You are on page 1of 14

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 161

TRANSPARANSI ANGGARAN SEKTOR KESEHATAN DAERAH

FERY TRIATMOJO
Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung
Email; fery@unila.ac.id

ABSTRACT
The focus of this article is the level of public transparency in public sector budgeting,
particularly in the health sector in Bandar Lampung. Another aspect studied is how the value
of transparency that later influence on public participation. The method used is descriptive
qualitative approach. Sources of secondary data obtained by way of reference studies, the
study documents the planning, budgeting, and the rule of law relating to the main existing
problems. Platform processing, data analysis, making instruments and criteria of measurement
of transparency in the processing steps is the Law No. 14/2008 concerning Freedom of
Information. The results showed that Nevertheless simplicity openness and accessibility of
information and budget documents were still not good. There is no clear mechanism for
obtaining the document. This could bring unfavorable influence on the quality and
effectiveness of budgetary participation and tends to cause distortion or inefficiency in the
budget. Lack of openness and accessibility of budget information documents a low budget
implications as barriers to public participation in the budgeting process that continues to
change shape and model the relationship among stakeholders in the process of participatory
budgeting.
Keywords: Transparency, Public Participation, the local health sector Budgeting.

PENDAHULUAN
Permasalahan pokok yang menjadi
kajian utama riset adalah transparansi
anggaran dalam sektor kesehatan di
daerah, yakni di Kota Bandar Lampung.
tinggi
atau
rendahnya
tingkat
transparansi anggaran akan ditinjau
melalui
terpenuhinya
faktor
ketersediaan dokumen, aksesibilitas dan
ketercukupan informasi dokumen pada
tiap-tiap rangkaian siklus anggaran.
Seluruh
tahapan
siklus
anggaran
diharapkan tidak akan luput dari
pembahasan riset ini, peneliti akan
berusaha menggambarkan bagaimana
dokumen-dokumen
anggaran
pada
masing-masing tahap siklus anggaran,
yakni tahap perencanaan, pelaksanaan
hingga pertanggungjawaban, secara
komprehensif dapat dibahas dan dikaji
keberadaannya. Aspek lain yang dikaji
adalah bagaimana nilai transparansi itu
kemudian
berpengaruh
terhadap

ADMINISTRATIO

partisipasi publik. Lalu, mengapa


peneliti
merasa
tertarik
untuk
membahas tema transparansi anggaran
kesehatan di Bandar Lampung, adalah
karena berbagai argumentasi dan kondisi
faktual
yang
peneliti
fahami
sebagaimana tergambar pada paparan
latar belakang masalah riset, yang tentu
saja salah satu argumentasi yang
diyakini peneliti adalah keberadaan
transparansi mutlak dibutuhkan dalam
proses pengelolaan anggaran kesehatan
di daerah. Peneliti meyakini bahwa
penguatan Transparansi bagi pemenuhan
hak setiap orang untuk memperoleh
informasi
juga
relevan
untuk
meningkatkan
kualitas
pelibatan/partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaran
pemerintahan
dan
kebijakan publik pada sektor anggaran.
Keterbukaan/Transparansi
mutlak
diperlukan sebagai stimulan untuk
merangsang hadirnya masukan dan

ISSN : 2087-0825

162 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

partisipasi masyarakat sebagai dasar


dalam menyusun kebijakan publik.
Selama
ini
permasalahan
yang
ditemukan adalah bukan karena kualitas
dan kuantitas partisipasi masyarakat
rendah tetapi justru terletak pada
praktek-praktek
pemerintah
yang
mengabaikan
usulan
masyarakat.
Berkaitan dengan ini Mahmuddin Muslim
(2001) mengutip hasil survey Public
Integity Index menemukan bahwa
permasalahan
kita
bukan
pada
rendahnya kualitas dan kuantitas tingkat
partisipasi masyarakat, tetapi terletak
pada ketertutupan mekanisme politik
bagi keterlibatan warga negara dalam
menuntut
akuntabilitas
dan
keterbukaan. Hambatan utama dalam
mengupayakan pemerintah yang terbuka
dan akuntabel justru terletak pada
institusi-institusi
&
peraturan
perundangan yang cenderung memiliki
kepentingan sendiri yang berbeda
dengan kepentingan publik dan praktek
pemerintahan yang tidak peka terhadap
desakan kepentingan publik. Kondisi ini
dapat mendorong praktek terjadinya
korupsi dalam sebuah mekanisme yang
saling melindungi dan sampai saat ini
tidak dapat disentuh oleh tuntutan
keterbukaan dan akuntabilitas.
Sektor kesehatan seringkali menjadi
salah satu lini terdepan ukuran kinerja
pemerintah daerah dalam era otonomi
daerah. Sektor ini bersifat strategis dan
mencakup hajat hidup masyarakat
banyak, pada kenyataannya selama ini
bahwa anggaran yang dialokasikan untuk
sektor ini mempunyai dampak yang
bersifat
langsung
terhadap
kesejahteraan masyarakat. Transparansi
menjadi
elemen
penting
dalam
penyelenggaraan
dan
pengelolaan
anggaran pada sektor tersebut.
Terdapat
kecenderungan
bahwa
sektor kesehatan belum mendapatkan
perhatian dari pemda, karena ternyata
gambaran APBD per Kapita untuk
Kesehatan
tidak
mencerminkan
kemampuan daerah. Pemkot Bandar
Lampung hanya menganggarkan dana
untuk sub-sektor kesehatan kurang dari
1,0% dari total belanja APBD. Laporan

