You are on page 1of 13

APLICATION OF THE COATING WHEY PROTEIN’S EDIBLE FILM WITH

THE ADDITION EGG WHITE LYSOZYME FOR PHYSICAL QUALITY OF


GOUDA CHEESE DURING RIPENING

Moh. Yahya Huddin1), Purwadi2), dan Imam Thohari2)


1)
Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang
2)
Lecturer of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang

ABSTRACT

The purpose of this research was to examine the best treatment with the effect of the
addition egg white lysozyme to physical quality of Gouda cheese, such as texture, colour,
microstructure, and microscopis structure during ripening 1 day, 2, 4, and 8 weeks. The
method used in this research was factorial experimental using Randomized Block Design
with two factors. The result of this research showed that the addition egg white lysozyme
didn’t give a significantly different effect (P>0,05) on texture, lightness (L*), redness (a*),
and yellowness (b*) values. Ripening time treatment gave a highly significantly different
effect (P<0,01) on (L*), (a*), and (b*) values. The interaction of the addition egg white
lysozyme and ripening time treatment gave a significantly different effect (P<0,05) on (a*)
and (b*) values. Microscopis structure and microstructure test, the addition egg white
lysozyme 0,5 % (P1) the dispersion of protein matrix and fat globules was more clear,
uniform, and unified. This research concluded that the best combination was egg white
lysozyme 0,5 % and ripening time 8 weeks (P1Q4).

Keywords: egg white lysozyme, whey protein’s edible film, Gouda cheese.

APLIKASI PELAPISAN EDIBLE FILM PROTEIN WHEY DENGAN


PENAMBAHAN LISOZIM PUTIH TELUR TERHADAP KUALITAS FISIK
KEJU GOUDA SELAMA PEMATANGAN

Moh. Yahya Huddin1), Purwadi2), dan Imam Thohari2)


1)
Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang
2)
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan terbaik dan perubahan
kualitas fisik keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey dengan penambahan lisozim
putih telur selama pematangan ditinjau dari tekstur, warna, mikrostruktur, dan struktur
mikroskopis. Metode yang digunakan adalah percobaan faktorial menggunakan Rancangan
Acak Kelompok dengan dua faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan lisozim tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P > 0,05) terhadap
nilai tekstur, (L*), (a*), dan (b*), sedangkan perlakuan waktu pematangan memberikan
perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap nilai (L*), (a*), dan (b*). Interaksi
antara kedua perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap nilai
(a*) dan (b*). Berdasarkan uji mikrostruktur dan struktur mikroskopis yang diamati,
perlakuan penambahan lisozim 0,5 % (P1) penyebaran matriks protein dan globula lemak
lebih jelas, merata, dan kompak. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kombinasi terbaik
yaitu perlakuan lisozim 0,5 % dan waktu pematangan 8 minggu (PIQ4).

Kata Kunci: lisozim putih telur, edible film protein whey, keju Gouda.

