You are on page 1of 50

PEN EL IT IAN

Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado
Nur Estriana Anugrahwaty Wijaya, Grace.D.Kandou, B.S.Lampus *

Abstract: Clean and Health Behaviour is one of the health promotion programs priorities made by the government through clinic and become a target of the health management. Tuminting includes of nine sub districts in Manado City. Because no reports are discovered about the description of Clean and Health Behavior on Residents in Region 6 Tuminting Sub-District, the writer is interested to research about this issue. This research is aimed to discover the description of CnHB of Residents on Residents in Region 6 Mahawu District, Tuminting Sub-District including: Medical Teams involve on childbirth, exclusive breastfeeding, availability of clean water, usage of clean water and soap on hand washing, availability of health latrine, larvaes eradication in houses, fruits and vegetables daily consume, daily physical activity and not smoking inside the house. This research is a descriptive research with 81 respondents. The data are collected by interview based on questionnaire and presented by using tabulation and percentage. The research shows a great result of CnHB on Residents in Region 6 Mahawu District, Tuminting Sub-District. Around 67% represents good knowledge and 33% for bad knowledge, 75% represents good attitude and 25% for bad attitude, 54% represents good behavior and 46% for bad behavior.Keywords: socioeconomic status, nutritional status. Keywords: Clean and Health Behaviour, Knowledge, Attitude and Behaviour Abstrak: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PBHS) merupakan salah satu program promosi kesehatan prioritas pemerintah yang melalui Puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Kecamatan Tuminting merupakan salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di kota Manado. Oleh karena belum ada data mengenai gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting tentang PHBS antara lain; persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI eksklusif, menimbang bayi dan balita, ketersediaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, ketersediaan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok di dalam rumah. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan dengan 81 responden. Data yang diperoleh melalui wawancara berdasarkan kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan tabulasi dan dianalisis dengan menggunakan persentase. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan bahwa gambaran masyarakat terhadap PHBS di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting sudah baik. Dimana pengetahuan baik sebesar 67% dan pengetahuan buruk sebesar 33%. Sikap baik sebesar 75% dan sikap buruk sebesar 25%. Tindakan baik sebesar 54% dan tindakan buruk sebesar 46%. Kata Kunci: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, e-mail: estrianawijaya@ rocketmail.com

77

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PENDAHULUAN
Penting diketahui bahwa masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks yang sering dibahas pada zaman sekarang ini. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat kemajuan suatu negara dapat diukur berdasarkan derajat kesehatan di negara tersebut.1 Agar mendukung peningkatan derajat kesehatan dilakukan melalui program pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program ini telah dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan sejak tahun 1996. Walaupun program pembinaan PHBS ini sudah berjalan sekitar 17 tahun tapi keberhasilannya masih jauh dari harapan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mengungkap bahwa rumah tangga di Indonesia yang mempraktekkan PHBS baru mencapai 38,7%, padahal rencana strategi (Restra) Kementrian Kesehatan menetapkan target pada tahun 2014 rumah tangga yang mempraktekkan PHBS adalah 70%. Hal ini jelas menuntut kinerja yang luar biasa dalam pembinaan PHBS.2 Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya. Pentingnya peranan promosi kesehatan dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh berbagai pihak, oleh sebab itu didalam Grand Strategy Departemen Kesehatan yang tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 457 Tahun 2008, telah ditetapkan Visi pembangunan kesehatan adalah: Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat serta Misi: Membuat Masyarakat Sehat dengan Strategi: Menggerakkan dan Me mberdayakan Masyarakat Untuk Hidup Sehat.3-4 Agar pencapaian visi Indonesia sehat terwujud, maka perilaku hidup bersih dan sehat harus diterapkan mulai dari lingkup terkecil yaitu tingkat kecamatan. Salah satu upaya untuk mencapai kecamatan yang sehat adalah mewujudkan setiap rumah tangga yang tinggal di kecamatan itu mengerti dan memahami tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan salah satu sasaran strategis kebijakan Dekonsentrasi Puspromkes 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Diharapkan pada tahun 2012, persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat mencapai 60%.5

Menurut indeks pembangunan kesehatan masyarakat 2010, rata-rata persentase PHBS nasional hanya 35,68%. Artinya hanya 35.68% dari total warga Indonesia yang telah ber-PHBS. Data survei kesehatan nasional tahun 2004 penerapan PHBS di provinsi Sulawesi Utara baru sekitar 17,95% rumah tangga yang memenuhi standar PHBS.6 Kecamatan Tuminting merupakan salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di kota Manado. Menurut data dari BPS kota Manado, Kecamatan Tuminting memiliki angka kepadatan penduduk per rumah tangga tetinggi pertama di kota Manado. Di Kecamatan Tuminting terdapat sepuluh kelurahan, dimana Kelurahan Mahawu sebagai kelurahan yang memiliki luas wilayah terluas pertama. Dan Lingkungan 6 merupakan lingkungan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Kelurahan Mahawu. Berdasarkan hasil pengamatan penulis pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting ini belum ditangani secara optimal. Belum ada pendidikan kesehatan yang dapat membantu warga melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sehingga masih ditangani secara penuh oleh keluarga. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado. Tujuan penelitian ialah untuk mendapatkan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada warga di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado, untuk mengetahui gambaran pengetahuan PHBS pada warga di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado, untuk mengetahui gambaran sikap PHBS pada warga di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado dan untuk mengetahui gambaran tindakan PHBS pada warga di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado dari bulan November sampai Desember 2012. Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Populasi adalah jumlah keluarga di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota

78

Manado yaitu sebanyak 439 KK. Penentuan jumlah sampel penelitian dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Lemeshow, dan didapatkan 81 sampel. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak (simple random sampling) dimana setiap responden atau ibu rumah tangga mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil menjadi sampel. Pengambilan sampel berdasarkan populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Yang termasuk kriteria inklusi Ibu Rumah Tangga (IRT) yang tinggal di Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting adalah IRT berusia 15-60 tahun, sehat jasmani dan rohani, berada di rumah saat pengambilan sampel, bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi ialah IRT berusia diatas 60 tahun, IRT yang sakit, IRT tidak bersedia menjadi responden. Dalam pengolahan data dilakukan tahapan-tahapan pengolahan data sebagai berikut yaitu editing, coding, tabulasi dan analisis dengan menggunakan program software SPSS.

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak


No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Anak 1 2 3 4 5 >5 Total Jumlah 15 18 23 16 7 2 81 % 18,51 22,22 28,39 19,75 8,64 2,46 100

Tabel 5. Total Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan


Pengetahuan Baik Buruk Total Jumlah 54 27 81 % 67 33 100

Tabel 6. Total Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap


Sikap Baik Buruk Total Jumlah 61 20 81 % 75 25 100

HASIL
Jumlah sampel atau responden sebanyak 81 keluarga. Pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi. Data Karakteristik Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Umur
No 1 2 3 4 5 6 Total Umur (tahun) <21 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 Jumlah 14 17 30 20 81 % 17,28 20,98 37,03 24,69 100

Tabel 7. Total Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Tindakan


Tindakan Baik Buruk Total Jumlah 44 37 81 % 54 46 100

PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting didapatkan sampel sebanyak 81 sampel. Sampel atau responden berupa ibu rumah tangga yang sesuai dengan kriteria inklusi. Dari segi umur, kelompok umur terbanyak pada responden adalah kelompok umur 41-50 tahun (37,03%). Dimana usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir. Semakin bertambah usia maka seseorang cenderung mendayagunakan kemampuan secara maksimal sebagai suatu kemandirian dan tanggung jawab. Mengenai pendidikan terakhir, sebagian besar responden tamat mengikuti Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (40,74%). Hal ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir


No 1 2 3 4 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA/SMK D3/S1 Total Jumlah 21 23 33 4 81 % 25,92 28,39 40,74 4,93 100

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan


No 1 2 3 4 Pekerjaan IRT Swasta PNS Pegawai Swasta Total Jumlah 67 9 4 1 81 % 82,71 11,11 4,93 1,23 100

79

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

pendidikan. Pendidikan ibu dapat mempengaruhi tingkat kesehatan keluarganya, karena pendidikan mengurangi sikap pasrah ketika anaknya sakit. Pendidikan juga meningkatkan kemampuan untuk memanfatkan kesempatan dan sarana kesehatan yang ada untuk menyelamatkan anaknya yang sedang sakit. Mengenai pekerjaan, sebagian besar responden tidak bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Jadi para responden memiliki banyak waktu untuk mengurus rumah tangga. Mengenai jumlah anak sebagian besar responden memiliki 2 anak (22,22%) dan sebanyak 1,23% responden memiliki 6 dan 9 anak.8-9

Sikap responden tentang PHBS


Berdasarkan hasil mean maka didapatkan sikap baik warga mengenai PHBS sebesar 75% dan sikap buruk sebesar 25%. Maka disimpulkan sikap warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting tentang PHBS adalah baik. Persentase yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan memberi ASI Eksklusif dan ketersediaan air bersih yang masing masing pertanyaan memiliki persentase 100%. Dari persentase tersebut dapat kita tahu bahwa warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting memiliki sikap yang baik dan dalam pemberian ASI Eksklusif dan ketersediaan air bersih. Sebagian besar warga telah menyadari pentingnya memberikan ASI Eksklusif, yang terlihat dari persentase yang mencapai angka 100%. Banyak kandungan nutrisi yang terdapat di dalam ASI. Zat gizi dalam ASI sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan. ASI mengandung zat kekebalan sehingga mampu melindungi bayi dari alergi. ASI aman dan terjamin kebersihan karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar. Sedangkan pada indikator ketersediaan air bersih pentingnya menjaga kebersihan sumber air bersih merupakan hal yang penting. Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat pembuangan sampah paling sedikit 10 meter. Sumber mata air harus dilindungi dari pencemaran.7 Sedangkan persentase yang paling rendah yaitu sekitar 81% atau 66 responden yang setuju pada indikator tidak merokok di dalam rumah. Responden beranggapan bahwa merokok dalam rumah itu tidak akan merugikan siapapun. Jelas dapat dilihat bahwa masih kurangnya kesadaran tentang betapa bahayanya merokok. Padahal bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan resiko timbulnya bebagai penyakit. Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paruparu, kanker rongga mulut, kanker laring, gangguan kehamilan dan kecacatan janin dan lain lain. Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara cara tertentu apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Adapun faktor faktor yang

Pengetahuan responden tentang PHBS


Berdasarkan hasil mean maka didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebesar 67% dan pengetahuan buruk sebesar 33%. Maka disimpulkan bahwa pengetahuan warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Rumah Tangga adalah baik. Pengetahuan warga yang paling tinggi berdasarkan persentase ialah pengetahuan warga mengenai mencuci tangan dengan air bersih dan sabun yaitu sebesar 99%. Sebanyak 80 dari 81 responden yang tahu tentang pentingnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Hal ini tentu sangat baik, karena seperti yang kita tahu bahwa dengan mencuci tangan dapat menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang menempel pada tangan. Jika tangan bersifat kotor maka tubuh sangat beresiko terhadap masuknya mikroorganisme dan tubuh akan rentan terkena penyakit, seperti diare dan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Penyakit menular seperti diare dan ISPA masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut WHO, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian dan ISPA adalah peri-laku cuci tangan memakai sabun.7,10 Sedangkan pengetahuan warga yang paling rendah jika dilihat dari besarnya jumlah responden ialah pengetahuan warga mengenai tidak merokok dalam rumah dan sekitar 16 responden yang menjawab tidak tahu. Padahal banyak penelitian membuktikan bahwa merokok dapat meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit. Karena didalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar dan carbon monoksida (CO).

80

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi dan faktor emosional.7

psikologis yang menyebabkan penurunan mental dan kualitas seseorang. Itulah sebabnya rokok tidak baik bagi kesehatan.7,11

Tindakan Responden tentang PHBS


Berdasarkan hasil mean maka didapatkan tindakan baik warga mengenai PHBS sebesar 54% dan tindakan buruk sebesar 46%. Maka disimpulkan bahwa tindakan Warga Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Rumah Tangga adalah cukup baik. Jumlah responden yang melakukan tindakan nyata tentang ketersediaan air bersih adalah sebanyak 81 responden atau sebesar 100%. Hal ini sesuai dengan sikap responden yang setuju yaitu sebanyak 81 responden. Ini menunjukkan sudah adanya kesadaran akan pentingnya air bersih didalam rumah tangga yang diwujudkan dengan tindakan. Berdasarkan survei penulis di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting, sumber air yang digunakan warga ialah sumber air sumur pompa dimana air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.7 Tindakan responden yang paling rendah ialah tentang tidak merokok dalam rumah. Sekitar 34 dari 81 responden atau sekitar 42% yang merokok didalam rumah. Dan setengah dari responden atau sekitar 47 dari 81 responden yang tidak merokok dalam rumah. Hal ini menunjukan betapa kurangnya kesadaran warga mengenai bahaya merokok dan kurangnya sosialisasi dari instansi terkait mengenai pentingnya menjaga kesehatan dengan tidak merokok. Sedangkan tindakan responden yang paling baik ialah tindakan responden/warga dalam memahami dan melakukan betapa pentingnya menyediakan air bersih. Setiap kali menghirup asap rokok, baik sengaja maupun tidak, berarti juga menghisap lebih dari 4.000 macam racun. Karena itulah, merokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Rokok merupakan zat adiktif yang menyebabkan syndrome withdrawl atau ketagihan baik secara fisiologis maupun

KESIMPULAN
Pengetahuan masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado sudah baik dimana persentase pengetahuan baik sebesar 67% dan pengetahuan buruk sebesar 33%. Sikap masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado sudah baik dimana persentase sikap baik sebesar 75% dan sikap buruk sebesar 25%. Tindakan masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan 6 Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting Kota Manado digolongkan cukup baik dimana persentase tindakan baik 54% dan tindakan buruk 46%.

SARAN
Saran ditujukan kepada instansi kesehatan terkait agar dapat memberikan pendidikan kesehatan untuk warganya dengan tujuan mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku yang tidak sehat atau belum sehat menjadi perilaku sehat dan mengubah perilaku yang kaitannya dengan budaya. Kemudian kepada warga lingkungan 6 Kelurahan Mahawu agar lebih peduli dengan kesehatan diri dan keadaan lingkungan. Agar terciptanya hidup bersih dan sehat. Menggiatkan lomba-lomba kebersihan untuk membangkitkan tindakan nyata dari masyarakat mengenai kebersihan. Kepada peneliti lain agar dapat mengadakan penelitian lebih lanjut.

REFERENSI
1. 2. 3. Notoatmodjo Soekidjo. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat. Jakarta: Depkes RI. 2011. Utari T, Ghazali FL, Mulyaningrum U. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Delanggu. 2010. Lamawati RM. Analisis manajemen promosi kesehatan dalam penerapan perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga di Kota Padang tahun 2011. 2011. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Penyusunan rencana strategi (Renstra) Dinas

4.

5.

81

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

6.

7. 8.

9.

Kesehatan 2007-2012. Gorontalo: Dinkes Prop. Gorontalo. 2007. Lukas JV. Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat di Desa Kaweng Kecamatan Kakas [skripsi]. Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2011. Proverawati A, Rahmawati E. Perilaku hidup bersih dan sehat. Yogyakarta: Nuha Medika,. 2012. Budijanto. 2011. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengambilan Keputusan Wanita Migran Bermigrasi ke Kota Malang. Forum Geografi. Vol.25 No.2. Huriah Titih dan Lestari Ratna. 2007. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Infeksi Saluran

Pernapasan Atas (ISPA) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Perawatan ISPA pada Balita di Dusun Lemahdadi Kasihan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta. 10. Fajar Nur Alam dan Misnaniarti. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun pada Masyarakat di Desa Senuro Timur. Jurnal Pembangunan Manusia. Vol. 5 No.1. 11. Rusandy Herry. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktek Merokok Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

82

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PEN EL IT IAN

Gambaran pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat siswa kelas VII di SMP Katolik Santa Theresia Manado
Grahandami, B.Lampus, A.J.Pandelaki *

Abstract: According to the vision that the future of the indonesian government about PHBS of indonesian who live in a healthy environment, the behavior of clean and healthy, able to reach health services, fair and equitable. The purpose of this research is to reveal the students knowledge of students of class VII at Catholic Junior High School Santa Theresia Manado about healthy behavior. This is descriptive study using a proportional approach. The sampling method used simple randam sampling with a sample of 55 people from a population of 120 people. The results obtained show that the knowledge of students of class VII at Catholic Junior High School Santa Theresia Manado is good, 100% of respondents knew how to wash their hands, and then 100% of respondents knew about healthy snacks, and by 87,3% of respondents knew about the use of latrines, then about 98,4% of respondents knew about the benefits of exercise, and approximately 96,3% of the respondents knew about the eradacation of mosquito larvae exercise, and then approximately 96,3% respondents know about the dangers of smoking and about 80% respondents know about weighing and measuring height, and 100% of respondents knew about the habit of taking out the trash. Keywords: Clean and Health Behaviour, Knowledge, Attitude and Behaviour Abstrak: Sesuai visi pemerintah Indonesia mengenai PHBS yaitu masa depan bangsa indonesia yang hidup dalam lingkungan sehat, penduduk berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswa kelas VII di SMP Katolik Santa Theresia Manado tentang PHBS. Penelitian ini bersifat deskritif dan menggunakan pendekatan proposional. Metode pengambilan sampel yang digunakan simple random sampling dengan jumlah sampel 55 orang dari jumlah populasi 120 orang. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan bahwa pengetahuan siswa kelas VII di SMP katolik santa theresia manado sudah baik, 100% responden mengetahui tentang mencuci tangan, kemudian 100% responden mengetahui tentang jajanan sehat, kemudian sebesar 87,3% responden mengetahui tentang penggunaan jamban, kemudian sebesar 98,4% responden mengetahui tentang manfaat olahraga, kemudian sekitar 96,3% responden mengetahui pemberantasan jentik nyamuk, kemudian sekitar 96,3% mengetahui tentang bahaya merokok, kemudian sekitar 80% responden mengetahui tentang menimbang dan mengukur tinggi badan, dan 100% responden mengetahui tentang kebiasaan membuang sampah. Kata Kunci: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Pengetahuan, sekolah

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, e-mail: amy_wonk@yahoo.com

83

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PENDAHULUAN
Sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebiasaan gaya hidup yang baik. Menurut World Healthy Organization (WHO) membuat definisi universal yang menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit.1 Dalam mencapai derajat kesehatan yang baik, dibutuhkan peran pendidikan kesehatan terutama pendidikan kesehatan yang berkelanjutan kepada masyarakat. Pendidikan kesehatan di Indonesia disesuaikan dengan visi pemerintah Indonesia yaitu INDONESIA SEHAT 2010, bermakna masa depan bangsa Indonesia yang hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata,sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Tujuan utama dari pendidikan kesehatan adalah modifikasi perilaku yang positif yang tidak terlepas dari karateristik budaya dari suatu bangsa, sehingga pendekatan pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah pendidikan yang bertujuan membangun suatu budaya hidup sehat yang meningkatkan derajat kesehatan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat merupakan pengertian dari Perikalu Hidup Bersih dan Sehat. Mencegah lebih baik dari pada mengobati, prinsip kesehatan inilah yang menjadi dasar dari pelaksanaan PHBS. Kegiatan PHBS tidak dapat terlaksana apabila tidak ada kesadaran dari seluruh anggota keluarga.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diterapkan sedini mungkin agar menjadi kebiasaan positif dalam memelihara kesehatan, penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini lebih dikhususkan terhadap Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena

pelajar merupakan penerus harapan bangsa. Pelajar memegang peranan penting dalam kemajuan suatu negara dengan adanya penerapan pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat melahirkan generasi yang berkualitas. Akan tetapi pada kenyataannya penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di kalangan pelajar sangatlah sulit meskipun mereka tahu apa arti dari hidup bersih ada sehat tetapi mereka tetap mengabaikan, misalkan membuang sampah tidak pada tempatnya, jajan sembarangan, dan perilaku-perilaku lain yang tidak mencerminkan perilaku hidup sehat di lingkungan sekolah dan maupun lingkungan tempat tinggal. hal ini menyebabkan implementasi program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang telah dicanangkan pemerintah masih menemui banyak kendala di berbagai daerah.3 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang.4 Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran pengetahuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada siswa kelas VII di SMP Katolik Santa Theresia Manado.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

METODE
Penelitian dilakukan di SMP Katolik St.Theresia Manado dari bulan Oktober-Desember 2012. Penelitian ini termasuk dalam jenis deskritif dan menggunakan pendekatan proposional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Katolik St. Theresia Manado. Sebagai bahan penelitian ini menggunakan kuisioner dengan jumlah pertanyaan 11. Sampel yang digunakan adalah 55 siswa.