ADMINISTRATIO

Studi
Maarif
Institute
(2008)
menyebutkan bahwa beberapa dampak
dari minimnya anggaran kesehatan
diantaranya adalah adanya layanan
Askeskin yang diskriminatif. Birokrasinya
yang rumit dan berbelit baik di
kelurahan maupun di rumah sakit masih
menjadi
persoalan
layanan
yang
dirasakan oleh kebanyakan pemegang
kartu Askeskin. Problem layanan yang
dirasakan yaitu pelayanan
tidak
memuaskan, tidak ramah, obat sering
tidak tersedia dan warga miskin harus
membeli obat sendiri di apotik,
Kalaupun ada obatnya tidak variatif
selain itu masih dikenakan biaya
adminstrasi.
Hasil studi Simon dan Alamsyah
(2009), Dominasi elit lewat keterlibatan
para pejabat struktural dan tokoh
masyarakat juga menjadi salah satu
permasalahan penganggaran di Bandar
Lampung. Hal yang terjadi karena belum
adanya
penyelengara
untuk
menggerakan saluran/media aspirasi
secara menyeluruh secara efektif.
Penggerakan yang dilakukan nampak
masih bersifat terbatas dan kontekstual.
Jika dilihat secara menyeluruh, bersifat
terbatas tersebut maksudnya adalah
upaya-upaya yang dilakukan oleh
penyelenggara
partisipasi
hanya
dilakukan dalam tataran lingkup isu yang
terbatas dan dalam wilayah yang juga
terbatas. Dikatakan terbatas karena
aspirasi yang terkumpul sebagai input
bagi
penyelenggara
belum
tentu
memiliki tempat dalam bentuk jadi
kebijakan. Pemerintah kota Bandar
Lampung
juga
masih
melihat
transparansi sebagai kondisi normatif
karena memang belum ditempatkan
secara strategis. Transparansi masih
dicurigai sebagai kondisi yang dapat
menciptakan kerentanan dan berpotensi
memberikan efek yang memiliki banyak
kemungkinan
bagi
kelembagaan
birokrasi. Persoalan karakter birokrasi
yang resisten terhadap perubahan dan
ingin
mempertahankan
semangat
elitisnya menjadi faktor internal yang
menghambat terjadinya penyerapan
gagasan transparansi tersebut secara
implementatif.
ISSN : 2087-0825

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 163


Akhirnya,
berdasarkan
paparan
tersebut
peneliti
tertarik
untuk
mengkaji secara seksama pertanyaanpertanyaan penelitian berikut ini: 1).
Bagaimana
Tingkat
Transparansi
Anggaran Kesehatan di Kota Bandar
Lampung ditinjau dari ketersediaan,
aksesibilitas dan kecukupan informasi
dokumen anggaran kesehatan anggaran
kesehatan? Dan; 2). Bagaimana implikasi
tingkat transparansi terhadap partisipasi
publik pada proses penganggaran
kesehatan di Kota Bandar Lampung?.
Penelitian ini secara umum bertujuan
untuk
mengetahui
perwujudan
transparansi publik pada penganggaran
kesehatan di Kota Bandar Lampung.
Tujuan umum tersebut dapat dirinci
menjadi beberapa tujuan khusus sebagai
berikut: 1). Menelaah ketersediaan dan
aksisibilitas
dokumen
anggaran
kesehatan daerah bagi masyarakat serta
kecukupan dan kejelasan informasi
dokumen anggaran daerah, khusunya
anggaran kesehatan; 2). Mengetahui
partisipasi
public
dalam
proses
penganggaran daerah sebagai implikasi
transparansi
proses
penganggaran
sektor kesehatan di Kota Bandar
Lampung.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif
yang
bertujuan

menggambarkan
perwujudan
transparansi anggaran sektor publik,
khususnya
anggaran
kesehatan.
Sedangkan pendekatan Penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan
penelitian
kualitatif
dipergunakan dalam penelitian ini
dikarenakan dengan penelitian kualitatif
akan lebih menekankan pada proses
pencarian makna dan pengungkapan
makna dibalik fenomena yang muncul
dalam penelitian, dengan tujuan agar
masalah yang akan dikaji lebih bersifat
komprehensif, mendalam, alamiah dan
apa adanya serta tanpa banyak campur
tangan dari peneliti terhadapat topik
yang diteliti.
Dalam
penelitian
ini,
dengan
berdasar pada definisi konseptual dan
alur pikir yang telah dibuat, maka fokus
penelitian adalah tingkat transparansi
publik dalam penganggaran sektor
publik, khususnya pada sektor kesehatan
di Kota Bandar Lampung. Perwujudan
transparansi anggaran sektor kesehatan
akan
ditelusuri
melalui
analisa
komprehensif terhadap berbagai data
anggaran kesehatan terkait dengan
faktor ketersedian dan aksesibilitas
dokumen serta faktor kejelasan dan
kecukupan informasi anggaran. Adapun
dokumen anggaran yang akan menjadi
fokus penelitian ini adalah sebagaimana
table berikut ini;

Tabel Dokumen Sumber Informasi Anggaran


A

Tahap Perencanaan Pembangunan


Daerah

1
2
3

RPJMD
RKPD
Renja SKPD Kesehatan

Penyusunan dan Pembahasan


Anggaran

1
2
3

KUA & PPAS


RKA-SKPD Kesehatan
RAPBD

Penetapan dan Pelaksanaan APBD

1
2

Perda tentang APBD


Perkada tentang Penjabaran APBD

ADMINISTRATIO

ISSN : 2087-0825

164 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

3
4
5
D

Dokumen Laporan
Pertanggungjawaban APBD

Laporan Semester 1 Keuangan


Pemda
Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah
Hasil Audit BPK
Informasi LPPD