PENDAHULUAN edible film sebagai kemasan bahan pangan


Keju merupakan salah satu produk berfungsi untuk memperpanjang umur
hasil fermentasi berbahan dasar susu dan simpan produk serta tidak mencemari
diproduksi dengan berbagai rasa dan lingkungan karena edible film ini dapat
bentuk (Fox et. al., 2000). Radiati (2010) dimakan dengan produk yang dikemasnya
menyatakan bahwa keju adalah protein (Dangaran et. al., 2004). Edible film
susu yang digumpalkan dimana dibuat dari bahan dasar yang dapat
penggumpalan ini terjadi karena adanya dimakan seperti protein, lipid, dan
enzim rennet (enzim lain yang cocok) atau polisakarida. Edible film memiliki
melalui fermentasi asam laktat. kemampuan untuk meningkatkan kualitas
Komponen-komponen yang menyusun pangan, keamanan pangan, daya simpan
keju adalah lemak, air, protein, laktosa, produk, dan melawan difusi massa
kalsium dan phospor yang komposisinya (kelembaban, gas, dan volatil). Salah satu
tergantung pada jenis keju. bahan dasar edible film adalah protein
Keju Gouda terbuat dari susu whey. Protein whey dapat menghasilkan
murni atau skim dan mengalami edible film yang transparan, lunak, lentur,
pematangan hingga berumur beberapa dan mempunyai sifat penahan aroma dari
minggu sampai lebih dari satu tahun. produk pangan yang dilapisinya
Semakin lama masa pematangannya, (Sothornvit and Krochta, 2000). Aplikasi
maka keju Gouda mempunyai cita rasa edible film protein whey pada keju harus
yang semakin kuat. Keju Gouda ditambahkan dengan lisozim sebagai
dibungkus dengan lapisan lilin warna media penghambat mikroorganisme
kuning atau merah bertujuan untuk selama pematangan agar sifat fisiknya
melindungi keju Gouda dari kerusakan tidak mengalami perubahan, seperti warna
dan penurunan mutu karena umurnya dan teksturnya.
yang panjang (Craen et. al., 2001). Lisozim merupakan salah satu
Pematangan keju Gouda akan berdampak komponen putih telur yang dapat
negatif terhadap kualitas fisik keju Gouda digunakan sebagai bahan pengawet alami
apabila tidak dilapisi dengan pelindung makanan karena memiliki sifat
pada permukaan luarnya. Langkah yang antibakteri. Kubiak dan Mulheran (2008)
dapat diterapkan adalah pemanfaatan menyatakan bahwa salah satu metode
edible film sebagai pelapis pada ekstraksi yang tepat untuk mendapatkan
permukaan luar keju Gouda, sehingga lisozim secara efisien dengan aktivitas
kualitas fisiknya tetap terjaga dengan antibakteri yang tinggi yaitu melalui
baik. adsorbsi lisozim pada permukaan silika
Edible film dapat melindungi (SiO2). Berdasarkan uraian diatas, maka
makanan dari kerusakan mikrobiologi, perlu diadakan penelitian mengenai
kimia, dan fisik. Keuntungan penggunaan aplikasi pelapisan edible film protein
whey dengan penambahan lisozim putih 290), showcase, erlenmeyer (Iwaki Pyrex,
telur terhadap kualitas fisik (tekstur, Jepang), statif, beaker glass (Iwaki Pyrex,
warna, mikrostruktur, dan struktur Jepang), botol, gelas ukur (Brand,
mikroskopis) keju Gouda selama Jerman), termometer, teflon, spatula
pematangan. (pengaduk), refrigerator, saringan telur,
pipet tetes, cutter, object glass, mikroskop
MATERI DAN METODE cahaya (Micros, Austria), color reader
Penelitian ini dimulai pada bulan CR 10 (Minolta, Osaka Jepang),
Mei sampai Desember 2013. Penelitian pnetrometer PNR 6 (Sur, Berlin), dan
dilaksanakan di Laboratorium Fisiko scanning microscope electron atau SEM
Kimia Program Studi Teknologi Hasil (Olympus, Jepang).
Ternak, Laboratorium Epidemiologi
Fakultas Peternakan, Laboratorium Metode
Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Penelitian ini dilakukan dengan
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP), metode percobaan faktorial menggunakan
Laboratorium Biosains, Universitas Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan
Brawijaya Malang. yang diberikan, yaitu penggunaan edible
film dengan perbedaan konsentrasi lisozim
Materi yang diaplikasikan pada keju Gouda
Bahan-bahan yang digunakan selama pematangan. Perlakuan edible film
dalam penelitian ini, antara lain: keju yang diteliti, yaitu tanpa penambahan
Gouda muda yang diperoleh dari Unit lisozim (P0); 0,5 % (P1); dan 1,0 % (P2)
Usaha Keju Malang Kecamatan Wajak dengan waktu pematangan 1 hari (Q1), 2
Kabupaten Malang, lisozim putih telur minggu (Q2), 4 minggu (Q3), dan 8
ayam, ethylenediaminetetetraacetic acid minggu (Q4). Variabel yang diteliti adalah
atau EDTA (E-Merck, Jerman), tepung tekstur, warna, mikrostruktur, dan struktur
