Professional Documents
Culture Documents
Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemda Kabupaten Bojonegoro
Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemda Kabupaten Bojonegoro
22
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
Sebagaimana
diketahui
bahwa
kerjasama produksi minyak bumi di
Indonesia berbentuk Kontrak Kerja
Sama (KKS) di sektor minyak bumi.
KKS yang merupakan bagi hasil antara
Pemerintah dan Kontraktor, dan jenis
kontrak bagi hasil yang banyak
dipakai
di
Indonesia
adalah
Production Sharing Contract (PSC).
Dengan demikian dapat diasumsikan
bahwa demokrasi ekonomi kebijakan
hulu minyak bumi adalah pada skala
industri dan melibatkan pihak swasta,
pemerintah pusat yang mempunyai
andil besar dalam implementasi
kebijakan serta pemerintah daerah
sebagai penghasil minyak bumi dapat
diuntungkan dalam kontrak kerja
sama tersebut1.
Peraturan-Pemerintah No. 38
Tahun 2007 menjelaskan bahwa
kewenangan
Pemerintah
daerah
sebagai
implementator
meliputi
kegiatan; 1) Penghitungan produksi
dan realisasi lifting minyak bumi dan
gas bumi bersama pemerintah, 2)
Pemberian rekomendasi penggunaan
wilayah kerja kontrak kerja sama
untuk kegiatan lain di luar kegiatan
Migas pada wilayah kabupaten/kota,
dan 3) Pemberian izin pembukaan
kantor perwakilan perusahaan di sub
sektor Migas. Selama ini kebijakankebijakan yang ada masih terkesan
sebagai kebijakan parsial yang tidak
ada aliran strategis terhadap program
jangka panjangnya. Dengan kondisi
ini maka perlu kebijakan yang
berlandaskan
paradigma
baru
(Sugiono, 2004), oleh karena itu
semangat
responsibilitas
administratif dan politis harus
melekat juga pada diri administrator
publik,
sehingga
ia
dapat
1
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
ADMINISTRATIO
memahami
cara
strategis
mempengaruhi sistem (mencapai
tujuan). Analisis mengkaji berbagai
alternatif aksi untuk akselerasi
pencapaian hasil positif, antisipasi
dampak negatif, dan perlambatan
pencapaian
titik
yang
tidak
diharapkan.
Analisis
melalui
intervensi struktural dan fungsional
(Muhammadi et al, 2001). Selain
analisis yang perlu dipahami pula
adalah model, model suatu kebijkan
publik
khususnya
implementasi
kebijakan.
Pandangan mengenai model
(teori)
implementasi
kebijakan
banyak ditemukan dalam berbagai
literatur yang akan dijabarkan lebih
gamblang. Sebagai perbandingan
analisis dalam model implementasi
mengutip
dari
Parsons
(1997)
membagi
garis
besar
model
implementasi
kebijakan
menjadi
empat yaitu:
1) The Analysis of failure
(model analisis kegagalan), 2)
Model Rasional (top down)
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
mana
yang
membuat
implementasi
sukses, 3) Model pendekatan
Bottom-up kritikan terhadap
model pendekatan top-down
dalam
kaitannya
dengan
pentingnya faktor-faktor lain
dan interaksi organisasi, 4)
Teori-teori
hasil
sintesis
(hybrid theories).
Untuk keperluan penelitian, akan
diambil
beberapa
pandangan
mengenai implementasi, masingmasing pandangan mewakili tiga dari
empat perkembangan model yang
dikemukakan Parsons (1997) dan
beberapa model-model implementasi
kebijakan seperti yang dikutip Wahab
(2005) dan Dwijowijoto (2006), dan
menurut peneliti cocok dengan tema
penelitian model tersebut. Model
yang akan dipakai sekiranya dapat
menganalisis implementasi kebijakan
ISSN : 2087-0825
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
mengemukakan
pengertian
desentralisasi sebagai suatu transfer
perencanaan, pembuatan keputusan,
atau otoritas administratif dari
pemerintah pusat kepada organisasi
dan institusi Pemerintah Daerah
(Pemda) dengan sistem demokrasi
sebagai
inti
diterapkannya
desentralisasi pasca reformasi dari
sistem pemerintahan sebelumnya
yang
cenderung
terbatasi
dan
sentralisasi.
