Professional Documents
Culture Documents
Dalil Nikah
Dalil Nikah
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. [QS. Ar. Ruum (30):21].
Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat
kebesaran Allah. [QS. Adz Dzariyaat (51):49].
Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui.[QS. Yaa Siin (36):36].
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana [QS. At Taubah (9):71].
Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah
menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia
kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. [QS. An
Nisaa (4):1].
Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita
yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang
melimpah (yaitu:Surga) [QS. An Nuur (24):26].
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan
akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan
yang nyata. [QS. Al Ahzaab (33):36]
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [QS. Al Hujuraat
(49):13]
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia
menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang
perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan
sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang
berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah
ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi
Allah adalah mudah. [QS. Fathir (35):11]
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan
Melihat. [QS. Asy Syuro (42):11]
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya, [QS. An-Nisa (4):3].
HADIST NIKAH
Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga
hendaknya ia kawin karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa sebab ia dapat
mengendalikanmu.(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Masud).
Anas Ibnu Malik Radiliyallaahu anhu berkata,Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami
membujang. Beliau bersabda, Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang
sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga dihadapan para Nabi
pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan
timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang
menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: Barangsiapa
diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh
agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.(HR.
Baihaqi).
Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah
wanita shalihah. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan
Hakim):a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang
menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau
menjauhkan dirinya dari yang haram. (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban
dan Hakim)
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik,
daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan). (HR. Ibnu Ady
dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Rasulullah SAW. bersabda:Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah,
dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah. (HR. Bukhari)
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan
kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih
hidup membujang. (HR. Abu Yala dan Thabrani)
Jika keduanya menikah setelah wanita tersebut masuk Islam, maka jika anak
tersebut lahir setelah 6 (enam) bulan dari pernikahan, maka anak tersebut
dinasabkan kepada si laki-laki Muslim di atas. Alasannya ialah, tempo kehamilan
itu minimalnya adalah enam bulan menurut kesepakatan para ulama. Dan
setelah itu, laki-laki Muslim tersebut bertanggungjawab atas segala sesuatu yang
berkenaan dengan anaknya itu seperti nafkah, pendidikan, kesehatan, perwalian,
pewarisan dan lainnya sama persis dengan anak hasil pernikahan yang Sah.
Namun jika anak hasil zina tersebut lahir sebelum enam bulan dari pernikahan,
maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya. Dan laki-laki Muslim tersebut
tetap bretanggung jawab terhadap nafkah, pendidikan dan kesehatannya, karena
ia adalah anak istrinya. TApi daris egi perwalian dan pewarisan, laki-laki musluim
tidak berhak menjadi wali anak tersebut dan tidak waris mewarisi dengannya. Ini
menurut ulama fiqih.
NAmun perlu diketengahkan disini bahwa menurut KHI, anak hasil zina yang lahir
sebelum enam bulan tersebut dapat dinasabkan kepada si laki-laki muslim di
atas karena anak yang sah menurut KHI pasal 99 adalah:a Anak dilahirkan dalam
atau akibat perkawonan yang sah.b. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar
rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Besar kemungkinan KHI menetapkan
demikian demi kemaslahatan tersebut.
3. Mengenai tindakan orang tua laki-laki Musli di atas sebaiknya tetap berusaha
untuk menikahkan keduanya secara Islam, yaitu KUA.
4. Mengenai sikap saudara terutama dalam menghadiri pesta perkawinan jika
proses perkawinan seperti yang dikehenadaki keluarga katolik itu terjadi,
saudara boleh menghadiri bila diundang.
Wallahu aalam bi showab.
Hukum Nikah[sunting sumber]
Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan
kondisi seseorang dan lingkungannya.
Jaiz, artinya boleh kawin dan boleh juga tidak, jaiz ini merupakan hukum
dasar dari pernikahan. Perbedaan situasi dan kondisi serta motif yang
mendorong terjadinya pernikahan menyebabkan adanya hukum-hukum
nikah berikut.
Wajib, yaitu bagi yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan ada
kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina bila tidak segera
melangsungkan perkawinan. Atau juga bagi seseorang yang telah memiliki
keinginan yang sangat serta dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam
perzinahan apabila tidak segera menikah.
Haram, yaitu apabila motivasi untuk menikah karena ada niatan jahat,
seperti untuk menyakiti istrinya, keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.
Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini
selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah
dan amat merugikan.
suaminya seraya berkata: Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha. (HR. AnNasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh
Al Albani rahimahullah, no. 287)
3. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan
minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia
dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma bintu Abi Bakar AshShiddiq radhiallahu anhuma yang berkhidmat kepada Az-Zubair ibnul Awwam
radhiallahu anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi
makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon
tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya
sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1. (HR.
Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)
Demikian pula khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu alaihi wa sallam
di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, sampai-sampai kedua
tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat
ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan
bimbingan kepada yang lebih baik: Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua
apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian
mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali,
Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada
seorang pembantu. (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)
4. Tidak memberikan Kemaluannya kecuali kepada suaminya.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (an-Nuur: 2-3).
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk, (al-Israa': 32)
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina, (al-Furqaan: 68-69).
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk
mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan
mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan
berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak
akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka
dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah
maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (al-Mumtahanah: 12).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, Tiga
jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak
mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang
pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang
sombong, (HR Muslim no.107).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah SAW. bersabda,
Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin,
Masih diriwayatkan darinya dari Nabi SAW. beliau bersabda, Jika seorang hamba
berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung.
Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya, (Shahih, HR
Abu Dawud no.4690).
Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah SAW.
bersabda kepada para sahabatnya, Bagaimana pandangan kalian tentang zina?
Mereka berkata, Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram
sampai hari kiamat. Beliau bersabda, Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan
sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri
tetangganya,(Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad no.103).
5. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan
intim antara dia dan suaminya. Asma bintu Yazid radhiallahu anha menceritakan
dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu kaum
lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bertanya:
Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan
istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang
mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya? Maka mereka semua
diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: Demi Allah! Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian
pula mereka (para suami). Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jangan
lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu
sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi. (HR
Ibnu Majah).
11. Amanah.
Rasulullah bersabda, Ada tiga macam keberuntungan (bagi
seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamulihat
melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan
dirinya dan hartamu (HR Hakim).
12, Istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir dan
berperasaan bagi suaminya.
Allah SWT berfirman, Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan
pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh
ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan
tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir. (QS Ar Rum [30]: 21).
[Maraji: Sumber: Al Qur'an dan Kitab Hadits/ Ditulis Oleh -Ibhe Ananda-/Admin
Cinta Dalam Islam]
I'lan nikah atau mengumumkan pernikahan adalah menampakkan dan menyebarkan pernikahan
diantara masyarakat setempat. Hokum mengumumkan pernikahan ini sebagaimana telah
dibahas pada makalah sebelumnya, menurut pendapat yang rajih, adalah termasuk salah satu
syarat sahnya akad nikah. Artinya, apabila pernikahan tidak diumumkan, maka pernikahan
tersebut tidak sah. Bahkan, sebagian ulama mengatakan yang membedakan antara pernikahan
dengan perzinaan adalah bahwa pernikahan itu diumumkan sedangkan perzinahan tidak
diumumkan. I'lan nikah bertujuan untuk mengumumkan dan memberitahukan kepada
masyarakat setempat bahwa si anu telah menikah dengan si anu, sekaligus hendak berbagi
kebahagiaan antara pengantin dengan masyarakat setempat.
Di antara dalil yang mengharuskan mengumumkan pernikahan adalah hadits berikut ini:
] [ )) : ((
Artinya: Dari Abdullah bin Zubair bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah
pernikahan itu" (HR. Ahmad).
: ((
] [ ))
Artinya: Siti Aisyah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah pernikahan itu, dan
jadikanlah tempat mengumumkannya di mesjid-mesjid, dan tabuhlah rebana-rebana" (HR.
Tumrmudzi).
I'lan nikah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Khutbah Nikah.
Khutbah nikah termasuk salah satu bentuk untuk mengumumkan pernikahan. Dengan adanya
khutbah nikah, ini menunjukkan bahwa telah terjadi pernikahan antara si anu dengan si anu.
Oleh karena itu, sebaiknya akad nikah berikut khutbahnya dilaksanakan di tempat ramai yang
biasa menjadi tempat berkumpulnya orang-orang seperti di mesjid atau pun tempat lainnya
sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Khutbah nikah dilakukan sebelum
dilaksanakannya akad nikah. Oleh karena itu, khutbah nikah sebaiknya tidak terlalu lama,
mengingat setelah khutbah tersebut akan dilangsungkan akad. Dalam prakteknya di Indonesia,
khutbah nikah dilaksanakan setelah akad nikah dilangsungkan.