porang, protein whey bubuk (Prostar mikroskopis. Pengelompokan dilakukan
Ultimate, USA), beeswax, aquades, sebanyak tiga kali disesuaikan dengan
glutaraldehid, fastgreen yang diperoleh hari pembuatan (produksi keju).
dari Laboratorium Biologi Fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang, alkohol (60 Prosedur Penelitian
%, 70%, 80 %, 90 %, dan 100 %), Prosedur pembuatan edible film
aluminium foil, kertas label, dan tissu. sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
Peralatan yang digunakan dalam oleh Cagri et. al. (2003), sebagai berikut:
penelitian ini, antara lain: waterbath 90 1. Diletakan larutan tepung porang 100
⁰C (1003, Sed Rep Germany), timbangan ml (tepung porang 3 gram dan
analitik (Ohaus BC Series and Mettler ditambahkan aquades sampai 100 ml)
Instruments type AJ150L, Switzerland), pada botol.
electric hot plate (IKAMAG RET, Janke 2. Ditambahkan protein whey sebanyak 3
dan Kunkel), magnetic stirrer, pH meter gram.
(Hanna Instrument, Prancis), sentrifus 3. Dipanaskan pada suhu 90 0C selama 30
dingin (bench top refrigerated microliter menit dengan menggunakan waterbath.
centrifuge model hettich micro 22R 4. Ditambahkan beeswax sebanyak 0,15
centrifuge), vortex, microwave (Sharp S- gram.
5. Diaduk dengan hot plate stirer dengan Analisis Data
kecepatan 250 rpm sampai homogen Data yang diperoleh pada uji
dan didinginkan sampai 30 0C pada tekstur dan warna dihitung dengan
suhu ruang. analisis ragam, apabila hasil analisis
6. Larutan edible film protein whey diberi menunjukkan perbedaan antar perlakuan,
perlakuan lisozim, yaitu tanpa maka diteruskan dengan menggunakan
penambahan lisozim; 0,5 %; dan 1,0 Uji Beda Nyata Terkecil (Yitnosumarto,
%. 1993). sedangkan untuk hasil pengujian
Prosedur pelapisan edible film mikrostruktur dan struktur mikroskopis
protein whey pada keju Gouda, sebagai dianalisis secara deskriptif kualitatif
berikut: (Sumarsono, 2004).
1. Diletakan larutan edible film protein
whey pada suatu wadah (nampan) HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Dicelupkan keju Gouda pada larutan Hasil penelitian menunjukkan
edible film tersebut bahwa perlakuan penambahan lisozim
3. Diratakan menggunakan sendok tidak memberikan perbedaan pengaruh
sampai seluruh permukaan keju Gouda yang nyata (P > 0,05) terhadap nilai
terlapisi dengan larutan edible film tekstur, kecerahan (L*), kemerahan (a*),
4. Didiamkan pada suhu ruang selama 15 dan kekuningan (b*), sedangkan
menit agar edible film terserap secara perlakuan waktu pematangan memberikan
sempurna. perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P
5. Keju Gouda sudah siap untuk < 0,01) terhadap nilai (L*), (a*), dan (b*).
dilakukan proses pematangan 1 hari, 2, Interaksi antara kedua perlakuan
4, dan 8 minggu. memberikan perbedaan pengaruh yang
nyata (P < 0,05) terhadap nilai (a*) dan
Variabel Penelitian (b*). Berdasarkan uji struktur mikroskopis
Variabel yang diuji pada penelitian dan mikrostruktur yang diamati,
ini yaitu warna, tekstur, mikrostruktur, perlakuan penambahan lisozim 0,5 % (P1)
dan struktur mikroskopis. Pengujian penyebaran matriks protein dan globula
sampel secara fisik pada keju Gouda, lemak lebih jelas, merata, dan kompak.
sebagai berikut:
1. Pengujian Tekstur menggunakan Tekstur
pnetrometer PNR 6 sesuai dengan Perlakuan tanpa penambahan
metode Kartika dkk. (1992). lisozim mempunyai nilai tekstur yang
2. Pengujian Warna menggunakan color lebih tinggi daripada perlakuan
reader CR 10 sesuai dengan metode penambahan lisozim pada edible film. Hal
Yuwono dan Susanto (1998). ini dipengaruhi oleh lisozim yang
3. Pengujian Mikrostruktur menggunakan cenderung bersifat hidrofilik, sehingga
scanning electron microscopy (SEM) menyebabkan molekul penyusun film
sesuai dengan metode Romlah (1997). relatif lebih longgar dan ukuran pori-pori
4. Pengujian Struktur Mikroskopis film menjadi lebar yang dapat
menggunakan mikroskop cahaya sesuai mempermudah proses evaporasi air bebas
dengan metode Marcellino et al. pada keju. Penyebab adanya proses
(1992). tersebut, maka kandungan air di dalam
Rata-rata Nilai Tekstur keju Gouda (mm/gram/detik)
Perlakuan Pematangan
Rata-rata
Penambahan Lisozim Q1 Q2 Q3 Q4
P0 14,40±0,53 19,60±2,43 14,77±2,63 12,13±1,70 15,23±2,72
P1 17,77±2,08 12,60±2,51 14,03±0,61 13,27±4,31 14,42±2,00
P2 15,37±2,54 11,23±0,74 10,63±0,79 13,80±5,18 12,76±1,92
Rata-rata 15,84±1,42 14,48±3,66 13,14±1,80 13,98±0,69

