You are on page 1of 6

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57

ISSN : 1978 - 0303

Vol. 2, No. 2

KANDUNGAN BAKTERI SUSU PASTEURISASI DALAM KEMASAN PLASTIK


YANG BEREDAR DI KOTA MALANG
Bacterial Count of Pasteurized Milk Packed by Plastic Distributed in Malang Municipality
Rini Mastuti1
1)

Fakultas Pertanian Universitas Samudra Langsa

diterima 10 Februari 2007; diterima pasca revisi 12 Juli 2007


Layak diterbitkan 8 Agustus 2007

ABSTRACT
The objective of study was to investigated the number of bacteria in pasteurized milk
packed by plastic and distributed in Malang Municipality. The results were compared with
the standards, then. The material consisted of six different products obtained from six milk
pasteurized agents. A survey research was carried out, and sampling of pasteurized milk was
taken by simple random sampling and the agent was taken as total sampling. The number and
type of bacteria were determined in the laboratory. TPC method was used to test the number
of bacteria, MPN method on coliform bacteria, Gram colouring on bacterial identification,
and TPC method on the number of bacteria in plastic packaging. Data were descriptively
analysed. Compared with standard of pasteurized milk quality according to the standard
regulated by government. The results showed the pasteurized milk packed by plastic
distributed in Malang Municipality was unsuitable according to the standards with bacterial
content and still found the coliform bacteria. It is recommended the need of agency which
enable to control and testing for the products in Malang Municipality to keep quality and
safety for the consument.
Keywords : bacterial count, pasteurized milk, plastic packaging.
PENDAHULUAN
Susu termasuk bahan pangan yang
mudah rusak, antara lain disebabkan oleh
kandungan mikroba, khususnya bakteri.
Kerusakan susu dapat ditekan salah satunya
dengan teknik pengolahan menggunakan
panas atau dengan metode pasteurisasi,
yang kemudian produknya dikenal dengan
susu pasteurisasi (Roginski, 2003).
Susu pasteurisasi telah banyak
beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat di
Kota Malang. Susu segar yang digunakan
sebagai bahan baku diperoleh dari
peternakan rakyat untuk produsen skala
rumah tangga maupun dari peternakan
milik sendiri untuk produsen skala

perusahaan. Namun demikian, berdasarkan


hasil survei lapang, masih ditemukan
deviasi mengenai bahan baku, maupun cara
pengolahan dan penanganan yang kurang
baik dan benar selama proses produksi serta
penjualan susu pasteurisasi yang dilakukan
oleh produsen.
Pasteurisasi pada susu perlu
dilakukan untuk mencegah kerusakan
karena mikroba dan enzim, serta untuk
memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap penyakit yang dibawa oleh susu,
dengan mengurangi seminimal mungkin
kehilangan nilai nutrisinya dan untuk
memperpanjang
masa
simpannya.
Pasteurisasi
juga
ditujukan
untuk
membunuh bakteri patogen yang tidak

52

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57
ISSN : 1978 - 0303

membentuk spora dan mikroba pembusuk


demi keamanan masyarakat (McSweeney,
Nursten & Urbach, 1997; Spreer, 1998).
Produk yang telah dipasteurisasi harus
disimpan pada suhu rendah untuk
mencegah pertumbuhan mikroba yang
sanggup bertahan hidup selama proses
pasteurisasi, dan harus dilakukan tindakan
pengamanan untuk mencegah kontaminasi
ulang setelah pasteurisasi (Purnomo &
Adiono, 1987; Fardiaz, 1993).
Susu segar sebagai bahan baku usu
pasteurisasi sementara ini hanya diuji
secara fisiologis. Cara pasteurisasi dengan
metode the holder process dilakukan hanya
dengan memanaskan susu sampai mendidih
beberapa saat tanpa adanya kontrol waktu
dan suhu. Sanitasi selama proses
pengemasan, penyimpanan, dan penjualan
susu pasteurisasi masih kurang baik.
Penyimpanan produk yang dilakukan oleh
produsen dapat berlangsung selama 2
sampai 18 jam setelah produk diproses
sampai saat dikonsumsi dengan suhu
penyimpanan bervariasi antara 0oC 25oC.
Sementara itu, uji bakteriologis
terhadap susu pasteurisasi, secara khusus,
merupakan uji keamanan susu tersebut
untuk dikonsumsi oleh manusia, dan jika
susu tersebut tidak lolos uji maka dapat
dianggap rusak yang dapat mengakibatkan
kerugian pada pihak konsumen (Winarno &
Jenie, 1992; Tonang, 1986; Smit, 2003).
Lama simpan dengan suhu yang
sesuai pada susu pasteurisasi seperti yang
dikemukakan oleh Achijar (1994) adalah 1
hari disimpan pada suhu 12oC, 3 hari pada
suhu 8oC, dan 5 hari pada suhu 4oC. Di sisi
lain, pemerintah melalui SK Dirjen
Peternakan RI No. 17/Kpts/Djp/Deptan/83
menetapkan standar susu pasteurisasi yang
masih layak dikonsumsi ditinjau dari
kandungan bakteri adalah apabila memiliki
jumlah bakteri masih dibawah 25.000
koloni/ml dan tidak boleh ditemukan
adanya bakteri koliform,
Perbedaan-perbedaan yang terjadi
antara kondisi lapangan dengan standar
yang ditetapkan pemerintah, akan dapat
mempengaruhi kualitas dari produk susu