2
3
4

ADMINISTRATIO

Perda APBD Perubahan


Perkada Penjabaran Perubahan
APBD
DPA SKPD Kesehatan

ISSN : 2087-0825

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 165

Sumber data utama penelitian


berupa data sekunder dan data primer.
Data sekunder merupakan data yang
didapatkan
dengan
jalan
kajian
referensi, studi dokumen perencanaan,
penganggaran, dan aturan hukum yang
berkaitan dengan pokok permasalahan
yang ada. Sedangkan sumber data
primer
diperoleh
dengan
cara
penelitian langsung di lapangan lewat
wawancara langsung dan Focus Group
Discussion (FGD) dengan pihak-pihak
yang terlibat dalam perencanaan
penganggaran
daerah.
Bermanfaat
sebagai sumber verifikasi, jikalau tidak
ada
dokumen
pendukung
dalam
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
penelitian.
Data primer berasal dari sumber
yang asli dan dikumpulkan secara
khusus untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Untuk memperoleh data
tentang
transparansi
anggaran,
dilakukan
wawancara
dengan
narasumber (informan) yang relevan
serta berkompeten sesuai dengan
materi penelitian. Informan adalah
sumber data primer yang mampu
memberikan
data/informasi
yang
sebenar-benarnya tentang diri orang
lain atau lingkungannya. Adapun
informan/ nara sumber yang dianggap
memiliki informasi yang relevan,
memadai dan akurat serta memiliki
pemahaman
mendalam
terkait
pelaksanaan
program
diantaranya
adalah; Panitia Anggaran DPRD Kota
Bandar Lampung; Badan Perencaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota
Bandar Lampung; Bagian Keuangan
Sekretariat Kota Bandar Lampung;
SKPD/Dinas
Kesehatan;
Elemen
Masyarakat (LSM,Akademisi,kelompok
masyarakat/Organisasi Masyarakat).
Pada pengumpulan data, peneliti
akan
melakukan
pengisian
atas
instrumen standar ukuran transparansi
anggaran. Setiap pengisian butir
pertanyaan harus dapat diverifikasi
atau merujuk kepada dokumen yang
dapat dipertanggungjawabkan, dan
manakala dokumen ini tidak ada, maka
peneliti harus mendapat verifikasi dari

informan kunci (key informan) melalui


wawancara mendalam dan atau melalui
FGD
dengan
para
pemangku
kepentingan.
Konsep
pengukuran
indeks seperti ini bukan merupakan
suatu hal yang baru sama sekali, IBP
misalnya telah melakukan terlebih
dahulu.
Hanya
berbeda
dengan
pengukuran indeks lain yang umumnya
dilakukan dengan mengandalkan pada
persepsi
pemangku
kepentingan,
kekuatan dari pengukuran terletak
pada upayanya dalam membentuk
indeks secara obyektif faktual melalui
dukungan
verifikasi
dokumen,
wawancara mendalam dan FGD.
Informasi proporsi anggaran terhadap
program promosi, preventif dan kuratif
serta beberapa komposisi anggaran
kesehatan lainnya dikumpulkan dengan
melakukan telaah terhadap dokumen.
Landasan pembuatan instrument
dan kriteria pengukuran transparansi
pada tahap pengolahan ini adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik
dan
referensi
dari
International
Monetary Funds yang merelease Code
of
Good
Practices
on
Fiscal
Transparency dan Open Budget Index
(OBI)
yang
direlease
oleh
IBP
(International Budget Partnership).
Dalam konteks ini, standar ukuran
mengacu pada standar ukuran OBI yang
telah disesuaikan dengan konteks
daerah termasuk kerangka hukum yang
mengatur perencanaan penganggaran
daerah. Dengan menggunakan undangundang ini, Peneliti membuat skala
pengukuran dan pengujian proses
pengumpulan data, yakni terkait
dengan tingkat keterbukaan dan
ketersediaan
informasi
anggaran
kesehatan. Teknik tabulasi dan skoring
dipergunakan peneliti untuk mengolah
data yang hendak dikuantitatifkan.
Untuk kebutuhan pengolahan data,
dipergunakan
metode
perhitungan
statistik sederahana, yakni terkait
dengan
pembobotan
terhadap
instrument pengumpulan data. Setiap
jawaban dari instrumen akan diberikan
pembobotan secara proporsional, baru
kemudian dilakukan proporsi rata-rata

166 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

sebelum pada akhirnya data dianalisa.


Standar minimal indeks transparansi
yang dipergunakan dalam riset ini
sebesar 6,00 (60%) dari skala 0 10,00.
Semakin besar nilai, semakin baik
tingkat transparansinya. Tabel nilai
interval kelas kriteria transparansi
adalah sebagai berikut;
Tabel 1 Kriteria dan Nilai Interval
No

Interval kelas

Kriteria

Lebih dari 80%

Sangat Baik

61% - 80%

Baik

41% - 60%

Cukup Baik

21% 40 %

Kurang Baik

Kurang dari
20%

Tidak Baik/Buruk

Dalam penelitian ini langkahlangkah analisis data dilakukan dengan


menggunakan
model
interaktif.
Menurut Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2003:91) dikemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan
secara
interaktif
dan
berlangsung
secara
terus-menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas tersebut terdiri dari
data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
HASIL
Tingkat
Transparansi
Kesehatan

Anggaran

Berdasarkan hasil analisa dan


telaah pada pembahasan-pembahasan
yang telah dilakukan untuk melihat
tingkat
transparansi
anggaran
kesehatan
ditinjau
dari
faktor
ketersediaan dan aksesibilitas serta
kecukupan/kejelasan
informasi
anggaran.
Tingkat
transparansi
anggaran kesehatan diperoleh dengan
cara mengakumulasi nilai atau skor
tingkat transparansi pada setiap
tahap/siklus penganggaran kesehatan
di Bandar Lampung. Dalam bentuk

tabel, tingkat transparansi anggaran


kesehatan adalah sebagai berikut;

Tabel Tingkat Transparansi Anggaran


Kesehatan

Sumber; Data Primer, 2010.


Tabel tersebut menjelaskan
bahwa tingkat transparansi anggaran
kesehatan Kota Bandar Lampung jika
ditinjau dari faktor ketersediaan dan
aksesibilitas serta kecukupan/kejelasan
informasi anggaran adalah sebesar
65,1%. Angka persentase tersebut bisa
dimaknai bahwa informasi yang dimuat
pada dokumen anggaran kesehatan
kota Bandar Lampung sudah informatif,
artinya anggaran kesehatan akan bisa
langsung difahami oleh masyarakat
terkait besaran anggaran, tujuan,
alasan,
kinerja
dan
penggunaan
anggaran. Namun demikian, dari segi
ketersediaan dan aksesibilitas informasi
anggaran,
kondisinya
masih
minim/kurang baik. Seluruh informasi
anggaran kesehatan masih berstatus
dapat
diakses/diperoleh
dengan
permintaan dengan waktu pemenuhan
permintaan informasi dokumen yang
lama, yakni diatas 10 hari kerja.
Artinya, untuk bisa memperoleh atau
mengakses informasi tentang anggaran
daerah khusunya anggaran kesehatan,
masyarakat harus memintanya terlebih
dahulu
kepada
instansi
publik/pengelola
anggaran
dengan
waktu yang relatif lama. Faktor ini
tentu saja akan mengurangi kualitas
informasi yang diperoleh, karena
ketidak-tepatan
waktu
pengguna/pemanfaatan informasi.