HASIL
Hasil penelitian yang diambil sampel dengan jumlah 55 responden ini ialah sebagai berikut:

84

Data Responden
Tabel 1. Distribusi Responden Siswa SMP Katolik Santa Theresia Manado Berdasarkan Kelas
Kelas VII A VII B VII C VII D Total Jumlah Siswa 14 14 14 13 55 % 25,4 25,4 25,4 23,8 100

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Jumlah Siswa 33 22 55 % 60 40 100

Tabel 3. Indikator Pertanyaan


Pertanyaan Mencuci tangan sebelum dan sesudah dapat menghindari datangnya kuman Mencuci tangan sebelum dan sesudah BAB/BAK dapat mencegah penularan penyakit Mencucikan tangan menggunakan sabun menghindari datangnya kuman dan penyakit Jajanan sehat adalah jajanan yang tidak terdapat zat pewarna, pengawet dan penyedap rasa Menutup rapat tempat penyimpanan makanan dapat menghindarkan debu dan hinggapnya lalat pada makanan Jamban/wc yang sehat adalah jamban yang bersih tersedia sabun dan air Manfaat mengikuti olahraga agar tetap sehat dan tidak mudah sakit Salah satu cara memberantas nyamuk di sekolah Yaitu dengan 3M (menguras, menutup, mengubur) Merokok berbahaya bagi kesehatan Menimbang dan mengukur tinggi badan siswa setiap 6 bulan untuk memantau pertembuhan dan perkembangan siswa Membuang sampah pada tempatnya merupakan Cara menjaga kebersihan lingkungan Jawaban Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah Benar Salah % 55 0 55 0 55 0 55 0 55 0 48 7 55 0 53 2 53 2 44 11 55 0

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Oktober 2012 Desember 2012 di SMP Katolik Santa Theresia Manado diperoleh sampel sebanyak 55 responden, dimana responden merupakan siswa kelas VII A, VII B, VII C dan VII D. Dari segi jenis kelamin lebih banyak jumlah responden lakilaki yaitu 33 (60%) dan menurut responden menurut kelas yang pertama VII A sebanyak 14 responden (25,4%) kelas VII B sebanyak 14 re-

sponden (25,4%) kelas VII C sebanyak 14 responden (25,4%) dan VII D sebanyak 13 orang responden (23,85). Berdasarkan umur responden yang diteliti, sebagian besar berumur 12 13 tahun sebanyak 39 siswa (70,9%), umur 10 11 tahun sebanyak 15 siswa (27,3%) dan yang paling rendah berumur 13 14 tahun sebanyak 1 siswa (1,8%).

85

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Institusi pendidikan perlu mendapatkan perhatian mengingat usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah, misalnya diare, kecacingan dan anemia. Jumlah anak masa sekolah yang besar yakni 30% dari total penduduk indonesia atau sekitar 73 juta orang dan usia keemasan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat sehingga berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pengetahuan siswa tentang perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan indikator perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan siswa kelas VII SMP Katolik Santa Theresia Manado tentang perilaku hidup bersih dan sehat adalah baik. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Gomo tentang gambaran perilaku hidup bersih dan sehat SMPN 8 Manado yang menyatakan bahwa pengetahuan siswa SMPN 8 yaitu masuk dalam kategori baik.5 Gambaran pengetahuan responden tentang mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun membuat tangan menjadi bersih dan bebas kuman, seluruh responden 55 (100%) menjawab benar. Mencuci tangan adalah kegiatan membersihkan bagian telapak, punggung tangan dan jari agar bersih dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan manusia. Mencuci tangan membutuhkan sabun dan air, sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dapat berupa sabun cair, bubuk dan padat.6,7 Berdasarkan pengetahuan responden tentang jajanan di kantin warung seluruh responden 55 (100%) menjawab benar. Kantin adalah salah satu ruang atau bangunan yang berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan sehat untuk siswa yang dilayani oleh petugas kantin.8 Hasil pengetahuan responden tentang jamban/WC yang sehat adalah jamban yang bersih, tersedia air bersih dan sabun, sebanyak 48 responden (87,3%) menjawab benar dan sebanyak 7 responden (12,7%) menjawab salah. Jamban adalah bagian suatu bangunan yang dipasang di muka tanah untuk tempat pembuangan tinja/kotoran manusia. Selain mencegah pencemaran sumber air yang ada di sekitarnya.5

Pengetahuan responden tentang manfaat mengikuti olahraga agar tetap sehat dan tidak mudah sakit, sebanyak 54 responden (98,2%) menjawab benar dan sebanyak 1 responden (1,8%) menjawab salah. Olahraga untuk meningkatkan derajat sehat dinamis dan kemampuan koordinasi motorik yang lebih baik, agar para siswa selama belajar memiliki kesehatan, kebugaran jasmani dan kualitas hidup yang memenuhi kebutuhan masa kini. Selain itu terhindar dari penyakit yang bisa membuat sakit.9,10 Pengetahuan responden salah satu cara memberantas nyamuk disekolah yaitu dengan 3M (menguras, menutup, mengubur), sebanyak 53 responden (96,3%) menjawab benar dan sebanyak 2 responden (3,7%) menjawab salah. Memberantas nyamuk disekolah adalah kegiatan memeriksa tempat-tempat penampuan air bersih yang ada disekolah, apakah bebas dari jentik nyamuk atau tidak.11 Pengetahuan responden tentang merokok berbahya bagi kesehatan sebanyak 53 responden (96,3%) menjawab benar dan sebanyak 2 responden (3,7%) menjawab salah. Dalam satu batang rokok yang diisap terdapat sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya diantaranya yang paling berbahaya diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar dan CO. Efek dari merokok tidak hanya pada penggunanya (perokok aktif) tapi juga pada orang-orang yang berada di sekitarnya yang menghirup asap rokok (perokok pasif)5 Pengetahuan responden tentang menimbang dan mengukur tinggi badan siswa setiap 6 bulan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan siswa, sebanyak 44 responden (80%) menjawab benar dan sebanyak 11 responden (20%) menjawab salah. Untuk memantau pertumbuhan berat badan dan tinggi badan normal peserta didik. Mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan siswa. Pengetahuan responden tentang membuang sampah pada tempatnya merupakan cara menjaga kesehatan lingkungan, seluruh responden 55 (100%) menjawab benar. Selain kotor, tidak sedap dipandang mata, sampah juga mengundang kuman penyakit. Oleh karena itu sampah harus dibuang di tempat sampah.11,12

86

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VII SMP Katolik Santa Theresia Manado, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut Pengetahuan siswa tentang perilaku hidup bersih dan sehat dikategorikan baik.

SARAN
Pihak Sekolah: Kepala Sekolah: Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di sekolah, dan mengevalusi kinerja guru-guru berkaitan dengan pencapaian sekolah sehat, merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, dan pembinaan lingkungan. Guru-guru: melaksanakan pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan memantau tujuan untuk mencapai sekolah sehat.

Peneliti Lain: Peneliti juga menganjurkan agar peneliti berikutnya dapat mengadakan penelitian untuk melihat pengaruh dari pendapatan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat serta meneliti pengaruh pengetahuan terhadap sikap dan tindakan dari perilaku hidup bersih dan sehat.

REFERENSI
1. 2. Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta; EGC, 2006. Hal: 5 Proverawati A, Rahmawati A. Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika; 2012 Atom. Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Remaja usia 12-15 Tahun di SMPN

3.

87

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Kota Sukabumi. Skripsi, Sukabumi: STIKESMI Kota Sukabumi; 2008 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta 2009. Profil Kesehatan indonesia Tahun 2007. Jakarta 5. Mohammad Gomo. Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sekolah Pada Siswa Kelas Akselerasi diSMPN 8 Manaado. Skripsi, FKU Universitas Sam Ratulangi manado, manado: 2012 6. Mencuci Tangan. (online). Http://id.wikipedia.org/wiki/Mencuci-tangan; diakses 19 desember 2012. 7. Godam. Tips Cara Cuci Tangan Dengan Sabun yang Baik dan Benar. 2008. Mencuci Tangan Membunuh Kuman. 2007. Jakarta 8. Promosi Kesehatan. Promosi kesehatan dalam pencapaian peilaku hidup bersih dan sehat 9. Promosi Kesehatan. Promosi kesehatan dalam pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat 10. Departemen Kesehatan Rerupblik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Jakarta. 11. Rantung D. Gambaran Perilaku hidup bersih dan sehat siswa SMP Advent kota Manado [Skripsi]. FK Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado: 2011 12. Rizki Dwiyanti. Gambaran perilaku perilaku siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Motoboi Kecil tentang PHBS Sekolah [Skripsi]. FKM Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado: 2010

PEN EL IT IAN

Gambaran Kebiasaan Makan Masyarakat di Perumahan Allandrew Permai Kelurahan Malalayang I Lingkungan XI Kota Manado
Imanuel Kant, A. J. Pandelaki, B. S. Lampus*

Abstract: Eating habits are behaviors associated with food, one meal frequency, pattern of food eaten, food distribution within the family and how to choose food. Purpose of research was conducted with the aim of eating known picture of scenic urban residential communities allandrew Malalayang I environment XI Manado city. The method of this study include descriptive study using survey method. The population of the whole of society is taken Permai housing environment Allandrew XI aged 25-55 years and amount to as many as 480 people with a sample of 90 people, systematic sampling with a random sampling technique. The data obtained through interviews using a prepared questionnaire. The results obtained rice (55%) bread (38.9%), soybean (78.9%), tahu (97.8%), fish (55.6%), chicken meat (34.4%), pork (65.5%), vegetables (70%), fruits (28.9%), fried bananas (46%), Crepes (50%), malabar (47.8%), tea (52 , 2%), coffee (37%) and milk (18.9). The conclusion of this study concluded that frequent type of food consumed from the staple food is rice and bread, vegetable side dishes are tempeh and tofu, animal side dishes are fish, chicken and pork, vegetables, fruits, food additives such as fried banana, martabak and malabar, while drinks such as tea, coffee and milk. Keywords: Eating Habits Abstrak: Kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan makanan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, distribusi makanan dalam keluarga dan cara memilih makanan. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan diketahui gambaran kebiasaan makan masyarakat perumahan allandrew permai kelurahan malalayang I lingkungan XI kota Manado. Metode penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi yang diambil seluruh masyarakat perumahan Allandrew Permai lingkungan XI yang berusia 25 55 tahun dan berjumlah sebanyak 480 orang dengan jumlah sampel 90 orang, penentuan sampel dengan teknik sistematik random sampling. Data yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Hasil penelitian yang diperoleh nasi (55%) roti (38,9%) , tempe (78,9%), tahu (97,8%), ikan (55,6%), daging ayam (34,4%), daging babi (65,5%), sayuran (70%), buah-buahan (28,9%) , pisang goreng (46%), martabak (50%), malabar (47,8%), teh manis (52,2%), kopi manis (37%) dan susu manis (18,9). Kesimpulan dari hasil penelitian ini disimpulkan Jenis makanan yang sering dikonsumsi yang berasal dari makanan pokok adalah nasi dan roti, lauk pauk nabati adalah tempe dan tahu, lauk pauk hewani adalah ikan, daging ayam dan daging babi, sayuran, buah-buahan, makanan tambahan berupa pisang goreng, martabak dan malabar, sedangkan minuman berupa teh manis, kopi manis dan susu manis. Kata Kunci: Kebiasaan Makan

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, e-mail: imanuel_kant66 @yahoo.com.au

88

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan harus dijaga sebaik mungkin. Kesehatan juga merupakan kebutuhan yang mendasar bagi setiap manusia. Namun, perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini telah membawa perubahanperubahan dalam kehidupan. Perubahan tersebut terjadi karena derasnya arus informasi yang dapat masuk dengan mudah dan dapat diakses oleh masyarakat. Salah satu perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi dalam bentuk kebiasaan makan seseorang.1,2 Kebiasaan makan yaitu tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan kaidah sehat maka dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan. Kebiasaan makan yang tidak sehat dalam memilih jenis makanan juga dapat berdampak pada masalah kelebihan berat badan (overweight) dan berakhir dengan obesitas.3 Obesitas adalah keadaan ditemukanya kelebihan lemak dalam tubuh. Penimbunan lemak dapat terjadi didaerah perut (obesitas sentral) dan diseluruh tubuh (obesitas general). Obesitas, khususnya obesitas sentral (abdominal), berasosiasi dengan sejumlah gangguan metabolisme dan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi antara lain : resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertensi, hiperlipidemia, aterosklerosis, penyakit hati dan kandung empedu, bahkan beberapa jenis kanker. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2003, 300 juta orang dewasa menderita obesitas. Berdasarkan data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), selama periode 2007-2008 diketahui prevalensi obesitas pada orang dewasa di Amerika sebesar 33,8%. Prevalensi obesitas pada laki-laki sekitar 32,2% dan pada perempuan sebesar 35,5%.4,5,10,11 Hasil penelitian ISSO/HISOBI (Indonesian Society For Study Of obesity/Himpunan Studi Obesitas Indonesia) periode Maret 2003-April 2004 diperoleh angka : pada penduduk pria prevalensi kelebihan berat badan sebesar 21,9% dan 49,0% mengalami obesitas, sedangkan penduduk wanita, prevalensi kelebihan berat badan 19,3% dan prevalensi obesitas sebesar 38,8%. Riskesdas 2007 melaporkan bahwa tiga prevalensi obesitas sentral tertinggi,

yaitu di Sulawasi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta beturut-turut 31,5%, 27%, dan 27,9%. 6,7 Keadaan inilah yang membuat saya sebagai peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana gambaran kebiasaan makan masyarakat di Perumahan Allandrew Permai kecamatan Malalayang I lingkungan XI kota Manado.

METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode survei. Dilakukan pada bulan November 2012 Desember 2012 di perumahan Allandrew Permai Kelurahan Malalayang I Lingkungan XI Kota Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat perumahan Allandrew Permai lingkungan XI yang berusia 25 55 tahun dan populasi berjumlah sebanyak 480 orang.12 Besar sampel ditentukan dengan Rumus Slovin dan pengambilan sampel ditentukan dengan mengunakan teknik Systematic Random Sampling atau pengambilan sampel secara acak sistematik yang berjumlah 90 orang.8,9

HASIL
Berdasarkan hasil pengumpulan data, karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 1. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah usia responden terbanyak terdapat pada golongan umur 46-50 tahun yaitu 26 orang (28,9%), terlihat juga bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak 49 orang (54,4%) dan perempuan sebanyak 41 orang (45,5%), terdapat 88 orang responden dengan status kawin (97,9%) dan 2 orang responden belum kawin (2,2%), jumlah suku minahasa terbanyak yaitu 70 orang responden (77,8%) dan tingkat pendidikan akhir terbanyak yaitu perguruan tinggi 66 orang responden (73,3 %) Dapat dilihat pada table 2 bahwa frekuensi makan nasi perhari terbanyak adalah 3 kali makan dalam sehari yaitu 50 orang responden (55,5%) orang responden, frekuensi makan roti perminggu adalah kurang dari 3 kali yaitu 3 orang respondent (3,3%), 3 kali yaitu 3 orang responden (3,3%) dan lebih dari 3 kali yaitu 30 orang responden (33,3%). ,frekuensi makan mie perminggu adalah lebih dari 3 kali yaitu 7 orang responden (7,8%), frekuensi makan tempe perbulan terbanyak lebih dari 3 kali makan yaitu 71 orang responden (78,9%), frekuensi makan tahu perbulan yang lebih dari 3 kali yaitu 88 orang responden (97,8%), frekuensi makan ikan perhari terbanyak adalah kurang dari

89

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

3 kali yaitu 51 orang responden (55,6%), Frekuensi makan ayam perminggu terbanyak adalah kurang dari 3 kali yaitu 31 orang responden (34,4%), frekuensi makan babi perbulan terbanyak adalah lebih dari 3 kali yaitu 59 orang responden (65,5%), frekuensi makan sayuran perhari terbanyak adalah kurang dari 3 kali yaitu 63 orang responden (70%), frekuensi makan buah-buahan perhari adalah kurang dari 3 kali yaitu 26 orang responden (28,9%), frekuensi makan pisang goreng perminggu terbanyak adalah lebih dari 3 kali yaitu 42 orang responden (46,7%), frekuensi makan martabak perminggu adalah kurang dari 3 kali yaitu 28 orang responden (31,1%) dan frekuensi makan martabak perminggu adalah kurang dari 3 kali yaitu 35 orang responden (38,9%).