Vol. 2, No. 2

pasteurisasi yang dihasilkan produsen,


khususnya bila ditinjau dari kualitas
bakteriologisnya. Kualitas bakteriologis
dari susu pasteurisasi dapat ditentukan
dengan mengetahui kandungan bakteri
yang berada di dalam susu pasteurisasi.
Kandungan bakteri dapat diketahui dengan
melakukan uji bakteriologis yang meliputi
penghitungan jumlah bakteri, identifikasi
morfologi bakteri, serta identifikasi bakteri
koliform (Kuswanto & Sudarmadji, 1988;
Suriawiria, 1993; Idris, 1994).
Salah satu upaya menghambat
proses kerusakan atas produk susu adalah
melalui proses pengemasan dan bentuk
kemasan yang baik (Jenkins & James,
1991). Pengemasan yang tepat adalah harus
dapat mencegah infeksi makanan oleh
mikroba yang membahayakan kesehatan
dan harus ditunjang oleh distribusi dan
teknik penjualan yang benar. Salah satu
kemasan yang penting saat ini adalah
plastik polietilen, yang digunakan dalam
bentuk kaku, termasuk botol susu. kemasan
plastik mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain karena sifatnya yang kuat tapi
ringan, inert, tidak karatan dan bersifat
thermoplastis (heat seal), serta dapat diberi
zat warna. Kelemahan dari kemasan plastik
adalah adanya zat-zat monomer dari
molekul-molekul lain dari plastik yang
melakukan migrasi ke dalam makanan yang
dikemas (Spreer, 1998; Winarno, 1993;
Harkham, 1989).
MATERI DAN METODE
Materi penelitian terdiri dari enam
jenis produk susu pasteurisasi dalam
kemasan plastik yang diambil dari agen
susu pasteurisasi dalam wilayah Kota
Malang. Keadaan masing-masing sampel
sebelum diteliti dijabarkan sebagai berikut.
Sampel A tersedia dalam kemasan 220 ml
dengan beberapa rasa (manis, stroberi,
coklat, dan durian) dengan pembungkus
kantong plastik tidak tembus cahaya,
tunggal dan rapi. Sampel B tersedia dalam
kemasan 220 ml dengan beberapa rasa
(manis, stroberi, dan coklat) dengan
53

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57
ISSN : 1978 - 0303

pembungkus kantong plastik tembus


cahaya (bening), tunggal dan rapi. Sampel
C tersedia dalam kemasan 220 ml dengan
beberapa rasa (manis, stroberi, dan coklat)
dengan pembungkus kantong plastik
tembus cahaya (bening), tunggal dan rapi.
Sampel D tersedia dalam kemasan 220 ml
dengan beberapa rasa (manis, stroberi,
coklat, mocca, pisang, dan durian) dengan
pembungkus kantong plastik tembus
cahaya agak keruh, tunggal dan rapi.
Sampel E tersedia dalam kemasan 250 ml
dengan dua rasa (stroberi, dan coklat)
dengan pembungkus botol plastik tembus
cahaya agak keruh, tunggal dan rapi.
Sampel F tersedia dalam kemasan 250 ml
dengan beberapa rasa (stroberi, durian, dan
coklat) dengan pembungkus botol plastik
tembus cahaya agak keruh, tunggal dan
rapi.
Bahan kimia yang dipergunakan
adalah larutan pepton 0,1 persen, violet
kristal, safranin dan alkohol 70 persen.
Sebagai media pemeliharaan mikroba
dipergunakan nutrient agar (NA), brilliant
green lactose bile broth (BGLBB),
aquadest, MacConkey agar, MR-VP
medium, Simmon s citrate agar, semi solid
agar, TSI agar, tryptophan broth, dan urea
medium.
Peralatan yang digunakan adalah
cawan petri, pipet, oven, tabung reaksi dan
rak tabung reaksi, bunsen, inkubator,
termometer, quebec colony counter, termos
es, autoclav, erlenmeyer, gelas ukur,
beaker glass, timbangan analitik, ose,
penangas air, tabung Durham, object glass,
mikroskop dan kamera.
Penelitian menggunakan metode
survai untuk menentukan agen susu
pasteurisasi yang terdapat di Kota Malang
yang memasarkan produknya dalam jumlah
banyak (lebih dari 50 lt/hari). Aktivitas
observasi langsung ke lapang dan
melakukan wawancara kepada agen dan
pihak berwenang untuk memperoleh
informasi mengenai jumlah agen susu
pasteurisasi di Kota Malang; volume
penjualan
susu
pasteurisasi
lt/hari;
pelaksanaan proses penanganan susu segar,