keju semakin rendah dan terjadi memberikan perbedaan pengaruh yang


penyebaran matriks protein dan globula nyata. Perlakuan penambahan lisozim
lemak secara langsung dalam jaringan yang bersifat hidrofilik dapat
protein untuk mengisi ruang yang menyebabkan matriks film yang dihasilkan
ditinggalkan oleh air dan dapat semakin lemah dan ukuran pori-pori film
menyebabkan tekstur keju Gouda menjadi yang terbentuk melebar, sehingga
keras. Impoco et al., (2004) menyatakan mempermudah kandungan air bebas pada
bahwa matriks protein dengan globula keju Gouda untuk menguap. Semakin lama
lemak secara langsung tersebar dalam pematangan, maka kandungan air bebas
jaringan protein. Struktur jaringan ini pada keju Gouda mengalami penurunan
menentukan tekstur keju dan dipengaruhi karena proses evaporasi serta terjadi
oleh komposisi, proses pengolahan, penyebaran protein dan lemak secara
proteolisis selama penyimpanan, ukuran, merata dengan mengisi ruang yang
dan distribusi globula lemak. ditinggalkan oleh air, sehingga tekstur keju
Semakin lama pematangan, maka Gouda semakin keras. Perlakuan tanpa
tekstur yang diperoleh semakin keras. Hal penambahan lisozim dan waktu
ini dipengaruhi oleh kandungan air bebas pematangan 2 minggu (P0Q2) memperoleh
dalam keju semakin menurun karena nilai tekstur yang paling tinggi disebabkan
mengalami proses evaporasi selama tidak terdapat aktivitas lisozim dan
pematangan. Pernyataan ini sesuai dengan pengaruh yang paling dominan adalah
pendapat Khosrowshahi et al. (2006), protein whey sebagai bahan penyusun
kadar air (air bebas) yang terkandung edible film yang bersifat hidrofobik.
dalam keju akan terus menurun akibat
terjadinya penguapan sejalan dengan Intensitas Kecerahan (L*)
peningkatan waktu pematangan. Nilai (L*) dari perlakuan P0 dan P1
Pematangan 8 minggu proses mengalami penurunan karena konsentrasi
proteolisis akan semakin meningkat karena lisozim 0,5 % sistem kerjanya lebih stabil
hidrolisis ikatan peptida yang melepas 2 yang dapat menyebabkan komponen
kelompok ion yaitu ion (NH3+) dan (COO-) penyusun film menjadi lemah. Hal ini
yang berkaitan dengan air bebas, sehingga dipengaruhi oleh sifat water vapor
selama proses pematangan keju dapat permeability (WVP) dari edible film
mengurangi kandungan air yang ada di dengan peningkatan substansi hidrofilik
dalam keju dari pada waktu pematangan seperti lisozim dapat mempermudah
sebelumnya. transfer molekul air pada keju. Proses
Interaksi antara penambahan evaporasi tersebut dapat mengurangi
lisozim dan waktu pematangan tidak kandungan air bebas, sehingga lemak
Rata-rata Nilai Kecerahan (L*) pada keju Gouda
Perlakuan Pematangan
Rata-rata
Penambahan Lisozim Q1 Q2 Q3 Q4
P0 60,77±0,68 55,57±2,45 56,77±3,55 57,97±1,64 57,77±1,93
P1 59,70±1,88 57,07±1,32 54,93±1,61 57,23±1,20 57,23±1,69
P2 59,93±1,84 59,63±2,29 58,60±3,18 56,80±2,32 58,74±1,23
Rata-rata 60,13b±0,46 57,42a±1,68 56,77a±1,50 57,33a±0,48
Keterangan : - Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama dari rata-rata nilai (L*)
dengan perlakuan waktu pematangan memberikan perbedaan pengaruh yang
sangat nyata (P ≤ 0,01).

semakin meningkat dan penyebaran Interaksi antara penambahan


pigmen karotenoid yang terdapat di lisozim putih telur dan perlakuan waktu
dalamnya bisa memberikan warna kuning pematangan tidak memberikan perbedaan
dan merah pada keju. Winarno (2004) pengaruh yang nyata. Perlakuan tanpa
menyatakan bahwa karotenoid adalah penambahan lisozim memberikan nilai
pigmen yang berwarna kuning orange atau (L*) yang paling tinggi karena tidak
orange kemerahan. Keju Gouda yang tidak terdapat aktivitas lisozim dan bahan
diberi perlakuan penambahan lisozim penyusun film seperti protein whey
bersifat hidrofobik, sehingga tidak terjadi cenderung bersifat hidrofobik yang
penyebaran karotenoid secara sempurna. mempengaruhi matriks film semakin kuat,
Warna kuning dan merah pada keju tidak sehingga sulit untuk terjadi proses
tampak jelas, sehingga warna putih yang evaporasi air. Kandungan air bebas yang
terlihat lebih dominan. tinggi pada keju menghambat penyebaran
Perlakuan waktu pematangan pigmen karotenoid oleh lemak dan keju
ternyata memberikan hasil yang berbeda terlihat berwarna putih. Lama pematangan
terhadap nilai (L*). Hal ini dipengaruhi juga dapat menurunkan nilai (L*)
oleh lemak susu dan pigmen karotenoid disebabkan kandungan lemak semakin
yang terdapat dalam keju, pada awal meningkat dan pigmen karotenoid lebih
pematangan kandungan lemak masih merata yang dapat menghilangkan warna
rendah dan pigmen karotenoid tidak kecerahan pada keju. Nilai (L*) tertinggi
merata, sehingga keju dominan berwarna yaitu interaksi antara perlakuan tanpa
putih yang dapat meningkatkan nilai (L*) penambahan lisozim dan waktu
dan akan mengalami peningkatan seiring pematangan 1 hari (P0Q1).
lama pematangan. Rahmadian (2007), Hasil uji BNT yang diperoleh yaitu
peningkatan nilai (L*) pada keju setiap waktu pematangan mempunyai
dipengaruhi oleh lemak susu yang perbedaan terhadap nilai (L*) keju Gouda.
melarutkan pigmen karotenoid penyebab Pematangan 2 minggu, 4 minggu, dan 8
warna kuning dan pigmen laktoflavin atau minggu memberikan pengaruh yang sama
laktokrom yang juga ikut larut dalam air karena kecerahan pada keju akan
bebas. Semakin tinggi rata-rata nilai (L*), mengalami penurunan mulai awal
maka keju akan semakin cerah. Pinho et pematangan dan meningkat pada umur
al. (2004) menyatakan bahwa nilai (L*) pematangan 70 hari.
pada keju akan menurun secara nyata pada
30 hari pematangan.
Intensitas Kemerahan (a*)

Rata-rata Nilai Kemerahan (a*) pada keju Gouda


Perlakuan Pematangan
Rata-rata
Penambahan Lisozim Q1 Q2 Q3 Q4
P0 22,83d±1,42 17,37bc±1,94 13,27a±0,76 15,30abc±0,75 17,19±3,57
P1 14,17ab±0,81 17,27bc±5,63 14,17ab±1,02 15,60abc±0,75 15,30±1,28
P2 18,30c±2,45 14,83abc±2,09 14,03ab±1,09 15,30abc±0,36 15,62±1,61
Rata-rata 18,43b±3,53 16,49ab±1,17 13,82a±0,40 15,40ab±0,14
Keterangan : - Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama dari rata-rata nilai (a*)
dengan perlakuan waktu pematangan memberikan perbedaan pengaruh
yang sangat nyata (P ≤ 0,01).
- Superskrip yang berbeda dari rata-rata nilai (a*) dengan interaksi antara
penambahan lisozim dan waktu pematangan memberikan perbedaan
pengaruh yang nyata (P ≤ 0,05).