Kebijakan
publik
selama
beberapa dekade, cenderung pada
kepentingan
untuk
kepentingan
individu, kelompok, dan aliran
membuat
lebih
banyak
memperjuangkan
publik
yang
terbatas yaitu para konstituen
kekuasaan
politik,
dari
pada
masyarakat
luas.
Tidak
mengherankan
jika
selama
ini
kebijakan publik yang dirumuskan
oleh sebagian besar daerah otonom
maupun pemerintah pusat acap kali
keluar dari kebijakan publik yang
lain,
bertentangan
dengan
kepentingan publik. Permasalahan
tersebut ternyata sama tuanya
dengan kebijakan publik yang sudah
berkembang sejak 1920-an, yang
dipelopori Woodrow Wilson dengan
kredonya
when
politics
ends,
administration begins. Namun tetap
saja, para pengambil keputusan
banyak melibatkan ego politiknya dan
tidak
bersedia
menguranginya.
Sebagaimana dapat dikutip dari Hank
C.
Jenkins-Smith
(dalam
Dwidjowijoto, 2007), bahwa analisis
kebijakan
hanya
akan
diakui
mengerosi
kekuatan
politik,
termasuk di dalamnya demokrasi.
Penelitian akan membahas sedikit
banyak tentang kebijakan publik
tersebut.
Terutama
tentang
implementasi kebijakan publik yang
dipengaruhi oleh ekonomi politik
dalam pengelolaan sumber daya hulu
minyak bumi di pemerintahan daerah
sebagai daerah otonom.
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
ADMINISTRATIO
sebuah
masyarakat
adalah
terwujudnya kerjasama, pemerataan
kekuasaan, adanya dorongan/harapan
yang besar, dan adanya keterlibatan
sosial yang tinggi dalam pengambilan
keputusan. Pada sisi lain digambarkan
bahwa, pemerintahan dengan sifat
militeristik dan kaku, kekuasaan
terpusat pada satu pihak sehingga
keterlibatan
masyarakat
minim
bahkan tidak ada sama sekali dan
adanya hukum yang sangat mengikat
masyarakat sebagai warga negara
(citizenship).
Melihat
hubungan
masyarakat dengan negara, civil
society dianggap memiliki tiga fungsi;
Pertama, sebagai komplementer di
mana elemen-elemen civil society
mempunyai aktivitas memajukan
kesejahteraan dengan memajukan
kegiatan yang ditujukan untuk
melengkapi peran negara sebagai
pelayan publik (public services).
Kedua, sebagai subtitutor. Artinya,
kalangan civil society melakukan
serangkaian aktivitas yang belum
atau tidak dilakukan negara dalam
kaitannya sebagai institusi yang
melayani kepentingan masyarakat
luas. Dan ketiga, sebagai kekuatan
tandingan
negara
atau
counterbalancing the state atau
countervailing forces. Kalangan civil
society
melakukan
advokasi,
pendampingan,
ligitasi,
bahkan
praktik-praktik
oposisi
untuk
mengimbangi kekuatan hegemonik
negara atau paling tidak menjadi
wacana alternatif di luar aparatur
birokrasi negara. Dengan konsep
tersebut hubungan antara tiga sektor
yang terlibat dapat melahirkan proses
yang
dinamis
dan
saling
menguntungkan, sehingga konflikpun
dapat diminimalisir dan dihindari.
PEMBERIAN REKOMENDASI DAN IZIN
PENGGUNAAN
WILAYAH
KERJA
KONTRAK KERJA SAMA MINYAK BUMI
DI DAERAH
ISSN : 2087-0825
10
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
dapat
lebih
memaksimalkan
kebijakan dalam pelaksanaannya.
Jika dalam pelaksanaan kebijakan
formal tidak dapat memaksimalkan
pengelolaan wilayah hulu minyak
bumi, maka pelaksanaan secara
informal dengan adanya karaktersitik
tertentu dari sebuah kebijakan yang
tidak bisa diterapkan di kabupaten
Bojonegoro. Karena rekomendasi dan
pemberian izin tersebut tidak hanya
untuk waktu yang relatif sebentar
dan melibatkan sektor swasta yaitu
PetroChina for East Java. Dilain pihak
PetroChina
juga
harus
lebih
transparan sebagai partner Pemkab.
