You are on page 1of 12

GRAND STRATEGY GUNA MEWUJUDKAN KEINGINAN PENGEMBANGAN

WILAYAH TAPAL KUDA MENJADI KESATUAN DAERAH PERENCANAAN


DI ERA OTONOMI DAERAH

Rokhani, Agus Supriono, Djoko Soejono


Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember
Email: rokhanisaid@yahoo.com

ABSTRACT

Alternative of policy model that can be considered to be effective and efficient in order to ‘make
synergy’ of interests in actualizing the desire for unity of Horse Shoe area into one unit of
regional planning under the importance of regional autonomy policy implementation is by
integrated economic development of reliable zone on specific of locality base. The next is
question about what are internal and external factors that can be considered to be potentially
covering, and also how the grand strategy in the frame of actualizing those desire. In order to
answer this question, there was approach of evaluation matrix analysis of internal and external
factors as well as grand strategy of SWOT interaction. Based on the research result, it can be
found out that there are 10 (Ten) factors of internal strength, 8 (eight) factor of internal
weaknesses, 3 (three) external opportunity, and 4 (four) external threat that has covering
potential. The existence of supporting potential in order to actualize this desire is internally
under strong position and externally can be effective in utilizing the opportunity as well as
minimizing the negative effect of external threat potential. Grand Strategy in order to actualize
this desire is by SO strategy. It means that the potential of superiority being owned, namely
factors of internal should be well-managed so that this can be as trigger strength (triger/move
of rule) in order to obtain existing opportunities.

Key words : grand strategy, regional planning, Horse Shoe Area, decentralization

PENDAHULUAN ekonomi terpadu ‘kawasan andalan’ berbasis


Pada artikel yang telah dimuat di ‘spesifik lokalita’. Yaitu kesatuan wilayah
dalam terbitan jurnal ini sebelumnya (oleh: yang terbentuk berdasarkan fungsi kawasan
Djoko Soejono, Agus Supriono, Julian dan aspek kegiatan ekonomi yang
Adam Ridjal), dijelaskan terdapat sejumlah direncanakan secara terpadu berdasarkan
faktor kritis yang dapat dipandang pada prinsip-prinsip penciptaan keunggulan-
berpotensi sebagai faktor pendorong dan keunggulan spesifik lokasi/spesifik lokalita
penghambat guna mewujudkan (PP No.47 Tahun 1997: pasal 7). Melalui
kemungkinan wilayah Tapal Kuda yang penciptaan model kawasan ini, diharapkan
dikonsepsikan sebagai daerah nodal (nodal dapat berperan mendorong pertumbuhan
region), menjadi kesatuan daerah ekonomi regional bagi kawasan tersebut,
perencanan (region planning) di era otonomi kawasan di sekitarnya, serta dapat
daerah dewasa ini. Baik ditinjau dari aspek mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang
politis, aspek ekonomi, aspek sosial, di wilayah nasional.
maupun aspek kelembagaan. Adapun yang menjadi pertanyaan
Demikian pula juga telah dijelaskan kemudian adalah, apa saja faktor internal
bahwa alternatif model kebijakan yang dapat dan eksternal kunci yang dapat dipandang
dipandang efektif dan efisien guna berpotensi melingkupi dalam kerangka
‘mensinergikan’ kepentingan mewujudkan mewujudkan keinginan guna
kesatuan wilayah Tapal Kuda menjadi satu mengembangkan wilayah Tapal Kuda
kesatuan daerah perencanaan dengan sebagai daerah nodal menjadi kesatuan
kepentingan implementasi kebijakan wilayah perencanan di era otonomi daerah
otonomi daerah, adalah pengembangan tersebut. Pertanyaan selanjutnya adalah,

