You are on page 1of 13

FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT MEWUJUDKAN MODEL

SINERGIS PENGEMBANGAN WILAYAH TAPAL KUDA MENJADI


KESATUAN DAERAH PERENCANAAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Djoko Soejono, Agus Supriono, Julian Adam Ridjal


Dosen Faklutas Pertanian Universitas Jember
Email: Soejono_djoko@yahoo.co.id

ABSTRACT

Central issue leading this research is on optimistic way of thinking that there is possibility of
policy model formulation alternative that can synergy any interests in order to actualize Horse
Shoe area in East Java province into regional planning unit under the importance of regional
autonomy policy implementation. The problem being researched are: (a) what critical factors
that can be as trigger and inhibitor factors are, and (b) how the formulation of alternative
model of policy can be viewed as effective and efficient. The approach of analysis being used is
descriptive and qualitative. Based on the research, this can be identified into 6 critical factors
of political aspect, 8 economic aspects, 3 social aspects and 7 institutional aspects that can be
viewed as the potential for trigger factors. Thus with that there are 4 critical factors of political
aspect, 3 economic aspect, 2 social aspect, and 3 institutional aspect that can be viewed as the
potential for inhibitor aspects. Alternative of policy model that can be considered to be effective
is model of integrated economic development of reliable zone on specific of locality base.

Key Words: integrated economic, East Java province

PENDAHULUAN multiplier effect bagi perkembangan


Latar Belakang perekonomian regional bagi sub-wilayah
Hasil temuan penelitian Supriono, dkk Pulau Madura dan Selat Madura.
(2009) menyatakan, baik dalam periode Dimana di dalam konsepsi wilayah
sebelum maupun setelah pelaksanaan Tapal Kuda sebagai daerah nodal tersebut,
otonomi daerah, di dalam lingkup wilayah sub-wilayah Teluk Madura (Kota Surabaya
Tapal Kuda yang dikonsepsikan sebagai dan Kabupaten Sidoarjo) didudukkan
kesatuan daerah nodal (nodal region), (dipandang) sebagai pusat pertumbuhuan
diketahui ada kesenjangan perkembangan (growth area). Sedangkan sub-wilayah
ekonomi regional yang cukup mencolok Pulau Madura (Kabupaten: Bangkalan,
antara di sub-wilayah Teluk Madura dengan Sampang, Pamekasan, dan Sumenep), serta
di sub-wilayah Pulau Madura dan Selat sub-wilayah Selat Madura (Kabupaten:
Madura. Perkembangan perekonomian Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan
regional yang relatif baik terjadi di sub- Kota: Pasuruan, Probolinggo), didudukkan
wilayah Teluk Madura, ternyata cenderung sebagai daerah belakang (backwase area).
belum (dan/atau tidak) memberikan dampak

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 23


Gambar 1.
Sketsa Peta Wilayah Tapal Kuda: 1=Kota Surabaya, 2=Kabupaten Sidoarjo,
3=Kabupaten & Kota Pasuruan, 4=Kabupaten & Kota Probolinggo, 5=Kabupaten
Situbondo, 6=Kabupaten Bangkalan, 7=Kabupaten Sampang, 8=Kabupaten Pemekasan,
dan 9=Kabupaten Sumenep

Guna mengatasi permasalahan menjadi satu kesatuan daerah perencanaan


kesenjangan perkembangan perekonomian dengan kepentingan implementasi kebijakan
regional yang terjadi tersebut, hasil otonomi daerah tersebut.
penelitian Supriono, dkk (2009)
menyarankan, seyogyanya dapat Permasalahan
dikembangkan (diwujudkan) suatu alternatif Permasalahan yang dikaji adalah: (a)
model kebijakan guna mengembangkan apa saja faktor kritis yang berpotensi dapat
wilayah Tapal Kuda menjadi satu kesatuan menjadi ‘pendorong’ dan ‘penghambat’
daerah perencanaan (region planning). guna mewujudkan kemungkinan wilayah
Namun demikian guna mewujudkan model Tapal Kuda yang dikonsepsikan sebagai
alternatif kebijakan yang demikian ini, daerah nodal menjadi kesatuan daerah
dewasa ini tentunya akan dihadapkan pada perencanan di era otonomi daerah dewasa
benturan kepentingan kebijakan otonomi ini, dan (b) bagaimana rumusan alternatif
daerah yang diimplementasikan sejak tahun model kebijakan yang dapat dipandang
2000. efektif dan efisien guna ‘mensinergikan’
Setidaknya ditengarai akan kepentingan mewujudkan kesatuan wilayah
kemungkinan muncul sejumlah masalah Tapal Kuda menjadi satu kesatuan daerah
terkait dengan sulitnya membangun perencanaan dengan kepentingan
komitmen antar stakeholders di lingkup implementasi kebijakan otonomi daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di tersebut.
dalam lingkup wilayah Tapal Kuda tersebut.
Yaitu sulitnya mewujudkan bentuk-bentuk Tinjauan Pustaka
kohesifitas muatan kebijakan antar  Konteks Wilayah Tapal Kuda Sebagai
Pemerintah Kabupaten/Kota. Baik Daerah Nodal
menyangkut kohesifitas muatan kebijakan Budiharsono ( 2001) mendefinisikan
publik maupun ekonomi. nodal (nodal region) sebagai wilayah yang
Tertarik akan fenomena ini, maka secara fungsional mempunyai
penelitian ini dilakukan. Paradigma yang ketergantungan antara pusat (inti/nucleus)
dibangun oleh tim peneliti adalah, bahwa di dan daerah belakangnya (hiterland/
dalam tataran berpikir optimistik, tentunya backwase area). Dimana daerah nodal ini
tidak menutup kemungkinan akan dapat adalah sebagai suatu ekonomi ruang yang
dirumuskan suatu alternatif model yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat
dapat ‘mensinergikan’ kepentingan guna kegiatan ekonomi (Sukirno, 1976). Oleh
wujudkan kesatuan wilayah Tapal Kuda karena itu struktur daerah nodal dapat

