You are on page 1of 13

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP

TINDAKAN 3M ( MENGURAS, MENUTUP, MENGUBUR ) UNTUK


MENCEGAH PENYAKITDEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KELURAHAN TATURA UTARA TAHUN 2013
Agung Ayu Widhyantari*, Muh.Ardi Munir**, Vera Diana Towidjojo***
* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Tadulako
** Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
*** Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

ABSTRAK
Background: Indonesia is an endemic area of dengue hemorrhagic fever. dengue
fever influenced by environmental conditions, population mobility, and community
behavior. One of the preventive measures of dengue is 3M (drain, close, bury).
This research aims to find out the level of knowledge and the public about the
actions of 3 m to prevent dengue fever. The research was conducted in the Village
of North Tatura in 2013.
Methods: This study is a descriptive survey study with a large sample of 98
people who are heads of household or village housewife in North Tatura.
Proportional sampling using cluster random sampling technique. research
instrument was a questionnaire containing 10 questions for knowledge, and 7
questions for attitude.
Results: the results of this study indicate that most respondents have a good level
of knowledge (82.7%), while those with sufficient levels of knowledge (13.3%)
and lack of knowledge (4.1%). For the assessment of attitudes, the majority of
respondents have a good attitude (96.6%) of the 3M action, and only a small
percentage have enough knowledge level (3.1%).
Conclusion: it can be concluded that the level of public knowledge of the 3M
actions to prevent dengue disease in the Village of North Tatura be in either
category. their attitudes are also within either category.
Keywords: knowledge, attitude, 3 m, dengue hemorrhagic fever

ABSTRAK

Latar Belakang: Indonesia merupakan wilayah endemis Demam Berdarah


Dengue. Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas
penduduk, dan perilaku masyarakat. Salah satu tindakan pencegahan DBD adalah
3M (menguras, menutup, mengubur). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan masyarakat tentang tindakan 3M untuk mencegah
penyakit DBD. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tatura Utara tahun 2013.
Metode: penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan besar sampel 98
orang yang merupakan kepala keluarga atau ibu rumah tangga di Kelurahan
Tatura Utara. Pengambilan sampel menggunakan tekhnik proportional cluster
random sampling. instrumen penelitiannya adalah kuisioner yang berisi 10
pertanyaan untuk pengetahuan dan 7 pertanyaan untuk sikap.
Hasil: hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pengetahuan baik (82,7%), sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan
cukup (13,3%) dan pengetahuan kurang (4,1%). Untuk penilaian sikap, sebagian
responden memiliki sikap baik (96,6%) terhadap tindakan 3M, dan hanya
sebagian kecil yang memiliki tingkat pengetahuan cukup (3,1%).
Kesimpulan: dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
tindakan 3M untuk mencegah penyakit DBD di Kelurahan Tatura Utara berada
dalam kategori baik. sikap mereka juga berada dalam kategori baik.
Kata Kunci: pengetahuan, sikap, 3M, Demam berdarah dengue

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah


tanah air. Insiden terjadinya DBD di Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.00
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.[1]
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diperoleh jumlah
kasus DBD selama tahun 2011 sebesar 2.037 kasus yang terjadi di 11
Kabupaten/Kota se- Sulawesi Tengah. Kasus yang terbanyak terjadi di kota Palu
yaitu 1.061 kasus. Dan yang terendah di Kabupaten Banggai Kepulauan yaitu 0
kasus. [2]