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 1


bagaimana rumusan strategi yang dapat Sedangkan sub-wilayah Pulau Madura
dipandang efektif dan efisien (grand (Kabupaten: Bangkalan, Sampang,
strategy) dalam kerangka mewujudkan Pamekasan, dan Sumenep), serta sub-
keinginan tersebut. wilayah Selat Madura (Kabupaten:
Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan
TINJAUAN PUSTAKA Kota: Pasuruan, Probolinggo), didudukkan
Konteks Wilayah Tapal Kuda Sebagai sebagai daerah belakang (backwase area).
Daerah Nodal
Budiharsono (2001) mendefinisikan, Kosepsi Otonomi Daerah
daerah nodal (nodal region) adalah wilayah Otonomi daerah didefinisikan di
yang secara fungsional mempunyai dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.
ketergantungan antara pusat (inti/nucleus) 32 Tahun 2004, adalah pemberian hak,
dan daerah belakangnya (hiterland/ wewenang, dan kewajiban daerah untuk
backwase area). Dimana daerah nodal ini mengatur dan mengurus sendiri urusan
adalah sebagai suatu ekonomi ruang yang pemerintahan dan masyarakat setempat
dikuasai oleh satu atau beberapa pusat sesuai dengan peraturan perundang-
kegiatan ekonomi (Sukirno, 1976). Oleh undangan yang berlaku. Prinsip otonomi
karena itu struktur daerah nodal dapat daerah yang diterapkan di Indonesia adalah
digambarkan sebagai suatu sel hidup, atau otonomi seluas-luasnya. Gaffar (2000)
suatu atom dimana terdapat inti (nucleus) menegaskan, otonomi luas pada dasarnya
dan plasma (periferi) yang saling adalah merupakan ‘kemerdekaan ke dalam’
melengkapi. Intergasi fungsional dalam (internal souvereignty).
daerah nodal lebih merupakan dasar Smith (1985) menyatakan, ditinjau
hubungan saling ketergantungan atau dasar dari sisi kepentingan pemerintah daerah,
kepentingan masyarakat di wilayah tersebut. tujuan dilaksanakannya kebijakan otonomi
Batas daerah nodal ditentukan oleh daerah dengan prinsip otonomi luas adalah
sejauh mana pengaruh dari suatu pusat untuk mewujudkan: (a) political equality,
kegiatan ekonomi apabila digantikan oleh (b) local accountability, dan (c) local
pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi responsiveness. Mewujudkan political
lainnya (Hoover, 1975 dalam Budiharsono, equality, artinya bahwa melalui pelaksanaan
2001). Atau, perbatasan di antara berbagai otonomi daerah diharapkan akan lebih
daerah nodal ini ditentukan oleh tempat- membuka kesempatan bagi masyarakat
tempat dimana pengaruh dari satu atau untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi politik di tingkat lokal. Mewujudkan local
digantikan dengan pengaruh dari pusat accountability, bahwa dengan pelaksanaan
lainnya (McLellan, 1970 dalam Sukirno, otonomi daerah akan meningkatkan
1976). kemampuan pemerintah daerah dalam
Di dalam perspektif wilayah Tapal pembangunan sosial dan ekonomi
Kuda dipandang sebagai daerah nodal, sub- masyarakatnya sesuai dengan yang
wilayah Teluk Madura (Kota Surabaya dan dikehendaki. Sedangkan wewujudkan local
Kabupaten Sidoarjo) dapat ‘didudukkan’ responsiveness, asumsi dasarnya adalah
atau ‘dipandang’ sebagai daerah pusat bahwa pemerintah daerah diangap lebih
pertumbuhan (growth area). Mengingat di banyak mengetahui berbagai masalah yang
sub-wilayah ini potensi ‘agromerasi’ selalu dihadapi oleh masyarakatnya, maka dengan
tercipta. Adapun potensi aglomerasi adalah kebijakan otonomi daerah diharapkan akan
terkumpulnya berbagai jenis kegiatan mempermudah antisipasi terhadap berbagai
industri, perdagangan, dan jasa di suatu masalah yang muncul dan sekaligus
kawasan tertentu karena adanya keuntungan meningkatkan akselerasi pembangunan
lokasional yang dimiliki oleh kawasan sosial dan ekonomi daerah.
tersebut (Djojodipuro, 1992). Potensi Akan tetapi, oleh karena prinsip
aglomerasi tersebut berpotensi dapat otonomi daerah yang diterapkan di
memberikan dampak penghematan eksternal Indonesia adalah otonomi luas, maka selain
(external economies) yang menguntungkan adanya dampak positif dari dilaksanakannya
bagi para pelaku usaha (Sitohang, 1990). kebijakan tersebut, juga ada bentuk-bentuk