Hal ini kurang tepat mengingat dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw
melakukan khutbah nikah sebelum akad dilangsungkan. Khutbah nikah sebaiknyaberisi nasihat
dan petunjuk seputar apa yang seharusnya dilakukan setelah menikah nanti. Apabila petuah dan
nasihat tersebut dirasakan kurang, maka tidak mengapa diadakan lagi ceramah umum tentang
pernikahan setelah akad nikah dilangsungkan. Namun, ini namanya bukan lagi sebagai khutbah
nikah akan tetapi ceramah tentang nikah biasa, karena, sekali lagi, khutbah nikah dilaksanakan
sebelum dilangsungkannya akad nikah (untuk lebih jelasnya lihat dalam Fiqhus Sunnah karya
Sayyid Sabiq, II/487-488).
Untuk konteks Mesir, sebagaimana yang pernah penulis saksikan berkali-kali, umumnya akad
nikah dilangsungkan di mesjid. Lalu sebelum akad nikah diucapkan, si khatib atau imam atau
yang dipandang ulama, biasanya menyampaikan nasihat dan khutbah nikah tentang pernikahan
dalam Islam dalam waktu sekitar 20 menit. Setelah khutbah nikah selesai, baru akad nikah
dilangsungkan.
Ada hal yang patut ditiru dari adat Mesir, bahwa ketika akad nikah dilangsungkan, si mempelai
wanita tidak mesti hadir di depan pejabat KUA (tukang menikahkan). Si mempelai wanita
umumnya berdiam diri atau duduk di belakang bersama para wanita lainnya. Sementara yang
melangsungkan akad nikah, cukup mempelai laki-laki dengan wali si wanita. Sementara dalam
tradisi Indonesia, umumnya si mempelai wanita dan laki-laki disandingkan, bahkan disuruh
berpegangan tangan atau bertatapan penuh mesra padahal akad nikah belum dilaksanakan.
Selama akad nikah bleum diucapkan, maka calon mempelai wanita kedudukannya masih haram
dipegang, haram ditatap apalagi dipeluk, oleh calon mempelai laki-laki. Untuk itu, penulis
menyarankan adanya perubahan tentang pelaksanaan akad nikah ini, di mana biarkan yang
melaksanakan akad tersebut cukup walinya saja, sedangkan si wanita bisa di rumahnya, di
belakang, atau siap-siap di dalam kamar. Di samping itu, khutbah nikah sekali lagi dilaksanakan
sebelum akad diucapkan bukan setelahnya. Bukankah khutbah nikah dimaksudkan untuk
memberikan nasihat dan wejangan kepada calon suami isteri yang akan melangsungkan
pernikahan?
Bagi orang yang melaksanakan khutbah nikah, sebaiknya mereka yang sudah menikah. Hal ini
dikarenakan dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa khutbah nikah dilaksanakan oleh
mereka yang telah berumah tangga. Tapi apabila karena berbagai hal, misalnya yang
mengetahui fiqh dan seputar pernikahan seorang bujang, perjaka, maka tidak mengapa dia
menyampaikan khutbah nikah.
Apa yang sebaiknya dibaca ketika khutbah nikah? Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnahnya, paling sedikit seorang khatib nikah hendaknya membaca: alhamdulillah was shalatu was
salamu 'ala rasulillah saw. Sedangkan lebih lengkap dan lebih utamanya, khatib nikah sebaiknya
membaca tahmid berikut ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Ibn Majah
dan yang lainnya, dan setelah tahmid ini disambung dengan membaca tiga ayat al-Qur'an
sebagaimana akan dipaparkan di bawah ini, dilanjutkan dengan nasihat atau ajaran Islam
tentang pernikahan. Tahmid dan tiga ayat dimaksud adalah:
: (( :
, , ,
] : (( [ , , ,
(( ] 102 : [ ))
(( 1 : [ ))
] *
) , , ( ] 71 - 70 : [ ))
Artinya: Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw mengajarkan kami kata-kata untuk memulai
khutbah. Beliau membaca tahmid berikut ini: Innalhamda lillah nahmaduhu wa nasta'inuh wa
nastaghfiruh. Wa na'udzu billah min syururi anfusina wa sayyi'ati 'amalina may yahdihillah fala
mudhilla lah wa may yudlil fala hadiya lah. Wa asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah
wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluh. Kemudian beliau membaca tiga ayat
berikut ini masing-masing surat Ali Imran ayat 102, An-Nisa ayat 1 dan Al-Ahzab ayat 70 dan 71"
(HR. Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'I dan Ibn Majah).