Vol. 2, No. 2

proses pasteurisasi, pendinginan susu


pasteurisasi, pengemasan, serta cara dan
suhu
penyimpanan
saat
penjualan;
perlakuan sanitasi selama penanganan dan
penjualan produk; serta data pendukung
terkait lainnya.
Sampel susu pasteurisasi diambil
dari agen dengan sepuluh kali ulangan
mulai jam 08.00 10.00 WIB. Sampel susu
pasteurisasi A, B, C, E, dan F memiliki
bahan baku susu segar yang diperoleh dari
sapi perah milik peternakan rakyat,
sedangkan sampel D berasal dari sapi perah
milik
perusahaan.
Hasil
observasi
mengidentifikasi kemungkinan kontaminasi
bakteri ke dalam susu segar yang berasal
dari lingkungan, pemerah, sapi perah, serta
peralatan yang berhubungan dengan susu
segar.
Analisis atas jumlah dan jenis
bakteri yang terkandung dalam susu
pasteurisasi melalui beberapa tahapan.
Tahap pertama adalah uji jumlah bakteri
yang dilakukan dengan metode Total Plate
Count. Tahap kedua adalah uji bakteri
koliform yang dilakukan dengan metode
Most Probable Number. Tahap ketiga
adalah
identifikasi
bakteri
dengan
melakukan pewarnaan Gram (Gram
colouring). Tahap keempat adalah uji
jumlah bakteri yang dilakukan dengan
metode Total Plate Count.
Analisis data penelitian dilakukan
secara deskriptif (Ginting, 1993; Lay, 1994;
Trihendrokesowo, 1989). Hasil perhitungan
bakteri selanjutnya dibandingkan dengan
standar kualitas susu pasteurisasi ditinjau
dari kandungan bakteri berdasarkan standar
yang ditetapkan pemerintah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk
menghitung
jumlah
kandungan bakteri pada susu pasteurisasi,
sampel ditanam di dalam media NA
(Nutrien Agar) untuk selanjutnya di
inkubasi. Koloni bakteri yang tumbuh
dihitung, kemudian diamati karakteristik
mengenai bentuk dan warnanya.

54

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57
ISSN : 1978 - 0303

Penghitungan didasarkan pada


asumsi bahwa setiap sel mikroba yang hidp
dalam sampel akan tumbuh menjadi satu
koloni setelah diinkubasikan dalam media
biakan dan lingkungan yang sesuai. Jumlah
koloni yang tumbuh merupakan perkiraan
atau dugaan dari jumlah minimum mikroba
dalam sampel. Karena koloni yang tumbuh
pada lempengan agar merupakan gambaran
mikroba yang dapat tumbuh dan berbiak
dalam media dan suhu tertentu (Lay, 1994).
Tabel 1 menunjukkan jumlah rata-rata
bakteri yang terkandung di dalam sampel.
Tabel 1. Jumlah bakteri (media NA) pada
sampel susu pasteurisasi yang
beredar di Kota Malang
Sampel
A
B
C
D
E
F