Kasus DBD di Sulawesi Tengah selama lima tahun terakhir cenderung


meningkat, hal tersebut disebabkan mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang
tak terkendali, perubahan iklim yang cenderung menambah jumlah habitat vektor,
serta kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian Demam Berdarah
Dengue. [2]
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Palu, kasus DBD yang terbanyak
terjadi di wilayah kerja Puskesmas Mabelo pura, dengan angka kejadian tertinggi
pertama pada kelurahan Tatura Utara sebanyak 60 kasus. Di ikuti Kelurahan
Tatura Selatan sebanyak 50 kasus, Kelurahan Pengau 35 kasus, Palupi 30 kasus,
dan terendah pada kelurahan Tavanjuka yaitu sebanyak 13 kasus. [3]
Peneliti memilih Kelurahan Tatura Utara sebagai tempat penelitian karena
sesuai data, Kelurahan ini merupakan kelurahan yang memiliki kasus DBD
tertinggi sepanjang tahun 2011.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey descriptive yaitu
penelitian yang menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat
mengenai tindakan 3M di Kelurahan Tatura Utara. Dan tekhnik pengambilan
sampel dilakukan dengan cara menggunakan metode proportional cluster random
sampling dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak pada kelompok
individu dalam populasi, misalnya berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, dan
kelurahan). Selanjutnya, sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi
dalam hal ini tekhnik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive
sampling atau pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan (kriteria inklusi dan
eksklusi).

Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa kuisioner yang

terdiri dari 17 soal yang dimana 10 pertanyaan untuk mengetahui tingkat


pengetahuan dan merupakan pilihan jawaban (multiple choice). Dan 7 pertanyaan
untuk mengetahui sikap masyarakat yang memiliki 5 item jawaban yang tersedia.
Olahan data ini dilakukan dengan cara editing, coding, entry dan tabulating serta
dianalisa data disesuaikan dengan variabel yang akan diuji. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi statistik atau dengan
program Statistic Package for Social Science (SPSS) versi 17.0.
3

HASIL
Tabel 4.1: Karakteristik Responden berdasarkan usia
Usia
22-33 tahun
34-45 tahun
46-56 tahun
Total

Frekuensi (N)
25
38
35
98

Persentasi (%)
25,5
38,8
35,7
100

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa kelompok usia terbesar yang bersedia
menjadi responden pada penelitian ini adalah kelompok yang berusia 34-45 tahun
yaitu sebanyak 38 (38,8%) orang dan yang terendah pada kelompok usia 46-56
tahun yaitu 25 (25,5%) orang .
Tabel 2: Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Dll(D3/sarjana)
Total

Frekuensi (N)
3
20
27
48
98

Persentasi (%)
3,1
20,4
27,6
49,0
100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden


mempunyai tingkat pendidikan D3 atau sarjana yaitu sebanyak 48 (49,0%) orang.
Dan hanya sebagian kecil responden yang memiliki tingkat pendidikan SD yaitu
sebanyak 3 (3,1%) orang. Dan tidak ada ressponden yang memiliki pendidikan
terakhir tidak tamat SD.
Tabel 3:Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Frekuensi (N)
Persentasi (%)
PNS
39
39,8
Swasta
36
36,7
Wiraswasta
23
23,5
Total
98
100
Tabel diatas dapat menunjukan bahwa responden yang mepunyai jumlah
paling banyak adalah yang bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 39 (39,8).
Sedangkan yang paling sedikit adalahwiraswasta yaitu sebanyak 23 (23,5).

Tabel 4: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan


Tingkat Pengetahuan

Frekuensi (N)

Persentasi (%)

81
13
4
98

82,7
13,3
4,1
100

Baik
Cukup
Kurang
Total

Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat


pengetahuan baik yaitu sebanyak 88 (82,7%). Ada sebanyak 13 (13,3%) yang
memiliki tingkat pengetahuan cukup. Dan sangat kecil yang memiliki tingkat
pengetahun kurang yaitu 4 (4,1%).
Tabel 5: Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur
Usia
22 - 33

Baik
n
%
28
80,0

Pengetahuan
Cukup
n
%
6
17,1

Total
Kurang
n
%
1
2,9

34 - 45

32

84,2

10,5

46 - 56

21

84,0

12,0

81

82,7

13

13,3

Total

n
35
100
5,3 38
100
4,0 25
100
4,1 98
100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat yang berada pada kelompok
umur 22-33 tahun mempunyai pengetahuan baik sebanyak 28

(80%),

pengetahuan cukup sebanyak 6 (17,1%), dan pengetahuan kurang sebanyak 1


(2,9%). Pada kelompok umur 34-45 tahun, responden yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 32 (84,2%), yang berpengetahuan cukup sebanyak 4 (10, 5%), dan
yang berpengetahuan kurang sebanyak 2 (5,3%). Sedangkan pada kelompok umur
46-56 tahun, responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 21 (84%),
yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3 (12%), dan yang memiliki
pengetauan kurang sebanyak 1 (4,0%).