Berdasarkan jenis kelamin dari data responden didapatkan jenis kelamin yang paling banyak yaitu responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel dilakukan secara acak sehingga baik populasi laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai responden. Berdasarkan status pernikahan dari data yang diperoleh 88 responden memiliki status sudah menikah dan 2 responden memiliki status belum menikah. Berdasarkan suku / asal daerah, paling banyak suku minahasa 70 responden (77,8%) hal ini terjadi karena mayoritas dari penduduk kota Manado adalah suku Minahasa.3 Untuk tingkat pendidikan, bisa dilihat kalau yang terbanyak dalam hasil penelitian ini berdasarkan pendidikan adalah perguruan tinggi yang berjumlah 66 orang responden (73,3%). Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, lebih mementingkan kebutuhan asupan makanan yang cukup untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain seseorang yang telah mengetahui sesuatu hal akan mempengaruhi perilakunya untuk melakukan hal menurut pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.13

PEMBAHASAN
Berdasarkan karakteristik usia dalam penelitian ini yang terbanyak yaitu responden yang berusia 4650 dan 41-45. Umur merupakan faktor resiko yang tidak dapat dicegah. Pada masa dewasa kegiatan ataupun aktivitas seseorang seringkali menurun tetapi hal ini tidak diikuti oleh pengurangan jumlah konsumsi makanan, apalagi setelah menikah orang cenderung kurang peduli akan berat tubuh mereka.3,11

Tabel 1 Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Suku/ Asal Daerah dan Pendidikan Terakhir n
12 5 10 21 26 16

Golongan umur
25-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55

%
13,3 5,5 11,1 23,3 28,9 17,8

Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan

n
49 41

%
54,4 45,5

Status Perkawinan
Kawin Belum kawin

n
88 2

%
97,8 2,22

Suku / asal Daerah


Minahasa Sangihe Kotamobagu Ambon Lain-Lain

n
70 7 4 2 7

%
77,8 7,8 4,4 2,2 7,8

Pendidikan terakhir
SD SLTP SMU Perguruan tinggi

n
1 1 22 66

%
1,1 1,1 24,4 73,3

90

Tabel 2. Frekuensi Makan Frekuensi makan nasi perhari


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
39 50 1 0

%
43,3 55,5 1,1 0

Frekuensi makan roti perminggu


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
3 3 30 54

%
3,3 3,3 33,3 60

Frekuensi makan mie perminggu


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
4 2 7 77

%
4,4 2,2 7,8 85,5

Frekuensi makan tempe perbulan


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
2 0 71 17

%
2,2 0 78,9 18,9

Frekuensi makan tahu perbulan


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
0 0 88 2

%
0 0 97,8 2,2

Frekuensi makan ikan perhari


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
51 30 1 8

%
55,6 33,3 1,1 8,9

Frekuensi makan ayam perminggu


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
31 8 26 25

%
34,4 8,9 28,9 27,8 7,8 5,5 65,5 21,1

< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

7 5 59 19

Frekuensi makan sayuran perhari


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
63 26 1 0

%
70 28,9 1,1 0

Frekuensi makan buah-buahan perhari


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
26 6 0 58

%
28,9 6,7 0 64,4

Frekuensi makan pisang goreng perminggu


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
31 6 42 11

%
34,4 6,7 46,7 12,2

Frekuensi makan martabak perminggu


< 3 kali 3 kali >3 kali Tidak pernah

n
28 1 12 49

%
31,1 1,1 13,3 54,4

Frekuensi makan malabar perminggu


< 3 kali

n
35

%
38,9

91

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Frekuensi makan babi perbulan

3 kali >3 kali Tidak pernah

4 3 48

4,4 3,3 53,3

Kebiasaan makan masyarakat dengan susunan hidangannya merupakan manifestasi dari kebudayaan masyarakat yang disebut life style atau gaya hidup. Kebiasaan makan yang dilihat dari frekuensi dan pola makan menunjukan keanekaragaman konsumsi yang cukup bervariasi. Berdasarkan data tentang kebiasaan makan responden melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) dapat dilihat bahwa jenis makanan pokok yang sering dikonsumsi adalah nasi. Fekuensi makan nasi perhari paling banyak adalah 3 kali sehari yaitu sebanyak 50 orang (55,5%), diikuti dengan frekuensi makan kurang dari 3 kali sehari yaitu sebanyak 39 orang (43,3%), serta 1 orang (1,1%) memiliki kebiasaan makan lebih dari 3 kali dalam sehari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Frisca Monalisa Ambabunga yang menunjukan semua responden mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya.14, 15 Nasi merupakan salah satu makanan pokok yang mengandung tinggi karbohidrat. Masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi tinggi karbohidrat akan meningkatkan asupan kalori, lama kelamaan menyebabkan kegemukan hingga obesitas. Keadaan ini bila diabaikan akan berdampak pada gangguan kesehatan seperti diabetes melitus .16-18 Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Adapun makanan pokok yang dikonsumsi selain nasi dalam sehari yaitu mie dan roti. Perubahan pola konsumsi masyarakat umumya adalah pada sarapan pagi. Sebagian besar masyarakat sudah mengganti nasi dengan makanan lain seperi roti dan mie instan. Makan siang pada umumnya masyarakat mengkonsumsi nasi, sedangkan pada malam hari jenis makanan yang dikonsumsi kembali mengalami variasi. Namun untuk mie dan roti hanya di konsumsi dalam frekuensi yang sedikit dibandingakan dengan nasi. Hal ini menunjukkan bahwa mie instan masih menjadi alternatif makanan untuk memenuhi rasa lapar dan tidak dikonsumsi setiap hari. Sama halnya dengan roti, tidak terdapat responden yang mengkonsumsi roti 3 kali dan lebih dari tiga kali dalam sehari. Kalaupun ada yang menganggap bahwa makan roti merupakan pengganti sarapan, mereka belum bersedia melewatkan hari tanpa makan nasi sama sekali.18-20 Dari data tentang frekuensi konsumsi bahan makanan lauk pauk nabati, tempe dan tahu menjadi lauk pauk nabati yang sering dikonsumsi bersa-

maan dengan makanan pokok berupa nasi. Frekuensi makan tempe terbanyak adalah lebih dari 3 kali perbulan yaitu 71 orang responden (78,9%) sedangkan kurang dari 3 kali yaitu 2 orang responden (2,2%). Sedangkan frekuensi makan tahu terbanyak adalah lebih dari 3 kali perbulan yaitu 88 orang responden (97,8%), kurang dari 3 kali dan 3 kali tidak ada. Hal ini dapat disebabkan oleh karena tempe dan tahu sudah menjadi makanan yang di minati oleh masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di kota Manado. Selain itu juga, tempe dan tahu merupakan produk makanan yang berasal dari olahan kedelai yang relatif murah, praktis dan mudah didapat. 21,22 Sering mengkonsumsi tempe dan tahu merupakan kebiasaan makan yang buruk. Tempe dan tahu merupakan makanan yang derasal dari bahan kedelai dan mengandung sumber protein nabati yang tinggi. Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung protein yang tinggi dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti asam urat. Asam urat dapat terjadi akibat oleh kadar purin yang berlebihan yang diperoleh dari hasil metabolisme protein.23 Dari data tentang frekuensi konsumsi bahan makanan lauk pauk hewani, ikan menjadi makanan yang sering di konsumsi masyarakat diikuti daging ayam dan daging babi. Namun meskipun demikian masih ada beberapa responden yang tidak mengkonsumsi ikan. Berdasarkan data tentang kebiasaan makan responden melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) didapatkan 8 orang responden (8.9%) yang tidak pernah mengkonsumsi ikan perharinya, diikuti oleh 6 orang respoden (6,7%) perminggu, 7 orang responden (7,8%) perbulan dan 7 orang responden (7,8%) pertahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh perilaku responden yang mempunyai kebiasaan tidak suka makan ikan karena dipengaruhi oleh berbagai alasan, kebiasaan tidak suka makan ikan dari kecil, tidak suka mencium bau ikan dan lain-lain. Untuk konsumsi daging ayam, terdapat 31 responden (34,4%) mengkonsumsi daging ayam kurang dari 3 kali dalam. Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa frekuensi makan daging ayam tersebut sering. Hal ini sejalan dengan hasil penelitiam Joni Ariansyah yang memperlihatkan 50% responden dalam satu minggu biasa

92

mengkonsumsi daging ayam antara 1 sampai 3 kali perminggu.Daging ayam merupakan makanan yang sering di olah menjadi makanan fast food seperti crispy hot chicken, ayam goreng (paha, dada dan sayap) dan lain sebagainya. Fast food merupakan makanan yang banyak mengandung kalori tinggi, kadar lemak dan gula tetapi rendah akan kandungan vitamin dan serat. Dari hal ini dapat kita ketahui bahwa kebiasaan mengkonsumsi daging ayam yang sering dapat menimbulkan masalah obesitas dan dapat berakhir menjadi penyakitpenyakit degeneratif.24-27 Dari hasil penelitian frekuensi makan daging babi perbulan terbanyak yaitu lebih dari 3 kali 59 orang responden (65,5%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kandou G (2009), yang menunjukan 38,5% dari responden mempunyai kebiasaan makan makanan khas Minahasa dengan frekuensi dua kali atau lebih dari dua kali dalam sebulan. Makanan yang paling sering di konsumsi adalah babi garo rica, tinorangsak, babi kecap, pangi babi, babi putar dan sebagainya.3 Ini merupakan kebiasaan makan yang tidak baik bagi kesehatan. Daging babi merupakan makanan yang mengandung asam lemak jenuh tinggi, yang apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat memicu terjadinya dislipidemia yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner termasuk stroke, hipertensi dan diabetes melitus.3,27 Dari data tentang frekuensi makan sayur-sayuran, terdapat 63 orang responden (70%) yang mengkonsumsi sayur-sayuran kurang dari 3 kali perhari dan 26 orang responden yang mengkonsumsi sayur-sayuran tiga kali perhari. Hal ini sama dengan frekuensi makan buah-buahan, dari data yang diperoleh melalui kuesioner FFQ terdapat 58 orang responden (64,4%) yang tidak mengkonsumsi buah-buahan perharinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rinawang Frilyan Sarasaty yang menunjukan 92,4% dari responden kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Ini menunjukan bahwa cukup banyak masyarakat yang mengkonsumsi sayur, namun kurang dalam hal frekuensi dan merupakan kebiasaan makan yang tidak baik karena dapat menggangu kesehatan.28 Menurut WHO, konsumsi buah dan sayur dianggap cukup apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap kurang apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. Angka kecukupan tingkat dunia ternyata tidak jauh berbeda dengan kecukupan yang di-

anjurkan di Indonesia, yaitu menurut Almatsier (2003), konsumsi buah yang dianjurkan sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 - 2 mangkok sehari. Jika dijumlahkan kurang lebih 5 porsi buah dan sayur per hari.31 Konsumsi sayur sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan dan dapat menyeimbangkan kadar asam basa tubuh. Berbagai manfaat tersebut dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit. Berbagai penelitian mengenai konsumsi buah dan sayur menunjukkan bahwa kurang konsumsi buah dan sayur dapat berisiko dalam memicu perkembangan penyakit degeneratif seperti obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes, hipertensi dan kanker (WHO).29,30 Dari data hasil penelitian frekuensi makan pisang goreng terdapat 42 orang responden (46,7%) mengkonsumsi pisang goreng lebih dari 3 kali perminggunya. Untuk frekuensi makan martabak dan malabar atau martabak telur, terdapat 45 orang responden (50%) yang mengkonsumsi martabak lebih dari 3 kali perbulan dan 43 orang responden (47,8%) yang mengkonsumsi malabar lebih dari 3 kali perbulan. Hal ini merupakan kebiasaan makan yang tidak baik. Pisang goreng merupakan makanan yang diolah dengan cara digoreng mengunakan minyak. Minyak yang digunakan untuk mengoreng pisang goreng apabila digunakan terus menerus akan menghasilkan minyak trans. Kandungan minyak trans yang sering dikonsumsi dapat berdampak pada masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner (PJK).27

KESIMPULAN
Jenis makanan yang sering dikonsumsi yang berasal dari makanan pokok adalah nasi dan roti, lauk pauk nabati adalah tempe dan tahu, lauk pauk hewani adalah ikan, daging ayam dan daging babi, sayuran, buah-buahan dan makanan tambahan berupa pisang goreng, martabak dan malabar Frekuensi makan yang diketahui dengan menggunakan FFQ menunjukan, makanan pokok adalah nasi (55%) 3 kali dan roti (38,9%) kurang dari 3 kali perhari, lauk pauk nabati adalah tempe (78,9%) dan tahu (97,8%) lebih dari 3 kali per-

93

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

bulan, lauk pauk hewani adalah ikan (55,6%) kurang dari 3 kali perhari, daging ayam (34,4%) kurang dari 3 kali perminggu dan daging babi (65,5%) lebih dari 3 kali perbulan, sayuran (70%) kurang dari 3 kali perhari, buah-buahan (28,9%) kurang dari 3 kali perhari, makanan tambahan berupa pisang goreng (46%) lebih dari 3 kali perminggu, martabak (50%) dan malabar (47,8%) lebih dari 3 kali perbulan

5.

6.

SARAN
Memberikan sosialisasi dan peyuluhan kepada masyarakat perumahan Allandrew Permai tentang kebiasaan makan yang sehat dan seimbang, agar terhindar dari masalah kesehatan baik itu gizi lebih maupun gizi kurang. Kepada Pemerintah Daerah dan Instansi terkait Departement Kesehatan untuk menyusun program pencegahan masalah kesehatan berupa obesitas melalui pengaturan kebiasaan makan yang sehat dan seimbang. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti dapat meneliti lebih dalam lagi mengenai hubungan kebiasaan makan dengan masalah kesehatan obesitas dan penyakit penyakit degeneratif. Menyarankan masyarakat untuk membudayakan kebiasaan sarapan pagi serta sering mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Menghimbau kepada masyarakat Perumahan Allandrew Permai untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secar rutin agar terhindar dari faktorfaktor risiko penyakit degeneratif.

7.

8. 9.

10.

11.

REFERENSI
1. Sulviana Nova. Analisis hubungan gaya hidup dan pola makan dengan kadar lipid darah dan tekanan darah pada penderita jantung koroner. 2008, Diakses tanggal 4 november 2012. Available from: http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/2615/A08nsu.pdf Kandou GD. Kebiasaan makan makanan etnik Minahasa di Provinsi Sulawasi Utara. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2009: 03(2):1-9. Sudartawan S. Obesitas. Dalam: Suyodo A.W, Stiohadi B, Alwi I, Simandibrata K.M, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2009: hal. 1973-83. Devy Y, Budhi SN. Buku ajar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC, 2009.

12.

2.

13.

3.

14.

4.

Dhody AM, Nanik P, Nisa NAR. Penurunan berat badan pada obesitas melalui pengaturan diri. Jurnal Penelitian Humaniora, 2009: 10(2):199-211. Elya S. Faktor risiko obesitas sentral pada orang dewasa di Sulawasi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta. 2009, Diakses tanggal 6 september 2012. Available from: http://repository. ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1150 /I09esu.pdf. Nasir Abd, Muhith Abdul, Ideputri M.E. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika, 2011 Notoadmodjo Soekidjo. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta , 2007 Trisna Ida, Hamid Sudihati. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Sentral Pada Wanita Dewasa (30-50 tahun) Di Kecamatan Lubuk Sikaping Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat, maret-september 2009, vol 03 No 2 Silitonga Nelvin. Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Orang Dewasa yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. 2008, Diakses tanggal 7 september 2012.Availablefrom:http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/14646/1/09E01158.p df Alrasyid Harun. Pengaruh Modifikasi Diet Rendah Kalori terhadap Berat Badan dan Lingkar Pinggang Wanita Obesitas Dewasa. Majalah Kedokteran Nusantara, Desember 2007 Volume 40 No. 4. Puspitasari Anne. Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi dan Status Gizi Lansia Peserta dan Bukan Peserta Program Home Care Di Tegal Alur, Jakbar. 2011, Diakses tanggal 15 desember 2012. Available from: http://repository.ipb.ac.id/handle /123456789/48164.pdf Ambabunga Monalisa Frisca. Prevalensi Obesitas Dan Pola Makan Pegawai Pria Kantor Dinas Pertanian Dan Perternakan Provinsi Sulawesi Utara. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Univesitas SAM RATULANGI MANADO. 2009 Handayani Widi H.T dan Marwanti. Pengolahan Makanan Indonesia. 2011, Diakses tanggal 10 desember 2012. Available from : http://staff.uny.ac.id/.../modul-ppgpengolahan-makanan-indonesia.pdf

94

29.

95

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

15. Sudiarso Twakidaryanto Arry. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Atribut Pondok Seafood Di Muara Karang Jakarta Utara. 2008, Diakses tanggal 11 Desember 2012. Available from: http://repository.ipb.ac.id/handle /123456789/1425.pdf 16. Irwan Anwari M. Karbohidrat. Sports Science Brief. 2007, Diakses tanggal 10 Desember 2012. Available from: http://pssplab.com /journal/03.pdf 17. Hidayah Nurul. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan Menghadapi Disversifikasi Pangan Pokok. Humanitas, Vol. VIII No.1 Januari 2011. 18. Kardhinata Harso . E dan Noer Zulhery. Kajian Perubahan Pola Konsumsi Pangan Di Sumatera Utara. Jurnal Pertanian dan Biologi. Agrobio, Volume 1, Nomor 1, Mei 2009 19. Sarkim Linda, Nabuasa Engelina dan Limbu Ribka. Perilaku Konsumsi Mie Instan Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana Kupang Yang Tinggal Di kos Wilayah Naikoten 1. MKM Vol. 05 No. 01 Desember 2010 20. Erna DA. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama vermentasi. 2010, Diakses tanggal 11 Desember 2012. Available from: http://eprints.uns.ac.id/210/1/17042241120 1010311.pdf 21. Aprilianti Ayudiah. Studi Kasus Penggunaan Formalin Pada Tahu Takwa Di Kotamadya Kediri. 2007, Diakses tanggal 10 desember 2012. Available from: http://studentresearch.umm. ac.id/index/pkmi/article/1357700187.pdf 22. Kumalasari Sitaresmi Tyas, Saryono dan Purnawan Iwan. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Penduduk Desa Banjarayar Kecamatan Sokara-

23.

24.

25.

26.

27.