Apabila sebuah pernikahan tidak memakai khutbah nikah, maka pernikahan tersebut sahsah
saja. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
] [ )) , : ((
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pergilah sesungguhnya saya telah menikahkan kamu
dengannya dengan apa ayat-ayat al-Qur'an yang kamu hapal" (HR. Bukhari).
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw langsung menikahkan keduanya, tanpa memakai khutbah
nikah sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pernikahan yang tidak memakai khutbah nikah, sahsah saja.
Termasuk salah satu cara mengumumkan pernikahan juga adalah dengan adanya nyayian dan
musik. Dalam ajaran Islam, nyanyian dan musik diperbolehkan selama hal itu sebatas hiburan
semata dan tidak memamerkan aurat atau menjadi ajang perangsang syahwat. Hiburan biasa
saja, tanpa menimbulkan atau memamerkan sesuatu yang dilarang oleh ajaran Islam, sah-sah
saja. Di antara dalil boleh nya nyanyian dalam resepsi pernikahan adalah hadits berikut ini:
: ((
] [ ))
Artinya: Siti Aisyah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Umumkanlah pernikahan itu, dan
jadikanlah tempat mengumumkannya di mesjid-mesjid, dan tabuhlah rebana-rebana" (HR.
Tumrmudzi).
, , :
)) [ , : :..
]
Artinya: Rabi' bint Mu'awwadz berkata: "Rasulullah saw datang ketika pernikahan saya
dilangsungkan. Beliau lalu duduk di tempat duduk saya, sementara di luar terdengar budakbudak wanita sedang memainkan rebana sambil memuji-muji dan menyebut-nyebut kebaikan
orang tua kami yang terbunuh pada perang Badar. Salah satu dari mereka berkata: "Di antara
kami kini ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari". Rasulullah saw lalu
bersabda: "Biarkan dia, dan katakan kepadanya apa yang seharusnya kamu katakana
(maksudnya apabila ada nyanyai yang keluar dari ajaran Islam, supaya budak-budak wanita itu
diingatkan)" (HR. Bukhari).
, ,
] [ )) , : ((
Artinya: Siti Aisyah menghadiri acara pernikahannya al-Fari'ah bint As'ad. Lalu keduanya pergi
menuju rumah suami barunya itu, Nabith bin Jabir al-Anshari. Rasulullah saw lalu bersabda:
"Wahai Aisyah, mengapa tidak memakai / terdengar ada nyanyian (hiburan). Bukankah
orangorang Anshar terkenal dengan sangat indah dan pintar berdendang?" (HR. Bukhari).
: , , , :
, , : !! , ,
). (
Artinya: Amir bin Sa'ad berkata: "Suatu hari saya memasuki rumahnya Qordhah bin Ka'ab dan
Abu Mas'ud al-Anshary ketika sedang mengadakan acara pernikahan. Ternyata di sana sedang
ada budak-budak wanita sedang bernyanyi. Saya lalu berkata: "Mengapa kalian berdua
melakukan hal ini, bukankah kalian berdua adalah sahabat Rasulullah saw dan termasuk yang
ikut dalam perang Badar?" Keduanya menjawab: "Jika kamu mau, silahkan ikut mendengarkan
bersama kami, jika tidak, silahkan pergi. Rasulullah saw, telah memberikan keringanan kepada
kami mengenai hiburan ketika pernikahan" (HR. Nasa'i dan Hakim).
Selain khutbah nikah, hiburan, di antara bentuk pengumuman pernikahan juga adalah dengan
menyebar kartu undangan, pesta sederhana ataupun yang lainnya.
3. Walimah.
Walimah juga termasuk salah satu bentuk pengumuman pernikahan. Mengingat masalah yang
terkait dengan walimah ini lumayan banyak dan pelik, berikut ini penulis sajikan secara tersendiri
dengan maksud agar pembaca dapat mengambil banyak manfaat dan faidah.