2 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


kewatiran peluang munculnya dampak untuk mengambil keputusan-keputusan
negatif yang ditimbulkan. Diantaranya investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu
adalah Muthis (2001): (a) munculnya mengubah industrinya sendiri dengan tenaga
kekuatan raja-raja kecil di daerah, (b) kerja yang ada, (c) mempunyai struktur
munculnya penajaman sikap primordialisme, ekonomi yang cenderung relatif konvergen,
(c) pengukuhan budaya patron-clien, dan (d) (d) mempunyai banyak titik-titik
munculnya kebijakan pembangunan daerah pertumbuhan (growth point), (e)
yang kontradiktif dengan kepentingan memudahkan dalam menggunakan cara
perencanaan pembangunan wilayah yang pendekatan perencanaan pembangunan, dan
lebih luas, atau perencanaan pembangunan (f) masyarakat dalam wilayah tersebut dapat
wilayah terpadu. memiliki kesadaran bersama terhadap
persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik,
Benturan Antara Otonomi Daerah dan kelembagaan yang dihadapinya.
dengan Pengembangan Wilayah Terpadu
Mendasarkan pada tujuan otonomi Pemaduan Otonomi Daerah dengan
sebagaimana disebutkan Smith (1985), pada Pengembangan Wilayah Terpadu
khususnya untuk mewujudkan: (a) local Oleh karena keberadaan munculnya
accountability, dan (b) local responsiveness, berbagai kehawatiran tentang adanya
maka masing-masing daerah dapat relatif benturan pelaksanaan otonomi daerah
leluasa merencanakan program-program dengan perencanaan pembangunan wilayah
pembangunannya sendiri. Baik itu berkaitan secara terpadu tersebut, di dalam UU No. 22
dengan pembangunan ekonomi (ekonomi Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004
regional) maupun pembangunan sosial. ditekankan perlu adanya ‘hubungan
Sementara itu di sisi lain, sebagaimana yang kerjasama antar daerah’. Dimana di dalam
dihawatirkan oleh Muthis (2001), oleh UU No. 22 Tahun 1999 (Bab IX, Pasal 87)
karena luasnya kewenangan yang dimiliki dinyatakan, beberapa daerah dapat
daerah, bisa jadi akan muncul adanya mengadakan kerjasama antar daerah.
kemungkinan dampak negatif berupa Sedangkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004
kebijakan pembangunan daerah yang (Bab IX Pasal 195) semakin lebih jelas
‘kontradiktif’ dengan kepentingan dinyatakan: (a) dalam rangka meningkatkan
perencanaan pembangunan wilayah yang kesejahteraan rakyat, daerah dapat
lebih luas, atau perencanaan pembangunan mengadakan kerjasama dengan daerah lain
wilayah terpadu. yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi
Terkait dengan hal ini Hidayat (2000) dan efektivitas pelayanan publik, senergi
juga menyatakan, oleh karena kebijakan dan saling menguntungkan, dan (b)
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di kerjasama sebagaimana dimaksudkan dapat
letakkan pada tingkat Kabupaten/Kota diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar
(sekup daerah yang relatif kecil), maka daerah yang diatur dengan keputusan
keleluasaan perencanaan pembangunan bersama.
(terutama pembangunan ekonomi Selain itu sebagaimana termaktup di
regionalnya) yang dimiliki oleh masing- dalam Penjelasan No. 32 Tahun 2004,
masing daerah, akan selalu ada pemerintah (Pemerintah Pusat) dapat
kemungkinan memiliki potensi ‘kotradiktif’ mendorong dan menetapkan kawasan
dengan kepentingan perencanaan pengembangan yang terpadu untuk
pembangunan wilayah secara terpadu. menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu
Dimana tujuan utama dari perencanaan secara makro, misalnya dalam rangka
pembangunan wilayah terpadu tersebut pengembangan ekonomi, industri strategis,
adalah untuk memperoleh keuntungan- daerah perdagangan bebas, pengembangan
keuntungan ekonomi (economic scale) yang sumberdaya nasional, dan lainnya. Dimana
lebih besar. Pemerintah Pusat wajib mengikutsertakan
Sebagaimana dinyatakan oleh Glasson Pemerintah Daerah dalam mewujudkannya.
(1978), melalui perencanaan pembangunan Adapun beberapa model pengembangan
wilayah terpadu akan dapat diperoleh kawasan ekonomi terpadu yang
manfaat-manfaat antara lain: (a) cukup besar dikembangkan oleh Badan Perencanaan

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 3


Pembangunan Nasional (Bappenas), Subyek Penelitian
terutama yang dilaksanakan sejak Subyek penelitian ini adalah ‘para
diimplementasikannya kebijakan otonomi ekspert’. Para ekspert yang dimaksudkan
daerah, antara lain pengembangan ekonomi adalah staf di lingkup: (a) Bappeprov Jawa
terpadu: (a) kawasan adat terpencil, (b) Timur, (b) Bappekab Sumenep, Pemekasan,
berbasis kawasan andalan, (c) kawasan cepat Sampang, Bangkalan, Sidoarjo, Pasuruan,
tumbuh, (d) kawasan khusus (meliputi Probolinggo, Situbondo, serta (c) Bappekot
kawasan: perdagangan bebas, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo.
pengembangan prioritas, perbatasan,
tertinggal, rawan bencana alam, konservasi, Metode Pendekatan Analisis
cagar budaya), serta (e) kawasan pesisir. (a) Analisis Evaluasi Faktor Internal
dan Eksternal
METODOLOGI Guna dapat menjawab permasalahan
Paradigma Penelitian ke-1, dipergunakan pendekatan analisis
Paradigma penelitian ini adalah matriks evaluasi faktor internal (matriks-
‘deskriptif-kualitatif’. Yaitu dalam arti tidak EFI) dan matriks evaluasi faktor ekternal
bermaksud untuk menguji hipotesa, akan (matriks-EFE). Adapun di dalam proses
tetapi bertujuan untuk menggambarkan perumusan matriks-EFI dapat dijelaskan
realitas sosial yang kompleks dengan cara- sebagai berikut (David, 2002):
cara mengkonstruksi realitas sosial yang (1) Pada kolom faktor-faktor internal kunci
terjadi (Newman, 1997). memuat tentang faktor-faktor sukses
kritis yang dikenali dalam proses
Daerah Penelitian evaluasi internal atau audit internal.
Daerah penelitian adalah kesatuan Dituliskan kekuatan terlebih dahulu,
wilayah Tapal Kuda di Provinsi Jawa Timur kemudian kelemahan, dan selanjutnya
yang didefinisikan di dalam penelitian ini diisikan dari uraian ke-1 sampai dengan
sebagai daerah nodal. Adapun wilayah Tapal ke-n.
Kuda ini meliputi Kabupaten: Sumenep, (2) Pada kolom bobot permasalahan
Sampang, Pemekasan, Bangkalan, Sidoarjo, berisikan peringkat nilai pembobotan
Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan terhadap faktor-faktor internal kunci
Kota: Surabaya, Pasuruan, Probolinggo. yang sudah diidentifikasikan, dengan
kisaran nilai dari 0,00 (tidak penting)
Data dan Metode Pengumpulan Data sampai dengan 1,00 (terpenting/paling
Data utama yang akan dipergunakan penting). Bobot yang diberikan pada
dalam penelitian ini adalah ‘data primer’. suatu faktor internal kunci
Metode utama guna mengumpulkan data menunjukkan kepentingan relatif.
adalah: wawancara secara mendalam (in- Dimana faktor-faktor yang dianggap
depth interview) dengan ‘para ekspert’. mempunyai pengaruh terbesar pada
Adapun metode: (a) observasi, (b) studi prestasi diberikan bobot tinggi.
dokumentasi, (c) studi pustaka, serta (f) (3) Jumlah semua bobot (P1 + P2) pada
catatan pribadi/self record, dipergunakan kolom bobot permasalahan harus sama
sebagai metode pelengkap dalam dengan 1,00.
pengumpulan data tersebut.