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 167


Ditemukan juga fakta bahwa
kemudahan mendapatkan dokumen
tergantung
kepada
siapa
surat
permohonan
tersebut
ditujukan.
Pejabat di daerah keberatan dengan
surat permohonan yang ditujukan
kepada mereka sebagai pihak yang
dapat
memberikan
akses
informasi/dokumen.
Mereka
menganggap permohonan itu ditujukan
langsung kepada kepala dinas atau
sekretaris daerah dengan alasan mereka
tidak
punya
kewenangan
untuk
membuka akses dokumen kepada
penulis. Sementara itu, di beberapa
pemerintah
daerah
yang
diteliti
meminta izin penulisan terlebih dahulu
untuk mendapatkan akses dokumen
tersebut. Tidak ada mekanisme yang
jelas untuk memperoleh dokumen
tersebut. Kondisi ini menunjukkan
bahwa keterbukaan akses informasi
dokumen
perencanaan
dan
penganggaran tidak dibangun secara
sistematis
untuk
kepentingan
masyarakat secara luas. Dokumen
anggaran yang umumnya sulit diakses
adalah
dokumen
yang
memiliki
pengaruh penting dalam penganggaran
daerah dan aparatnya, dokumen yang
menunjukan detail pagu anggaran, serta
dokumen yang menunjukan realisasi
anggaran.
Jika
secara
umum
telah
diketahui bahwa hampir keseluruhan
dokumen anggaran yang strategis dan
penting bagi penyebaran informasi
publik tersebut baru dapat diakses jika
ada permintaan, maka bagaimana
upaya-upaya yang biasanya dilakukan
masyarakat untuk memperolehnya.
Menurut penuturan salah satu anggota
Dewan Kota Bandar Lampung, Hantoni
Hasan menyatakan bahwa banyak dari
masyarakat yang membutuhkan data
atau
informasi
terkait
anggaran
langsung mendatangi DPRD melalui
beberapa anggota dewan yang mereka
kenal. Sebagian besar kalangan yang
melakukan hal ini adalah LSM,
mahasiswa dan akademisi serta media
massa. Cara ini biasa mereka lakukan
karena merasa lebih dekat dan mudah
memperoleh data atau informasi yang

dibutuhkan tanpa terkendala aturan


dan kekakuan birokrasi eksekutif.
Hubungan senioritas, keluarga, kolega,
almamater dan adanya kepentingan
tertentu seringkali menjadi latar
belakang masyarakat yang menempuh
upaya melalui anggota dewan. Hal
tersebut menunjukkan kepada kita
bahwa tanpa sekali tidak adanya
mekanisme dan aturan yang jelas bagi
publik dalam akses informasi dan
dokumen anggaran.
Lemahnya mekanisme alur akses
dan penyediaan informasi dan dokumen
anggaran pada birokrasi eksekutif
maupun legislatif bagi pemenuhan
kebutuhan
transparansi
anggaran
ternyata tidak dijawab pemerintah
daerah melalui pemberdayaan portal
situs website yang dimiliki pemerintah
Kota Bandar Lampung. Pemerintah kota
maupun
Dinas
kesehatan
tidak
berupaya memuat berbagai informasi
tentang
anggaran
pada
website
tersebut. Berdasarkan penelusuran
penulis, pada menu website khusunya
fasilitas download, tidak ditemukan
dokumen-dokumen anggaran daerah
maupun anggaran kesehatan. Padahal
media ini sesungguhnya cukup efektif
dan efisien untuk digunakan sebagai
upaya membuka akses publik terhadap
informasi
anggaran.
Selain
itu,
pemerintah Kota Bandar Lampung,
khususnya
Dinas
Kesehatan
juga
semestinya berinisiatif untuk segera
menunjukkan
pejabat
pengelola
informasi dan dokumen pada tingkat
Dinas dan membentuk komisi informasi
publik pada tingkat kota sebagaimana
amanat Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik.
PEMBAHASAN
Relasi Transparansi Anggaran dan
Partisipasi Publik
Kerangka
regulasi
menjamin
masyarakat
untuk
atau
berhak
memberikan masukan secara lisan atau
tulisan dalam pembahasan rancangan
peraturan
perundang-undangan
termasuk Peraturan Daerah mengenai
APBD. Permendagri No. 13/2006 juga
mengisyaratkan
perlunya

168 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

mensosialisasikan
Ranperda
APBD
beserta lampirannya. Demikian juga
dengan
UU
No
32/2004
yang
menyatakan
masyarakat
berhak
memberikan masukan secara tertulis dan
lisan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah. Mengingat RAPBD diajukan
dalam bentuk Ranperda, maka sudah
sepatutnya
Pemda
atau
DPRD
melakukan konsultasi publik pada saat
pembahasan anggaran.
Pemerintah daerah lebih cenderung
membuka akses partisipasi hanya pada
proses perencanaan tetapi tidak pada
proses
penganggaran.
wahana
partisipasi
masyarakat
umumnya
disediakan oleh pemerintah daerah pada
saat penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan seperti RPJMD, RKPD,
Renstra SKPD maupun Renja SKPD.
Namun, pada saat penyusunan dokumen
anggaran,
wahana
keterlibatan
masyarakat cenderung tidak disediakan
seperti pada saat penyusunan KUA
PPAS,
RAPBD
dan
Raperda
Pertanggungjawaban.
Tahap perencanaan adalah tahapan
ketika masyarakat disediakan wahana
partisipasi melalui musrenbang di
tingkat desa/kelurahan. Sementara di
musrenbang kecamatan dan kabupaten
serta Forum SKPD, wahana partisipasi
disediakan
dengan
mekanisme
representasi/
keterwakilan.
Tahap
pertanggungjawaban dan pembahasan
merupakan tahapan yang memiliki
kinerja partisipasi terendah. Pada tahap
pertanggungjawaban proses pelibatan
masyarakat sangatlah tertutup karena
tahap ini banyak diasumsikan sebagai
arena pertanggungjawaban eksekutif
kepada legislatif sehingga ruang publik
hampir tidak ada. Ruang publik di tahap
ini hanya disediakan melalui mekanisme
penyusunan
ILPPD.
Sayangnya
pemerintah Kota Bandar Lampung justru
tidak membuat dokumen tersebut. Di
sisi lain, hampir tidak ada inisiatif
pemerintah
daerah
untuk
mengembangkan
mekanisme
pertanggungjawaban
dengan
melibatkan masyarakat secara langsung
tanpa
melalui
perwakilan
DPRD
mengingat kepala daerah dipilih oleh