28.

ja Kabupaten Bayumas. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), November 2009 Volume 4, No.3 Ariansyah Joni. Perilaku Konsumsi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Program Sarjana Terhadap Daging Ayam Olahan. 2008, Diakses tanggal 10 desember 2012. Available from : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/10157/Ariansyah Joni.pdf Muwakhidah, H Tri Dian. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Obesitas Pada Remaja. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. I, NO. 2, Desember 2008 , Hal 133-140 Hardiansyah. Analisis Konsumsi Lemak, Gula Dan Garam Penduduk Indonesia. Gizi Indon 2011, 34(2):92-100 Ratu SDA. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh Dan Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Februari 2008, Vol. 2, No. 4 Sarasaty Frilyan Rinawang. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Kelompok Lanjut Usia Di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. 2011, Diakses tanggal 10 desember 2012. Available from : http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id /file_digital/rinawang jadi.pdf Aswatini, Noveria Mita dan Fitranita. Konsumsi Sayur Dan Buah Di Masyarakat Dalam Konteks Pemenuhan Gizi Seimbang. Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. 3, No. 2, 2008 Farida Ida. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Konsumsi Buah Dan Sayur Pada Remaja Di Indonesia Tahun 2007. 2010, Diakses tanggal 10 desember 2012. Available from : http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/filedigital /Skripsi/Ida Farida.pdf

PEN EL IT IAN

Gambaran Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Puskesmas Tanawangko


Chenko Rayndi, Margareth R. Sapulette, Dina V. Rombot, Tyrsa Monintja*

Abstract: Universal precautions is an efforts undertaken in the framework of preventive protection, and minimize crossinfection among health care workers and patients as a result of direct contact with the patient, or the patient's body fluids, and infected with contagious diseases. The purpose of research is to describe the implementation of the universal precautions in the Tanawangko Health Center. This research is a descriptive study. The results showed all respondents always wash their hands before and after performing medical procedures, all respondents always wash their hands with soap and flowing water, 45.45% of respondents did not use a mask when treat patients, all respondents always use gloves when contact with blood or body fluids, 13.64% of respondents did not use gloves when cleaning medical equipment, all respondents always take steps decontamination and sterilization, all respondents always wash medical equipment after use with soap or detergent, 9.09% of respondents did not close the syringe needle with one hand method, 22.73% of respondents did not dispose needle and other sharps in special containers, 77.27% of the respondents did not dispose of medical waste and non-medical in the trash bin. Keywords: Universal Precautions Abstrak: Kewaspadaan universal adalah upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan pencegahan, dan meminimalkan infeksi silang antara petugas kesehatan dan pasien akibat adanya kontak langsung dengan pasien atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi penyakit menular. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kewaspadaan universal di Puskesmas Tanawangko. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, seluruh responden selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, (45,45%) responden tidak menggunakan masker saat menangani pasien, seluruh responden selalu menggunakan sarung tangan saat kontak dengan darah dan cairan tubuh, (13,64%) responden tidak menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat kesehatan, seluruh responden selalu melakukan langkah-langkah dekontaminasi dan sterilisasi, seluruh responden selalu mencuci alat-alat kesehatan bekas pakai dengan menggunakan sabun ataupun detergen, (9,09%) responden tidak menutup jarum suntik dengan metode satu tangan, (22,73%) responden tidak membuang jarum suntik dan benda tajam lainnya di wadah khusus, (77,27%) responden tidak membuang sampah medis dan non medis pada tempatnya.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Kata Kunci: Kewaspadaan Universal

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, e-mail: chenkorayndi@yahoo.com

96

PENDAHULUAN
Kewaspadaan universal merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pencegahan, dan meminimalkan infeksi silang antara petugas kesehatan dan pasien akibat adanya kontak langsung dengan pasien atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi penyakit menular.1 Dasar kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah penularan, serta pengelolaan limbah (Departemen Kesehatan (Depkes) RI,2003). Dalam menggunakan kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama dengan menggunakan prinsip ini, tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa setiap pasien memiliki resiko akan menularkan penyakit yang berbahaya.2 Walaupun konsep kewaspadaan universal didasarkan pada akal sehat, namun penerapannya sering menemui kendala. Secara umum, setelah kewaspadaan universal diterapkan, para petugas kesehatan sering melakukannya secara berlebihan. Hal ini meningkatkan risiko penularan infeksi ke pasien dan petugas lain.3 Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Penularan infeksi dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui darah dan cairan tubuh seperti halnya HIV/AIDS, Hepatitis B dan Hepatitis C (Emaliyawati,E. 2008).4 Paparan darah dan cairan tubuh merupakan masalah serius bagi para petugas kesehatan dan merupakan resiko utama terhadap penularan infeksi seperti human deficiency virus (HIV), Hepatitis B virus dan Hepatitis C virus. Menurut data dari World Health Organization (WHO) didapatkan kurang lebih 3 juta petugas kesehatan terpapar oleh virus yang berasal dari darah tiap tahunnya, 2 juta oleh karena virus hepatitis B, 900.000 oleh karena virus hepatitis C dan 300.000 oleh karena HIV.5 Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen,2000), menunjukkan masih didapatinya beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat

luas yakni cuci tangan yang kurang benar, penggunaan sarung tangan yang kurang tepat, penutupan jarum suntik secara tidak aman, pembuangan peralatan tajam secara tidak aman serta teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang kurang tepat.6 Puskesmas Tanawangko merupakan puskesmas yang dilengkapi dengan fasilitas rawat inap sehingga sudah seharusnya pelaksanaan kewaspadaan universal dilakukan guna mencegah penularan penyakit melalui tindakan medis. Oleh karena itu berdasarkan pembahasan di atas penulis tertarik untukmengetahui gambaran pelaksanaan kewaspadaan universal di Puskesmas Tanawangko.

METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tanawangko. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Tanawangko. Yang menjadi variable dalam penelitian adalah karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, serta pelaksanaan kewaspadaan universal yang terdiri dari mencuci tangan, pemakaian alat pelindung, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum suntik/benda tajam, dan pengelolaan limbah yang ada di Puskesmas.

HASIL
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa responden menurut golongan umur 33-37 tahun memiliki persentase yang paling tinggi yaitu berjumlah 5 orang dengan persentase (22,72%), sedangkan golongan umur 53-57 tahun merupakan umur dengan persentase terendah yaitu berjumlah 2 orang dengan persentase (9,08%). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin perempuan merupakan yang terbanyak dengan jumlah 19 orang dengan preentase sebesar (86,36%) sedangkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 3 orang dengan persentase sebesar (13,64%). Dan dapat dilihat pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan D3 berjumlah 12 orang dengan persentase (54,55%) sementara tingkat pendidikan SMA berjumlah 7 orang dengan persentase (31,82%) dan S1 berjumlah 3 orang dengan persentase (13,63%).

97

Tabel 1. Karakteristik Responden


Kategori 1. Umur 23-27 28-32 33-37 38-42 43-47 48-52 53-57 Total 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 3. Tingkat Pendidikan SMA/Sederajat D3 S1 Total Responden 3 3 5 3 3 3 2 22 3 19 22 7 12 3 22 % 13,64 13,64 22,72 13,64 13,64 13,64 9,08 100 13,64 86,36 100 31,82 54,55 13,63 100

Pelaksanaan kewaspadaan universal


Tabel 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Jawaban Ya Tidak Jumlah Responden 22 0 22 % 100 0 100

yang tidak menggunakan masker berjumlah 10 orang dengan persentase 45,45%. Tabel 5. Menggunakan sarung tangan steril Jawaban Responden % Ya 22 100 Tidak 0 0 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden selalu menggunakan sarung tangan steril saat kontak dengan darah dan cairan tubuh. Tabel 6. Menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat kesehatan Jawaban Responden % Ya 19 86,36 Tidak 3 13,64 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang selalu memakai sarung tangan berjumlah 19 orang dengan persentase 86,36% sedangkan yang tidak menggunakan sarung tangan berjumlah 3 orang dengan persentase 13,64%. Tabel 7. Melakukan Dekontaminasi dan sterilisasi Jawaban Responden % Ya 22 100 Tidak 0 0 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden selalu melakukan langkah dekontaminasi dan sterilisasi.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Tabel 3. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Jawaban Ya Tidak Jumlah Responden 22 0 22 % 100 0 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas Tanawangko selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Tabel 4. Menggunakan masker saat menangani pasien
Jawaban Ya Tidak Jumlah Responden 12 10 22 % 54,55 45,45 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 12 responden dengan persentase 54,54% yang selalu menggunakan masker, sedangkan responden

98

Tabel 8. Pencucian alat dengan sabun ataupun detergen Jawaban Responden % Ya 22 100 Tidak 0 0 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden selalu mencuci alat-alat kesehatan bekas pakai dengan menggunakan sabun ataupun detergen. Tabel 9. Menutup jarum suntik dengan metode satu tangan Jawaban Responden % Ya 20 90,91 Tidak 2 9,09 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menutup jarum suntik dengan metode satu tangan berjumlah 20 orang dengan persentase 90,91%, dan yang tidak berjumlah 2 orang dengan persentase 9,09%. Tabel 10. Membuang jarum suntik di wadah khusus Jawaban Responden % Ya 17 77,27 Tidak 5 22,73 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang membuang pada wadah khusus berjumlah 17 orang dengan persentase 77,27% dan yang tidak berjumlah 5 orang dengan persentase 22,73%. Tabel 11. Membuang sampah medis dan non medis sesuai tempatnya Jawaban Responden % Ya 5 22,73 Tidak 17 77,27 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang membuang sampah medis dan non medis sesuai pada tempatnya berjumlah 5 orang dengan persentase 22,73% dan responden yang menjawab tidak berjumlah 17 orang dengan persentase 77,27%.

22,72% sedangkan yang terendah adalah golongan umur 53-57 tahun 9,08%. Umur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kewaspadaan universal, sehingga diharapkan responden yang lebih tua dapat memberikan contoh yang lebih baik kepada responden yang lebih muda mengenai pelaksanaan kewaspadaan universal. Jenis Kelamin Tenaga kesehatan di puskesmas Tanawangko rata-rata terdiri dari jenis kelamin perempuan dengan presentase 86,36% sedangkan jenis kelamin laki-laki adalah 13,63%. Tingkat Pendidikan Responden dengan tingkat pendidikan D3 merupakan yang terbanyak dengan presentase 54,55% sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SMA dengan presentase 31,82% dan responden dengan tingkat pendidikan S1 dengan presentase 13,63%. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka diharapkan semakin baik pula pengetahuan serta pelaksanaan terhadap kewaspadaan universal.

2. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal


Cuci Tangan Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko sudah melaksanakan tindakan mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan. Cuci tangan harus selalu dilakukan pada saat yang diperkirakan mungkin akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang kemungkinan terjadi pencemaran dan pelaksanaanya pun harus disertai dengan sarana yang memadai di antaranya: Air Mengalir: Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Saat mencuci tangan dengan guyuran air mengalir maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Sabun atau Detergen: Sabun atau detergen dapat menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehing-

PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden


Umur Responden dengan golongan umur 33-37 tahun memiliki presentase yang paling tinggi

99

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

ga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Sarana mencuci tangan di Puskesmas Tanawangko sudah tersedia dengan sangat baik diantaranya dengan tersedianya wastafel dan sabun sehingga pelaksanaan mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun pun dapat dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko. Penggunaan Alat Pelindung Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi mulut dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, serta semua jenis cairan tubuh. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai. Jenis pelindung tubuh yang dipakai tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan. Sarung tangan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko selalu menggunakan sarung tangan steril pada pemeriksaan, terutama saat kontak dengan darah/cairan tubuh pasien. Namun penggunaan sarung tangan saat membersihkan alat kesehatan masih kurang terlaksana dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa 86,36% responden menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat sedangkan 13,64% tidak. Seharusnya pemakaian sarung tangan tidak hanya digunakan saat kontak dengan darah dan cairan tubuh saja karena tujuan pemakaian sarung tangan sendiri untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, dan semua jenis cairan tubuh serta benda yang terkontaminasi. Masker/Pelindung Wajah Pemakaian masker atau pelindung wajah dimaksudkan untuk melindungi selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh lain. Di Puskesmas Tanawangko jumlah ketersediaan masker masih sangat sedikit sehingga penggunaannya juga sangat terbatas sehingga dapat dilihat dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan masker masih belum terlaksana sepenuhnya di mana hanya 54.55% petugas kesehatan yang menggunakan masker saat kontak dengan pasien sedangkan 45,45% tidak menggunakan masker pada saat kontak dengan pasien.

Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Dekontaminasi dan sterilisasi Dari hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko selalu melakukan langkah-langkah dekontaminasi dan sterilisasi sebelum pemakaian ulang alat-alat kesehatan. Dekontaminasi merupakan tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk meminimalkan resiko penularan virus kepada petugas pelayanan kesehatan dan tindakan sterilisasi merupakan proses yang berguna untuk menghilangkan atau membunuh seluruh mikroorganisme dari alat-alal kesehatan. Pencucian alat Pembersihan dengan mencuci alat dapat membantu menghilangkan kotoran yang kasat mata serta semakin menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab infeksi melalui alat kesehatan. Pada pencucian digunakan detergen dan air. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko selalu mencuci alat dengan menggunakan detergen. Pencucian dengan menggunakan detergen lebih baik karena dapat menghilangkan kotoran pada alat-alat kesehatan dengan sempurna. Pengelolaan Benda Tajam Benda tajam sangat beresiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. 1. Jarum suntik Dari penelitian dapat dilihat bahwa (90,91%) responden menutup jarum suntik dengan menggunakan satu tangan sedangkan (9,09%) responden tidak. Kecelakaan yang sering terjadi adalah pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu jika jarum terpaksa ditutup kembali, gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum.

100

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

2. Wadah Penampung Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa (77,27%) responden membuang jarum suntik dan benda tajam lainnya di wadah yang kedap air dan tahan tusukan sedangkan (22,73%) responden tidak. Sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan, maka diperlukan wadah penampungan sementara yang kedap air dan tidak mudah bocor. Hal ini diperlukan agar mencegah terjadinya perlukaan pada pengelolaan selanjutnya. Pengelolaan Limbah Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan menjadi limbah medis dan non medis. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia. Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus. Di Puskesmas Tanawangko sendiri sampah medis dan non medis tidak dikelola secara terpisah sehingga dapat dilihat pada grafik di atas bahwa responden yang tidak membuang sampah medis dan non medis sesuai pada tempatnya berjumlah (77,27%) sedangkan yang membuang sampah pada tempatnya (22,73%).

Pengelolaan alat-alat kesehatan sudah dilaksanakan seluruhnya oleh petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko di antaranya tahapan sterilisasi, dekontaminasi, dan pencucian alat. 4. Pengelolaan jarum suntik dan benda tajam Sebanyak 9,09% dari total responden tidak menutup jarum suntik dengan metode satu tangan. Sebanyak 22,73% responden tidak membuang jarum suntik dan benda tajam lainnya di wadah khusus. 5. Pengelolaan limbah Sebanyak 77,27% dari total responden tidak membuang sampah medis dan non medis sesuai pada tempatnya.

SARAN
Bagi petugas kesehatan di Puskesmas Tanawangko seharusnya wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan pasien dengan lebih menjalankan pelaksanaan kewaspadaan universal serta bertanggung jawab sebagai pelaksana dan perlu melaksanakannnya dalam pekerjaan sehari-hari. Dan bagi pemerintah diharapkan lebih dapat membantu untuk peningkatan sarana dan fasilitas kesehatan yang ada sehingga pelaksanaan kewaspadaan universal dapat terlaksana.

REFERENSI
1. Sholikhah HH, Arifin A. Pelaksanaan Universal Precautions Oleh Perawat Dan Pekerja Kesehatan. Malang, 2005 Putri A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Penerapan Prinsip Kewaspadaan Universal Oleh Perawat Di Instalasi Gawat Darurat RSUP DR.M.DJAMIL [Skripsi]. Padang, 2010 Gruendemann JB, Fernsebner B. Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC. 2006 Imran. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Perawat Tentang Kewaspadaan Universal Di Instalasi Rawat Darurat RS Dr. Wahidin. 2010 Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM. Standart Precautions : Occupational Exposure and Behaviour Of Health Care Workers In Ethiophia. Plos One. 2010 Parsinahingsih HS, Supratman. Gambaran Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewadi. Surakarta, 2008.

2.

KESIMPULAN
1. Mencuci tangan 3. 4. Seluruh petugas kesehatan di Puskesmas sudah melaksanakan tindakan mencuci tangan diantaranya tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan serta menggunakan sabun dan air mengalir dalam pelaksanaannya 2. Penggunaan alat pelindung 5. Sebanyak 45,45% responden tidak menggunakan masker pada saat menangani pasien. Seluruh responden selalu menggunakan sarung tangan steril saat kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien. Sebanyak 13,64% dari total responden tidak menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat kesehatan yang kemungkinan terkontaminasi pathogen penyakit. 3. Pengelolaan alat-alat kesehatan

6.

101

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PEN EL IT IAN

Gambaran Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget


Fergina Stefany Berhitu, Margareth Sapulete, Ronald Ottay, Zwingly Porajow*

Abstract: Universal Precautions is simple effective ways designed to protect healthcare workers and patients from infection of various pathogens. The purpose of this study is to describe the implementation of universal precautions in health centers of Paniki Bawah, Mapanget District of Manado City. This descriptive study has been conducted in October 2012 December 2012 and sampling by using the total population method. The study results showed that all of the respondents wash their hands with soap, 6.67% respondents do not always wash their hands before contact with patients, all of the respondents wash their hands after contact with patients, (100%) of the respondents always wash hands when exposed to blood or body fluids, (3.33%) of respondents did not use sterile gloves when contact with blood or body fluids, (3.33%) of respondents did not use gloves when cleaning medical equipment, (10% ) of respondents did not always wear a mask when treating patients with suspected TB, (100%) of respondents always perform decontamination and sterilization procedures for medical equipment, (100%) of respondents said yes to the container waterproof and resistant to punctures, (100%) respondents always discard needles / sharps in the container, (100%) respondents said there were bins of medical and non-medical (100%) of the respondents dispose of medical waste and nonmedical according to the space provided. Keywords: Universal Precautions Abstrak: Kewaspadaan Universal adalah cara sederhana yang efektif yang dirancang untuk melindungi petugas kesehatan dan pasien dari infeksi dengan berbagai patogen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kewadaspadaan universal di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado. Penelitian deskriptif dilakukan Oktober 2012 Desember 2012 dan pengambilan sampel menggunakan cara Total Populasi. Hasil Penelitian menunjukkan terdapat 100% responden selalu mencuci tangan menggunakan sabun, 6,67% responen tidak selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien, 100% responden selalu mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien, 100% responden selalu mencuci tangan bila terpapar darah atau cairan tubuh, 3,33% responden tidak menggunakan sarung tangan steril saat kontak dengan darah atau cairan tubuh, 3,33% responden tidak menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat-alat kesehatan, 10% responden tidak selalu menggunakan masker saat menangani pasien suspek TB, (100%) responden selalu melakukan langkah langkah dekontaminasi dan sterilisasi alat alat kesehatan, (100%) responden menyatakan iya terhadap wadah kedap air dan tahan terhadap tusukan, (100%) responden selalu membuang jarum suntik/benda tajam di wadah tersebut, (100%) responden menjawab terdapat tempat sampah medis dan non medis, (100%) responden membuang sampah medis dan non medis sesuai pada tempat yang disediakan. Kata Kunci: Kewaspadaan Universal

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

102

PENDAHULUAN
Saat ini banyak terdapat penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit-penyakit menular tersebut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur atau parasit yang penularannya melalui keringat, udara, kotoran, dan media lainnya.1 Untuk menghindari terjadinya infeksi penyakit menular, pekerja kesehatan wajib melindungi diri. Beberapa contoh penyakit menular antara lain Hepatitis, Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), dan Tuberkulosis (TB). Menurut World Health Organization (WHO) diantara 35 juta pekerja kesehatan di seluruh dunia, sekitar 3 juta terpapar patogen setiap tahunnya, 2 juta terpapar Hepatitis B Virus (HBV), 0,9 juta Hepatitis C Virus (HCV), dan 170.000 HIV. Akibat dari ini terjadi 15.000 infeksi HBV, 70.000 infeksi HCV dan 1.000 HIV yang 90% terjadi pada negara berkembang.2 Menurut hasil survei Bachroen mengenai pencegahan infeksi di Puskesmas ditemukan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penularan penyakit pada petugas yang dapat meningkatkan penularan penyakit kepada diri petugas tersebut, pasien yang sedang dilayani, dan masyarakat luas, diantaranya yaitu cuci tangan yang dilakukan tidak benar, tidak tepat penggunaan sarung tangan, penutupan jarum suntik yang tidak aman, pembuangan peralatan tajam yang tidak aman, tidak tepat cara dekontaminasi dan sterilisasi peralatan, dan kebersihan ruangan yang belum memadai. Penatalaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas) sebagai tempat penyembuhan bukan menjadi sumber infeksi.3 Puskesmas sangat dibutuhkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan oleh sebab itu puskesmas menjadi salah satu tempat terjadinya penularan infeksi baik dari pasien yang datang berobat atau dari petugas kesehatan itu sendiri. Puskesmas Paniki Bawah merupakan tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai peluang untuk terjadinya penularan infeksi penyakit menular karena Puskesmas Paniki Bawah merupakan puskesmas rawat inap. Visi puskesmas Paniki Bawah yaitu Kecamatan Mapanget sehat menuju Manado kota sehat model ekowisata. Misi Puskesmas Paniki Bawah yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan meningkatkan derajat kesehatan melalui pemberdayaan dan masyarakat dan stakeholder

terkait. Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kewadaspadaan universal di Puskesmas Paniki Bawah, yaitu pelaksanaan cuci tangan untuk mencegah terjadinya infeksi silang, pemakaiaan alat-alat pelindung seperti masker dan sarung tangan, pengelolaan alat-alat kesehatan bekas pakai, dan pengelolaan benda tajam langkah-langkah dalam pembuangan limbah medis/non medis di Puskesmas Paniki Bawah.