Perlakuan tanpa penambahan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti


lisozim (P0) nilai rata-ratanya lebih tinggi pencemaran susu karena mastitis,
dibandingkan dengan perlakuan lisozim penambahan pengemulsi yang berlebihan,
0,5 % (P1) dan 1,0 % (P2). Hal ini dan kerusakan warna selama pemanasan.
dipengaruhi oleh protein whey yang Nilai (a*) dapat dilihat secara pasti
bersifat hidrofobik sebagai bahan pada pematangan 4 minggu dan 8 minggu
penyusun edible film karena adanya proses karena umur keju sudah mencapai 25 hari
denaturasi, tetapi apabila denaturasi tidak sampai 60 hari dan terdapat serbuk warna
berjalan secara sempurna, maka protein merah muda pada permukaan kulitnya
whey tersebut tetap bersifat hidrofilik (Fox et al., 2003).
sama seperti sifat lisozim. Karakteristik Interaksi antara perlakuan
dasarnya dapat memperlebar pori-pori film penambahan lisozim putih telur dan waktu
dan ikatan antar komponen penyusunnya pematangan memberikan perbedaan yang
menjadi lemah, sehingga mempermudah nyata. Perlakuan tanpa penambahan
permeabilitas uap air. Ruang air yang lisozim mempunyai nilai (a*) yang tinggi
ditinggalkan akan digantikan oleh lemak apabila dibandingkan dengan perlakuan
yang terdapat pigmen karotenoid di penambahan lisozim. Salah satu
dalamnya, sehingga keju cenderung penyebabnya adalah protein whey yang
berwarna kemerahan. Pernyataan ini sesuai mampu memperkuat matriks protein
dengan pendapat Winarno (2004), karena bersifat hidrofilik akibat proses
karotenoid adalah pigmen yang berwarna denaturasi yang tidak sempurna, sehingga
kuning orange atau orange kemerahan. air bebas mudah mengalami proses
Nilai (a*) yang tinggi pada evaporasi dan kandungan lemak semakin
pematangan 1 hari dan 2 minggu bisa bertambah yang menyebabkan pigmen
disebabkan oleh kerusakan warna selama karotenoid pemberi warna merah yang
pemanasan karena umur keju tersebut terkandung di dalamnya juga menyebar
masih muda dan tidak mengalami proses secara merata. Interaksi perlakuan tanpa
pematangan yang lama. Warna merah pada penambahan lisozim dan waktu
keju yang berlebihan juga dapat pematangan 1 hari (P0Q1) mempunyai nilai
(a*) tertinggi disebabkan oleh kerusakan minggu mempunyai perbedaan yang sama
fisik keju yang rentan pada awal waktu karena nilai (a*) dapat dideteksi pada
pematangan. umur pematangan 25 hari sampai 60 hari
Hasil uji BNT yang diperoleh yaitu apabila sudah terbentuk serbuk warna
waktu pematangan 4 minggu dan 8 merah.

Intensitas Kekuningan (b*)

Rata-rata Nilai Kekuningan (b*) pada keju Gouda


Perlakuan Pematangan Rata-rata
Penambahan Lisozim Q1 Q2 Q3 Q4
bcd a d
P0 23,23 ±1,05 20,80 ±1,10 24,70 ±1,00 24,37cd±1,51 23,28±1,53
P1 22,37ab±1,11 24,77d±0,60 24,67d±1,17 24,97d±0,24 24,19±1,06
P2 21,10a±2,29 24,47d±0,86 24,97d±0,66 25,00d±0,22 23,88±1,62
Rata-rata 22,23a±0,88 23,34ab±1,80 24,78b±0,13 24,78b±0,29
Keterangan : - Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama dari rata-rata nilai (b*)
dengan perlakuan waktu pematangan memberikan perbedaan pengaruh
yang sangat nyata (P ≤ 0,01).
- Superskrip yang berbeda dari rata-rata nilai (b*) dengan interaksi antara
penambahan lisozim dan waktu pematangan memberikan perbedaan
pengaruh yang sangat nyata (P ≤ 0,05).