Walimah, dalam istilah Fiqh berarti makanan yang khusus disediakan ketika pernikahan. Jadi,
walimah itu adalah nama makanan yang biasa disediakan ketika pesta pernikahan. Dalam fiqh
Islam, sebagaimana dikatakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunyaTuhfah al-Wadud bi
Ahkam al-Maulud (hal. 72), bahwa terdapat nama-nama makanan khusus yang disesuaikan
dengan peristiwa atau moment tertentu. Nama-nama makanan tersebut adalah:
Al-Qira adalah makanan untuk para tamu yang tidak diundang
Namun dalam perjalanan berikutnya, walimah tidak lagi tertuju untuk makanan yang ada saat
pernikahan, akan tetapi lebih bersifat umum lagi untuk sebuah acara, pesta atau resepsi
pernikahan.
Hukumnya
] [ )) : ((
Rasulullah saw bersabda: "Adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing" (HR.
Bukhari).
[ ( ) : ((...
] ...))
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pada suatu pagi Rasulullah saw telah menjadi pengantin
dengan Zainab bint Jahsy (Rasulullah menikahinya kemarinnya). Lalu beliau mengundang para
sahabat untuk makan-makan bersamanya. Setelah itu, mereka pulang" (HR. Bukhari Muslim).
Kedua hadits di atas memberikan penekanan bahwa walimah pernikahan itu sangat dianjurkan.
Bahkan dalam hadits pertama, Rasulullah saw mengatakan berwalimahlah sekalipun hanya
dengan seekor kambing. Ukuran kambing, tentunya untuk saat itu merupakan hewan yang biasa
dan sederhana,tidak memberatkan. Dengan demikian hadits tersebut betul-betul menganjurkan
walimah pernikahan sekalipun dengan sesuatu yang sangat ringan, untuk konteks sekarang
mungkin sekalipun dengan daging ayam, atau apa saja yang sifatnya sederhana. Bahkan dalam
sebuah hadits dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah mengadakan walimah pernikahan ketika
beliau menikah dengan Shafiyyah hanya dengan al-Hais yakni makanan yang bahan utamanya
berupa kurma yang dicampur dengan tepung (HR. Bukhari Muslim). Oleh karena itu, semua ini
menunjukkan bahwa memang walimah pernikahan sangat dianjurkan sekalipun dengan walimah
yang sangat sederhana.
Apakah walimah atau resepsi, makan-makan, pada pernikahan itu dilaksankan setelah akad,
ketika akad, ketika dukhul atau setelah dukhul? Walimah atau resepsi pernikahan boleh
dilakukan kapan saja, baik ketika akad, setelah akad, ketika dukhul ataupun setelah dukhul.
Hanya saja, walimah pernikahan tidak boleh dilakukan sebelum akad nikah dilaksanakan. Hanya
saja, apabila kita melihat hadits Rasulullah saw, maka walimah pernikahan yang utama dilakukan
adalah setelah suami isteri menikmati malam pertamanya, sudah berhubungan badan. Hal ini
didasarkan pada hadits berikut ini sebagaimana telah disebutkan di atas:
[ ( ) : ((...
] ...))
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Pada suatu pagi Rasulullah saw telah menjadi pengantin
dengan Zainab bint Jahsy (Rasulullah menikahinya kemarinnya). Lalu beliau mengundang para
sahabat untuk makan-makan bersamanya. Setelah itu, mereka pulang" (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits ini dikatakan bahwa Rasulullah saw mengadakan walimah pernikahannya dengan
Zainab bint Jahsy, pada pagi hari, artinya pernikahannya dilakukan hari kemarinnya. Ini tentu
memberikan indikasi sangat kuat, bahwa beliau telah menggauli isterinya itu. Hadits ini juga
mengisyaratkan bahwa sebaiknya resepsi pernikahan itu dilakukan secepat mungkin, bahkan
kalau bisa hari itu juga atau besoknya. Hal ini mengingat bahwa resepsi adalah salah satu cara
mengumumkan pernikahan, dan mengumumkan pernikahan lebih cepat tentu lebih baik, demi
menghindari fitnah. Untuk konteks Indonesia, resepsi seringkali dibayangkan dengan sesuatu
acara yang sangat meriah sehingga membutuhkan banyak dana. Hal ini kemudian
mengakibatkan sejumlah pasangan menunda acara resepsi pernikahannya sampai bebarapa
bulan ke depan. Hemat penulis, praktek seperti ini kurang tepat mengingat, sebagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa resepsi pernikahan tidak mesti mewah cukup dengan mengundang
tetangga, kawan, kerabat, untuk makan bersama, sekalipun tidak memakai daging atau lainnya.