METODE
Desain penelitian ini ialah penelitian deskriptif dengan menggunakan survei. Penelitian dilakukan bulan Oktober 2012 dan berakhir bulan Desember 2012 di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado. Teknik pengambilan data pada penelitian ini menggunakan seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang dibagikan kepada seluruh petugas medis di Puskesmas Paniki Bawah. Pengolahan data dilakukan dan disusun dengan menggunakan sistem tabulasi dan analisa berdasarkan hasil persentase.

HASIL
Penelitian ini dilakukan terhadap kesehatan yaitu sebanyak 30 orang. petugas

Karakteristik Responden
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Berdasarkan dari data tabel 1, dapat dilihat bahwa petugas kesehatan yang tingkat pendidikan SMA/sederajat terdapat 46,67%, petugas kesehatan yang tingkat pendidikan D3 yaitu 30%, petugas kesehatan yang tingkat pendidikan S1 yaitu 20%, petugas kesehatan yang tingkat pendidikan S2 terdapat 3,33 %. Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan SMA/Sederajat D3 S1 S2 Jumlah n 14 9 6 1 30 % 46,67 30 20 3,33 100

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja sebagai tenaga kesehatan Lama Bekerja (tahun) 04 5 10 Jumlah n 13 17 30 % 43,33 56,67 100

103

Berdasarkan data tabel 2, dapat dilihat bahwa petugas kesehatan yang lama bekerjanya 0-4 tahun terdapat 43,33% dan petugas kesehatan yang lama bekerjanya 5-10 tahun terdapat 56,67%.

Pelaksanaan Kewaspadaan Puskesmas Paniki Bawah

Universal

di

Tabel 3 memperlihatkan gambaran pelaksanaan tindakan-tindakan kewaspadaan universal yang dilakukan di Puskesmas Paniki Bawah.

Tabel 3. Pelaksanaan kewaspadaan universal di Puskesmas Paniki Bawah No 1. 2. 3. 4. 5. Tindakan Kewaspadaan Universal Selalu mencuci tangan menggunakan sabun Mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien Mencuci tangan sesudah melakukan kontak dengan pasien Mencuci tangan bila terpapar dengan darah atau cairan tubuh Menggunakan sarung tangan steril pada pemeriksaan yang mengharuskan anda melakukan kontak dengan darah/cairan tubuh pasien Menggunakan sarung tangan pada saat membesihkan alat kesehatan yang kemungkinan terkontaminasi patogen penyebab penyakit Menggunakan masker pada saat menangani pasien suspek tuberkolosis/penyakit lainnya yang penularannya melalui media udara Melakukan langkah-langkah dekontaminasi dan steriliasi sebelum pemakaian ulang alat-alat di puskesmas Menyediakan wadah yang kedap air dan tahan tusukan sebagai tempat pembuangan jarum suntik/benda tajam lainnya Membuang jarum suntik/benda tajan lainnya di wadah tempat pembuangan Menyediakan tempat sampah medis dan non medis membuang sampah medis dan non medis sesuai pada tempatnya yang disediakan n 30 28 30 30 29 % 100 93.33 100 100 96.67

6.

29

96.67

7.

27

90

8. 9. 10. 11. 12. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

30 30 30 30 30

100 100 100 100 100

Seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Paniki Bawah telah melaksanakan universal pada mencuci tangan pada tindakan-tindakan seperti mencuci tangan menggunakan sabun, mencuci tangansebelum kontak dengan pasien, segera mencuci tangan dan bagian tubuh lain apabila terpapar dengan radah atau cairan tubuh pasien, melindungi pasien dengan prinsip sterilisasi, dan mengatur limbah medis dengan baik. Tetapi juga ditemukan bahwa ada petugas kesehatan (6,67%) yang tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien, 3,33% petugas yang tidak memakai sarung tangan saat melakukan kontak dengan darah/ cairan tubuh pasien, dan sebagian kecil petugas (3,33%) tidak selalu menggunakan sarung tangan, serta ada 10% petugas tidak menggunakan masker saat menangani pasien terduga tuberkolosis atau penyakit lainnya yang penularannya melalui media udara.

PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa tingkat pendidikan SMA/Sederajat memiliki presentase paling banyak di antara petugas medis, yaitu 46,67% dan paling sedikit adalah pendidikan S2 yaitu 3,33%. Prinsip dan pelaksanaaan kewaspadaan universal pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada responden diharapkan mampu untuk memahami dan melaksanakannya. Menurut tabel 2, lama bekerja maka dapat dilihat bahwa responden yang lama bekerjanya 0 4 tahun terdapat 43,33% dan yang telah bekerja 5-10 tahun memiliki presentase paling tinggi yaitu 56,67%. Menurut pendapat Yudiastuti semakin dewasa dan berpengalaman dalam menggunakan pengindraan terhadap suatu objek maka perawat yang mempunyai pengetahuan lebih banyak dapat melakukan tindakan lebih baik.16

104

Seluruh responden menjawab terdapat tempat pembuangan limbah medis dan non medis dan didapat seluruh responden selalu membuang limbah medis dan non medis pada tempat yang disediaakan. Tempat sampah medis dan non medis ini penting karena cara pengolahan dari kedua sampah atau limbah ini sangat berbeda yang mana wadah-wadah sampah tersebut biasanya menggunakan kantong plastik berwarna, misalnya

105

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Dari data tabel 3, didapat bahwa 100% responden mencuci tangan menggunakan sabun. Mencuci tangan menggunakan sabun dapat menghilangkan mikroorganisme dari permukaan tangan dengan gesekan mekanis. Oleh karena itu cuci tangan merupakan cara pencegahan infeksi yang penting.3 Untuk pertanyaan mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien terdapat 6,67% responden yang tidak mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien. Hal ini disebabkan karena tempat untuk mencuci tangan terlalu jauh dari ruangan pemeriksaan. Di samping itu ketersediaan air yang berlimpah tidak sebanding dengan jumlah westafel (tempat cuci tangan) yang masih kurang di Puskesmas Paniki Bawah, oleh sebab itu menjadi masalah bagi petugas kesehatan dalam hal mencuci tangan. Mencuci tangan sebelum melakukan kontak dengan pasien, sebelum memakai sarung tangan steril atau yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi (DTT), saat akan melakukan injeksi merupakan hal penting untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi silang yaitu dari petugas kesehatan ke pasien.3 Di Puskesmas Paniki Bawah, 100% respondennya selalu mencuci tangan sesudah melakukan kontak dengan pasien. Prinsip mencuci tangan yaitu kegiatan untuk menghilangkan benda asing/kotoran terutama bekas darah, cairan tubuh atau benda asing lainnya seperti debu, kotoran yang menempel dikulit tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun dengan fungsi pencucian tangan yaitu melindungi diri, petugas kesehatan, dan misi untuk melindungi pasien dari penularan melalui perantara petugas.12 Demikian juga seluruh responden di Puskesmas Paniki Bawah selalu mencuci tangan bila terpapar dengan darah atau cairan tubuh manusia. Mencuci tangan bila terpapar dengan darah atau cairan tubuh harus segara dibersihkan karena darah atau cairan tubuh merupakan patogen penyebaran penyakit menular.3 Berdasarkan data tabel 3, hampir semua responden selalu menggunakan sarung tangan steril pada pemeriksaan yang mengharuskan kontak dengan darah/cairan tubuh pasien dan 3,33% responden tidak menggunakan sarung tangan. Penggunaan sarung tangan harus dilakukan pada tindakan tertentu seperti pemasangan infus, pengambilan sampel darah, dan pengambilan sputum serta tindakan lain yaitu saat sterilisasi dan dekontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien. Sarung tangan yang digunakan tidak boleh berlubang se-

hingga mampu menjadi alat pelindung yang efektif.13 Data tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 96,67% responden dan selalu menggunakan sarung tangan pada saat membersihkan alat kesehatan sedangkan sebagian kecil tidak. Sarung tangan harus selalu ada agar bila di perlukan dapat langsung dipakai. Tidak semua responden selalu menggunakan masker; terdapat 90% responden yang menggunakan masker pada saat menangani pasien suspek tuberculosis atau penyakit lainnya yang penularannya melalui udara. Masker diperlukan untuk melindungi petugas dari infeksi saluran napas maka diwajibkan menggunakan masker sesuai standar. Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi. 6 Di Puskesmas Paniki Bawah 100% respondennya selalu melakukan langkah-langkah dekontaminasi dan sterilisasi. Sterilisasi merupakan cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan dibawah kulit yang secara normal bersifat steril.3 Puskesmas Paniki Bawah terdapat wadah yang kedap air dan tahan tusukan sebagai tempat pembuangan jarum suntik/benda tajam lainnya. Wadah tersebut sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diinginkan yang dapat merugikan pasien ataupun petugas lainnya. Di Puskesmas Paniki Bawah terdapat wadah yang tahan tusukan dan terdapat semua responden membuang jarum suntik atau benda tajam lainnya pada wadah khusus. Pembuanagan jarum suntik atau benda tajam lainnya harus pada wadah khusus untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena menurut penelitian 17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan.3

kuning untuk bahan infeksius, hitam untuk bahan non medis, merah untuk bahan beracun, atau drum yang di cat , atau wadah diberi label yang mudah dibaca, sehingga memudahkan untuk membedakan tempat sampah medis dan non medis.3 Berdasarkan observasi ternyata Puskesmas Paniki Bawah memiliki tempat sampah medis dan non medis baik di halaman Puskesmas maupun di tiap ruangan.

4.

5.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: Dari hasil penelitian ini, masih terdapat petugas kesehatan yang mencuci tangan kurang benar di Puskesmas Paniki Bawah. Masih terdapat petugas kesehatan yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan benar saat menangani pasien dan membersihkan alat kesehatan di Puskesmas Paniki Bawah. Pengelolaan alat kesehatan di Puskesmas Paniki Bawah sudah baik. Pengelolaan jarum suntik/benda tajam di Puskesmas Paniki Bawah sudah baik. Pembuangan limbah medis dan non medis di Puskesmas Paniki Bawah sudah baik.

6.

7. 8. 9. 10.

11. 12. 13.

REFERENSI
1. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Anonim. Penyakit Menular dan Tidak Menular. 2007 diakses melalui: http://www. infopenyakit.com/2007/12/penyakit-menular-dan-tidak menular.html, 10 Februari 2011. pada 23 Oktober 2012. World Health Organization. AIDE-MEMOIRE for a strategy to protect health workers from infection with bloodbrone viruses. Z; 2003. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penatalaksanaan Kewaspadaan Uni-

2. 3.

14.

versal di pelayanan kesehatan. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan Lingkungan. Cetakan III; 2010. Soegianto B. Kebijakan Dasar Puskesmas (Kepmenkes No.128 thn 2004). Diakses melalui http://id.scribd.com/doc/50975349/ program-puskesmas pada 23 Oktober 2012 Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (mengacu pada standard internasional). Edisi Refisi. Indonesia; 2011; p.xvi. Akib KM, Lebang Y, Samudra A, Giriputo S, Setiabudi D, Ariyani A dkk. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Kesiapan menghadapi emerging infectious disease. Cetakan Kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. Tietjen L. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2004. Rohani, Setio H. Panduan praktik keperawatan. Yogyakarta: PT Citra Aji Pratama; 2010. Kozier, Erb, Berman, Snyder. Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC; 2010. Etika E. Tindakan kewaspadaan universal sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi. Fakultas Keperawatan Pajajaran. Bandung. Anonim. Profil Puskesmas Paniki Bawah Kec. Mapanget. Manado. 2010. Departemen Kesehatan dan Kesejehtraan RI. Pedoman Penatalaksaan Infeksi di Tempat Pelayanan Kesehatan. Jakarta. 2001. JHPIEGO. Infektions prevention guidelines for healthcare facilities with limited resources. 2003. Diakses melalui http://www.reproline. jhu.edu. Pada 10 januari 2013 Yudiastuti. Fakta Fakta Yang Berhubungan Dengan Penerapan Teknik Aseptik Dalam Perawatan Luka Post Operasi Di Ruang Bedah RSUD DR. Moewardi. Pustaka Pelajar. 2004.

106

PEN EL IT IAN

Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Ibu Pre Seksio Caesarea di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Inggriet Pawatte, Cicilia Pali, Henri Opod*

Abstract: Anxiety is signal that disenchant themselves to take action overcome the threats. The action sectio caesarean with various complication evoked anxiety. Excessive anxiety can result inhibition seem that the process of labor operating. Availability hospital services that profesional and qualified important to ensure process labor operating rnning smoothly so as to reduce feelings anxiety. Purpose research is find out the different levels anxiety mother pre sectio caesarean in RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. The research usin the analytic method apply plan crossectional. Sampling using consecutive sampling. Taking data done on 12 October-12 December 2012. Instrument used is HARS to measure level anxiety the mothers pre sectio caesarean and questionnare of service quality to service quality in each hospital. The result showed that there are difference mothers pre section caesarean in both hospitals. Based on the results the study suggested that the public better understand the emotional state the mother who will face action caesarean Caesarea, and to provide emotional support to the mother's contribution. For hospitals, to further improve its service quality as expected by patients. Keywords: Level anxiety, Sectio Caesarean, Hospital Abstrak: Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan diri untuk mengambil tindakan mengatasi ancaman. Tindakan Seksio Caesarea dengan berbagai komplikasi menimbulkan kecemasan. Kecemasan yang berlebihan dapat mengakibatkan terhambatnya rencana proses operasi persalinan. Adanya pelayanan rumah sakit yang profesional dan berkualitas penting untuk menjamin proses operasi persalinan berjalan dengan lancar sehingga dapat mengurangi perasaan cemas. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan ibu pre seksio caesarea di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan crossectional. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 12 Oktober-12 Desember 2012. Instrumen yang digunakan adalah HARS untuk mengukur tingkat kecemasan pada ibu pre seksio caesarea dan kuesioner kualitas pelayanan untuk mengukur kualitas pelayanan di masing-masing rumah sakit. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan antara kecemasan pada ibu pre seksio caesarea di kedua rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar masyarakat lebih memahami kondisi emosional ibu yang akan menghadapi tindakan seksio caesarea, serta dapat memberikan konstribusi dukungan emosi bagi ibu. Bagi rumah sakit, agar lebih meningkatkan kualitas pelayanannya sesuai yang diharapkan pasien. Kata Kunci: Tingkat Kecemasan, Seksio Caesarea, Rumah Sakit

Bagian Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, e-mail: inggrietpawatte@gmail.com

107

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PENDAHULUAN
Kecemasan merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan mengatasi ancaman. Menurut Freud dalam teori psikodinamik menyatakan kecemasan sebagai suatu sinyal kepada ego mengambil aksi untuk penurunan cemas. Ketika mekanisme ini berhasil maka kecemasan menurun dan diri dalam rasa aman. Namun bila mekanisme tersebut tidak dapat menurunkan cemas, akan terjadi kecemasan yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gangguan kecemasan, seperti: Histeria, fobia, neurosis, dan obsesif kompulsif.1,2 Cemas menggambarkan keadaan kuatir, kegelisahan, atau reaksi ketakutan dan tidak tentram yang terkadang disertai berbagai keluhan fisik. Kecemasan merupakan stressor yang dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui mekanisme berikut ini: ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System), lalu ke hipotalamus dan hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf otonom. Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu, misalnya: takikardi, nyeri kepala, diare, dan palpitasi.2 Menurut beberapa penelitian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan antara lain: jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.3 Kecemasan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: Trait anxiety dan state anxiety. Trait anxiety adalah kecemasan dasar. Kecemasan dasar terbentuk dari pengalaman-pengalaman di masa lalu dan dari hasil pemikiran individu tentang kecemasan tersebut. Sedangkan State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman. Misalnya mengikuti ujian dan menjalani operasi.4,5 Tindakan operasi seperti seksio caesarea merupakan salah satu bentuk intervensi medis terencana yang biasanya berlangsung lama, dan memerlukan pengendalian pernafasan, sehingga sangat beresiko terhadap keselamatan jiwa seseorang dan dapat membuat pasien dan keluarga cemas.6 Pasien yang akan melahirkan biasanya mengalami masalahmasalah psikologis yang berupa reaksi emosi se-

bagai manifestasi gejala psikologis, sebab tindakan yang akan dilakukan baik pembedahan maupun tindakan pertolongan persalinan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan stress fisiologis maupun psikologis.7 Menurut hasil penelitian dari Makmuri et.al 2007 tentang tingkat kecemasan pre operasi cesar menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat 16 orang (40%) yang memiliki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang (37,5%) dalam kategori ringan, dan 7 orang (17,5%) mengalami kecemasan berat dan hanya 2 orang (5%) yang tidak merasa cemas. Sedangkan penelitian Wardaningsih 2010 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 46 orang (57,5%) memiliki tingat kecemasan kategori sedang, 25 orang (31,2%) dalam kategori ringan, dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang (2,5%).3 Dalam situasi cemas kemampuan seseorang dalam mempersepsikan stimulus yang berasal dari individu akan mengalami penyempitan bahkan terjadi penyimpangan pada tingkat kecemasan panik. Akibat dari kondisi kecemasan berat dan panik, halhal yang harus dilakukan pasien sebelum dilakukan operasi diperesepsikan dengan tidak baik oleh pasien bahkan terjadi penyimpangan. Hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya rencana proses persalinan ataupun proes pemulihan pasca operasi persalinan.6,7 Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.8 RSIA Kasih Ibu merupakan rumah sakit yang terletak di Jl. R. W. Monginsidi No. 1 kompleks Bahu Mall Blok C.23 Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado. Salah satu misi RSIA Kasih Ibu adalah memberikan pelayanan kehamilan, persalinan dan pemeliharaan kesehatan ibu, bayi dan anak secara profesional,terpadu, bermutu dan terjangkau dengan didukung dengan fasilitas yang memadai serta tenaga kesehatan yang handal secara kompetensi. RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou merupakan rumah sakit yang terletak di Jl. Raya Tanawangko yang memiliki salah satu misi memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, bermutu, tepat waktu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

108

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Seperti yang diungkapkan Sarafino kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dirasakan oleh pasien yang dirawat di rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut ada beberapa cara untuk membantu pasien pre seksio caesarea untuk menurunkan kecemasan, melalui pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit seperti menjelaskan prosedur tindakan pembedahan yang akan dilakukan, pelayanan spiritual, dan kenyamanan rumah sakit.3,6 Hal ini didukung oleh penelitian Sustiaty tentang pelayanan rumah sakit yang mempengaruhi kecemasan terbukti dapat menurunkan kecemasan menurunkan tingkat kecemasan.9 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan tingkat kecemasan pada ibu pre seksio caesarea di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menggunakan sumber data primer dengan alat ukur Hamilton Anxiety Rating Scale untuk mengukur tingkat kecemasan ibu pre seksio caesarea dan kuesioner kualitas layanan untuk mengukur kualitas layanan dari kedua rumah sakit. Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu hamil di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel pada penelitian ini yaitu semua ibu hamil yang akan melahirkan dengan tindakan seksio caesarea. Sampel diambil menggunakan teknik consercutive sampling. Hasil diuraikan dalam tabel distribusi frekuensi, dan untuk menentukan hasil analisis perbedaan tingkat kecemasan ibu pre seksio caesarea di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menggunakan uji tindependent melalui software komputer statistik SPSS.