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kelompok


Pendidikan Terakhir
Pendidikan
Terakhir

Pengetahuan

n
%
n
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
D3/Sarjana
Total

baik
%
11
24
89,9
46
95,8
81
82,7

55,0

cukup
%

Total

8
3

40,0
11,1

3
1
-

4,2

13

13,3

kurang
%
100
5,0
-

3
20
27

100
100
100

48

100

4,1

98

100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian responden yang berpengetahuan
baik terdapat pada kelompok dengan tingkat pendidikan terakhir D3 ataupun
sarjana yaitu 46 (95,8%). Sedangkan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak
2 (4,2%). Pada kelompok tingkat pendidikan terakhir SMA, yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 24 (89,9%), yang memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 3 (11,1%). Pada kelompok tingkat pendidikan terakhir SMP, responden
yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 11 (55%), pengetahuan cukup
sebanyak 8 (40%), dan pengetahuan kurang sebanyak 1 (5%). Pada kelompok
tingkat pendidikan terakhir SD terdapat 3 (100%) yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
n
%
PNS
Swasta
Wiraswasta
Total

Pengetahuan
baik
cukup
n
% n
%
33
84,6
5
12,8
28
77,8
7
19,4
20
82,7
1
4,3
81
82,7
13
13,3

Total
kurang
n
%
1
2,6
1
2,8
2
8,7
4
4,1

39
36
23
98

100
100
100
100

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki status
pekerjaan sebagai PNS adalah sebanyak 39.dan responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 33 (84,6%), yang memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 5 (12%), dan yang pengetahuan kurang sebanyak 1 (2,6%). Pada
kelompok responden dengan status pekerjaan sebagai pegawai swasta, yang
memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 28 (77,8%), yang memiliki
pengetahuan cukup sebanyak 7 (19,4), dan yang memiliki tingkat pengetahuan
kurang sebanyak 1 (2,8%). Sedangkan pada responden yang memiliki status
pekerjaan wiraswasta terdapat 20 (82,7%) yang memiliki pengetahuan baik, 1
(4,3%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 (8,7%) yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang.
Tabel 8: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap
Sikap

Frekuensi (N)
95
3
98

Baik
Cukup
Kurang
Total

Persentasi (%)
96,9
3,1
100

Tabel 4.8 menggambarkan bahwa hampir semua responden memiliki sikap


yang baik terhadap tindakan 3M yaitu 95 (96,9%). Sedangkan yang memiliki
sikap cukup hanya 3 (3,1%). Dan tak ada responden yang memiliki sikap kurang
terhadap tindakan 3M.
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur
Usia
(Tahun)
n
22 - 33
34 - 45
46 - 56
Total

Sikap

%
35
37
23
95

baik
n
%
100
97,4
92,0
96,9

cukup
n
1
2
3

Total
kurang
n

%
2,6
8,0
3,1

%
-

35
38
25
98

100
100
100
100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berada pada kelompok
umur 22-33 tahun memiliki sikap yang baik sebanyak 35 (100%) dan tak ada
responden yang memiliki sikap cukup dan kurang terhadap tindakan 3M. Pada
kelompok umur 34-45 tahun yang memiliki sikap baik adalah sebanyak 47
(97,4%), yang memiliki sikap cukup sebanyak 1 (2,6%) dan tidak ada yang
memiliki sikapkurang terhadap tindakan 3M. Sedangkan pada kelompok umur 4656 tahun terdapat 23 (92%) yang memiliki sikap baik, dan 2 (8%) yang memiliki
sikap cukup terhadap tindakan 3M.
Tabel 10 Distribusi Frekuensi sikap Berdasarkan Kelompok Pendidikan
Terakhir
Pendidikan
Terakhir