Pemberian
rekomendasi
rekomendasi penggunaan wilayah
kerja kontrak kerja sama untuk
kegiatan lain di luar kegiatan Migas
pada wilayah kabupaten/kota, dan
pemberian izin pembukaan kantor
perwakilan perusahaan di sub sektor
Migas dari Pemerintah kabupaten
Bojonegoro
kepada
PetroChina.
Ladang minyak pada desa Campurejo
Kecamatan Bojonegoro yang telah
ada pada tahun 1990-an dikelola oleh
SFER pada tahun 1998-1999 telah
berproduksi
dengan
adanya
eksploitasi minyak bumi pada sumur 1
dan 2 Sumur Sukowati di desa
Campurejo. Pada 2000-2001 ladang
minyak SFER melalui jual beli
akhirnya berpindah tangan kepada
Devon Energy, kemudian dibeli oleh
PeroChina, dimana ladang minyak di
desa Campurejo merupakan salah
satu dari Blok Tuban yang dikelola
oleh PertoChina.
Peran Pemkab Bojonegoro dalam
pelaksanaannya
adalah
sebagai
fasilitator
dalam
pemberian
rekomendasi dan ijin penggunaan
wilayah, diawali adanya instruksi dari
Bupati yang menyampaikan adanya
permohonan untuk wilayah tertentu
dari BP Migas atas PetroChina dalam
eksplorasi dan ekspoitasi minyak
bumi pada desa Campurejo. Jika
dicermati,
keberadaan
wilayah
pertambangan
di
kabupaten
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
ADMINISTRATIO
11
pengawasan
SKPD6
terkait
pengendalian pemanfaatan ruang
melalui penetapan perizinan.
Peran pemerintah daerah dalam
pemberian
rekomendasi
dan
pemberian ijin penggunaan wilayah
kontrak kerjasama sumur Sukowati
mulai dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2009 adalah sebagai fasilitator,
pengawas dan evaluasi sebagaimana
telah diatur dalam UU dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup yang telah
dijelaskan sebelumnya. Kewajiban
PetroChina yang menjadi hak Pemkab
Bojonegoro
dalam
mendapat
informasi kegiatan atas pelaksanaan
pemboran sumur Sukowati keberapa
yang
sedang
dibor
dan
juga
melaporkan penyelesaian pengeboran
maupun segala bentuk kegiatan
terkait. Informasi tersebut wajib
diinformasikan
pada
Sekretaris
Daerah, Kapolres, Ketua DPRD,
Kepala Dinas Lingkungan Hidup,
Dandim, Kepala desa Campurejo.
Otoritas Pemerintah kabupaten
(Pemkab) Bojonegoro pada poin
ketiga atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 214 Tahun 2007
tentang Kelayakan Lingkungan Hidup
Pengembangan Lapangan Minyak Dan
Gas Bumi Blok Tuban West Area Di
Kabupaten
Bojonegoro
Dan
Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur
Oleh Job Pertamina-Petrochina East
Java. Sebagai fasilitator, pengawas
dan evaluasi yang dimiliki Pemkab
Bojonegoro dalam rekomendasi dan
pemberian ijin lahan coba dilihat
melalui format, mekanisme, dan
dinamika dalam pemerintah daerah
yang
kemudian
dikaji
melalui
mekanisme formal dan mekanisme
informal
yang
dikembangkan
pemerintah
daerah
kabupaten
Bojonegoro
sebagai
pemegang
6
ISSN : 2087-0825
12
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
tidak
hanya
berdampak
pada
pendapatan melalui lifting, namun
juga banyaknya permasalahan yang
ditimbulkan dari proses pelaksanaan
kebijakan hulu Sumur Sukowati.
Sebagaimana diungkapkan aparat
TNI, bahwa memang ada permainan
politik dalam eskploitasi minyak bumi
dengan pihak pemerintah baik yang
berada di desa maupun di kabupaten,
untuk
memberikan
pengarahanpengarahan secara tidak langsung
pada masyarakat tentang apa-apa
yang dapat mereka peroleh dengan
keberadaan eksploitasi pada desa
penghasil. Keadaan tersebut sangat
merugikan masyarakat, karena dapat
mempengaruhi keputusan PetroChina
dalam proses produksi. Ditambah lagi
sumber
daya
manusia
ahli
pemahaman mengenai pertambangan
pada desa penghasil dirasa sangat
kurang bahkan tidak ada.