METODE
Jenis penelitian adalah analitik dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data dimulai dari bulan November 2012-Desember 2012 di RSIA Kasih Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan umur
Kasih Ibu Umur Total 17-21 21-40 40-60 0 14 1 15

HASIL
Dari penelitian yang dilakukan di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan hasil sebagai berikut:
Rumah Sakit Kandou % 0 93,3 6,7 100 2 13 0 15 % 13,3 86,7 0 100 2 27 1 30

Jumlah % 6,7 90 3,3 100

Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat responden dangkan kategori umur 17-21 tahun sebanyak 2 terbanyak di kedua rumah sakit dengan kategori orang (6,7%), dan kategori umur 40-60 tahun hanumur 21-40 tahun sebanyak 27 orang (90%), se- ya 1 orang (3,3%). Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Rumah Sakit Kasih Ibu % 0 0 6 40 9 60 15 100 Kandou 5 10 0 15 % 33,3 66,7 0 100 5 16 9 30 Jumlah % 16,7 53,3 30 100

Pendidikan Total

SMP SMA PT

Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan responden dengan tingkat pendidikan SMA di kedua rumah sakit yang paling banyak yaitu 16 orang (53,3%), responden di RSIA Kasih Ibu yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 9 orang (60%) sedangkan di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou

tidak ada, dan responden dengan tingkat pendidikan SMP di RSUP. Prof. Dr. R. D Kandou sebanyak 5 orang (33,3%) sedangkan di RSIA Kasih Ibu tidak ada responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP.

109

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Tabel 3. Tingkat Kecemasan di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Rumah Sakit Kasih Ibu Kandou % % Tidak Cemas Ringan Sedang 13 2 0 15 93,3 6,7 0 100 5 6 4 15 33,3 40 26,7 100 Jumlah 18 8 4 30 % 59,9 26,7 13,4 100

Kecemasan

Total

Dari tabel 3 di atas, RSIA Kasih Ibu terdapat re- Kandou responden yang memiliki tingkat kecemasponden yang memiliki tingkat kecemasan sedang san sedang 4 orang, ringan 6 orang, dan yang tidak tidak ada, ringan hanya 2 orang, dan yang tidak cemas 5 responden. cemas 13 orang. Sedangkan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Tabel 4. Pelayanan di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Rumah Sakit Kasih Ibu Pelayanan Total Kurang Baik 2 13 15 % 13,3 86,7 100 15 0 15 Kandou % 100 0 100 17 13 30 Jumlah % 56,6 43,4 100

Dari tabel di atas, RSIA Kasih Ibu terdapat re- Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan responden sponden yang mendapatkan pelayanan kurang 2 yang mendapatkan pelayanan kurang 15 orang dan responden, dan yang mendapatkan layanan baik yang mendapatkan pelayanan baik tidak ada. sebanyak 13 responden. Sedangkan di RSUP. Prof. Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecemasan di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013 Kasih Ibu Kandou Rata-Rata 7,8 17,3 Simpangan Baku 4,11 2,99 Uji-t -7,217 (p = 0,000)

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji t independen antara tingkat kecemasan pada kedua rumah sakit yang disajikan pada tabel 4.1 diketahui thitung=7,217

dengan signifikansi =0,000 (p< 0,001) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. maka semakin baik pula mereka mengetahui bagaimana mengontrol kecemasan atau mengendalikan emosi dan perasaan.10 Sedangkan pada penelitian Sustiaty dari 37 responden didapatkan responden dengan usia 31-40 tahun memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi daripada responden yang berusia 20-30 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani yang mengatakan bahwa ibuibu yang berumur tiga puluh atau empat puluh tahun memiliki kecemasan yang lebih tinggi. Usia di atas 30 tahun dianggap sebagai fase untuk menghentikan kehamilan, karena usia diatas 30

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan dalam tabel 1 mengenai distribusi responden berdasarkan umur, didapatkan bahwa sebagian besar responden di RSIA Kasih Ibu berada pada kategori umur 21-40 tahun sebanyak 14 orang (93,3%), dan 40-60 tahun 1 orang(6,7%) sedangkan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou pada kategori umur 17-21 tahun sebanyak 2 orang (13,3%), kategori umur 21-40 tahun sebanyak 13 orang (86,7%). Hal ini didukung oleh teori perkembangan Hurlock yang menyatakan bahwa semakin dewasa seseorang

110

tahun merupakan usia rawan hamil dan termasuk kategori kehamilan beresiko tinggi. Hal tersebut dikarenakan tingkat resiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin akan meningkat daripada kehamilan pada usia aman 20-30 tahun.9 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan dimana pada RSIA Kasih Ibu sebagian besar memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 9 orang (60%) dan SMA sebanyak 6 orang (40%) sedangkan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou tingkat pendidikan responden yaitu SMP sebanyak 5 orang (33,3%) dan SMA 10 orang (66,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Astria dkk, yaitu didapatkan ibu dengan pendidikan dasar (SD-SMP) sebanyak 12%, pendidikan menengah (SMA) sebanyak 39,2% dan pendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi) 48,7%. Astria dkk, menyatakan bahwa responden yang berpendidikan dasar dan menengah cenderung lebih banyak mengalami kecemasan daripada ibu yang berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka mereka dapat berfikir secara rasional dan menahan emosi mereka dengan baik sehingga kecemasan mereka pun berkurang.11 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3. mengenai gambaran tingkat kecemasan pada ibu pre seksio sesarea pada kedua rumah sakit tersebut terdapat perbedaan dimana pada RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou didapatkan dari 15 responden yang memiliki tingkat kecemasan dengan kategori ringan sebanyak 40%, kategori sedang sebanyak 26,7% dan tidak merasa cemas sebanyak 33,3% sedangkan di RSIA Kasih Ibu dari 15 responden hanya memiliki tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 6,7% dan sisanya 93,3% tidak merasa cemas. Pada penelitian Makmuri et.al 2007 tentang tingkat kecemasan pre operasi caesar menunjukkan dari 40 orang responden terdapat 40% responden dengan tingkat kecemasan kategori sedang, 37,5% kategori ringan dan hanya 5% responden yang tidak merasa cemas. Sedangkan penelitian Wardaningsih 2010, menunjukkan dari 80 responden terdapat 57,5% memiliki tingkat kecemasan dengan kategori sedang, 31,2% dengan kategori ringan dan hanya 2,5% yang tidak merasa cemas.3 Ibu yang akan bersalin mempunyai emosi berlebihan yang dapat menimbulkan kecemasan.

Tingkat kecemasan orang pun berbeda-beda meskipun menghadapi permasalahan yang sama.12 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4. mengenai gambaran pelayanan rumah sakit didapatkan bahwa semua responden yang akan menghadapi tindakan seksio sesarea di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou menyatakan bahwa mendapatkan pelayanan kurang, sedangkan pada RSIA Kasih Ibu hanya 2 responden yang menyatakan mendapatkan layanan kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Surjandari dan Thamarica yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan rumah sakit sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasaan pasien. Sehingga semakin baik layanan yang diberikan oleh rumah sakit, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasaan pasien.13 Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kecemasan antara responden di RSIA Kasih Ibu dan RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Seksio Sesarea dengan berbagai macam komplikasinya merupakan suatu ancaman bagi orang yang akan menjalani tindakan tersebut. Sejalan dengan hal itu pada Heryanti dan Dara dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melahirkan normal.14 Rumah Sakit sebagai organisasi kesehatan dengan segala fasilitas kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan dan mencapai kesembuhan baik fisik, psikis, maupun sosial. Tujuan kesehatan tidak hanya memulihkan kesehatan pasien secara fisik tetapi sedapat mungkin diupayakan menjaga kondisi emosi dan jasmani pasien menjadi nyaman. Dukungan emosional yang diberikan oleh pelayanan kesehatan menjadi hal yang utama dan penting, hal ini didukung oleh penelitian Sustiaty yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit terhadap kecemasan pada ibu yang akan menghadapi proses persalinan.Dimana semakin baik layanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit maka semakin menurun pula tingkat kecemasan pasien tersebut dan sebaliknya.9

REFERENSI
1. Pieter ZH, Janiwarti B, Saragih M. Deviansi pada perasaan. Dalam: Pengantar psikopatologi untuk Keperawatan. Jilid I Edisi I. Jakarta : KENCANA; 2011. Hal. 189

111

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

2. 3.

4. 5.

6.

7. 8.

Kaplan HI, Sadock JB, Grebb AJ. Gangguan kecemasan. Dalam: Sinopsis psikiatri. Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. Hal 19 Herliana. Hubungan pendidikan kesehatan dengan tingkat kecemasan pasien pre seksio caesarea di ruang bersalin. RS. Zahirah Jakarta Selatan [Skripsi]. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional; 2010. Purboningsih ER. Hubungan antara orientasi locus of control dengan tingkat kecemasan. Jurnal Psikologi. 2004;14(2):38-52 Nurlaila S. Pelatihan efikasi diri untuk menurunkan kecemasan pada siswa-siswi yang akan menghadapi ujian akhir nasional (Serial Online), September 2011; 1(1). Diunduh dari: http://www.ummetro.ac.id. Diakses tanggal 24 Oktober 2012. Ghofur A, Purwoko E. Pengaruh teknik nafas dalam terhadap perubahan tingkat kecemasan pada ibu persalinan kala 1 di pondok bersalin ngudi (Serial Online), Agustus 2009. Diunduh dari: http://skripsistikes.files.wordpress.com 24 Oktober 2012. Stuart G. W, Sundeen. S. J. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC; 1998. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Rumah Sakit Tahun 2009 No 44.

9.

10. 11.

12. 13.

14.

Sustiaty. Hubungan antara kualitas pelayanan dan kecemasan menghadapi proses persalinan pada pasien rumah sakit bersalin di Jakarta (Skiripsi). Jakarta: Universitas Gunadarma; 2012. Marat S, Kartono IL. 2006. Perilaku manusia pengantar singkat tentang psikologi. Bandung; Refika Aditama Astria Y, Nurbaeti I, Rosidati C. Hubungan karakteristik ibu hamil trimester III dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan di poliklinik kebidanan dan kandungan Rumah Sakit X Jakarta. (Serial Online) 2008 Okt-2009 Feb; 10(19): (Hal 40). Diunduh dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id Diakses 24 Oktober 2012. Suryabrata S. Psikologi kepribadian, edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. Suryandari I, Thamarica PB. Analisis kepuasan pasien rawat inap menggunakan metode multivariat dan quality function deployment. JMPK, 2009;12(2):68-73. Heryanti T, Dara. Perbedaan tingkat kecemasan antara ibu bersalin normal dan sectio caessaria di ruang bersalin RSUD 45 Kuningan periode Mei-Juni 2009. Bandung: STIKes Kuningan Garawangi; 2009.

112

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PEN EL IT IAN

Tantangan dan Hambatan Program Pengembangan Kesehatan Olahraga Untuk Lansia di Puskesmas Kota Manado
Asmala Sari1, Gustaaf A. E. Ratag2, Grace.D.Kandou*

Abstract: The increasing problems as well as life expectancy become a problem that needs to be considered along number of elderly is consistently over time. Elderly Health is directed to maintain and improve the health and ability to remain productive; government efforts to organize health sports of elderly in health centers in order to improve the quality of life optimally. Therefore, the purpose of this study to determine how the challenges and obstacles of Eldery Sport Health programe in Community Health Centers of Manado City. This study using qualitative methods while the informants were the head of health centers and the holder of sport health programs incommunity Health Centers of Manado City. Data collection using in-depth interviews and observational methods. This research showed only founded in four community health centers which priority to implement it, while most of others not yet implemented due to some challenging and obstacles. The conclusion in the face of challenges, health centers must prepare trained personnel comply the aspects of quantity (amount) and quality (ability), provision of funds taken from operational health support if all activity must have the fullest, facilities and infrastructure are prepared to support the implementation of sport health programs; face of barriers, community healt center should socialize with the hope of can improve knowledge of the elderly and their families in the health sport benefits, and the cooperation with community organizations in the implementation of sport healt programs can be together. Keywords: Sports Health, Elderly, Community Health Center, Challenges, Obstacles Abstrak: Kesehatan usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif; pemerintah membantu menyelenggarakan upaya kesehatan olahraga usia lanjut di Puskesmas untuk meningkatkan kualitas hidup secara optimal. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tantangan dan hambatan program kesehatan olahraga lansia di Puskesmas Kota Manado. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Para informan adalah kepala Puskesmas dan pemegang program kesehatan olahraga di Puskesmas seluruh Kota Manado. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan metode observasi. Dalam penelitian di temukan empat Puskesmas yang memprioritaskan pelaksanaan Program Kesehatan Olahraga bagi usia lanjut (lansia), tetapi lima puskesmas lainnya belum mengupayakannya karena adanya tantangan dan hambatan. Kesimpulan yang didapat dalam menghadapi tantangan, puskesmas harus mempersiapkan tenaga terlatih yang memenuhi aspek secara kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kemampuan), penyediaan dana diambil dari bantuan operasional kesehatan jika semua kegiatan wajib telah terpenuhi, sarana dan prasarana dipersiapkan untuk menunjang pelaksanaan program kesehatan olahraga; menghadapi hambatan, puskesmas harus melakukan sosialisasi dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan lansia beserta keluarganya dalam manfaat kesehatan olahraga, dan mengadakan kerjasama dengan organisasi masyarakat agar dalam pelaksanaan program kesehatan olahraga dapat dilakukan bersama-sama. Kata Kunci: Kesehatan Olahraga, Lanjut Usia, Puskesmas, Tantangan, Hambatan

Ilmu Kedokteran Komunitas FK Universitas Sam Ratulangi Manado, e-mail: sariasmala@yahoo.co.id

113

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu. Upaya kesehatan olahraga adalah salah satu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani melalui aktivitas fisik atau olahraga.1 Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat 11,3 juta orang atau 8,9 %. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 % dari seeluruh penduduk. Diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta atau 11,4 %. Hal ini menunjukan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu.3 Pertumbuhan penduduk Sulawesi utara pada tahun 1971 sebanyak 1,718,543 jiwa, pada tahun 1980 sebanyak 2,155,384 jiwa, pada tahun 1990 sebanyak 2,478,119 jiwa, pada tahun 1995 sebanyak 2,649,093 jiwa, pada tahun 2000 sebanyak 2,012,098 jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 2,270,596 jiwa.3 Median umur penduduk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010 adalah 29,08 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Sulawesi Utara termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk provinsi sulawesi utara adalah 50,24.4 Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain sedangkan menurut UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun.5 Hasil survey Pembuatan Norma Kesegaran Jasmani pada usia lanjut oleh Depkes RI tahun 2002, sekitar 85% lansia masih memiliki tingkat kesegaran jasmani yang rendah, terutama pada komponen daya tahan kardio respirasi dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan latihan

fisik/olahraga. Oleh karena itu dipandang perlu memberikan petunjuk melakukan latihan fisik yang baik dan benar, agar para usia lanjut masih dapat berdaya guna, berhasil guna, mandiri, tidak menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.6 Usia bertambah tingkat kesegaran jasmani akan menurun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat usia lanjut kemampuan akan turun antara 30-50%. Oleh karena itu, bila para usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan kelompok umurnya, dan kemungkinan adanya penyakit. Olahraga lanjut usia perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif/bertanding.7 Berdasarkan data diatas, olahraga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan usia lanjut, namun belum ada langkah-langkah kongkrit yang dilakukan secara rutin dan terjadwal oleh pihak puskesmas di Kota Manado. Untuk itu peneliti mengambil judul penelitiannya yakni tantangan dan hambatan program pengembangan kesehatan olahraga pada lansia di Puskesmas Kota Manado. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui tentang program kesehatan olahraga pada lansia di Puskesmas Kota Manado, untuk mengetahui hambatan pelaksanaan program kesehatan olahraga untuk lansia di Puskesmas Kota Manado, dan untuk mengetahui tantangan pelaksanaan progam kesehatan olahraga untuk lansia di Puskesmas Kota Manado.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kota Manado dari bulan Oktober 2012 sampai Januari 2013. Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian analisis kualitatif dengan menggunakan metode pengamatan seperti wawancara bertahap dan mendalam. Yang dipilih menjadi informan dalam penelitian ini adalah sembilan Puskesmas di Kota Manado yang masing-masing mewakili setiap kecamatan. Pada Puskesmas yang memiliki kegiatan kesehatan olahraga dan kesehatan lansia, maka yang menjadi informan adalah kepala puskesmas dan pemegang program; sedangkan pada puskesmas yang tidak melaksanakan program tersebut maka hanya kepala puskesmas yang dipilih menjadi informan. Jumlah keseluruhan informan adalah 13 orang.

114

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam kepada informan yang berasal dari sembilan Tabel 1 Puskesmas yang mewakili setiap kecamatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 No informan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kecamatan Bunaken Malalayang Mapanget Sario Singkil Tuminting Tikala Wanea Wenang Jenis kelamin L P L L P P P P P P P P L

puskesmas yang mewakili setiap kecamatan yang ada di Kota Manado. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Puskesmas Bailang Bahu Paniki Bawah Sario Wawonasa Tuminitng Ranomuut Teling Wenang Pendidikan Kedokteran Keperawatan Kedokteran Kedokteran Kedokteran Kesehatan masyarakat Kedokteran Keperawatan Kedokteran Keperawatan Kedokteran Keperawatan Kedokteran Jabatan Kepala puskesmas Pemegang program Kepala puskesmas Kepala puskesmas Kepala puskesmas Kepala puskesmas Kepala Puskesmas Pemegang Program Kepala puskesmas Pemegang program Kepala puskesmas Pemegang program Kepala puskesmas

Tabel 2. Karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, dan jabatan

Tabel 3. Pengamatan Pelaksanaan Program Kesehatan Olahraga Keterangan Puskesmas Program terlaksana Bailang Program tidak terlaksana Bahu Program tidak terlaksana Paniki Bawah Program tidak terlaksana Sario Program tidak terlaksana Wawonasa Program terlaksana Tuminting Program terlaksana Ranomuut Program terlaksana Teling Program tidak terlaksana Wenang baik itu upaya pelaksanaan kesehatan wajib dan upaya pelaksanaan kesehatan pengembangan. Berdasarkan hasil penelitian ada empat puskesmas yaitu Puskesmas Bailang, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Teling, dan Puskesmas Ranomuut yang mengupayakan agar program kesehatan olahraga dapat terlaksana beriringan dengan program kesehatan wajib.