rakyat secara langsung. Pada tahap


pembahasan, partisipasi publik rendah
karena pemerintah daerah yang tidak
melibatkan masyarakat dalam proses
penetapan APBD. Proses ini masih
dianggap ruang antara eksekutif dan
legislatif. Masyarakat akan dilibatkan
ketika
APBD
ditetapkan
melalui
kegiatan sosialisasi APBD. Sayangnya
daerah
tidak
mengembangkan
konsultasi publik atas dokumen RAPBD
sebelum ditetapkan menjadi APBD.
Padahal, kegiatan tersebut merupakan
ruang di mana masyarakat bisa
memberikan masukan sebelum APBD
ditetapkan.
Dalam hal penyediaan wahana
partisipasi,
penyusunan
dokumen
perencanaan SKPD oleh pemerintah
daerah seringkali dilakukan tanpa
mengumumkan kepada masyarakat.
Artinya, meskipun pemerintah daerah
telah menyediakan wahana bagi
masyarakat untuk berpartisipasi namun
seringkali
dalam
pelaksanaannya
masyarakat tidak diundang dalam
kegiatan
tersebut
karena
tidak
diumumkan kepada publik. Kegiatan
penyusunan Renja dan Renstra SKPD
Kesehatan, merupakan kegiatan yang
tidak diumumkan kepada masyarakat
luas. SKPD Kesehatan menganggap
bahwa
partisipasi
dan
aspirasi
masyarakat sudah diakomodir pada saat
musyarawah pembangunan di tingkat
kecamatan dan kelurahan. Peserta yang
dilibatkan dalam kegiatan tersebut
umumnya hanya eksekutif, legislatif
dan perguruan tinggi. Padahal untuk
mempertemukan
kepentingan
masyarakat atas layanan kesehatan
perlu ada konsultasi publik antara SKPD
Kesehatan
dengan
masyarakat.
Sementara itu, kegiatan penyusunan
RPJMD dan RKPD merupakan kegiatan
yang paling sering diumumkan kepada
masyarakat, meskipun masih terbatas.
Keterwakilan dari kelompok masyarakat
sektoral, LSM, media massa dan
perguruan tinggi banyak diundang
dalam penyusunan dokumen tersebut.
Sepertinya
pemerintah
daerah
menyediakan wahana partisipasi dalam
penyusunan kedua dokumen ini karena

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 169


hal itu secara tegas dimandatkan oleh
UU No. 25/2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
untuk melakukan musrenbang dalam
penyusunannya.
Sebenarnya
pemerintah
Kota
Bandar
Lampung
telah
memiliki
regulasi
daerah
yang
menjamin
partisipasi warga dalam Perencanaan
Pembangunan Daerah. Segala bentuk
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
pembangunan
dan
penganggaran telah diatur sedemikian
rupa dalam Peraturan Daerah Kota
Bandar Lampung Nomor: 13 Tahun 2002
Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah (APBD) Kota Bandar
Lampung. Namun demikian, sosialisasi
peraturan daerah ini mengalami nasib
yang sama dengan kebijakan pemda
lainnya.
Permasalahan
lemahnya
transparansi informasi dan kebijakan
juga
dialami
oleh
perda
yang
sebenarnya
sangat
strategis
ini.
Masyarakat luas tidak mengetahui
keberadaan perda partisipasi ini, sama
halnya dengan informasi tentang
sebagian perda lainnya.
Dinamika partisipasi publik dalam
penganggaran kesehatan daerah
Secara
kuantitatif,
proses
partisipatif masyarakat dalam proses
penganggaran memang jauh lebih
sering
dilakukan.
Masyarakat
diinformasikan dan dikonsultasikan
tetapi umumnya masih tidak terlibat
dalam
pengambilan
keputusan
strategis. Jika dikategorikan dalam
tingkatan partisipasi, tingkat partisipasi
masyarakat dalam proses penganggaran
tergolong pada partisipasi sedang.
Masyarakat
berpartisipasi
dalam
serangkaian
dialog
penyusunan
perencanaan pembangunan di Bandar
Lamung. Sebagian hasil dari dialog
tersebut
diakomodasikan
dalam
dokumen rencana yang dibuat oleh
pemda Bandar Lampung . namun,
partisipasi masih terbatas pada tokoh
masyarakat, sebagian LSM, dan para
pengamat, terutama dari kalangan
perguruan tinggi.