Jumlah Pengambilan
Sampel (kali)
10
10
10
10
10
10

Jumlah Bakteri
(koloni/ml)
190.900
66.690
83.300
249.800
882.200
243.800

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah


bakteri tertinggi terjadi pada sampel E
sebesar 882.200 koloni/ml, sementara
jumlah bakteri terendah terjadi pada sampel
B sebesar 66.690 kolo/ml. Namun
demikian, secara rata-rata, jumlah bakteri
yang terdapat pada semua sampel masih
lebih tinggi atau tidak memenuhi standar
pemerintah, yaitu bahwa jumlah bakteri
tidak boleh lebih dari 25.000 koloni/ml.
Berikutnya, identifikasi bakteri
dilakukan dengan pewarnaan Gram
(Fardiaz, 1993) Gram colouring pada
bakteri dapat digunakan untuk pencirian
dan identifikasi bakteri dengan mengamati
morfologi sel bakteri dan memilahkan
bakteri menjadi kelompok Gram positif dan
Gram negatif (Lay, 1994).
Hasil penelitian menemukan bahwa
jenis-jenis bakteri yang berada di dalam
sampel-sampel yang digunakan setelah di
cat dengan pewarnaan Gram terdiri dari
bakteri gram positif berbentuk batang,
bakteri gram negatif berbentuk batang,
bakteri gram positif berbentuk kokus, serta
bakteri gram negatif berbentuk kokus.

Vol. 2, No. 2

Bakteri yang terdapat di dalam sampel susu


pasteurisasi tersebut kemungkinan berasal
dari susu mentah yang sebelumnya telah
terkontaminasi bakteri. Namun demikian,
pada saat proses pasteurisasi, beberapa
bakteri yang tidak tahan terhadap panas
atau suhu tinggi dapat terbunuh sementara
bakteri lainnya yang tergolong bakteri
termodurik serta bakteri pembentuk spora
dapat tetap bertahan hidup (Tjiptosoepomo,
1991).
Di dalam standar pemerintah
dinyatakan bahwa tidak boleh terdapat
bakteri koliform di dalam produk susu
pasteurisasi. Pada umumnya, bakteri
koliform dapat terbunuh oleh suhu
lingkungan yang tinggi seperti pemanasan
pada
susu
pasteurisasi.
Tetapi
ditemukannya bakteri koliform di dalam
produk susu pasteurisasi bisa berasal dari
rekontaminasi bakteri pada susu yang telah
dipasteurisasi tersebut, misalnya melalui
peralatan,
pekerja,
dan
lingkungan
sekitarnya (Gaman & Sherrington, 1992).
Koliform digunakan sebagai standar
pada mutu susu pasteurisasi, sebab
keberadaan koliform sebagai habitat normal
dalam saluran pencernaan hewan berdarah
panas dapat digunakan sebagai indikator
adanya polusi kotoran, sanitasi yang tidak
baik terhadap susu dan produk-produk
susu, serta dimungkinkan adanya mikroba
enteropatogenik atu toksigenik yang
berbahaya bagi kesehatan (Gaman &
Sherrington, 1992).
Tabel 2 menunjukkan rata-rata
jumlah kandungan bakteri koliform pada
setiap 100 ml sampel. Kandungan bakteri
yang paling banyak ditemukan pada sampel
D sebanyak 19 sel/100 ml, sementara
kandungan bakteri yang paling sedikit
ditemukan pada sampel A sebanyak 4
sel/100 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa
semua sampel, yaitu produk susu
pasteurisasi dalam kemasan plastik yang
beredar di Kota Malang masih mengandung
bakteri koliform, yang berarti belum
memenuhi standar yang ditetapkan oleh
pemerintah bahwa dalam susu pasteurisasi

55

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57
ISSN : 1978 - 0303

tidak boleh ditemukan adanya bakteri


koliform.
Tabel 2. Jumlah rata-rata bakteri koliform
pada sampel susu pasteurisasi
yang beredar di Kota Malang
Sampel

Jumlah Pengambilan
Sampel (kali)