Perlakuan penambahan lisozim bertambahnya waktu pematangan karena


memperoleh nilai (b*) yang tinggi terjadinya proses evaporasi air bebas.
daripada perlakuan tanpa penambahan Pigmen karotenoid yang terdapat pada
lisozim pada edible film. Hal ini lemak keju dapat memberikan warna
dipengaruhi oleh lisozim mempunyai kekuningan. Nilai (b*) pada keju akan
ikatan disulfida (S – S). Laju permeabilitas meningkat seiring dengan bertambahnya
uap air akan semakin tinggi dan proses waktu pemeraman (Pinho et al., 2004).
evaporasi air bebas akan lebih mudah, Interaksi antara perlakuan
sehingga kandungan lemak di dalam keju penambahan lisozim putih telur dan waktu
bertambah dan pigmen karotenoid yang pematangan memberikan perbedaan
terdapat di dalamnya menyebar secara pengaruh yang sangat nyata. Perlakuan
merata. Warna kuning pada keju penambahan lisozim dapat meningkatkan
disebabkan oleh pigmen karotenoid. nilai (b*) daripada perlakuan tanpa
Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat penambahan lisozim. Hal ini dipengaruhi
Warna kuning pada keju disebabkan oleh lisozim yang bersifat hidrofilik,
karena adanya globula lemak (Fox et al., sehingga dapat mengakibatkan molekul
2003). antar penyusun film menjadi lemah dan
Semakin lama pematangan maka pori-pori yang terbentuk semakin lebar.
nilai rata-rata yang dihasilkan semakin Air bebas yang menguap menyebabkan
tinggi mulai dari 1 hari, 2 minggu, 4 kandungan lemak akan semakin meningkat
minggu, sampai 8 minggu. Hal ini untuk mengisi ruang yang ditinggalkan
dipengaruhi oleh kandungan lemak yang oleh air. Globula lemak tersebut berisi
semakin tinggi sesuai dengan pigmen karotenoid yang memberi warna
kuning pada keju, semakin lama waktu Hasil uji BNT yang diperoleh yaitu
pematangan maka warna kuning pada keju pematangan 2 minggu, 4 minggu, dan 8
akan semakin pekat karena penyebaran minggu mempunyai perbedaan yang sama
pigmen karotenoidnya lebih sempurna. karena penyebaran karotenoid semakin
Konsentrasi lisozim 0,5 % lebih stabil bertambah seiring lama pematangan.
daripada 1,0 % karena penggunaan lisozim Pematangan 1 hari kandungan air di
yang terlalu berlebihan dapat memudarkan dalamnya masih tinggi, sehingga warna
warna pada produk pangan dan aktivitas kekuningan tidak tampak secara jelas.
enzim tidak bekerja secara maksimal.

Mikrostruktur

Hasil penelitian mikrostruktur keju Gouda dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.

P0Q1 (a) P1Q1 (b) P2Q1 (c)

P0Q2 (d) P1Q2 (e) P2Q2 (f)

P0Q3 (g) P1Q3 (h) P2Q3 (i)


P

P0Q4 (j) P1Q4 (k) P2Q4 (l)

Gambar 1. Mikrostruktur keju Gouda dengan perlakuan penambahan lisozim putih telur
dan perlakuan waktu pematangan yang berbeda dengan perbesaran 4000x.
Keterangan: Perlakuan tanpa penambahan lisozim (P0), penambahan lisozim 0,5 % (P1), dan
penambahan lisozim 1,0 % (P2) dengan waktu pematangan 1 hari (Q1), 2
minggu (Q2), 4 minggu (Q3), dan 8 minggu (Q4). Warna putih: Penyebaran
matriks protein. Warna hitam: rongga air karena terjadinya proses evaporasi
Analisis mikrostruktur mempunyai diakibatkan oleh menurunnya kadar air
peranan penting dalam pengendalian dalam keju.
kualitas produk susu. Mikrostruktur keju Interaksi antara penambahan
merupakan susunan dari partikel-partikel lisozim putih telur dan waktu pematangan
kasein yang bersama bergabung menjadi terdapat perbedaan terhadap gambar
kelompok dan rangkaian untuk mikrostruktur yang dihasilkan.
membentuk keseluruhan matriks protein Penambahan lisozim pada keju dapat
yang memisahkan air, globula lemak, dan membantu proses proteolisis, sehingga
mineral (Impoco et al., 2004). Keju Gouda struktur protein lebih jelas apabila
yang dilapisi dengan edible film tanpa dibandingkan dengan perlakuan tanpa
penambahan lisozim struktur proteinnya penambahan lisozim. Ruang air yang
lebih longgar daripada edible film dengan ditinggalkan akan terlihat jelas pada
penambahan lisozim. Hal ini dipengaruhi struktur keju dan berbentuk seperti rongga,
oleh kemampuan lisozim dalam mengikat serta matriks protein dan globula lemaknya
protein, sehingga ikatan matriks protein akan bertambah seiring lama waktu
dengan mineral kalsium menjadi lemah. pematangan. Interaksi penambahan
Perbedaan antara perlakuan tanpa lisozim 1,0 % dan waktu pematangan 8
penambahan lisozim putih telur dan minggu (P2Q4) kandungan proteinnya
penambahan lisozim putih telur dengan lebih kompak.
konsentrasi 0,5 % (P1) dan 1,0 % (P2) pada
edible film dipengaruhi oleh berkurangnya Struktur Mikroskopis
kandungan air dalam keju, sehingga Perlakuan dengan penambahan
menimbulkan rongga karena terjadinya lisozim warna hijaunya lebih pekat, jelas,
proses evaporasi air dan rongga tersebut rata, dan strukturnya lebih kompak. Warna
akan digantikan oleh globula lemak dan hijau menandakan adanya kandungan
matriks protein. Penambahan lisozim juga protein, sedangkan warna kuning
membantu terjadinya proses proteolisis merupakan struktur permukaan keju
yang menyebabkan ikatan matriks protein Gouda. Hasil penelitian yang diperoleh
dengan mineral kalsium menjadi lemah. menggambarkan bahwa semakin banyak
Semakin banyak penambahan lisozim lisozim yang diberikan pada edible film,
yang diberikan, maka aktivitas maka kandungan protein yang terdapat di
proteolisisnya akan semakin cepat dan dalam keju akan semakin banyak dan jelas
gambar mikrostruktur yang dihasilkan karena lisozim yang bersifat hidrofilik
banyak terlihat kandungan proteinnya. dapat memperkuat ikatan molekul
Perlakuan waktu pematangan yang penyusun film, sehingga terjadi proses
berbeda juga menghasilkan gambar evaporasi yang mengakibatkan kandungan
mikrostruktur keju yang berbeda. Semakin air bebas semakin menurun. Adanya
lama pematangan, maka kandungan air proses evaporasi tersebut menyebabkan
semakin berkurang dan menyebabkan penyebaran protein lebih merata dan ikatan
ikatan antar matriks protein semakin kuat. antar matriks protein lebih kuat.
Buffa et al. (2001) menyatakan bahwa Khosrowshahi et al. (2006) menyatakan
proses pemeraman dapat menyebabkan bahwa kadar air (air bebas) yang
keju mengalami perubahan yang terkandung dalam keju akan terus menurun
akibat terjadinya penguapan sejalan
Hasil penelitian struktur mikropkopis keju Gouda dapat dilihat pada Gambar 2.
dibawah ini.