Dinamika partisipasi masyarakat


dalam proses penganggaran kesehatan
di daerah menunjukkan pada kondisi
dinamis dan fluktuatif, berbanding
lurus dengan tingkat transparansi
anggaran. Partisipasi masyarakat cukup
baik
pada
tahap
perencanaan
pembangunan dan anggaran. Partisipasi
masyarakat relatif rendah, terutama
pada
tahap
pembahasan
dan
pertanggungjawaban anggaran. Pada
tahap perencanaan anggaran pemda
menyediakan
wahana
partisipasi,
walaupun
relatif
rendah
untuk
perencanaan kesehatan, seperti dalam
penyusunan Rencana Strategis (Renstra)
dan Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD). Pada tahap
pembahasan anggaran, penyusunan
Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas
dan Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS)
dan
Rancangan
Anggaran
Pemerintah Daerah (RAPBD), di eksekutif
dan legislatif. Kondisi ini lebih buruk
lagi pada tahap pertanggungjawaban,
pemerintah daerah Bandar Lampung
menyediakan
wahana
partisipasi
sebelum menetapkan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD). Dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa
masalah yang terkait dengan partisipasi
publik dalam penganggaran di Kota
Bandar
Lampung;1)
Kapasitas
masyarakat
yang
betul-betul
mengemukakan kepentingan bersama
masing kurang. Dengan kata lain,
masyarakat yang terlibat dalam proses
partisipasi tidak secara otomatis bisa
menunjuk
apa
yang
baik
bagi
komunitasnya; 2). Kualitas partisipasi
masih harus diperbaiki antara lain
dengan
menjamin
keterlibatan
kelompok perempuan dan kelompok
marjinal
lainnya
dalam
proses
penganggaran.; 3). Legitimasi dan
keterwakilan
kelompok
kerap
dipertanyakan karena masih bias elite.
Partisipasi masyarakat menjadi semu
karena
dianggap
belum
merepresentasikan kepentingan warga.
Hal ini sekaligus menunjukkan belum
adanya konsolidasi dan komunikasi
antarsektor dalam masyarakat; 4).
Kurangnya dukungan informasi akurat,

170 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

terstruktur, mudah dipahami oleh


masyarakat dan siap pakai dalam
proses pengambilan keputusan maupun
pengawasan program.
Implikasi
Transparansi
terhadap
Partisipasi Publik
Baik
buruknya
transparansi
anggaran yang terlihat dari ada atau
tidak adanya keterbukaan informasi,
ketersediaan
dan
aksesisibilitas
dokumen maupun informasi anggaran
tentu
akan
berdampak
langsung
terhadap
keberadaan
partisipasi
masyarakat
dalam
proses
penganggaran.
Dalam
kasus
transparansi anggaran kesehatan Kota
Bandar Lampung, telah diuraikan
bahwa faktor ketersediaan dokumen
anggaran dan kejelasan/kecukupan
informasi anggaran memang sudah
baik,
namun
faktor
aksesibilitas
dokumen dan informasi anggaran bagi
masyarakat kurang memadai. Kondisi
tersebut
tentu
sedikit
banyak
berhubungan
atau
mempengaruhi
kualitas dan keberadaan partisipasi
publik. Diyakini oleh penulis bahwa
kondisi
tersebut
telah
menjadi
hambatan bagi proses partisipasi
publik.
Setidaknya
terdapat
3
hambatan dalam partisipasi publik pada
proses penganggaran karena kurang
baiknya transparansi anggaran; a). Sulit
mendapatkan informasi tentang rapatrapat terbuka yang bisa diikuti oleh
masyarakat
secara
luas.
b).
Ketidakjelasan kriteria yang diambil
pemerintah daerah dalam memilih
perwakilan elemen masyarakat yang
layak
diundang
untuk
mengikuti
pertemuan.
c).Sulit
mengakses
dokumen publik dan sulit mendapatkan
dokumen perundangan-undangan yang
terkait dengan anggaran dan hak-hak
bidang kesehatan serta tentang peran
serta masyarakat.
Hambatan-hambatan dalam proses
partisipasi publik pada penganggaran
kemudian dimungkinkan berlanjut pada
karakter dan model hubungan antar
stakeholder penganggaran dalam proses
partisipasi
anggaran.
Hambatan
transparansi pada satu sisi dan

tuntutan
atau
kesadaran
dalam
berpartisipasi
menjadikan
masingmasing
elemen
akan
melakukan
redistribusi dan revitalisasi peran dan
fungsi dalam proses partisipasi. Bentuk
implikatif
dari
keterpengaruhan
transparansi
terhadap
partisipasi
diantaranya adalah ;
Pesimistis dalam proses partisipasi
anggaran.
Memang pada dasarnya proses
partisipasi sudah berlangsung dalam
penganggaran. Pemerintah daerah Kota
Bandar Lampung sudah memberikan
ruang bagi elemen masyarakat untuk
turut terlibat dalam proses penyusunan
maupun pengawasan anggaran. Namun
yang lebih penting lagi adalah sejauh
mana keterlibatan masyarakat sebagai
civil society dalam perumusan hingga
pelaksanaan
anggaran
telah
memberikan dampak yang signifikan
terhadap perubahan dan kualitas
penganggaran. Umumnya mereka yang
mewakili civil society dalam tim-tim
perumus kebijakan atau anggaran
maupun tim konsultasi publik merasa
bahwa keterlibatan mereka tidak
banyak berpengaruh untuk membentuk
kebijakan menjadi lebih demokratis,
menjadikan anggaran semakin efektif
dan efisien. Sangat terlihat bahwa
pemerintah
daerah
masih
menempatkan partisipasi masih pada
tataran proses, bukan isi/subtantif.
Penguatan peran mediasi dan inisiasi
media massa lokal pada proses
penganggaran daerah.
Dalam konteks relasi masyarakat
sipil, media massa berada posisi atau
fungsi kontrol sosial dengan peran opini
medianya.
Kondisi
melemahnya
transparansi anggaran kesehatan di
daerah tentu saja tidak luput dari
pengamatan media massa. boleh jadi
media massa akan terus menerus
menjadikan isu tersebut sebagai materi
pemberitaan,
namun
bisa
juga
sebaliknya. Dalam kasus transparansi
anggaran di Kota Bandar Lampung,
perhatian media ternyata beragam.
Masyarakat akan menjadikan media
lokal yang memiliki frekuensi tinggi

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 171


dalam pemberitaan isu tranparansi
sebagai pijakan dalam mengakses
informasi dan berpartisipasi. Ketika
masyarakat merasa bahwa akses
informasi mereka terhadap kebijakan
dan anggaran terhalangi oleh rumitnya
prosedur
dan
mekanisme
untuk
memperoleh data akibat ketertutupan
birokrasi daerah, maka kemudian
mereka akan beralih pada mediasi
informasi yang disediakan oleh media
massa. Kemampuan reportase dan
investigasi yang dimiliki media massa,
dipandang oleh masyarakat mampu
untuk memenuhi kebutuhan mereka
akan informasi anggaran sebagai bagian
dari proses partisipasi dan pengawasan.