Hubungan
antara
Pemkab
Bojonegoro dengan pemerintah pusat
sifatnya hanya sebagai saksi dalam
pelaksanaan realisasi penghitungan
lifting minyak bumi, dan juga
berperan sebagai fasilitator dalam
proses pemberian rekomendasi dan
ijin secara formalitas sebagai tindak
lanjut kebijakan pusat (ESDM) di
daerah. Selain fasilitator, Pemkab
juga berperan sebagai pengawas dan
evaluasi kebijakan hulu minyak bumi
oleh PetroChina. PetroChina sebagai
kontraktor KKS dengan Pertamina
dengan job operating body (JOB),
berkewajiban
memberikan
keterangan berupa laporan kinerja
dari setiap kegiatan produksi sumur
Sukowati (Blok Tuban) pada tiap
bulannya,
sedangkan
hubungan
Pemkab dengan masyarakat terbatas
sebagai fasilitator dan mediator
dengan PetroChina maupun dengan
pemerintah pusat.
Kesuksesan
implementasi
kebijakan publik dalam desentralisasi
tidak tergantung pada kegiatan
kolektif warga negara, tetapi pada
terlembaganya
keterhubungan
ADMINISTRATIO
13
prosedur
dan
kondisi-kondisi
komunikasi. Dalam model tersebut
struktur demokrasi membentuk opini
dan kehendak yang memungkinkan
terjadinya
kesepakatan rasional.
Individu tidak lagi dipahami sebagai
individu yang lepas dari sebuah
komunitas, sebagaimana dipahami
dipahami oleh masyarakat liberal.
Individu juga, tidak lagi dikenali
sebagai bagian dari suatu komunitas
tertentu.
Dalam
implementasi
kebijakan
publik
dengan
mengikutsertakan
demokrasi,
individu mengambil peran sebagai
warga negara yang berorientasi pada
keseluruhan.
Individu
tersebut,
meminjam istilah F. Budi Hardiman
dikutip oleh Zauhar (2007), disebut
individu diskursif. Individu diskursif
adalah individu yang memperoleh
identitasnya
dari
proses
pembentukan identitas baru yang
dirancang bersama secara diskursif.
Terdapat pro dan kontra dalam
hal apakah demokrasi yang tertuang
dalam
sistem
desentralisasi
dibutuhkan atau tidak dalam civil
society oleh para pakar maupun
akademisi
dalam
diskusi-diskusi
selama, sebagaimana gambaran pro
dan kontra demokratisasi dalam civil
society:
Kewarganegaraan demokratis
bukanlah
konsep
dimana
birokrat dermawan menjadi
pengganti atas kebijakan
mereka
untuk
pejabat
terpilih (Bourgon, 2007)
Pernyataan tersebut menjelaskan
tentang kontra penguatan akan
desentralisasi dalam civil society,
sedangkan pendapat pro demokrasi
dalam civil society menyatakan
bahwa:
civil
society
merupakan
faktor yang dipercaya sangat
penting untuk memperkuat
demokrasi
(Putnam
dan
Schimitte dalam Bourgon,
2007). Civil society dipercaya
ISSN : 2087-0825
14
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
memperkuat
political
engagement,
dan
pada
gilirannya
political
engagement
memperkuat
partisipasi
politik
yang
merupakan
inti
dari
demokrasi
(Verba,
Schlozman, and Brady, dalam
Bourgon, 2007).
Gambar 2. Democratic Citizenship
Sebagai Perwujudan Penguatan
Civil Society
ADMINISTRATIO
2) Mendorong
tanggung
jawab bersama.
3) Menyebarkan
informasi
untuk
meningkatkan
wacana publik.
4) Menumbuhkan pemahaman
bersama tentang isu-isu
publik.
5) Mencari peluang untuk
melibatkan
masyarakat
dalam
kegiatan
pemerintahan.
Digambarkan implementasi kebijakan
hulu minyak bumi di Pemkab
Bojonegoro, dari dinamika antara
pemerintah, swasta dan masyarakat
pada era desentralisasi dengan
demokrasi dijadikan acuan. Interaksi
tersebut dimungkinkan terciptanya
civil society dengan democracy
citizenship yang menempatkan pada
keseimbangan
dan
saling
menguntungkan antara pihak.