P0Q1 (a) P1Q1 (b) P2Q1 (c)

P0Q2 (d) P1Q2 (e) P2Q2 (f)

P0Q3 (g) P1Q3 (h) P2Q3 (i)

P0Q4 (j) P1Q4 (k) P2Q4 (l)

Gambar 2. Struktur keju Gouda dilihat secara mikroskopis dengan perlakuan penambahan
lisozim putih telur dan perlakuan waktu pematangan yang berbeda dengan
perbesaran 100x.
Keterangan : perlakuan tanpa penambahan lisozim (P0), penambahan lisozim 0,5 % (P1), dan
penambahan lisozim 1,0 % (P2) dengan waktu pematangan 1 hari (Q1), 2
minggu (Q2), 4 minggu (Q3), dan 8 minggu (Q4). Warna hijau: Penyebaran
matriks protein. Warna kuning: struktur permukaan keju.

dengan peningkatan waktu pematangan. minggu. Pernyataan ini sesuai dengan


Peningkatan aktivitas proteolisis pendapat Marcellino et al. (1992), periode
pada keju Gouda dapat menambah nilai pematangan 60 hari, permukaan keju
protein di dalam keju karena terjadinya menjadi semakin kering dan terjadi
proses hidrolisis pada ikatan peptida (S – pengerasan kulit yang berwarna kuning tua
S) yang berhubungan dengan air bebas, dan orange. Tingkat kekerasan yang
sehingga waktu pematangan akan dihasilkan disebabkan oleh kadar air di
mengurangi kandungan air yang terdapat dalam keju Gouda semakin menurun
di dalam keju. Pematangan 8 minggu pada seiring dengan lama waktu pematangan.
keju Gouda struktur protein yang terlihat Interaksi antara perlakuan
lebih pekat, kompak, dan merata dari pada penambahan lisozim dan waktu
pematangan 1 hari, 2 minggu, dan 4 pematangan pada struktur mikroskopis
memberikan hasil yang berbeda apabila Raw, Pasteurized or High-Pressure-
dilihat dari kandungan proteinnya. Treated Goats Milk. Int. Dairy J. 11
Rendahnya kandungan air pada keju akan (11-12): 927-934.
terjadi penyebaran protein dan lemak
Cagri, A., Z. Ustunol, W. Osburn, and E.
secara merata. Interaksi antara perlakuan T. Ryser. 2003. Inhibition of
lisozim 0,5 % dan waktu pematangan 8 Listeria monocytogenes on Hot
minggu (P1Q4) memberikan warna hijau Dogs Using Antimicrobial Whey
yang lebih pekat, jelas, rata, dan Protein-Based Edible Casings. J.
strukturnya lebih kompak. Food Sci. 68 (1): 291-299.

Craen, H. M., M. C. Broome, R. E.