(disingkat Forum RW). Keanggotaan


forum terdiri dari berbagai elemen
masyarakat sipil dan agama yang
berada di Bandar Lampung seperti; NU,
Muhammadiyah, Nahdiyatunnisa, IMM,
HMI, IPM, Pemuda Muhammdiyah,
Jaringan Radio Komunitas, Jaringan
Perempuan Pesisir, dan sebagainya.
Program advokasi dan kajian yang
mereka fokuskan diantaranya adalah
isu gizi buruk dan busung lapar,
pemberdayaan
posyandu,
inisiasi
peraturan tentang pelayanan publik
dan keterbukaan informasi di Kota
Bandar Lampung.

Menguatnya Fungsi advokasi dan kajian


kelompok-kelompok masyarakat sipil
di daerah dalam siklus penganggaran
kesehatan.
Dalam kasus transparansi anggaran
kesehatan di Kota Bandar Lampung,
Penguatan fungsi advokasi dan kajian
sebagai
implikasi
dari
kurang
terbukanya
informasi
dan
akses
dokumen
anggaran
nampak
dari
semakin banyaknya forum warga atau
kelompok-kelompok
pertemuan
masyarakat dan berbagai forum kajian,
diskusi, seminar yang diinisiasi oleh LSM
lokal. Pada tahun ini, setidaknya
terdapat 3 LSM yang secara intensif
terlibat advokasi dan kajian kebijakan
dan anggaran kesehatan di Bandar
Lampung. Mereka adalah LSM Damar
(sebuah LSM yang bergerak dalam
bidang studi dan kajian pemberdayaan
perempuan), Pusat Studi Kebijakan
Publik (Pussbik) dan Maarif Institute
Bandar Lampung. Damar dan Pussbik
bekerjasama secara reguler dalam
mengadakan diskusi, seminar dan
pertemuan-pertemuan antar kelompok
masyarakat sipil terkait dengan politik
anggaran kesehatan dan kebijakan
penanggulangan gizi buruk dan busung
lapar. Sedangkan Maarif Institute
Bandar
Lampung
menginisasi
pembentukan forum warga yang terdiri
dari elemen masyarakat sipil, agama,
dan pelajar. Kelompok warga ini
bernama
Forum
Rebug
Warga

KESIMPULAN
Ketersediaan
dokumen
penganggaran daerah pada sektor
kesehatan di Kota Bandar Lampung
sudah cukup memadai, dalam arti
pemerintah daerah memang telah
membuat berbagai dokumen dan
informasi anggaran daerah, khusunya
kesehatan.
Namun
demikian
keterbukaan
dan
kemudahaan
aksesibilitas informasi dan dokumen
anggaran masih kurang baik. Dokumen
anggaran yang umumnya sulit diakses
adalah
dokumen
yang
memiliki
pengaruh penting dalam penganggaran
daerah dan aparatnya, dokumen yang
menunjukan detail pagu anggaran, serta
dokumen yang menunjukan realisasi
anggaran..
Kurangnya transparansi anggaran
kesehatan,
khusunya
dalam
hal
kemudahan mengakses informasi dan
dokumen anggaran kesehatan dapat
membawa pengaruh yang kurang baik
pada kualitas partisipasi dan efektifitas
anggaran
serta
cenderung
bisa
menimbulkan penyimpangan ataupun
inefisiensi anggaran kesehatan di
Bandar
Lampung.
Kurangnya
keterbukaan informasi anggaran dan
aksesibilitas dokumen anggaran yang
rendah berimplikasi sebagai hambatan
dalam proses partisipasi publik pada
penganggaran yang berlanjut pada
perubahan bentuk dan model hubungan
antar stakeholder penganggaran dalam

172 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

proses partisipasi anggaran. Sehingga,


sangat dirasakan perlu agar pemerintah
daerah dalam hal ini melakukan
langkah-langkah evaluatif diantaranya;
Pertama, Perlunya upaya perbaikan
dalam segi kemudahan aksesibilitas
dokumen
anggaran
dan
ketersediaannya. Salah satu langkah
yang bisa dilakukan adalah melalui
optimalisasi
pengelolaan
website
Pemerintah Daerah maupun SKPD
setempat dan program kerjasama
dengan perguruan tinggi, maupun civil
society setempat.
Kedua;
Untuk
menjamin
keterbukaan akses informasi publik
bagi masyarakat, perlu segera dibentuk
Komisi Informasi Publik di tingkat kota
dan ditetapkannya pejabat pengelola
informasi dan dokumen di SKPD
Kesehatan,
sebagaimana
amanat
Undang-Undang Nomor 14/2008. dan,
ketiga; Evalusi sinergis antara legislatif
dan eksekutif terhadap wahana-wahana
partisipasi publik pada penganggaran
dan regulasi daerah terkait partisipasi
anggaran. Selain itu, perlu pula
didorong
terbentuknya
berbagai
partnership antara pemerintah daerah
dan komponen civil society melalui
desain dan program partisipatif dan
inovatif dengan berlandaskan rasa
saling percaya dan memahami.

DAFTAR PUSTAKA
Basjir, Wahyu W. 2006. Keindahan yang
menipu
Partisipasi
dalam
Penganggaran Daerah di Indonesia.
Idea & Partnership. Yogyakarta.
Bastian,
Indra.
2008.
Kesehatan.
Penerbit
Jakarta.

Akuntansi
Erlangga.

Chalid, Pheni. 2005. Keuangan Daerah,


Investasi
dan
Desentralisasi.
Tantangan
dan
Hambatan.
Kemitraan. Jakarta.
Direktorat
Kesehatan
dan
Gizi
Masyarakat
Deputi
Bidang
Sumberdaya
Manusia
dan
Kebudayaan.
2008.
Pembiayaan
Pembangunan
Kesehatan
Di
Kabupaten/Kota
Dalam
Era
Desentralisasi. Jakarta
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2007.
analisis kebijakan. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Harmana, Tisa & Wiku B. Adisasmito
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pembiayaan
Kesehatan
Daerah
Bersumber Anggaran Pendapatan
Dan
Belanja
Daerah.
Jurnal
manajemen pelayanan kesehatan
Volume 09 no. 03 September l 2006
Halaman
134

145.
Pusat
Manajemen Pelayanan Kesehatan,
Fakultas Kedokteran, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hasanbasri,
Mubasysyir.
2009.
Merumuskan
sistem
kesehatan
daerah. Program kebijakan dan
menajamen pelayanan kesehatan,
fakultas
kedokteran.
UGM.
Yogyakarta.
Hertanto, dkk. 2009. Local Budget
Study I di Kota Bandar Lampung.
Laporan Hasil Riset. Maarif Institute
Kota Bandar Lampung.
Kumorotomo,
Wahyudi.
2008.
Desentralisasi Fiskal, Politik dan
perubahan kebijakan 1974-2004.
Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.