Dengan diundurnya resepsi ke beberapa bulan ke depan dengan dalih agar lebih meriah, tentu
hal ini sama dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan hal yang sunnah.
Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan setempat terkadang harus dihormati
dan dijadikan sebagai hokum. Bagi orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa
bulan ke depan dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja.
Sebagaimana menjadi tradisi di masyarakat Indonesia, bahwa sebelum acara akad nikah dan
resepsi, seringkali dibagikan kartu undangan. Kartu undangan ini biasanya berisi pemberitahuan
bahwa si anu akan menikah dengan si anu, sekaligus permohonan kepada yang menerima
undangan untuk menghadiri akad nikah atau resepsi pernikahan. Praktek seperti ini, sunnah
hukumnya. Karena, kartu udangan, dapat dipandang sebagai salah satu cara mengumumkan
pernikahan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah pernikahan
ini:
Hal ini karena umumnya di masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta,
undangan pernikahan ini hanya diberikan kepada orang-orang berduit yang diperkirakan akan
memberikan 'amplop' tebal, tanpa memperhitungkan apakah dia orang shaleh ataupun tidak.
Yang penting berduit dan diperkirakan akan memberikan amplop tebal, maka ia akan di undang.
Praktek semacam ini, hemat penulis, sangatlah salah. Hal pertama harus diingat, bahwa
walimah pernikahan dalam ajaran Islam bukanlah sebagai ajang bisnis yang harus dihitung
untung rugi. Walimah pernikahan adalah salah satu bentuk rasa syukur dari si mempelai karena
kini keduanya telah menyempurnakan agamanya plus telah mengikuti salah satu sunnah
Rasulullah saw yang sangat penting yakni pernikahan. Karena walimah berupa rasa syukur dan
berbagi kebahagiaan kedua mempelai berikut keluarganya, maka tidaklah etis apabila dijadikan
komoditas bisnis, mengeruk keuntungan. Oleh karena walimah adalah salah satu bentuk rasa
syukur kepada Allah swt juga berbagi rasa bahagia, Rasululullah saw dalam hadits di atas,
menganjurkan sesegera mungkin ke dua mempelai agar melangsungkan walimahnya. Apabila si
mempelai tidak mampu mewah, maka cukup dengan makanan alakadarnya, baik memotong
kambing ataupun makanan ringan lain seperti makanan al-hais, kurma yang dicampur dengan
tepung.
Oleh karena itu, hemat penulis, karena walimah pernikahan adalah salah satu bentuk rasa
syukur dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang, maka sebaiknya walimah itu tidak
dijadikan sebagai ajang bisnis, menghitung-hitung kemungkinan keuntungan sekian dan
seterusnya. Ada yang memberi amplop, alhamdulillah, dan tidak ada pun tidak mengapa, toh
maksudnya bukan untuk bisnis dan jualan makanan tapi sebagai bentuk rasa syukur kepada
Allah swt.
] )) [ , : ((
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu jadikan teman kecuali orang beriman, dan
janganlah memakan makanan kamu, kecuali orang yang shaleh, baik, bertakwa" (HR. Abu
Dawud dan Turmudzi).
Mengapa orang shaleh? Karena orang doa mereka, baik doa untuk kedua mempelai atau doa
ketika makan makanan walimah, lebih besar kemungkinannya untuk dikabulkan oleh Allah dari
pada yang lainnya. Bukankah orang yang baru menikah, sangat membutuhkan do'a orang-orang
shaleh agar rumah tangganya sakinah mawaddah dan rahmah?
3. Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya ketika walimah pernikahan adalah menyisihkan
bagianmakanan khusus untuk fakir miskin.
Yang berhak mendapatkan makanan walimah bukan semata tamu undangan yang kaya, akan
tetapi juga orang-orang fakir miskin yang berada di sekitarnya. Perhatikan sabda Rasulullah saw
berikut ini:
[ , , : ((
] ))
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah pernikahan di
mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja sementara orang fakir miskin tidak
diundang. Barang siapa yang tidak mengundang fakir miskin ketika walimah pernikahan, maka
sungguh ia telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR.Bukhari Muslim).
] )) [ : ((
Artinya: Dari Ibn Umar, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Apabila salah seorang di antara
kalian diundang untuk menghadiri walimah pernikahan, maka penuhilah, datangilah" (HR.
Bukhari).
[ )) : ((...