Permasalahan
utama
dalam
menganalisis implementasi kebijakan
hulu minyak bumi dengan penguatan
lokalisasi (daerah otonom) adalah
adanya
tiga
element
good
governance pada Pemkab Bojonegoro
dalam implementasi kebijakan di
tingkat pemerintah daerah penghasil,
yaitu pemerintah, pihak swasta dan
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut
didapat
indikator
kegagalan
demokrasi implementasi kebijakan
publik hulu minyak bumi meliputi
tidak adanya aspek dasar seperti
tidak adanya interaksi, tidak ada
transparansi dan cenderung tertutup,
tidak ada kesepemahaman emosional
antar aktor publik yang terlibat,
prosedur yang berbeli-belit, dan
berorientasi
untuk
kepentingan
kelompok yang cerderung tidak
rasional.
Implementasi kebijakan publik
yang bertumpu pada desentralisasi
tidak dibangun atas dasar kebebasan
individu atau suara mayoritas, tetapi
lebih merupakan aksi para partisipan
melalui tindakan saling pengertian,
berargumentasi,
dan
perjanjian
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
Sebagaimana
disampaikan
oleh
Zauhar (2007), bahwa tujuan demokrasi
deliberatif yang dianggap peneliti baik
untuk menyelesaikan konflik di lapangan
adalah memperoleh legitimasi yang
didasarkan pada rasionalitas yang
mumpuni dalam proses memutuskan
sebuah kebijakan.
Seperti dikutip dari Hardiman (2009)
aspirasi politis umum terbangun secara
komunikatif.
ADMINISTRATIO
15
PENUTUP
Penelitian yang mengkaji analisis
tingkat pelaksanaan Pemda dalam
Kebijakan Hulu Minyak Bumi pada
Sumur Sukowati (Blok Tuban) di
Kabupaten Bojonegoro disimpulkan
sebagai
berikut:
bahwa
masih
minimnya keterlibatan dan peluang
Pemkab sebagai daerah penghasil
untuk terlibat secara langsung dalam
perhitungan lifting. Kebijakan publik
pada
tataran
daerah
otonom
penghasil minyak bumi kurang
memperhatikan diversitas daerah dan
kapasitas
pemerintah
daerah.
Pemerintah
daerah
kurang
mengembangkan aparatur yang sesuai
dengan kebutuhan akan kegiatan hulu
minyak bumi. Pemkab bertindak
sebagai fasilitator, evaluasi dan
monitoring, dengan kebijakan sangat
terbatas
dalam
pelaksanaan
pemberian rekomendasi dan izin
penggunaan wilayah kontrak kerja
sama minyak bumi. Selain hal
tersebut kesepahaman atas kebijakan
karena minimnya sosialisasi atas
kebijakan yang diimplementasikan
didaerah mempunyai keseragaman
seperti
daerah
otonom
pada
umumnya, hal tersebut sangat
membatasi
kewenangan
daerah
otonom dalam mengelola daerah
sesuai
dengan
karakteristiknya.
Ditambah
tingginya
partisipasi
masyarakat tidak dibarengi dengan
penguatan dari segi hukum.
Saran
sebagai
solusi
dari
eksploitasi
minyak
bumi
di
pemerintahan
daerah
kabupaten
Bojonegoro
adalah
adanya
kewenangan
tambahan
kepada
daerah otonom penghasil minyak
bumi untuk dapat terlibat secara
langsung dalam perumusan kebijakan
yang selama ini masih dirasa
sentralistik. Memberikan ruang publik
untuk menghasilkan diskursus antara
pemerintah pusat dengan pemerintah
ISSN : 2087-0825
16
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari Juni 2010
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Sukma Prima S, Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemkab Bojonegoro
Bojonegoro
Kabupaten
Bojonegoro).
Fakultas
Ilmu
Administrasi Publik, UNIBRAW,
Malang.
Tangkilisan Hessel,S.N, 2004, Strategi
Pengembangan Sumber Daya
Birokrasi
Publik,
YPAPI,
Yogyakarta.
Wahab, Abdul.S. 1997. Analisis
Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi.
Kebijaksanaan
Negara, Bumi Aksara, Jakarta
17
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825