Fery Triatmojo; Transparansi Anggaran Sektor Kesehatan Daerah 173


Wahyudi, Kumorotomo dan Subandono
AM.
1994.
Sistem
Informasi
Manajemen
dalam
OrganisasiOrganisasi Publik. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Lele,
Gabriel.
2004.
Formulasi
kebijakan
sebagai
Permainan
Bahasa:
sebuah
pendekatan
Postmodern. Dalam Purwo Santoso
dkk (ed). Menembus Ortodoksi
kajian Kebijakan Publik. FISIPOL
UGM. Yogyakarta.
Mahmuddin Muslim. (2006). Menanti
APBD
berbasis
Partisipasi
Masyarakat, Makalah Disampaikan
pada Training APBD. Bukittinggi.
Departemen Keuangan RI.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi
Publik. Andi. Yogyakarta

Sektor

Moleong,
L.J.
2000.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.Remaja
Rosdakarya. Bandung
Muninjaya, AA Gde. 2004. Manajemen
Kesehatan.
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Mustafa, Ruli Alqodri. Transparansi
Kebijakan Publik. Diakses melalui
http://www.majalahteras.com/2008
/08/transparansi-kebijakan-publik/
Triatmojo, Fery & Aryanto Yusuf. 2010.
Laporan Penelitian Local Budget
Study II di Kota Bandar Lampung.
Maarif
Institute
Kota
Bandar
Lampung.
Parsons, Wayne. 2008. Public Policy:
Pengantar Teori & Praktek Analisis
Kebijakan. Kencana. Jakarta..
Pemda Kota Bandar Lampung. 2000.
Profil Kota Bandar Lampung. Bagian
Humas Pemda.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis
dalam Studi Kebijakan Publik;
Perubahan dan Inovasi Kebijakan
Publik
dan
Ruang
Partisipasi
Masyarakat dalam Proses kebijakan
Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Rondinelli, D.A. 1981. Government
Decentralization in Comparative
Theory and Practice in Developing

Countries. International review of


administrative sciences 47(2): 133145
Rondinelli, D.A. 1983. Decentralization
in Developing Countries (Staf
Working
Paper).
World
Bank,
Washington, D.C.
Siagian, Albiner. 2002. Paradigma Baru
Pembangunan Kesehatan (Suatu
Kajian Kesiapan Daerah Menghadapi
Desentralisasi Pembangunan
Kesehatan Menuju Indonesia Sehat
2010). Makalah. IPB Bandung.
Sirajuddin dkk, 2006, Hak Rakyat
Mengontrol
Negara,
Malang
Corruption Watch dan YAPPIKA.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung. PT. Alfabeta
Suharyanto, Hadriyanus (2005), Konsep
Anggaran Kinerja, dalam Wahyudi
Komorotomo
dan
Erwan
Agus
Purwanto
(editor),
Anggaran
Berbasis
Kinerja;
Konsep
dan
Aplikasinya, Yogyakarta: MAP UGM.
Tagela, U. 2001. Seputar Otonomi
Daerah. Makalah disampaikan dalam
Seminar dan Pertemuan kedua
Penerima Beasiswa UBCHEA, 13-15
Oktober 2001 di Salatiga.
Taufik AR, M, Defi Nopita, Joko
Sustanto (eds). Citizen Charter;
Reposisi Peran Warga dalam Proses
Pembangunan
Daerah.
The
EKSYEZET. Bandung
The World Bank. 2008. Berinvestasi
dalam Sektor Kesehatan Indonesia:
Tantangan dan Peluang untuk
Pengeluaran Publik di Masa Depan.
Jakarta
Toyamah, Nina & Syaikhu Usman. 2002.
Dampak Desentralisasi dan Otonomi
Daerah atas Kinerja Pelayanan
Publik; Kasus Kota Bandar Lampung
Propinsi
Lampung.
Lembaga
Penelitian SMERU. Jakarta.
Toyamah, Nina & Syaikhu Usman. 2004.
Alokasi Anggaran Pendidikan di Era
Otonomi
Daerah:
Implikasinya
terhadap Pengelolaan Pelayanan

174 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, JuliDesember 2010

Pendidikan
Dasar.
Lembaga
Penelitian SMERU. Jakarta.
Surat Kabar dan Internet
Lampungpost. Senin 2 November 2009.
KINERJA
KEUANGAN:
Pemkot
Dapat
Penghargaan.
Diakses
melalui
:
http://www.lampungpost.com/
cetak/berita.
php?
id=2009110207074516
pada
Tanggal 2 November 2009.
Departemen Keuangan. 07 Mei 2009.
Menteri Keuangan Memberikan
Penghargaan Kepada 12 Pemda
Berprestasi.
Diakses
melalui
website:
http://www.djpk.depkeu.go.id/n
ews/1/tahun/2009/bulan/05/tan
ggal/07/id/391/ pada tanggal 2
November 2009
Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Pembangunan Bandar Lampung
Kilas Balik, Refleksi Dan Proyeksi
2010.
http://bandarlampungkota.go.id/
?
pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&i
d=27. diakses pada 27 Februari
2010
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
UU

No. 32 Tahun 2004


Pemerintahan Daerah

tentang

UU

No. 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan
Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah

Permendagri No 59 Tahun 2007


SE

Menkes Nomor 1107/ Menkes/


E/VII/2000 tentang Penjabaran
Kewenangan Desentralisasi Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung


Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Dinas
Daerah Kota Bandar lampung

You might also like