]
Artinya: Abu Hurairah berkata: "Barang siapa yang tidak menghadiri undangan pernikahan
(walimah), maka ia sungguh telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR. Bukhari
Muslim).
Siapa saja yang boleh tidak datang memenuhi undangan walimah pernikahan?
, : . :
] [ )) , : ((
Artinya: Ali bin Abi Thalib berkata: "Suatu hari saya membuatkan makanan, lalu saya
mengundang Rasulullah saw. Beliau lalu memenuhi undangan tersebut, namun ia segera pulang
lagi setelah melihat ada banyak gambar di rumah. Saya lalu bertanya: "Ya Rasulullah, apa yang
membuat Anda pulang?" Rasulullah saw menjawab: "Di rumah tadi ada gordeng yang ada
gambarnya, karena sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke sebuah rumah yang di
dalamnya ada gambar" (HR. Ibn Majah).
2. Apabila yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya. Hal ini berdasarkan
hadits berikut ini:
[ , , : ((
] ))
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah pernikahan di
mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja sementara orang fakir miskin tidak
diundang. Barang siapa yang tidak mengundang fakir miskin ketika walimah pernikahan, maka
sungguh ia telah berbuat dosa kepada Allah dan RasulNya" (HR.Bukhari Muslim).
3. Apabila yang diundang adalah orang-orang yang banyak dosa, banyak memakan harta haram
dan syubhat. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
] [ )) , : ((
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu jadikan teman kecuali orang beriman, dan
janganlah memakan makanan kamu, kecuali orang yang shaleh, baik, bertakwa" (HR. Abu
Dawud dan Turmudzi).
Demikian juga dengan udzur-udzur lainnya, seperti sakit, hujan lebat, udara yang sangat dingin,
takut dirampok, suasana yang tidak aman dan lainnya. Maka, apabila ada kondisi-kondisi
tersebut, dibolehkan seseorang tidak menghadiri undangan walimah pernikahan.
Barang siapa yang sedang puasa kemudian diundang untuk menghadiri walimah pernikahan,
maka tetap wajib untuk menghadirinya, hal ini dikarenakan dalil-dalil yang telah disebutkan di
atas. Ketika ia menghadirinya, maka ia boleh memilih antara membatalkan puasanya, apabila
puasanya itu puasa sunnat, ataupun ia meneruskan puasanya (tidak membatalkannya) sambil
mendoakan kedua mempelai. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:
[ )) , , : ((
]
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang di undang untuk menghadiri jamuan,
maka penuhilah. Apabila ia berpuasa dan hendak berbuka, maka berbukalah. Namun, jika ia
tetap berpuasa, maka doakanlah (yang memberikan jamuan tersebut)" (HR. Muslim).
] [ )) , , : ((
Artinya: Rasulullah saw bersabda: " Apabila seseorang di undang untuk menghadiri jamuan,
maka penuhilah. Jika ia mau makan, makanlah dan jika tidak, janganlah makan" (HR. Muslim).
Sunnah hukumnya bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat dan mendoakan orang
yang baru atau sedang menikah. Do'a yang diajarkan oleh Rasulullah saw untuk kedua
mempelai adalah: barakallahu laka wabaraka 'alaik wa jama'a bainakuma fi khairin (semoga
Allah memberkahi anda berdua dan mengumpulkan anda berdua dalam kebaikan". Hal ini
berdasarkan hadits berikut ini:
: ((
] [ ))
Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah saw apabila menghadiri orang yang
menikah, beliau berdoa: " Barakallahu laka wabaraka 'alaik wa jama'a bainakuma fi
khairin(semoga Allah memberkahi anda berdua dan mengumpulkan anda berdua dalam
kebaikan" (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Ibn Majah).
Disunnahkan bagi orang yang menghadiri walimah pernikahan atau mengucapkan selamat
kepada pengantin untuk memberikan kado, amplop atau hadiah lainnya. Hal ini dimaksudkan
sebagai turut berbahagia sekaligus memberikan cindra mata alakadarnya pada saat
kebahagiaannya itu. Anjuran ini berdasarkan hadits berikut ini:
, : ((
] ...)) [
Artinya: "Anas berkata: "Ketika Rasulullah saw menikahi Zainab, Ummu Sulaim menghadiahkan
kepada Rasulullah saw hais, makanan berupa kurma yang dicampur dengan tepung, di dalam
sebuah bijana yang terbuat dari batu" (HR. Muslim).