You are on page 1of 27

Hukum dan HAM

Mahaarum Kusuma Pertiwi


Constitutional Law Department
Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada
HAK ASASI MANUSIA
• …..?
• Dimiliki dari lahir; anugrah dari Tuhan.
• Bagaimana cara klaim nya? Kenapa masih banyak
pelanggaran HAM
• Pelanggaran HAM itu apa?
– Pelanggaran atau kejahatan?
Kasus-Kasus HAM (?)
• Pembantaian Komunis 1965?
• Referendum Timor Timur 1999?
• Pengrusakan rumah ibadah dan pengusiran
kelompok agama tertentu (Syiah, Ahmadiyah,
Gereja Yasmin, dll) Masih berlangsung
• Suku Samin di pesisir utara pantai Jawa yang
‘memilih’ untuk tidak mempunyai KTP
Perbedaan HAM dengan Pidana
• Hukum pidana menghukum pelaku kejahatan
secara personal (penjara, hukuman mati,
dsb.), tanpa ada ganti rugi kepada korban.
• Hukum HAM menghukum negara berupa ganti
rugi (kompensasi) terhadap korban/ ahli waris
korban.
Utilitaran Ethics vs Kantian Ethics

Kasus kapal Mignonette https://www.youtube.com/watch?v=hb8gShHMP5M

Utilitaran Ethics (John


Kantian Ethics
Stuart Mill & Jeremy (Immanuel Kant)
Bentham) • Fokus pada hak
 justifikasi individu
penghilangan hak satu
orang demi
• tidak dibenarkan
kemaslahatan orang untuk mengurangi
banyak hak seseorang
demi memberi
kemaslahatan
orang-orang lain
Quotes
• Bentham (Utilitarian) : it is the greatest
happiness of the greatest number that is the
measure of right and wrong (1776, 1823: vi)
• Kant (Kantian): Act in such a way that you
treat humanity, whether in your own person
or in the person of any other, never merely as
a means to an end, but always at the same
time as an end. (Elington, 1993: 30)
Dilema antar HAM
• Negara menjadi penengah, netral (principle of
state neutrality> contoh, kasus konflik antar
agama pasal 18 ICCPR)
• jika menghadapi konflik antar HAM, maka
negara tidak boleh memihak salah satu :
Any adequate approach to the dilemma has to
start by treating it as a real dilemma and
measuring the values on both sides (Martha
Nussbaum, 2000: 187).
pendekatan liberal
• Will Kymlicka : Minority has the right to maintain
autonomy to survive as a distinct societies (1995:
10).
• Ronald Dworkin : “Free speech is a condition of
legitimate government. Laws and policies are not
legitimate unless they have been adopted through
democratic process, and a process is not democratic
if government has prevented anyone from expressing
his convictions about what those laws and policies
should.” (The Right to Ridicule, respond to
Mohammad Cartoon, 2006)
• John Stuart Mill: “The liberty of the individual
must be thus far limited; he must not make
himself a nuisance to other people.” (On
Liberty: 52) > ingat utilitarian ethics
Pelanggaran HAM berat di Indonesia
• UU 26/2000 : Pengadilan HAM khusus untuk
pelanggaran HAM berat: Genosida dan
Kejahatan terhadap kemanusiaan.

• Pelanggaran bisa dilakukan oleh perorangan


(bahkan diluar oknum pemerintah/negara) >
konsep yang berbeda dengan konsep HAM
internasional.
Pelanggaran HAM Masa Lalu
• Untuk kasus pelanggaran HAM, tidak mengenal
daluarsa
• Penyelesaian melalui pengadilan Ad Hoc (perlu
persetujuan DPR) – pasal 43 (1) UU 26/2000
• Statement permohonan maaf dari pemerintah
(Presiden belum berani bersikap, wapres bilang
tidak akan ada)
• Pengembalian nama baik, termasuk penghilangan
diskriminasi bagi turunannya
FAIR TRIAL
Jangankan perlakuan yang diterima oleh para
tahanan politik di masa lalu, di masa sekarang
pun,

"Pengakuan dipaksa. Mungkin ada colek-colek.