Sikap
baik
%

n
%
n
Tidak tamat SD
SD
2
66,7
SMP
18
90,0
SMA
27
D3/Sarjana
48
Total
95
96,9

cukup
%
1

n
33,3

kurang
%
-

10,0

20

100

3,1

27
48
98

100
100
100

n
-

100
100

Total

100

Tabel diatas menunjukan bahwa pada kelompok responden yang tingkat


pendidikannya D3 ataupun sarjana, terdapat 48 (100%) yang memiliki sikap baik
terhadap tindakan 3M, dan tak ada responden yang memiliki sikap cukup ataupun
kurang. Pada kelompok yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA terdapat
27 (100%) yang memiliki sikap baik terhadap tindakan 3M. Pada responden
dengan tingkat pendidikan terakhir SMP, terdapat 18 (90%) yang memiliki sikap
baik dan 2 (10%) yang memiliki sikap cukup. Sedangkan responden dengan
tingkat pendidikan terakhir SD, terdapat 2 (66,7%) yang memiliki sikap baik dan
1 (33,3%) yang memiliki sikap cukup terhadap tindakan 3M.

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Sikap Berdasarkan Kelompok Pekerjaan


Pekerjaan
n
%
PNS
Swasta
Wiraswasta
Total

Pengetahuan
baik
cukup
n
%
n
%
38
97,4
1
2,6
34
94,4
2
5,6
23
100
95
96,9
3
3,1

Total
kurang
n
%
-

39
36
23
98

100
100
100
100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa padaresponden yang bekerja sebagai
PNS, terdapat 37 (97,4%) yang memiliki sikap baik dan 1 (2,6%) yang memiliki
sikap cukup terhadap tindakan 3M. Pada kelompok responden dengan status
pekerjaan sebagai pegawai swasta, terdapat 34 (94.4%) yang memiliki sikap baik
terhadap 3M, sedangkan yang memiliki sikap cukup sebanyak 2 (5,6%). Dan
responden dengan status pekerjaan wiraswasta, terdapat 23 (100%) yang memiliki
sikap baik terhadap 3M.

PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian di Kelurahan Tatura Utara, didapatkan dari 98
responden sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu
sebanyak 81 (82,7%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 13
(13,3%), sedangkan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat pengetahuan
kurang yaitu sebanyak 4 (4,1%). Penelitian oleh Try Gerani Pretalia (2012) [4]
yang dilakukan di kelurahan Birobuli Utara meneunjukan bahwa sebagian besar
tingkat pengetauan responden adalah cukup (63%) sedangkan untuk tingkat
pengetahuan baik (33%) dan tingkat pengetahuan kurang hanya sebagian kecil
(4%). Hasil yang berbeda ini dapat di karenakan oleh beberapa faktor yaitu
tingkat pendidikan, pekerjaan dan umur responden. Hal ini sesuai dengan
pendapat

Notoadmodjo

(2003)[5]

yang

menyatakan

bahwa

pengetahuan

dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pendidikan, pekerjaan, umur. Dan faktor
external yang mencakup lingkungan dan sosial budaya.