A
B
C
D
E
F

10
10
10
10
10
10

Jumlah Bakteri
Koliform
(koloni/100 ml)
4
5
4
19
16
16

Lebih
jauh,
hasil
analisis
menunjukkan dari semua sampel yang
memberikan hasil positif pada penanaman
di dalam media BGLBB, telah diuji IMVic
dan hasilnya berupa ciri-ciri pertumbuhan
bakteri pada tiap media, selanjutnya
dicocokkan dengan tabel untuk perhitungan
bakteri, didapatkan bahwa jenis bakteri
yang tumbuh terbanyak adalah dari
golongan Escherichia dan sebagian kecil
termasuk golongan Enterobakter.
Keberadaan bakteri koliform dalam
makanan yang merupakan indikator
pencemaran materi fekal, walaupun
jumlahnya sedikit, tetapi tidak dikehendaki
keberadaannya dalam makanan. Hal ini
karena pencemaran materi fekal tidak
dikehendaki baik ditinjau dari segi estetika,
sanitasi maupun kemungkinan terjadi
infeksi yang berbahaya (Suriawiria, 1993).
Keberadaan bakteri koliform dalam
susu
pasteurisasi
dikarenakan
rekontaminasi bakteri koliform pada susu
yang telah dipasteurisasi. Bakteri koliform
dapat mati pada suhu pasteurisasi.
Rekontaminasi tersebut dapat terjadi
melalui peralatan, pekerja, dan lingkungan
sekitarnya.
Penanggulangan
atau
memperkecil kemungkinan rekontaminasi
bakteri koliform terhadap susu yang telah
dipasteurisasi adalah dengan melakukan
prosedur sanitasi yang benar pada
peralatan, pekerja dan lingkungan selama
penanganan susu pasteurisasi. Karena
prosedur kebersihan pada pemrosesan

Vol. 2, No. 2

makanan membantu mengurangi jumlah


mikroba pada makanan (Bennion, 1990).
KESIMPULAN
Penelitian mengidentifikasi bahwa
produk susu pasteurisasi dalam kemasan
plastik yang beredar di Kota Malang masih
belum memenuhi standar yang ditetapkan
pemerintah, dimana kandungan bakteri
ditemukan lebih tinggi dari standar serta
masih ditemukan bakteri koliform di dalam
produk. Kandungan jumlah bakteri
terendah terdapat pada sampel B yaitu
antara 6.100-215.000 koloni/ml; sementara
jumlah tertinggi terdapat pada sampel E
yaitu antara 21.300-2.140.000 koloni/ml.
Kandungan rata-rata bakteri koliform
terendah terdapat pada sampel A sebesar 4
koloni/100 ml; sementara kandungan ratarata tertinggi terdapat pada sampel D
sebesar 19 koloni/100 ml. Jenis-jenis
bakteri yang terdapat di dalam produk susu
pasteurisasi adalah bakteri Gram positif
berbentuk batang dan kokus serta bakteri
Gram negatif berbentuk batang dan kokus.
DAFTAR PUSTAKA
Achijar, M. 1994. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan terhadap Mutu
Susu Pasteurisasi Konsumsi. Skripsi.
Fakultas
Peternakan
Unibraw.
Malang.
Bennion, M. 1990. The Science of Food.
John Wiley & Sons. New York.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi
Pangan. Jakarta: Rajawali Press.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1992.
Ilmu Pangan. Alihbahasa: Gardjito
M., Naruki S., Murdiati A. Dan
Sardjono. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Ginting, E. 1993. Metode Penelitian. Pusat
Pengembangan Ilmu Sosial Unibraw.
Malang.
Harkham, A. 1989. Packaging Strategy.
Technomic Publishing Company.
Lancaster.

56

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2007, Hal 52-57
ISSN : 1978 - 0303

Idris,

S. 1992. Pengantar Teknologi


Pengolahan Susu. Animal Husbandry
Project, Program Studi Teknologi
Hasil
Ternak.
LUW-Unibraw.
Malang.
Jenkins, W. dan H. James. 1991. Packaging
Foods with Plastics. Technomic
Publishing Company. Lancaster.
Kuswanto, K.R. dan S. Sudarmadji. 1988.
Proses-Proses Mikrobiologi Pangan.
PAU Pangan dan Gizi
UGM.
Yogyakarta.
Lay, W.B. 1994. Analisis Mikroba di
Laboratorium. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
McSweeney, P.L.H., H.E. Nursten dan G.
Urbach. 1997. Flavours and OffFlavours in Milk & Dairy Products.
Advanced Dairy Chemistry Volume
3: Lactose, Water, Salts & Vitamins.
2nd Edition. Chapman & Hall.
London.
Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.

Vol. 2, No. 2

Roginski, H. 2003. Encyclopedia of Dairy


Sciences. Academic Press. New
York.
Smit, G. 2003. Dairy Processing:
Improving Quality. CRC Press. Boca
Raton.
Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product
Technology. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air.
Penerbit Alumni. Bandung.
Tjiptosoepomo, G. 1991. Taksonomi
Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.
Tonang, H. 1986. Mikrobiologi. Edisi 16.
Penerbit EGC. Jakarta.
Trihendrokesowo.
1989.
Petunjuk
Laboratorium Mikrobiologi Pangan.
PAU Pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi,
Teknologi dan Konsumen. Gramedia.
Jakarta.
Winarno, F.G. dan B.S.L. Jenie. 1992.
Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia.
Jakarta.

57

You might also like