Perlakuan Terbaik
Chandler, and N. Jansen. 2001.
Perlakuan penambahan lisozim 0,5 % dan Dairy Products in Moir, C.J., C.A.
pematangan 8 minggu mempunyai Kabilafakas, G. Arnold, B.M. Cox,
karakteristik keju Gouda yang baik sesuai A.D. Hockibg and I. Jenson Eds.
dengan kualitas fisiknya, dengan rata-rata Spoilage of Processed Foods,
nilai tekstur 17,77 mm/g/detik; nilai (L*) Cause and Diagnosis AIFST, Inc,
60,77 %; (a*) 14,03 %; (b*) 24,37 %; NSW.
mikrostruktur (P2Q4) lebih kompak dan
Dangaran, L. K., R. Nantz, and J. M.
rongga struktur keju tidak jelas; serta Krochta. 2004. Crytallization
struktur mikroskopis (P1Q4) lebih pekat Inhibitor Effect on Rate of Gloss
karena menyerap warna hijau (fastgreen), Fade of Whey Protein Coating.
jelas, rata, dan strukturnya lebih kompak. Departement of Food Science and
Technology. University of
Callifornia. Davis. (IFT Poster
KESIMPULAN
Presentation).
Perlakuan penambahan lisozim dan
waktu pematangan pada keju Gouda dapat Fox, P. F., P. L. H. McSweeney, T. M.
meningkatkan nilai kemerahan (a*) dan Cogan, and T. P. Guinee. 2000.
kekuningan (b*), tetapi dapat menurunkan Fundamentals of Cheese Science.
nilai tekstur dan kecerahan (L*). Gambar An Aspen Publication.
mikrostruktur dan struktur mikroskopis Gaitherburg. Maryland.
mengalami peningkatan protein dan lemak
Impoco, G., S. Carrato, M. Caccamo, L.
dengan adanya penambahan lisozim dan Tuminello, and G. Licitra. 2004.
lama waktu pematangan. Perlakuan terbaik Quantitative Analysis of Cheese
pada penelitian ini adalah penambahan Microstructure Using SEM
lisozim 0,5 % dengan pematangan 8 Imagery. Image Analysis Methods
minggu. for Industrial Application. Italy.

Kartika, B., D. Guritno, D. Purwadi, dan


DAFTAR PUSTAKA D. Ismoyowati. 1992. Petunjuk
Evaluasi Produk Industri Hasil
Buffa, M. N., A. J. Trujillo, M. Pavia, and Pertanian. Penerbit Proyek
B. Guamis. 2001. Changes in Pembangunan Pusat Fasilitas
Textural, Microstructural, and Bersama antar Universitas. PAU
Colour Characteristics During Pangan dan Gizi. Universitas
Ripening of Cheeses Made from Gadjah Mada. Yogyakarta.
Khosrowshahi, A., A. Madadlou, M. E. Z. terhadap Kadar Air, Kadar Lemak,
Mousavi, and Z. E. Djomeh. 2006. dan Mutu Organoleptik Keju
Monitoring the Chemical and Olahan. Program Studi Teknologi
Textural Changes During Ripening Hasil Ternak. Fakultas Peternakan.
of Iranian White Cheese Made with Universitas Brawijaya. Malang.
Different Concentrations of Starter.
J. Dairy Sci. 89: 3318-3325. Sothornvit, R. and J. M. Krochta. 2000.
Kubiak, K. and P. Mulheran. 2008. Hen Water Vapor Permeability and
Egg White Lysozyme Adsorption Solubility of Films from
on a Mica Surface: a Fully Hydrolyzed Whey Protein. J. Food
Atomistic Molecular Dynamics Sci. 65 (4): 700-703.
Study. Proceedings of the NIC
Workshop. 40: 273-276. Yuwono, S. dan T. Susanto. 1998.
Pengujian Fisik Pangan. Jurusan
Marcellino, S. N. and D. R. Benson. 1992. Teknologi Hasil Pertanian.
Scanning Electron and Light Fakultas Teknologi Pertanian.
Microscopic Study of Microbial Universitas Brawijaya. Malang.
Succession on Bethiehem St. Dalam Rahmi A. 2008. Pengaruh
Nectaire Cheese. Applied and Penambahan Asam Benzoat dan
Environmental Microbiology. 58 Asam Propionat pada Aplikasi
(11): 3448-3454. Edible Film Protein Whey terhadap
Kualitas Fisik Keju Gouda.
Pinho, O., E. Mendes, M. M. Alves, and I Program Studi Teknologi Hasil
M P L V O Ferreira. 2004. Ternak. Fakultas Peternakan.
Chemical, Physical, and Sensorial Universitas Brawijaya. Malang.
Characteristics of “Terrincho” Ewe
Cheese: Changes During Ripening Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
and Intravarietal Comparison. J. PT Gramedia Pustaka Utama.
Dairy Sci. 87 (2): 249-257. Jakarta.

Radiati, L. E. 2010. Pengaruh Enzim dan


Emulsifier terhadap Kualitas Keju
Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Ternak. 5 (2): 23-27.

Rahmadian, S. A. 2007. Kajian Kualitas


Fisik dan Mutu Organoleptik Keju
Cottage yang Dibuat dengan Enzim
Renin Mucor pusillus. Program
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya.
Malang.

Romlah. 1997. Sifat Fisik Adonan Mie


Beberapa Jenis Tepung Gandum
dengan Penambahan Kamsui,
Telur, dan Ubi Kayu. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. Dalam
Yunianto, D. 2006. Pengaruh
Penambahan Filler Tepung Tapioka

You might also like