4 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


Tabel 1. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks-EFI)

Faktor-Faktor Bobot Urgensi Nilai yang


Internal Kunci Permasalahan Permasalahan Dibobot
Kekuatan Internal:
(a1.1) (a1.2) (a1.3) (a1.2)*(a1.3)
(a2.1) (a2.2) (a2.3) (a2.2)*(a2.3)
(an.1) (an.2) (an.3) (an.2)*(an.3)
Sub-Total Nilai P1 Q1
Kelemahan Internal:
(b1.1) (b1.2) (b1.3) (b1.2)*(b1.3)
(b2.1) (b2.2) (b2.3) (b2.2)*(b2.3)
(bn.1) (bn.2) (bn.3) (bn.2)*(bn.3)
Sub-Total Nilai P2 Q2
Total Nilai (P1+P2)=1,00 (Q1+Q2)
Sumber : David (2002) dan Soesilo (2000)

(4) Pada kolom urgensi permasalahan (7) Jumlah total nilai yang dibobot jauh di
adalah menunjukkan apakah faktor bawah 2,5, dapat menginterpretasikan
internal kunci tersebut mewakili: (a) karakteristik kondisi yang memiliki
kelemahan utama (peringkat=1), (b) posisi lemah secara internal. Sedangkan
kelemahan kecil (peringkat =2), (c) apabila jumlah total nilai yang dibobot
kekuatan kecil (peringkat=3), dan (d) jauh di atas 2,5, dapat
kekuatan utama (peringkat=4). menginterpretasikan karakteristik
(5) Pada kolom nilai yang dibobot adalah kondisi yang memiliki posisi internal
merupakan hasil perkalian antara bobot yang kuat.
dengan peringkat pada setiap item Adapun di dalam proses perumusan
faktor internal kunci yang matriks EFE dapat dijelaskan sebagai
didentifikasikan. Jumlah total nilai yang berikut (David, 2002):
dibobot (Q1 + Q2), adalah untuk (1) Pada kolom faktor-faktor eksternal
mementukan nilai yang dibobot untuk kunci memuat tentang faktor-faktor
perusahaan yang bersangkutan. eksternal yang didentifikasikan dalam
(6) Tidak peduli berapa jumlah faktor proses evaluasi eksternal atau audit
internal kunci yang dimasukkan ke eksternal. Dituliskan peluang terlebih
dalam matriks-EFI, jumlah total nilai dahulu, kemudian ancaman, dan
yang dibobot dapat berkisar dari 1,00 selanjutnya diisikan dari uraian ke-1
yang rendah sampai 4,00 yang tertinggi, sampai dengan ke-n.
dengan rata-rata 2,5.

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 5


Tabel 2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks-EFE)

Faktor-Faktor Bobot Urgensi Nilai yang


Eksternal Kunci Permasalahan Permasalahan Dibobot
Peluang Eksternal:
(c1.1) (c1.2) (ac1.3) (c1.2)*(c1.3)
(c2.1) (c2.2) (c2.3) (c2.2)*(c2.3)
(cn.1) (cn.2) (cn.3) (cn.2)*(cn.3)
Sub-Total Nilai X1 Y1
Ancaman Eksternal:
(d1.1) (d1.2) (d1.3) (d1.2)*(d1.3)
(d2.1) (d2.2) (d2.3) (d2.2)*(d2.3)
(dn.1) (dn.2) (dn.3) (dn.2)*(dn.3)
Sub-Total Nilai X2 Y2
Total Nilai (X1+X2)=1,00 (Y1+Y2)
Sumber: David (2002) dan Soesilo (2000)

