama karena kerusakan saraf.
● N Ulnaris
○ anesthesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
○ Clawing kelingking dan jari manis
● N Medianus
○ anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
○ tidak mampu aduksi ibu jari
Tata Laksana
TATALAKSANA
Pada dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg setiap bulan, klofamizin 300 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, dan dapsone 100 mg setiap hari. Sedangkan pada anak-anak,
diberikan selama 12 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari.
2. MDT untuk lepra tipe PB
Pada dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 600 mg setiap bulan dan dapsone
100 mg setiap bulan. Pada anak-anak diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg
setiap bulan dan dapsone 50 mg setiap bulan.19 Sedangkan pada anak-anak dengan usia dibawah 10
tahun, diberikan kombinasi rifampisin 10 mg/kg berat badan setiap bulan, klofamizin 1 mg/kg berat
badan diberikan pada pergantian hari, tergantung dosis, dan dapsone 2 mg/kg berat badan setiap hari.
Pengobatan tambahan diberikan apabila disertai neuritis akut, obat pilihan pertama adalah
kortikosteroid. Biasanya diberikan prednison 40 mg/hari kemudian diturunkan perlahan.
Pengobatan harus secepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya
kerusakan saraf secara mendadak.
2. Pengobatan reaksi ENL
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara lain prednison dengan dosis
yang disesuaikan berat ringannya reaksi, biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari. Dosis
diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai perbaikan reaksi. Apabila
diperlukan dapat ditambahkan analgetik-antipiretik dan sedativa. Ada kemungkinan timbul
ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL akan timbul apabila obat tersebut dihentikan atau
diturunkan pada dosis tertentu sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid secara terus-
menerus.
03.
● Pruritus
● Ruam lokal maupun generalisata
● Gejala muncul pada pajanan ulang terhadap alergen yang sama, yang mungkin saja pasien tidak ingat waktu terjadinya
paparan pertama
● gejala muncul dalam waktu 24-48 jam setelah paparan ulang tersebut (rentan waktu manifestasi pertama antara 5 jam
hingga 7 hari setelah paparan alergen)
Gejala klinis
● Akut
Kelainan berupa plak eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti edema, papul, serta vesikel atau bula yang dapat
pecah dan menjadi erosi, disertai rasa gatal.
● Kronik
Kelainan berupa papul dan plak hiperpigmentasi berbatas difus yang terasa gatal, dapat pula disertai likenifikasi dan
skuama kasar. Bentuk lesi biasanya melewati batas kontak dengan alergen.
Predileksi
Pemeriksaan Penunjang
● Uji tempel
Tata Laksana
Tatalaksana
● Nonmedikamentosa
○ Menghindari pajanan alergen tersangka maupun produk serupa alergen
○ Anjuran penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
○ Penggunaan emolien/ pelembab guna menjaga sawar kulit
● Medikamentosa
○ Terapi sistemik
■ Antihistamin
■ Prednison 0,5 mg/KgBB jangka pendek-->dapat diberikan pada lesi inflamasi hebat atau luas
○ Terapi topikal
■ Lesi basah:
● kompres terbuka dengan menggunakan kasa steril 3-5 lapis yang dibasahkan dengan larutan
NaCl 0,9%, lalu diperas setengah basah dan diletakkan di atas lesi
■ Lesi kering:
● Kortikosteroid topikal potensi kuat (lihat gambar di slide berikutnya)
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016. Bab II.
Erisipelas. p. 75.
2. Murphy PB, Hooten JN, Atwater AR, Mueller M. Allergic contact dermatitis. In: Statpearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020. Availabre from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532866/ [Accessed 1st October 2020]
3. Michael Y. Erysipelas [NCBI]. 2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532247/
[Accesed 1 October 2020]
4. Pradita RA, Wardani AN. Dermatologi dan Venereologi. Edisi ke-1. Elsevier; 2019.
5. Skin55. Allergy patch testing. 2020. Availabre from: https://www.skin55.co.uk/allergy-patch-testing
[Accessed 1st October 2020]
Terima kasih