Pelaksanaan Program Kesehatan Olahraga


Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah terdapat di dalamnya upaya pelaksanaan,

115

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Penelitian di Puskesmas Sario, Puskesmas Bahu, Puskesmas Wenang, Puskesmas Paniki Bawah, dan Puskesmas Wawonasa mengungkapkan pendapat yang berbeda. Lima puskesmas ini tidak melaksanakan program kesehatan olahraga alasannya karena upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib telah terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi). Pelaksanaan upaya program kesehatan olahraga juga disesuaikan dengan permasalahan yang menyangkut kasus yang ditemukan di wilayah kerja puskesmas, seperti meningkatnya kasus obesitas, kurang gerak, penyakit tidak menular, dll. Hal ini seperti disampaikan oleh kepala Puskesmas Bahu dan kepala Puskesmas Bailang. Dari hasil penelitian juga di dapatkan bahwa untuk mencapai pelaksanaan yang efektif dan efesien harus melibatkan unsur pemerintahan, dan bekerjasama dengan lintas program, lintas sektor, LSM, organisasi profesi, dunia usaha, serta kemasyarakatan. Hal ini di temukan dalam wawancara yang pelaksanaan kegiatan kesehatan olahraga melibatkan BKOM. Disampaikan oleh kepala Puskesmas Teling yang bekerja sama dengan BKOM dalam pelaksanaan kesehatan olahraga, dan penelitian di Puskesmas Bailang, Puskesmas Paniki Bawah, Puskesmas Tuminting, dan Puskesmas Teling didapatkan bahwa bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama bukan hanya dapat bermanfaat dalam pelaksanaan tetapi juga dalam hal menyebarluaskan informasi tentang pelaksanakan kesehatan olahraga agar informasi tersebut masuk ke bagian-bagian masyarakat. Hal serupa juga dikatakan oleh kepala Puskesmas Tuminting dan kepala Puskesmas Teling. Kesehatan olahraga untuk lansia penting dilaksanakan karena bertujuan dalam peningkatan kesehatan lansia, pencegahan penyakit, dan mengembalian kepercayaan diri pada lansia. Dalam penelitian didapatkan di puskesmas yang telah menjalankan program kesehatan olahraga, bahwa pembinaan dan pelayanan upaya program kesehatan olahraga untuk lansia mempunyai fungsi secara menyeluruh yang pelaksanaannya sudah mencakup dalam kegiatan posyandu lansia. Hal ini disampaikan oleh kepala Puskesmas Bailang, kepala Puskesmas Tuminting, kepala Puskesmas Ranomuut, dan kepala Puskesmas Teling. Posyandu lansia dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan

untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga, selain itu mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lanjut usia. Puskesmas seringkali melaksanakan olahraga untuk lansia dalam kegiatan posyandu lansia selain pemeriksan dan pengobatan, namun ada beberapa puskesmas di Kota Manado yang posyandu lansianya dijalankan tetapi hanya sebatas pemeriksaan dan pengobatan untuk kegiatan tambahan yang khususnya kesehatan olahraga tidak dilaksanakan, hal ini disampaikan oleh kepala Puskesmas Wonasa dan kepala Puskesmas Paniki Bawah. Kegiatan upaya program kesehatan olahraga dilakukan secara menyeluruh meliputi pendekatan promotif diharapkan dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan daya tahan tubuh lansia dengan cara dilakukannya peyuluhan kepada lansia, selain itu pendekatan preventif dengan cara olahraga dalam hal ini senam dan jalan sehat yang diharapkan dapat mencegah timbulnya penyakit atau penyulit akibat kurangnya gerak, rehabilatatif dan kuratif juga diperhatikan. Hal ini disampaikan oleh kepala Puskesmas Bailang, pemegang program di Puskesmas Tuminting, dan pemegang program di Puskesmas Teling. Pendapat yang berbeda ditemukan dalam wawancara dengan kepala Puskesmas Bahu, kepala Puskesmas Paniki Bawah, kepala Puskesmas Sario, kepala Puskesmas Wawonasa, dan kepala Puskesmas Wenang. Mereka mengatakan belum melaksakan kegiataan kesehatan olahraga untuk lansia karena ada beberapa faktor yang menghambat. Tiga puskesmas yang menjalankan program kesehatan olahraga, melaksanakan kegiatannya setiap sebulan sekali, hal ini disampaikan oleh pemegang program di Puskesmas Tuminting, pemegang program di Puskesmas Teling dan pemegang program di Puskesmas Ranomuut. Dalam penelitian didapatkan dari pemegang program di Puskesmas Bailang yang tidak melaksanakan upaya kesehatn olahraga secara lansung, memilih melaksanakannya dengan penyuluhan di setiap kunjungan lansia ke posyandu lansia.

116

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Tantangan dalam Pelaksanaan Kesehatan Olahraga untuk Lansia

Program

Program kesehatan olahraga merupakan program pengembangan di puskesmas dan tidak termasuk dalam program kesehatan wajib, oleh sebab itu dalam pengembangan program ini puskesmas mengahadapi berbagai tantangan. Tenaga Terlatih Berdasarkan penelitian, tantangan dalam mengembangkan program kesehatan olahraga terdapat banyak faktor salah satunya sumber daya manusia. Kebutuhan sumber daya manusia dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek kuantitas maupun aspek kualitas. Kuantitas, menyangkut jumlah staf yang dibutukan puskesmas untuk melaksakan program sesuai dengan jadwal yang disusun di tiap-tiap puskesmas; sedangkan kualitas adalah kemampuan staf puskesmas dalam hal yang menyangkut pelaksanaan program kesehatan olahraga untuk lansia. Untuk memperolah staf puskesmas yang memadai dalam hal kuantitas da kualitas dibutuhkan pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan program yang di pegang. Pelatihan yang dilaksanakan dapat menggembangkan motivasi, insiatif, dan keterampilan staf puskesmas dalam melaksanakan suatu program. Puskesmas di Kota Manado mengupayakan tenaganya (petugas) untuk menjadi tenaga terlatih dengan cara mengikuti pelatihanpelatihan kesehatan olahraga lansia yang terdiri dari senam jantung sehat, senam osteoporosis, senam pernapasan, senam persendiaan, dan senam kebugaran jasmani. Untuk meningkatkan motivasi kerja staf, sistem insentif perlu diterapkan sesuai dengan ketentuan yang disepakati bersama. Sistem kerja yang bersifat integratif dan berkelompok juga dapat dikembangkan di puskesmas untuk tercapainya keberhasilan suatu program. Program kesehatan olahraga untuk lansia ini sudah di rasakan di empat puskesmas yaitu Puskesmas Bailang, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Ranomuut, dan Puskesmas Teling. Di empat puskesmas ini petugasnya yang mengikuti pelatihan telah dapat melaksanakan program kesehatan olahraga. Pelaksanaan program inipun tidak tergantung dari adanya tenaga terlatih atau tidak, ini

dibuktikan pada saat penelitian didapatkan ada puskesmas yang telah memiliki tenaga terlatih namun dalam pelaksanaan program kesehatan olahraga untuk lansia belum terlaksana seperti yang ditemukan di Puskesmas Paniki Bawah, Puskesmas Bahu, dan Puskesmas Sario. Beban kerja atau tugas ganda sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan, beban kerja bukan saja dilihat dari segi fisik semata akan tetapi beban kerja bisa juga berupa beban mental. Beban kerja yang cukup banyak yang diemban oleh pengelola program atau pemegang program membawa akibat yang tidak diinginkan oleh jajaran kesehatan karena dapat mengakibatkan terbengkalainya program upaya kesehatan olahraga. Hal ini juga dikatakan oleh kepala Puskesmas Sario Suatu puskesmas harus melakukan pendekatan pengaturan kerja berdasarkann analisis jabatan disesuaikan tugas dan fungsinya. maka diharapkan beban kerja dapat di dikurangi dengan demikian pencapaian tujuan dapat terealisasi dan ini bisa dijadikan kekuatan internal dalam pengelolaan upaya kesehatan olahraga untuk lansia di puskesmas. Dana Dana juga berperan dalam pelaksanaan kegiataan. Suatu program tanpa adanya penyediaan dana tidak bisa berjalan secara optimal. Dalam penelitian tantangan yang berhubungan dengan dana dialami oleh seluruh puskesmas. Dari hasil penelitian ada lima puskesmas yang tidak mengupayakan penyediaan dana. Dana yang tidak mencukupi ini menjadi alasan terhambat pelaksanaan program kesehatan olahraga untuk lansia, hal ini disampaikan oleh pemegang program di Puskesmas Bailang, kepala Puskesmas Bahu, dan Puskesmas Paniki Bawah. Hal berbeda ditemukan di Puskesmas Bailang, Puskesmas Teling, Puskesmas Tuminting, dan Puskesmas Ranomuut yang menjalankan program kesehatan olahraga , mereka tersedianya dana di ambil dari bantuan operasional kesehatan jika semua kegiatan wajib telah tercukupi, hal ini disampaikan kepala Puskesmas Bailang dan kepala Puskesmas Ranomuut.

117

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah atribut yang dimiliki organisai meliputi bahan dan peralatan penunjang kegiatan kesehatan olahraga. Keberhasilan suatu program terlihat dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, hal ini dapat dilihat pada wawancara yang disampaikan oleh kepala Puskesmas Ranomuut. Terdapat di Puskesmas Ranomuut, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Teling yang telah memiliki sarana yang cukup oleh sebab itu mereka berupanya untuk melaksanakaan kegiataan kesehatan olahraga. Penelitian di Puskesmas Sario didapatkan bahwa di wilayah kerjanya terdapat balai olaharaga yang memiliki sarana dan prasarana yang mencukupi tetapi pelaksanaan kesehatan olahraga tidak dijalankan. Puskesmas Bailang mengupayakan kesehatan olahraga tetapi di wilayah kerjanya tidak terdapat saran dan prasarana untuk menunjang kesehatan olahraga jadi pelaksanaannya hanya dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat.

motivasi lansia. Hal ini ditemukan pada wawancara dengan pemegang program di Puskesmas Ranomuut. Dalam pelaksanaan kegiataan yang menyangkut dengan lansia diketahui bahwa dalam kegiatan bukan saja lansia yang terlibat tetapi keluarga lansia juga penting menjadi motivator kuat bagi para lansia untuk memulihkan rasa kepercayaan diri lansia. Rendahnya Kerjasama Antara Organisasi Masyarakat dengan Puskesmas Pentingnya kerjasama antar organisasi didalam masyarakat dengan puskesmas yang tugasnya bertanggung jawab dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di suatu wilayah kerjanya. Dari hasil penelitian di dapatkan dari kepala Puskesmas Sario dan kepala Puskesmas Paniki Bawah tidak menjalankan program kesehatan olahraga mengungkapkan bahwa kesehatan olahraga untuk lansia di wilayah puskesmas sebenarnya telah ada atau telah terlaksana, tetapi dalam hal ini puskesmas tidak langsung sebagai pelaksana kesehatan olahraga untuk lansia, tetapi kegiatan ini adalah kegiatan milik organisasi masyarakat di wilayah kerja mereka. Perhatian dari Dinas Kesehatan Keterlibatan dinas kesehatan dalam penyelenggaraan upaya program kesehatan olahraga untuk lansia di puskesmas memegang peranan penting dalam pelaksanaannya. Perhatian yang dimaksud dari dinas kesehatan ini adalah menyangkut dana, dan tidak wajibnya pelaporan kegiatan program kesehatan olahraga. Dari hasil informasi yang didapatkan kepala Puskesmas Sario dan kepala Puskesmas Paniki Bawah. Puskesmas yang tidak menjalankan program kesehatan olahraga mengakui bahwa perhatian dari dinas kesehatan tentang program pengembangan di puskesmas masi sangat kurang.

Hambatan Program Kesehatan Olahraga untuk Lansia


Masyarakat Lansia Dari hasil penelitian bahwa faktor dari masyarakat khususnya lansia dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan program kesehatan olahraga karena pelaksaan program kesehatan olahraga untuk lansia tidak lepas dari lansia itu sendiri. Program kesehatan olahraga untuk lansia harus berjalan beriringan. Hal-hal yang dapat menghambat pelaksanaan yang bersumber dari lansia yang mencakup pengetahuan lansia yang rendah, jarak rumah dengan lokasi kegiatan yang jauh atau sulit di jangkau, dan kurangnya dukungan keluarga. Jika tidak ada pemahaman yang baik dari para lansia tentang manfaat kesehatan olahraga maka pelaksanaannya menjadi sulit. Hal ini ditemukan pada wawancara dengan kepala Puskesmas Bailang. Jarak pelaksanaan kegiatan yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau tanpa mengalami rasa lelah karena penurunan kukuatan fisik tubuh, apabila jarak pelaksanaan kegiatan jauh akan menurunkan minat dan

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Hasil Observasi
Hasil observasi didapatkan bahwa tidak semua Puskesmas dalam pelaksanaannya mempunyai data yang lengkap, data dalam hal ini mencakup data perencanaan jadwal, data kegiatan, data hasil kegiatan, maupaun data pelaporan. Ditemukan di

118

Puskesmas Tuminting dan Puskesmas Teling mempunyai data berupa jadwal pelaksanaan. Dari informan didapatkan bahwa Puskesmas ada yang sudah melaksanaan program ini sejak 2005 dan ada juga yang baru melaksanakan pada tahun 2011 tetapi dalam observasi tidak ditemukan adanya data yang menunjukan demikian, informan beralasan ini disebabkan karena program ini tidak dilaporkan setiap pelaksanaannya. Ditemukan di Puskesmas Tuminting, Puskesmas Ranomuut, dan Puskesmas Teling mempunyai absen lansia, tetapi di Puskesmas Bailang absen tidak dimilki karena pelaksanan kesehatan olahraga hanya berupa penyuluhan.

dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan lansia beserta keluarganya dalam manfaat kesehatan olahraga, dan mengadakan kerjasama dengan organisasi masyarakat agar dalam pelaksanaan program kesehatan olahraga dapat dilakukan bersama-sama.

SARAN
Saran ditujukan kepada dinas kesehatan agar dapat lebih mendukung secara penuh program kesehatan olahraga dan Puskesmas di Kota Manado agar lebih mengupayakan dan meningkatkan pelaksanaan program kesehatan olahraga di masing-masing wilayah kerjanya. Kemudian Pelaksanaan sosialisasi dilakukan terus menerus sehingga manfaat kesehatan olahraga dapat diketahui oleh lansia dan peningkatan SDM yang handal, dalam hal ini tenaga terlatih, dana pemenuhan sarana dan prasarana agar pelaksanaan program kesehatan olahraga untuk lansia dapat berjalan dengan baik.

KESIMPULAN
Tantangan dalam pengembangan program kesehatan olahraga untuk lansia di Puskesmas Kota Manado adalah masalah-masalah yang terdapat di masing-masing puskesmas, yang terdiri dari petugas terlatih, dana, sarana dan prasarana. Sedangkan hambatan dalam pengembangan kesehatan olahraga untuk lansia di Puskesmas Kota Manado yaitu masalah-masalah yang bersumber dari luar Puskesmas, yang terdiri dari masyarakat lansia, rendahnya kerjasama antara organisasi masyarakat dengan Puskesmas, dan kurangnya perhatian dari Dinas Kesehatan Kota Manado. Dalam melaksanakan program kesehatan olahraga, dibutuhkan kebijakan operasional dan strategi yang baik dalam hal ini berhubungan dengan kemitraan kerja lintas program, lintas sektor, dunia usaha/swasta, LSM sehingga kegiatan program kesehatan olahraga dapat masuk ke dalam bagianbagian masyarakat. Menghadapi tantangan Puskesmas harus mempersiapkan tenaga terlatih yang memenuhi aspek secara kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kemampuan), penyediaan dana diambil dari bantuan operasional kesehatan jika semua kegiatan wajib telah terpenuhi, sarana dan prasarana dipersiapkan untuk menunjang pelaksanaan program kesehatan olahraga; menghadapi hambatan, puskesmas harus melakukan sosialisasi

REFERENSI
1. Pedoman Upaya Kesehatan Olahraga. Direktorat Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Kesehatan Komunitas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. Pertiwi KR. Posyandu Lansia. Sumber: http://staff.uny.ac.id Badan Pusat Statistik. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi. Sumber: http://www.bps.co.id. Diakses 17/10/2012 Sensus Penduduk. Umur Penduduk Provinsi Sulawesi Utara. Sumber: http://sp2010.bps.go.id. Diakses 17/10/2012 UU no 4 tahun 1965 Tentang Lanjut Usia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Manual Latihan Fisik Untuk Usia Lanjut. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1997. Bandiah S. Lanjut Usia dan Keperawatan Gorontik. Yogjakarta: Penerbit Buku Nuha Medika.2009.

2. 3. 4. 5. 6.

7.