Bukan penyiksaan, beda. Ditempelenglah kira-kira.
Biasalah," (Yasonna Laoly_Menkumham, 2016)
Article 10 of the Universal Declaration of Human Rights

“Everyone is entitled in full equality


to a fair and public hearing by an
independent and impartial tribunal,
in the determination of his rights
and obligations and of any criminal
charge against him.”
Article 9 of the ICCPR
1. Everyone has the right to liberty and security of person. No one shall be subjected
to arbitrary arrest or detention. No one shall be deprived of his liberty except on
such grounds and in accordance with such procedure as are established by law.
2. Anyone who is arrested shall be informed, at the time of arrest, of the reasons for
his arrest and shall be promptly informed of any charges against him.
3. Anyone arrested or detained on a criminal charge shall be brought promptly
before a judge or other officer authorized by law to exercise judicial power and shall
be entitled to trial within a reasonable time or to release. It shall not be the general
rule that persons awaiting trial shall be detained in custody, but release may be
subject to guarantees to appear for trial, at any other stage of the judicial
proceedings, and, should occasion arise, for execution of the judgement.
4. Anyone who is deprived of his liberty by arrest or detention shall be entitled to
take proceedings before a court, in order that court may decide without delay on
the lawfulness of his detention and order his release if the detention is not lawful.
5. Anyone who has been the victim of unlawful arrest or detention shall have an
enforceable right to compensation.
Article 10 of the ICCPR
1. All persons deprived of their liberty shall be treated with humanity
and with respect for the inherent dignity of the human person.
2. (a) Accused persons shall, save in exceptional circumstances, be
segregated from convicted persons and shall be subject to separate
treatment appropriate to their status as unconvicted persons;
(b) Accused juvenile persons shall be separated from adults and
brought as speedily as possible for adjudication.
3. The penitentiary system shall comprise treatment of prisoners the
essential aim of which shall be their reformation and social
rehabilitation. Juvenile offenders shall be segregated from adults and
be accorded treatment appropriate to their age and legal status.
Article 14 of the ICCPR – it is a non-derogable
right

“Everyone shall be entitled


to a fair and public hearing
by a competent,
independent and impartial
tribunal established by law.”
Basic Criteria
In evaluating the fairness of a trial, monitors should
refer to norms of undisputedly legal origin. These
are:

 The laws of the country in which the trial is being


held;
 The human rights treaties to which that country
is a party, and
 Norms of customary international law.
Pre-Trial
 Prohibition on Arbitrary Arrest and Detention
 The Right to Know the Reasons for Arrest
 The Right to Legal Counsel
 The Right to a Prompt Appearance Before a Judge
to Challenge the Lawfulness of Arrest and
Detention
 The Prohibition of Torture and the Right to
Humane Conditions during Pre-trial Detention
 The Prohibition on Incommunicado Detention
The Hearing
 Equal Access to, and Equality Preparation of a Defence
before, the Courts  The Right to a Trial without
 The Right to a Fair Hearing Undue Delay
 The Right to a Public Hearing  The Right to Defend Oneself in
 The Right to a Competent, Person or through Legal
Independent and Impartial Counsel
Tribunal Established by Law  The Right to Examine Witnesses
 The Right to a Presumption of  The Right to an Interpreter
Innocence  The Prohibition on Self-
 The Right to Prompt Notice of incrimination
the Nature and Cause of  The Prohibition on Retroactive
Criminal Charges Application of Criminal Laws
 The Right to Adequate Time  The Prohibition on Double
and Facilities for the Jeopardy
Post-Trial
 The Right to Appeal.
 The Right to Compensation for Miscarriage of
Justice.
UU Kekuasaan kehakiman (48/2009)
• Pasal 4 (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.
• Pasal 6
(1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan
pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut
undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah
atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
• Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas
perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

• Pasal 8
(1) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,
hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat
dari terdakwa.
• Pasal 9
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili
tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya,
berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian,
rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam
undang-undang.

• Pasal 13
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk
umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
• Pasal 14
(1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim
yang bersifat rahasia.
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan.
(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat
bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

• Pasal 17
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang
mengadili perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak
seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai
dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili
perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah
atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami
atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah
seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib
mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah
bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri
dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan
langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang
diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas
permintaan pihak yang berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), putusan dinyatakan tidak sah dan
terhadap hakim atau panitera yang
bersangkutan dikenakan sanksi administratif
atau dipidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(7) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan
susunan majelis hakim yang berbeda.
Rujukan Referensi
• Bentham, Jeremy (1776, second edition enlarged 1823) A Fragment on
Government, London
• Dworkin, Ronald. (2006) “The Right to Ridicule” in The New York Review of
Books, March 23rd 2006.
• Ellington, James W (1993). Immanuel Kant. Grounding for the Metaphysics
of Morals, Hackett Publishing.
• Feinberg, Joel (1970) Doing and Deserving: Essays in the Theory of
Responsibility, Princeton University Press.
• Kymlicka, Will (1995) Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of
Minority Rights, Oxford University Press.
• Mill, John Stuart. (1859, 2001) On Liberty, Batoche Books.
• Mill, John Stuart (1863) Utilitarianism, Parker, Son, and Bourn, West
Strand.
• Nussbaum, Martha C. (2000) Women and Human Development: The
Capabilities Approach, Cambridge University Press.

You might also like