(2) Pada kolom bobot permasalahan, yang rendah sampai 4,00 yang tertinggi,
berisikan peringkat nilai pembobotan dengan rata-rata 2,5.
terhadap faktor-faktor eksternal kunci (7) Jumlah total nilai yang dibobot < 2,5
yang sudah diidentifikasikan, dengan hingga mendekati 1,00, dapat
kisaran nilai dari 0,00 (tidak penting) menginterpretasikan karakteristik
sampai dengan 1,00 (terpenting/paling kondisi yang memiliki posisi harus
penting). Bobot yang diberikan pada memilih 1 (satu) dari 2 (dua) pilihan,
suatu faktor internal kunci, yaitu: (a) memanfaatkan peluang
menunjukkan kepentingan relatif dari eksternal yang ada, atau (b)
faktor. Dimana faktor-faktor yang menghindari ancaman eksternal yang
dianggap mempunyai pengaruh terbesar ada.
pada prestasi diberikan bobot tinggi. (8) Jumlah total nilai yang dibobot > 2,5
(3) Jumlah semua bobot (X1 + X2) pada hingga mendekati 4,00, dapat
kolom bobot permasalahan harus sama menginterpretasikan karakteristik
dengan 1,00. kondisi yang memiliki posisi dapat
(4) Pada kolom urgensi permasalahan efektif memanfaatkan peluang yang ada
adalah menunjukkan apakah faktor dan sekaligus meminimalkan pengaruh
eksternal kunci tersebut: (a) superior negatif potensi ancaman eksternal yang
(peringkat=4), (b) di atas rata-rata ada.
(peringkat=3), (c) rata-rata
(peringkat=2), dan (d) di bawah rata- (b) Grand Strategy Interaksi SWOT
rata/jelek (peringkat=1). Guna dapat menjawab permasalahan
(5) Pada kolom nilai yang dibobot adalah ke-2, dipergunakan pendekatan analisis
merupakan hasil perkalian antara bobot grand strategy interaksi SWOT. Analisis
dengan peringkat pada setiap item grand strategy interaksi SWOT ini adalah
faktor eksternal kunci yang merupakan cara sistematis untuk
didentifikasikan. Jumlah total nilai yang mengindetifikasi strategi yang
dibobot (Y1 + Y2) adalah untuk menggambarkan kecocokan paling baik
mementukan nilai yang dibobot untuk diantara analisis lainnya (Salusu, 2000).
perusahaan yang bersangkutan. Selain itu menurut Soesilo (2000), analisis
(6) Tidak peduli berapa jumlah faktor ini adalah merupakan pendekatan analisis
internal kunci yang dimasukkan ke popular untuk merumuskan strategi
dalam matriks-EFE, jumlah total nilai alternatif.
yang dibobot dapat berkisar dari 1,00

6 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


Tabel 3. Proses Penentuan Grand Strategy
EFI
Strengths (S): Weakneses (W):
EFE
Nilai yang dibobot untuk strategi Nilai yang dibobot untuk strategi
SO = ((nilai yang dibobot untuk WO = ((nilai yang dibobot untuk
Opportunities (O): faktor kekuatan internal) + (nilai faktor kelemahan internal) + (nilai
yang dibobot untuk faktor peluang yang dibobot untuk faktor peluang
eksternal)) eksternal))

Nilai yang dibobot untuk strategi Nilai yang dibobot untuk strategi
ST = ((nilai yang dibobot untuk WO = ((nilai yang dibobot untuk
Threats (T): faktor kekuatan internal) + (nilai faktor kelemahan internal) + (nilai
yang dibobot untuk faktor yang dibobot untuk faktor
ancaman eksternal)) ancaman eksternal))
Dimana: Strategi terpilih adalah alternatif strategi yang memiliki nilai yang dibobot paling besar.
Sumber: Soesilo (2000)

Analisis ini pada dasarnya merupakan partai politik, (d) dapat dijumpai sejumlah
interaksi dari hasil analisis evaluasi faktor kelembagaan forum ulama Tapal Kuda, (e)
internal (matriks-EFI) dan evaluasi faktor istilah WTK telah dikenal secara luas
eksternal (matrik-EFE). Apabila diterapkan (regional maupu nasional), (f) adanya
secara akurat, asumsi sederhana ini harapan-harapan penciptaan nilai tambah
mempunyai dampak yang sangat besar atas ekonomi dari dibangunnya jembatan
rancangan suatu strategi yang berhasil Suramadu, (g) potensi perikanan di perairan
(Soesilo, 2000). Hasil interaksi tersebut laut WTK cukup besar, (h) mulai ada
memunculkan 4 (empat) pilihan posisi kesadaran stakeholders di tingkat
strategi (positioning strategy) yaitu: (a) Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam
strategi SO, (b) strategi WO, (c) strategi ST, lingkup WTK terhadap pentingnya
dan (d) strategi WT. Terkait dengan hal ini kerjasama antar daerah, (i) WTK merupakan
dapat lebih dicermati pada Tabel 3. kawasan sentra penghasil tembakau penting
di tingkat nasional, serta (j) banyak hasil-
PEMBAHASAN hasil kajian akademis terkait WTK.
Faktor Internal Kunci Sedangkan faktor-faktor internal
Dapat diidentifikasikan sejumlah kunci berupa kelemahan antara lain: (a)
faktor internal kunci (internal key factors) daerah-daerah pesisiran di dalam lingkup
yang dapat dipandang berpotensi melingkupi WTK merupakan kantong-kantong
dalam kerangka mewujudkan keinginan kemiskinan, (b) tingkat pendidikan
guna mengembangkan wilayah Tapal Kuda masyarakat di daerah-daerah pesisiran WTK
(WTK) sebagai daerah nodal menjadi relatif rendah, (c) masyarakat di daerah-
kesatuan daerah perencanan di era otonomi daerah pesisiran WTK relatif kurang
daerah, yaitu melalui alternatif model tersentuh akses pelayanan publik, (d)
pengembangan ekonomi terpadu kawasan sebagian potensi lahan pertanian di WTK
andalan berbasis spesifik lokalita. adalah lahan marginal, (e) relatif ada
Setidaknya ada 10 (sepuluh) faktor kekuatan kecenderungan muncul ego-sektoral dan
internal (strengths) dan 8 (delapan) kekuatan ego-kedaerahan di tingkat stakeholders di
internal (weakneses). beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota di
Faktor-faktor internal kunci berupa dalam lingkup WTK, (f) relatif minimimnya
kekuatan internal antara lain: (a) adanya sarana dan prasarana penarik investasi di
keterkaitan WTK dengan sejarah Kerajaan dalam lingkup WTK, (g) kurang pro-
Majapahit, (b) perairan laut WTK aktifnya sebagian besar masyarakat WTK
merupakan jalur pelayaran & perdagangan terhadap arus modernisasi, serta (h) sering
penting di jaman Hindia Belanda, (c) WTK terjadi konflik antar nelayan di lingkup
merupakan kawasan istimewa bagi sejumlah perairan laut WTK.