119

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

PEN EL IT IAN

Hubungan PHBS Rumah Tangga dengan Penggunaan Jamban di PPA ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado
Angel C. Goni, Henry. M. F. Palandeng, Dina Rombot, Martin Simanjuntak*

Abstract: Clean and Healthy Behavior is a picture of the family lifes pattern thats always caring and keeping the healthiness of the whole family members. Clean and Healthy Behavior should be applied as early as possible to make a positive behavior of the healths upkeep. The application of CHB in North Sulawesi in 2004 was only around 17,95% and for M inahasa was 16,67%. Those numbers are still far behind the 65% that was targeted in 2010. One of CHBs Indicators is the availability of latrine. Latrine is made for people feces disposal. The latrine usage is purposed to keep the clean and health environment. This research is aimed to discover the relation between the CHB of household and the latrine usage in Children Development Center ID-127 Ranomuut District, Manado City. This research is an analytic research and using cross sectional method. The location is taken in CDC ID-127 Ranomuut District, Manado City with 68 respondents consist of parents of children in ages 3 -5 in CDC. The research that is examined by using chi square test in SPSS program, shows no significant correlation between CHB and latrine usage (p=0,000) and a strong prove to receive the null hypothesis which is no correlation between CHB and latrine usage in CDC ID-127 Ranomuut District, Manado City. Keywords: Clean and Healthy Behaviour of Household, Children Develompment Center ID-127 Abstrak: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diterapkan sedini mungkin agar menjadi kebiasaan positif dalam pemeliharaan kesehatan. Penerapan PHBS di Sulawesi Utara pada tahun 2004 hanya sekitar 17,95% dan untuk Minahsa hanya 16,67% angka tersebut masih jauh dari 65% yang ditargetkan pada tahun 2010.Salah satu indikator PHBS adalah tersedianya jamban. Jamban merupakan suatu bangunan yang dibuat untuk tempat pembuangan kotoran manusia. Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban di PPA ID-127 Kelurahan Ronomuut Kota Manado. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Tempat penelitian di Kelurahan Ranomuut Kota Manado di Pusat Pengembangan Anak ID-127 dengan responden berjumlah 68 orang yang merupakan para orang tua anak usia 3-5 tahun di Pusat Pengembangan Anak. Berdasarkan hasil penelitian yang diuji menggunakan program SPSS dengan uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara PHBS dengan penggunaan jamban yaitu p=0,000 yang menunjukan bukti yang kuat untuk menerima hipotesis nul yaitu tidak ada hubungan antara PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban di PPA ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado. Kata Kunci: PHBS Rumah Tangga Dengan Penggunaan Jamban, PPA ID-127

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

120

PENDAHULUAN
Kebiasaan hidup keluarga Indonesia masih jauh dari sebutan sehat di karenakan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Faktor yang berperan dalam menentukan derajat kesehatan adalah faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan keturunan, tetapi yang paling berperan penting ialah perilaku dan lingkungan.1 Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat di tetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES/SK/X/2004 yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 (PHBS 2010) dalam rangka mencegah timbulnya penyakit, menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, manfaat pelayanan kesehatan, serta mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber masyarakat.2 Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 330 gram, dan menghasilkan air seni 870 gram. Jadi bila penduduk Indonesia dewasa ini 200 juta, maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 juta gram (194.000 ton). Maka bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. 3 Salah satu indikator dari rumah tangga yang berPHBS adalah ketersediaan jamban.4 Setiap anggota rumah tanggga harus menggunakan jamban untuk buang air besar/buang air kecil. Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga linkungan bersih, sehat dan tidak berbau.5 Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk.6 Menurut indeks pembangunan kesehatan masyarakat 2010, rata-rata presentasi PHBS nasional hanya 35,68%.Artinya hanya 35,68% dari total warga Indonesia yang ber-PHBS.Data survei kesehatan nasional tahun 2004 penerapan PHBS di provinsi Sulawesi Utara sekitar 17,95% rumah tangga yang memenuhi standar PHBS, sedangkan di Minahasa

sebesar 16,67% dari 65% yang di targetkan pada tahun 2010.4 Oleh karena ada indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu penggunaan jamban, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan penggunaan jamban di Pusat Pengembangan Anak (PPA) ID-127. Pusat Pengembangan Anak (PPA) ID-127 merupakan suatu program yang difokuskan pada anak-anak dari keluarga menengah kebawah.7 Pusat Pengembangan Anak (PPA) ID-127 terletak di Gereja Getsemani, jalan Maesa 6 no. 126 Kelurahan Ranomut, Kecamatan Tikala Manado. Dengan anggota yang bertempat tinggal radius 3 km di sekitar kantor PPA ID-127. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah apakah ada hubungan PHBS rumah tangga denga penggunaan jamban? Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban.Tujuan khusus adalah: 1). Mengetahui gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga di Pusat Perkembangan Anak (PPA) ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado, 2). Mengetahu gambaran penggunaan jamban di Pusat Perkembangan Anak (PPA) ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado, 3). Mengetahui adakah hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan penggunaan jamban di Pusat Perkembangan Anak (PPA) ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado. Hipotesis H1 yaitu ada hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban dan H0 yaitu tidak ada hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban. Kerangka konsep ini untuk menjelaskan hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban

METODE
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dimana variabel independen adalah PHBS rumah tangga sedangkan variabel dependen adalah penggunaan jamban. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua anak-anak usia 3-5 tahun di Pusat Pengembangan Anak (PPA) ID-127 Kota Manado sebanyak 68 orang tua. Seluruh populasi merupakan sampel dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan kuesioner 10 indikator PHBS dan kuesioner tentang jamban. Variabel bebas pada penelitian ini adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

121

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

yang meliputi sepuluh indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, ASI ekslusif, mempunyai jamban sehat, tidak merokok, melakukan aktifitas fisik, makan buah dan sayuran, menggunakan air bersih, ketersediaan jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan penghuni, dan lantai rumah bukan tanah. Dan variabel terikat adalah penggunaan jamban yang meliputi pertanyaan-pertanyaan menyakut tentang jamban yaitu mempunyai jamban, tempat buang air besar jika tidak memiliki jamban, jenis

jamban, menggunkan jamban keluarga, tipe bangunan jamban, ruangan jamban memadai atau memiliki ventilasi yang cukup, jamban dilengkapi dinding dan atap, jarak lubang penampungan kotoran dengan sumber air lebih dari 10 meter, jamban selalu bersih dan terpelihara, jamban tidak berbau, keadaan lubang penampungan kotoran selalu tertutup, selalu tersedia air yang cukup, dan jamban bebas serangga (lalat, nyamuk dan kecoa) dan tikus.

Gambaran PHBS Sehat I Sehat II Sehat III Sehat IV

Hubungan PHBS rumah tangga dengan Penggunaan jamban

Gambaran Penggunaan jamban Kurang memenuhi syarat Cukup memenuhi syarat Memenuhi syarat

Gambar 1.

Kerangka Konsep Penelitian

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Setelah data yang ada dikumpulkan, selanjutnya data akan diolah melalui tahap sebagai berikut: pemeriksaan kembali (editing), Pengkodean (coding), Proses enteri data (processing), Pembersihan data (cleaning). Kemudian Untuk mengetahui hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan penggunaan jamban, di dapatkan melalui gambaran PHBS dan gambaran penggunaan jamban. Penilaian PHBS dilakukan melalui klasifikasi yaitu : Klasifikasi I: 13 dari 10 indikator PHBS termasuk dalam sehat I, Klasifikasi II: 4-6 dari 10 indikator PHBS termasuk dalam sehat II, Klasifikasi III: 7-9 dari 10 indikator PHBS termasuk dalam sehat III, Klasifikasi IV: sehat III ditambah dengan dana sehat merupakan sehat IV. Untuk mengetahui gambaran tentang penggunaaan jamban di klasifikasi menurut syarat mendirikan jamban yaitu: Klasifikasi I: nilai 1-3 kurang memenuhi syarat, klasifikasi II: nilai 4-7 cukup memenuhi syarat, klasifikasi III: nilai 8-10 sudah memenuhi syarat.

Dari data di atas yaitu data ordinal dengan data ordinal kemudian dianalisis hubungan PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 16.00 dengan uji chi-square. Langkah-langkah dalam pengujian chi-square menggunakan SPSS yaitu klik analyze, descriptive, crosstab. Kemudian masukan variabel independen kedalam kolom rows dan variabel dependen ke column. Setelah itu klik statistics, klik chi square, klik continue, klik cells, lalu klik observed dan rows dan klik continue lalu klik ok. Maka hasil dari uji chi square akan muncul berbentuk output.

HASIL
Gambaran umum tempat penelitian adalah Pusat Pengembangan Anak (PPA) ID-127 terletak di Gereja Getsemani, jalan Maesa 6 no. 126 Kelurahan Ranomuut, Kecamatan Tikala Manado. Dengan anggota yang bertempat tinggal radius 3 km di sekitar kantor PPA ID-127.

122

Karakteristik Jumlah populasi menurut data bulan November tahun 2012 adalah sebanyak 68 orang. Responden yang mengisi kuesioner adalah orang tua dari anak-anak usia 3-5 tahun yang termasuk dalam program PPPA ID-127.

PEMBAHASAN
Dari penelitian gambaran umum didapatkan bahwa yang memenuhi klasifikasi sehat IV yaitu sebesar 9,0%. Sehat IV terpenuhinya sembilan dari sepuluh indikator PHBS ditambah dengan dana sehat. Sehat III yaitu terpenuhinya tujuh sampai Sembilan indikator PHBS dari dapat di dapatkan 77,6%. Sehat II yaitu terpenuhinya empat sampai enam indikator PHBS sebesar 11,9% dan yang terakhir sehat I yaitu terpenuhinya satu sampai tiga indikator PHBS dari penelitian didapat 1,5%. Dan didapatkan hanya 9,0% keluarga yang melakukan sepuluh indikator dalam PHBS rumah tangga atau hanya 9,0% keluarga yang termasuk sehat VI. Hal menunujukan bahwa perolehan tersebut hanya setengah dari apa yang di capai Sulawesi Utara menurut survei kesehatan nasional yaitu 17,95% dan untuk Minahasa sebesar 16,67%.4 PHBS terdiri dari sepuluh indikator yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehata, bayi diberi ASI ekslusif, mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan, ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan penghuni, lantai rumah bukan tanah, tidak merokok, melakukan aktivitas fisik, makan buah dan sayuran setiap hari.8 Untuk Sehat III sebesar 77,6% dimana sehat III ini terpenuhinya tujuh sampai sembilan dari indikator yang ada, sehat II terpenuhinya empat sampai enam indikator, dan sehat I hanya memenuhi satu sampai tiga indikator dari sepuluh indikator. Dari penelitian tentang penggunaan jamban yaitu jamban memiliki ruangan yang memadai atau memiliki penerangan dan ventilasi yang cukup, dilengkapi dengan dinding dan atap, jarak lubang pembuangan kotoran dengan sumber air minum berjarak lebih dari sepuluh meter, jamban bersih dan terpelihara, tidak berbau, lubang penampuangan kotoran dalam keadaan tertutup, tersedia air didalam jamban, keadaan jamban bebas serangga (lalat, kecoa, nyamuk) dan tikus.3 Persentase gambaran umum tentang jamban yaitu dari hasil penelitian didapatkan bahwa 92,6% sudah memiliki jamban yang memenuhi syarat, cukup memenuhi syarat 5,9% dan memiliki jamban yang kurang memenuhi syarat untuk digunakan yaitu sebesar 1,5%. Hal-hal tersebut diperlukan agar jamban rumah tertutup, terlindungi dari pandangan orang lain dan terlindungi dari panas atau hujan. Oleh karena

Gambaran Penilaian PHBS Rumah Tangga


Tabel 1. Gambaran Penilaian PHBS Rumah Tangga Klasifikasi Sehat I Sehat II Sehat III Sehat IV TOTAL Jumlah 1 8 52 6 68 Persentasi (%) 1,5 11,9 77,6 9.0 100

Dari penelitian didapatkan presentase sehat IV hanya 9 yaitu memenuhi 9 indikator ditambah dengan dana sehat, untuk sehat III sebesar 77,6%, sehat II yaitu 11,9% dan sehat I sebesar 1,5%.

Gambaran Penggunaan Jamban


Tabel 2. Gambaran Penggunaan Jamban
Klasifikasi Jumlah Persentasi (%)

Kurang memenuhi syarat Cukup memenuhi syarat Memenuhi syarat TOTAL

1 4 63 68

1,5 5,9 92,6 100

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 92,6% sudah memiliki jamban yang memenuhi syarat, untuk 5,9% sudah cukup memenuhi syarat sedangkan kurang memenuhi syarat untuk digunakan yaitu sebesar 1,5%.

Hubungan PHBS Rumah dengan Penggunaan Jamban

Tangga

Dari data di atas dilakukan pengujian klasifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan syarat mendirikan jamban menggunakan program SPSS dengan uji chi-square dan didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara PHBS dengan penggunaan jamban yaitu p=0,000 yang menunjukan bukti yang kuat untuk menerima hipotesis nul yaitu tidak ada hubungan antara PHBS rumah tangga dengan penggunaan jamban di PPA ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado.

123

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

itu jamban perlu dilengkapi dinding dan atap. Kebersihan jamban juga perlu dipelihara dan diperhatikan. Lantai jamban hendaknya selalu dibersihkan dan tidak ada genangan air dan sebaiknya jamban dalam keadaan tertutup agar tidak menimbulkan bau dan kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. Membersihkan jamban secara teratur sehingga ruangan jamban dalam keadaan bersih dan tidak berbau untuk mencegah penyakit yang di sebabkan oleh tinja manusia dan yang tidak kalah penting yaitu tersedianya air di dalam jamban.3,8 Tersedianya air di jamban merupakan salah satu syarat untuk mendirikan sebuah jamban. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan adanya air di dalam jamban sebagai alat pembersih.3,9 Dari penelitian didapatkan juga bahwa persentase keluarga yang memiliki jamban sebesar 68 responden (100%) hal tersebut menunjukan kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan jamban sebagai tempat pembuangan kotoran sudah baik. Adapun jenis jamban yaitu jamban cemplung dan jamban leher angsa 5. Tetapi walaupun semua responden memiliki jamban tetapi masih ada responden yang tidak selalu menggunakan jamban untuk buang air besar dan air kecil yaitu sebesar 1 responden (1,5%). Dengan bertambahnya penduduk, masalah pembuangan kotoran meningkat. Kotoran manusia merupakan sumber penyebaran penyakit. Sehingga penggunaan jamban sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit yang bersumber dari kotoran manusia.3 Kemudian persentase jenis jamban yang dimiliki responden terbanyak adalah leher angsa sebanyak 60 responden (88,2%) dan untuk jamban cemplung yaitu 8 responden (11,8%). Dan persentase untuk tipe bangunan jamban yang terbanyak yaitu tipe bangunan permanen sebesar 37 responden (52,9%), semipermanen 17 responden (25,0%) dan yang paling sedikit yaitu jamban darurat sebanyak 14 responden 22,1%. Syarat mendirikan jamban yaitu memiliki ruangan jamban yang memadai atau memiliki penerangan dan ventilasi yang cukup, dilenkapi dengan dinding dan atap, jarak lubang penampunagn kotoran dengan sumber air minum berjarak lebih dari 10 meter, jamban rumah bersih dan terpelihara, jamban tidak berbau, keadaan lubang tempat pembu-

angan kotoran tertutup, ketersediaan air di jamban, bebas dari serangga (kecoak, nyamuk dan lalat) 3,5 Syarat yang pertama yaitu memiliki ruang yang memadai atau memiliki penerangan dan ventilasi dari penelitian didapatkan sebanyak 63 responden (92,6%) yang memenuhi persayartan tersebut dan 5 responden (7,4) tidak memenuhi persyaratan tersbut. Untuk jamban dilengkapi dengan dinding dan atap sebanyak 67 responden (98,5%) tetapi masih ada juga respoden yang jambannya tidak memiliki dinding dan atap yaitu 1,5 %. Hal ini diperlukan agar jamban rumah tertutup, terlindungi dari pandangan orang lain dan terlindungi dari panas atau hujan. Oleh karena itu jamban perlu dilengkapi dinding dan atap.3,9 Dari penelitian juga didapatkan jarak lubang penampuan kotoran dengan sumber air minum berjarak lebih dari 10 meter yaitu sebanyak 68 responden (100%). Dari hasil tersebut terlihat bahwa kesadaran akan lingkungan yang sudah baik. Dimana jika jarak lubang penampungan kotoran lebih dari 10 meter maka tidak akan mencemari sumber air minum.3 Pada penelitian didapatkan bahwa responden yang mempunyai jamban bersih dan terpelihara dan tidak berbau yaitu 65 responden (95,6%) . Tetapi masih ada juga respoden yang memiliki jamban tidak bersih dan terpelihara dan berbau yaitu 3 responden (4,4%). Dari hasil penelitian didapatkan juga bahwa keadaan jamban lubang penampungan kotoran tertutup yaitu 61 responden (89,7%). Sedangkan yang tidak tertutup yaitu 7 responden (10,3%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada tabel 4.20 diatas bahwa presentase keadaan jamban bebas serangga (lalat,nyamuk,kecoa) dan tikus yaitu 40 responden (58,8%) dan untuk keadaan jamban terdapat serangga (lalat,nyamuk,kecoa) dan tikus sebanyak 28 responden (39,7%). Kebersihan jamban perlu dipelihara dan diperhatikan. Lantai jamban hendaknya selalu dibersihkan dan tidak ada genangan air dan sebaiknya jamban dalam keadaan tertutup agar tidak menimbulkan bau dan kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.Membersihkan jamban secara teratur sehingga ruangan jamban dalam keadaan bersih dan tidak berbau untuk

124

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

mencegah penyakit yang di sebabkan oleh tinja manusia.3,9 Syarat jamban yang tidak kalah penting yaitu tersedianya air didalam jamban. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa persentase ketersediaan air dijamban yaitu sebanyak 66 responden (97,1%). Tetapi masih ada juga responden yang tidak tersedia air di jambannya yaitu sebanyak 2 responden (2,9%). Tersedianya air di jamban merupakan salah satu syarat untuk mendirikan sebuah jamban. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan adanya air di dalam jamban sebagai alat pembersih.3,10 Dari penelitian tentang penggunaan jamban maka persentase gambaran umum tentang jamban yaitu dari hasil penelitian didapatkan bahwa 92,6% sudah memiliki jamban yang memenuhi syarat, cukup memenuhi syarat 5,9% dan memiliki jamban yang kurang memenuhi syarat untuk digunakan yaitu sebesar 1,5%. Dari data di atas dilakukan pengujian klasifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan syarat mendirikan jamban menggunakan program SPSS dengan uji chi-square dan didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan penggunaan jamban yaitu p=0,000 yang menunjukan bukti yang kuat untuk menerima hipotesis nul yaitu tidak ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan penggunaan jamban di PPA ID-127 Kelurahan Ranomuut Kota Manado. Pada hasil penelitian tersebut menunjukan walaupun dalam program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) memiliki indikator yaitu ketersediaan jamban hal tersebut tidak berhubungan dengan penggunaan jamban atau pada penelitian ini jumlah sampel yang sedikit sehingga apa yang di dapatkan dalam penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan penggunaan jamban.

hubung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan penggunaan jamban yaitu tidak ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan penggunaan jamban (p=0,000) yang menunjukkan bahwa hipotesi null yang diterima. Sesuai dengan penelitian ini, peneliti menyarankan agar pemerintah diharapkan lebih menggalakan lagi promosi kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kemasyarakat, selain itu perlu adanya penyediaan dan pemerataan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKM) untuk meningkatakan akses dan mutu pelayanan kesehatan agar mencapai derajat kesehatan yang optimal, serta perlu perhatian dari pemerintah dan dinas kesehatan tentang bantuan fisik berupa jamban sehat umum dan sarana kesehatan lingkungan lainnya, dan kepada pihak PPA agar dari pencapain yang sudah terpenuhi dapat lebih ditingkatkan lagi dengan mempromosikan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan penggunaan jamban dan juga masukan kepada pihak PPA agar dapat menilai PHBS dan penggunaan jamban pada seluruh kelompok usia di PPA ID-127

DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo Y. 2010. Strata Perilaku Hidup Bersihdan Sehat (PHBS) Serta Fungsi Biologis keluarga di desa Tombabri Kidul Kecamatan Kembar Mei-Juni 2010. Mandala Journal of Health. Vol 4: Hal 124-130 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2009 Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 159-165 World Health Organization (WHO) 2009. Acute Respiratory Infaction.di akses di http://www.WHO.int/vaccin_research/disease /ari/en/index.html Diakses tanggal 1 Oktober 2012 Proverawati, Atikah, Rahmawati, Eni. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika. Hal 75-78 Adisasmito, Wiku. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Hal 15 dan 207 Child Survival Program. Diakses di http://www.compassion.com/child-survivalprogram.htm; Diakses pada tangga 28 Desember 2012

2.

3. 4.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari penelitian ini didapatkan bahwa gambaran PHBS yaitu sehat 1 sebesar 1,5%, sehat 2 sebesar 11.9%, sehat 3 sebesar 77,6%, dan sehat 4 sebesar 9,0%, untuk gambaran tentang jamban didapatkan kurang memenuhi syarat sebesar 1,5%, cukup memenuhi syarat 5,9% dan sudah memenuhi syarat sebesar 92,6% dan hasil analisis tentang 6.

7.

125

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

8.

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Makasar : Subdinas Promosi dan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan 9. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2009. Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara 2008.Manado 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Survey Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Jakarta : Promosi Kesehatan Republik Indonesia.

126

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

You might also like