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Tatura


Utara mengenai tindakan 3M berdasarkan karakteristik usia, diperoleh bahwa
responden yang mempunyai pengetahuan baik mengenai tindakan 3M banyak
pada rentan usia 34-45 tahun yaitu 32 (84,2%), pada rentan usia 22-33 tahun
sebanyak 28 (80,0%) dan sedikit pada rentan usia 46-56 tahun yaitu 21 (84%).
Sedangkan tingkat pengetahuan dengan kategori cukup, terbanyak pada rentan
usia 22-33 tahun yaitu 6 (17,1%), pada rentan usia 34-45 tahun sebanyak 4 orang
(10,5%), dan paling sedikit pada rentan usia 46-56 tahun yaitu 3 (12,0%). Pada
tingkat pengetahuan dengan kategori kurang, terbanyak pada rentan usia 46-56
tahun yaitu 4 (4,1%), pada rentan usia 34-45 tahun terdapat 2 (5,3%), dan paling
sedikit pada rentan usia 22-33 tahun yaitu 1 orang. Hal ini tidak sejalan dengan
pernyataan Notoadmodjo (2010)[6] yang mengungkapkan bahwa usia juga
mempengaruhi pengetahuan seseorang karena dengan bertambahnya usia maka
akan bertambah pula intelektualnya. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kurang
aktifnya rentan usia 22-33 tahun dan 46-56 tahun dalam mengikuti kegiatankegiatan yang bertemakan kesehatan atau bahkan kurangnya mereka mendapat
paparan informasi mengenai tindakan 3M baik dari media elektronik, media
massa, maupun dari sumber informasi lainnya.
Jika dilihat dari segi pendidikan terakhir didapatkan bahwa sebagian besar
responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik adalah pada responden yang
pendidikan terakhirnya D3 ataupun sarjana yaitu 46 (95,8%), dan hanya 2 orang
(4,2%) yang memiliki pengetahuan cukup terhadap tindakan 3M sebagai tindakan
pencegahan penyakit DBD. Untuk responden yang pendidikan terakhirnya SMA,
terdapat 24 (89,9%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik, dan 3 (11,1%) yang
memiliki tingkat pengetahuan cukup. Pada responden dengan pendidikan terakhir
SMP terdapat 11 (55,0%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 8 (40,0%)
memiliki tingkat pengetahuan cukup dan 1 (5,0%) dengan tingkat pengetahuan
kurang. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD memiliki
tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 (100%). Hasil ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007)[7] bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu salah satunya pendidikan. Dengan meningkatnya

10

tingkat pendidikan seseorang maka meningkat pula tingkat pengetahuannya. Hal


ini dapat terjadi karena dengan meningkatnya pendidikan seseorang maka akan
lebih banyak informasi dan pengetahuan yang didapatkan.
Jika ditinjau berdasarkan status pekerjaan, tingkat pengetahuan kategori baik
terdapat paling banyak pada responden yang memiliki status pekerjaan sebagai
PNS yaitu 33 (84,6%), dan paling sedikit pada responden yang memiliki status
pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu 20 (82,7%). Tingkat pengetahuan seseorang
juga dapat di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti yang diungkapkan oleh
Notoadmodjo (2003).[5]
Menurut Notoadmodjo (2010)[6], sikap merupakan sikap tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat, dan emosi yang bersangkutan.baik itu reaksi positif ataupun reaksi
negatif. Sikap memiliki 3 komponen pokok yaitu kepercayaan atau keyakinan
seseorang terhadap objek, kehidupan atau evaluasi seseorang terhadap objek, dan
kecendrungan untuk bertindak.
Distribusi frekuensi sikap masyarakat di Kelurahan Tatura Utara mengenai
tindakan 3M berdasarkan karakteristik usia, diperoleh bahwa responden yang
mempunyai sikap baik mengenai tindakan 3M banyak pada rentan usia 34-45
tahun yaitu 37 (97,4%), pada rentan usia 22-33 tahun sebanyak orang 35 (100%)
dan sedikit pada rentan usia 46-56 tahun yaitu 23 orang (92,0%). Sedangkan
tingkat pengetahuan dengan kategori cukup hanya sebagian kecil saja yaitu ,pada
rentan usia 46-56 tahun yaitu 2 (8,0%) responden, pada rentan usia 34-45 tahun
sebanyak 1 (2,6%), dan tidak ada responden yang memiliki sikap dengan kategori
kurang.
Jika dilihat dari segi pendidikan terakhir didapatkan bahwa sebagian besar
responden yang memiliki sikap dengan kategori baik adalah pada responden yang
pendidikan terakhirnya D3 ataupun sarjana yaitu 48 (100%). Untuk responden
yang pendidikan terakhirnya SMA, terdapat 27 (89,9%) responden yang memiliki
sikap baik. Pada responden dengan pendidikan terakhir SMP terdapat 18 (90.0%)
responden yang memiliki sikap baik, dan 2 (20,0%) memiliki sikap cukup.
Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD memiliki sikap baik