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 7


Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks-EFI)
Faktor-Faktor Bobot Urgensi Nilai yang
No
Internal Kunci Permasalahan Permasalahan Dibobot
Kekuatan Internal (Strengths):
1 Faktor kekuatan ke-a 0,09 4 0,36
2 Faktor kekuatan ke-b 0,09 4 0,36
3 Faktor kekuatan ke-c 0,02 4 0,08
4 Faktor kekuatan ke-d 0,08 4 0,32
5 Faktor kekuatan ke-e 0,01 3 0,03
6 Faktor kekuatan ke-f 0,08 4 0,32
7 Faktor kekuatan ke-g 0,09 4 0,36
8 Faktor kekuatan ke-h 0,09 4 0,36
9 Faktor kekuatan ke-i 0,02 3 0,06
10 Faktor kekuatan ke-j 0,03 4 0,12
Sub-Jumlah 0,60 2,37
Kelemahan Internal (Weaknesses):
1 Faktor kelemahan ke-a 0,07 2 0,14
2 Faktor kelemahan ke-b 0,07 2 0,14
3 Faktor kelemahan ke-c 0,03 2 0,06
4 Faktor kelemahan ke-d 0,02 1 0,02
5 Faktor kelemahan ke-e 0,08 2 0,16
6 Faktor kelemahan ke-f 0,02 1 0,02
7 Faktor kelemahan ke-g 0,06 2 0,12
8 Faktor kelemahan ke-h 0,05 2 0,10
Sub-Jumlah 0,40 0,76
Jumlah Total 1,00 3,13

Berdasarkan hasil analisis matriks- Faktor-faktor ekternal kunci berupa


EFI dapat diketahui bahwa keberadaan peluang eksternal antara lain: (a) adanya
potensi dukungan internal dalam kerangka ketentuan di dalam UU No. 32 Tahun 2004
mewujudkan keinginan guna mengembang- yang sangat memungkinkan adanya
kan WTK sebagai daerah nodal menjadi kerjasama antar daerah otonom, (b) adanya
kesatuan daerah perencanan di era otonomi stimulus (potensi pendorong) di dalam UU
daerah, berada dalam posisi yang kuat. Hal No. 32 Tahun 2004 yang memungkinkan
ini dapat diketahui dari argumentasi Pemerintah Pusat untuk berkepentingan
keberadaan total nilai yang dibobot di dalam menginisasi dan menstimulasi pembentukan
hasil analisis matriks-EFI tersebut adalah kawasan pengembagan ekonomi terpadu,
lebih dari 2,50. Dapat lebih dicermati Tabel serta (c) adanya stimulus (potensi
4. pendorong) di dalam UU No. 32 Tahun
2004 yang memungkinkan Pemerintah
 Faktor Eksternal Kunci Provinsi untuk berkepentingan menginisasi
Demikian pula dapat diidentifikasikan dan menstimulasi pembentukan kawasan
sejumlah faktor eksternal kunci (external key pengembagan ekonomi terpadu.
factors) yang dapat dipandang berpotensi Adapun faktor-faktor ekternal kunci
melingkupi dalam kerangka mewujudkan berupa ancaman eksternal antara lain: (a)
keinginan guna mengembangkan wilayah arus masuknya investasi di kawasan WTK
Tapal Kuda (WTK) sebagai daerah nodal cenderung relatif lambat, (b) arus masuknya
menjadi kesatuan daerah perencanan di era inovasi teknologi di kawasan WTK
otonomi daerah, yaitu melalui alternatif cenderung relatif lambat, (c) cenderung
model pengembangan ekonomi terpadu semakin mudahnya pelaku-pelaku pasar
kawasan andalan berbasis spesifik lokalita. global mengeksploitasi pasar (konsumen) di
Setidaknya ada 3 (tiga) faktor peluang kawasan WTK, serta (d) cenreung semakin
eksternal (opportunities) dan 4 (empat) mudahnya kepentingan-kepentingan moral
faktor kelemahan eksternal (threats). hazart politis mengeksploitasi masyarakat di
WTK.

8 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks-EFE)

Faktor-Faktor Bobot Urgensi Nilai yang


No
Eksternal Kunci Permasalahan Permasalahan Dibobot
Peluang Eksternal (Opportunities):
1 Faktor peluang ke-a 0,10 2 0,20
2 Faktor peluang ke-b 0,20 3 0,60
3 Faktor peluang ke-c 0,40 4 1,60
Sub-Jumlah 0,70 2,40
Ancaman Eksternal (Threats):
1 Faktor ancaman ke-a 0,20 4 0,80
2 Faktor ancaman ke-b 0,05 3 0,15
3 Faktor ancaman ke-c 0,05 4 0,20
4 Faktor ancaman ke-d 0,10 4 0,40
Sub-Jumlah 0,30 1,55
Jumlah Total 1,00 3,95

Berdasarkan hasil analisis matriks- keinginan guna mengembangkan wilayah


EFE dapat diketahui bahwa dalam kerangka Tapal Kuda sebagai daerah nodal menjadi
mewujudkan keinginan guna mengembang- kesatuan wilayah perencanan di era otonomi
kan WTK sebagai daerah nodal menjadi daerah, yaitu melalui alternatif model
kesatuan daerah perencanan di era otonomi pengembangan ekonomi terpadu kawasan
daerah, keberadaan posisinya dapat efektif andalan berbasis spesifik lokalita, adalah
memanfaatkan peluang yang ada dan strategi SO. Yaitu strategi dengan
sekaligus meminimalkan pengaruh negatif menggunakan kekuatan internal yang
potensi ancaman eksternal yang ada. Hal ini dimiliki untuk dimanfaatkan meraih peluang
dapat diketahui dari argumentasi keberadaan eksternal yang ada, atau juga sering disebut
total nilai yang dibobot di dalam hasil dengan strategi agresif. Artinya bahwa
analisis matriks-EFE tersebut adalah lebih potensi keunggulan yang dimiliki, yaitu
dari 2,50.Dapat lebih dicermati Tabel 5. berupa faktor-faktor kekuatan internal yang
ada, di-manage-kan sedemikian rupa agar
 Grand Strategy dapat menjadi kekuatan pendorong
Rumusan strategi yang dapat (triger/move of rule) guna meraih peluang-
dipandang efektif dan efisien (grand peluang yang ada.
strategy) dalam kerangka mewujudkan

Tabel 6. Hasil Analisis Grand Starategy Interaksi SWOT

EFI Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakneses)


EFE Nilai Dibobot = 2,37 Nilai Dibobot = 0,76
Peluang (Opportunities)
Nilai Dibobot = 2,40 4,77 3,06
Ancaman (Treaths)
3,92 2,31
Nilai Dibobot = 1,55

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 9


Adapun muatan-muatan strategi dari otonomi daerah (melalui alternatif
representasi (penterjemahan) dari strategi model pengembangan ekonomi terpadu
SO ini antara lain sebagai berikut: kawasan andalan berbasis spesifik
(1) Menggunakan isu tinjauan aspek lokalita).
ekonomi, bahwa: (a) perairan laut (4) Secara kelembagaan dapat efektif
WTK merupakan jalur pelayaran & memanfaatkan keberadaan
perdagangan penting di jaman Hindia kelembagaan forum-forum ulama Tapal
Belanda, (c) potensi perikanan di Kuda yang sering muncul dalam
perairan laut WTK cukup besar, (d) berbagai kesempatan, guna membawa
WTK merupakan kawasan sentra kepentingan dalam kerangka
penghasil tembakau penting di tingkat mewujudkan keinginan
nasional, serta (e) adanya harapan- mengembangkan WTK sebagai daerah
harapan penciptaan nilai tambah nodal menjadi kesatuan daerah
ekonomi dari dibangunnya jembatan perencanan di era otonomi daerah
Suramadu, guna meraih dukungan (melalui alternatif model
stakeholders di dalam lingkup: (a) pengembangan ekonomi terpadu
Pemerintah Propinsi Jawa Timur, dan kawasan andalan berbasis spesifik
(b) Pemeritan Pusat, agar timbul lokalita).
kepentingan kuat guna mewujudkan (5) Secara sosial dapat efektif
keinginan untuk mengembangkan WTK menggunakan isu, bahwa: (a) ada
sebagai daerah nodal menjadi kesatuan keterkaitan WTK dengan sejarah
daerah perencanan di era otonomi Kerajaan Majapahit, dan (b) istilah
daerah (melalui alternatif model WTK telah dikenal secara luas
pengembangan ekonomi terpadu (regional maupun nasional), guna
kawasan andalan berbasis spesifik mempengaruhi dan menguatkan opini
lokalita). masyarakat (publik) untuk ber-
(2) Menggunakan isu politik mulai adanya kepentingan mendukung keinginan
kesadaran stakeholders di tingkat mengembangkan WTK sebagai daerah
pemerintah Kabupaten/Kota dalam nodal menjadi kesatuan daerah
kesatuan WTK terhadap pentingnya perencanan di era otonomi daerah
kerjasama antar daerah, guna meraih (melalui alternatif model
dukungan stakeholders di dalam pengembangan ekonomi terpadu
lingkup: (a) Pemerintah Propinsi Jawa kawasan andalan berbasis spesifik
Timur, dan (b) Pemeritan Pusat, agar lokalita).
timbul kepentingan kuat guna Adapun apabila keinginan guna
mewujudkan keinginan untuk mengembangkan WTK sebagai daerah nodal
mengembangkan WTK sebagai daerah menjadi kesatuan daerah perencanan di era
nodal menjadi kesatuan daerah otonomi daerah (melalui alternatif model
perencanan di era otonomi daerah pengembangan ekonomi terpadu kawasan
(melalui alternatif model andalan berbasis spesifik lokalita) tersebut
pengembangan ekonomi terpadu dapat diwujudkan, maka akan dapat
kawasan andalan berbasis spesifik meminimalkan pengaruh negatif potensi
lokalita). ancaman eksternal yang ada. Dimana dapat
(3) Secara politis dapat memanfaatkan diyakini secara langusung atau tidak
posisi tawar (bargaining position) langsung akan memberikan dampak positif
bahwa WTK merupakan kawasan berupa: (a) arus masuknya investasi di
istimewa bagi sejumlah partai politik, kawasan WTK semakin baik, (b) arus
guna menggalang kekuatan dukungan masuknya inovasi teknologi di kawasan
sejumlah partai politik yang WTK semakin baik, (c) semakin sulitnya
bersangkutan, untuk membawa pelaku-pelaku pasar global mengeksploitasi
kepentingan dalam kerangka pasar (konsumen) di kawasan WTK, dan (d)
mewujudkan keinginan mengembang- semakin sulitnya kepentingan-kepentingan
kan WTK sebagai daerah nodal menjadi moral hazart politis mengeksploitasi
kesatuan daerah perencanan di era masyarakat di WTK.