11

sebanyak 2 (66,7%) dean yang memiliki sikap cukup sebanyak 1 (33,3%)


responden.
Jika ditinjau berdasarkan status pekerjaan, sikap dengan kategori baik
terdapat paling banyak pada responden yang memiliki status pekerjaan sebagai
PNS yaitu 38 (97,4%) dan yang memiliki sikap dengan kategori cukup sebanyak 1
(2,6%) responden. Responden yang memiliki status pekerjaan swasta terdapat
sebanyak 34 (94,4%) yang memiliki sikap baik dan 2 (5,6%) responden yang
memiliki sikap cukup terhadap 3M. Sedangkan responden yang memiliki status
pekerjaan sebagai wiraswasta terdapat 23 (100%) responden yang memiliki sikap
baik terhadap 3M.
Hasil keseluruhan yang didapatkan dari responden mengenai sikap mereka
terhadap tindakan 3M pada umumnya baik yaitu dari 98 responden terdapat 95
(96,9%) responden yang memiliki sikap baik. Dan hanya sebagian kecil yang
memiliki sikap cukup terhadap tindakan 3M yaitu 3 (3,1%) responden. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Tri Gerani Pretalia (2012)[4] di Kelurahan Birobuli
Utara, didapatkan hasil responden sebagian besar memiliki sifat cukup (50,0%)
terhadap 3M. Hasil yang berbeda ini dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pengalaman pribadi,lembaga pendidikan, dan kebudayaan seperti yang
dikemukakan oleh Anzwar (2005)[8] yaitu pembentukan sikap juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain
yang dianggap penting, kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan, lembaga
keagamaan, dan faktor emosi dalam individu.
Tingginya angka kejadian DBD di Kelurahan Tatura Utara kemungkinan
karena sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan predisposisi
tindakan dan sesuatu yang belum tentu akan dikerjakan jika tidak mendapatkan
dukungan dari masyarakat dan lingkungan sekitar, dan dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi yang memungkinkan keluarga untuk melakukan praktek pencegahan
DBD. Karena berdasarkan data ABJ (angka bebas jentik) di peroleh bahwa
masihlah sangat rendah presentasi ABJ yaitu 15,04% pada tahun 2012. Terdapat
kelemahan pada penelitian ini yaitu desain yang digunakan merupakan kuantitatif,
sehingga hanya dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat
tentang pencegahan DBD.

12

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tindakan 3M untuk
mencegah terjadinya penyakit DBD di Kelurahan Tatura Utara tahun 2013
termasuk dalam kategori baik (82,7%). Tingkat sikap masyarakat terhadap
tindakan 3M untuk mencegah terjadinya penyakit DBD di Kelurahan Tatura Utara
tahun 2013 termasuk dalam kategori baik (96,9%). Saran bagi Petugas kesehatan
diharapkan lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan-penyuluhan
mengenai Demam Berdarah Dengue agar dapat meningkatkan pengetahuan
keluarga. Bagi masyarakat Diharapkan agar masyarakat dapat berpartisipasi untuk
untuk saling mengingatkan dan mengajak melakukan tindakan 3M untuk
mencegah terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue. Dan untuk peneliti
selanjutnya diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan penelitian
dengan jenis kualitatif agar dapat menggali lebih dalam penyebab terjadinya
kejadian DBD didalam keluarga dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2010, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I , ed 5, FKUI, Jakarta
2. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah, 2011, Profil Kesehatan Sulawesi
Tengah Tahun 2011, Palu
3. Dinas Kesehatan Kota Palu, 2012, Profil DBD Tahun 2012, Palu
4. Pretalia, 2012, Gambaran Perilaku Pencegahan DBD (3M) Pada Keluarga di
Kelurahan Birobuli Utara Kecamatan Palu Selatan Tahun 2012, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Palu
5. Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta
6. Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
7. Notoatmodjo, 2007, Kesehatan masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
8. Azwar S, 2005, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta

13

You might also like