10 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


KESIMPULAN Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Jakarta:
Adapun simpulan yang dapat ditarik Lembaga Penerbit FE-UI.
dari argumentasi-argumentasi tersebut antara
lain sebagai berikut: Gaffar, A. 2000. Kebijakan Otonomi Daerah
(1) Dapat diidentifikasikan ada 10 dan Implikasinya Terhadap
(sepuluh) faktor kekuatan internal, 8 Penyelenggaraan Pemerintahan di
(delapan) faktor kelemahan internal, 3 Masa Mendatang, dalam Jurnal Ilmu
(tiga) peluang eksternal, serta 4 (empat) Sosial Transformatif Edisi 5 Tahun
ancaman eksternal yang dapat II-2000. Yogyakarta: Insist Press.
berpotensi melingkupi dalam kerangka
mewujudkan keinginan guna Glasson, J. 1978. An Introduction to
mengembangkan wilayah Tapal Kuda Regional Planning; Concepts,
(WTK) sebagai daerah nodal menjadi Theory and Practice. Second
kesatuan daerah perencanan di era Edition. London: Hutchinson & Co.
otonomi daerah. (Publishers) Ltd.
(2) Keberadaan potensi dukungan dalam
kerangka guna mewujudkan keinginan Hidayat. S., 2000. Dilema Otonomi Daerah
mengembangkan WTK sebagai daerah Perluasan Wewenang Daerah vs
nodal menjadi kesatuan daerah Wewenang Elite Daerah. Analisis
perencanan di era otonomi daerah, CSIS Tahun XXIX/2000, No.1.
secara internal berada dalam posisi Jakarta: CSIS.
yang kuat dan dapat efektif
memanfaatkan peluang ekternal serta Muthis, T. 2001. Prospek Otonomi Daerah
sekaligus meminimalkan pengaruh di Negara Republik Indonesia.
negatif potensi ancaman eksternal yang Jakarta: Raja Grafindo Persada,
ada.
(3) Grand strategy dalam kerangka Newman W. L.. 1997. Social Research
mewujudkan keinginan guna Methods; Qualitative and
mengembangkan wilayah Tapal Kuda Qunatitative Approach. Third
sebagai daerah nodal menjadi kesatuan Edition. Boston-USA: Allyn and
wilayah perencanan di era otonomi Bacon.
daerah, adalah strategi SO. Artinya
bahwa potensi keunggulan yang Sukirno, S. 1976. Beberapa Aspek dalam
dimiliki, yaitu berupa faktor-faktor Persoalan Pembangunan Daerah.
kekuatan internal yang ada, dapat di- Cetakan Kesatu. Jakarta: Lembaga
manage-kan sedemikian rupa agar Penetbit FE-UI.
menjadi kekuatan pendorong
(triger/move of rule) guna meraih Salusu, J., 2000. Pengambilan Keputusan
peluang-peluang serta serta sekaligus Strategik untuk Organisasi Publik
meminimalkan pengaruh negatif dari dan Nonprofit. Cetakan Ketiga.
potensi ancaman eksternal yang ada. Jakarta; PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Sitohang, P. 1990. Pengantar Perencanaan


Regional. Edisi Kedua. Jakarta:
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis
Lembaga Penerbit FE-UI.
Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan, Cetakan Pertama. Jakarta:
Smith, B.C. 1985. Decentralization; The
PT. Pradnya Paramita.
Territorial Dimension of the State,
dalam Syarif Hidayat. 2000. Dilema
David, F. R. 2002. Manajemen Strategik.
Otonomi Daerah Perluasan
Edisi Ketujuh. Jakarta: PT
Wewenang Daerah vs Wewenang
Prenhallindo.
Elite Daerah. Analisis CSIS Tahun
XXIX/2000, No.1. Jakarta: CSIS.

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 11


Soesilo, N.I. 2000. Manajemen Strategik di
Sektor Publik (Pendekatan Praktis).
Buku-II. Jakarta; Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik
(MPKP)-Fakultas Ekonomi-
Universitas Indonesia.

Perundang-Undangan:
(1) PP No.47 Tahun 1997 tentang Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTWN)
(2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
(3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah

12 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011

You might also like