24 J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011


digambarkan sebagai suatu sel hidup, atau otonomi seluas-luasnya. Gaffar (2000)
suatu atom dimana terdapat inti (nucleus) menegaskan, otonomi luas pada dasarnya
dan plasma (periferi) yang saling adalah merupakan ‘kemerdekaan ke dalam’
melengkapi. Intergasi fungsional dalam (internal souvereignty).
daerah nodal lebih merupakan dasar Smith (1985) menyatakan, ditinjau
hubungan saling ketergantungan atau dasar dari sisi kepentingan pemerintah daerah,
kepentingan masyarakat di wilayah tersebut. tujuan dilaksanakannya kebijakan otonomi
Batas daerah nodal ditentukan oleh daerah dengan prinsip otonomi luas adalah
sejauh mana pengaruh dari suatu pusat untuk mewujudkan: (a) political equality,
kegiatan ekonomi apabila digantikan oleh (b) local accountability, dan (c) local
pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi responsiveness. Mewujudkan political
lainnya (Hoover, 1975 dalam Budiharsono, equality, artinya bahwa melalui pelaksanaan
2001). Atau, perbatasan di antara berbagai otonomi daerah diharapkan akan lebih
daerah nodal ini ditentukan oleh tempat- membuka kesempatan bagi masyarakat
tempat dimana pengaruh dari satu atau untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi politik di tingkat lokal. Mewujudkan local
digantikan dengan pengaruh dari pusat accountability, bahwa dengan pelaksanaan
lainnya (McLellan, 1970 dalam Sukirno, otonomi daerah akan meningkatkan
1976). kemampuan pemerintah daerah dalam
Di dalam perspektif wilayah Tapal pembangunan sosial dan ekonomi
Kuda dipandang sebagai daerah nodal, sub- masyarakatnya sesuai dengan yang
wilayah Teluk Madura (Kota Surabaya dan dikehendaki. Sedangkan wewujudkan local
Kabupaten Sidoarjo) dapat ‘didudukkan’ responsiveness, asumsi dasarnya adalah
atau ‘dipandang’ sebagai daerah pusat bahwa pemerintah daerah diangap lebih
pertumbuhan (growth area). Mengingat di banyak mengetahui berbagai masalah yang
sub-wilayah ini potensi ‘aglomerasi’ selalu dihadapi oleh masyarakatnya, maka dengan
tercipta. Adapun potensi aglomerasi adalah kebijakan otonomi daerah diharapkan akan
terkumpulnya berbagai jenis kegiatan mempermudah antisipasi terhadap berbagai
industri, perdagangan, dan jasa di suatu masalah yang muncul dan sekaligus
kawasan tertentu karena adanya keuntungan meningkatkan akselerasi pembangunan
lokasional yang dimiliki oleh kawasan sosial dan ekonomi daerah.
tersebut (Djojodipuro, 1992). Potensi Akan tetapi oleh karena prinsip
aglomerasi tersebut berpotensi dapat otonomi daerah yang diterapkan di
memberikan dampak penghematan eksternal Indonesia adalah otonomi luas, maka selain
(external economies) yang menguntungkan adanya dampak positif dari dilaksanakannya
bagi para pelaku usaha (Sitohang, 1990). kebijakan tersebut, juga ada bentuk-bentuk
Sedangkan sub-wilayah Pulau Madura kekhawatiran peluang munculnya dampak
(Kabupaten: Bangkalan, Sampang, negatif yang ditimbulkan. Diantaranya
Pamekasan, dan Sumenep), serta sub- adalah Muthis (2001): (a) munculnya
wilayah Selat Madura (Kabupaten: kekuatan raja-raja kecil di daerah, (b)
Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan munculnya penajaman sikap primordialisme,
Kota: Pasuruan, Probolinggo), didudukkan (c) pengukuhan budaya patron-clien, dan (d)
sebagai daerah belakang (backwase area). munculnya kebijakan pembangunan daerah
yang kontradiktif dengan kepentingan
 Kosepsi Otonomi Daerah perencanaan pembangunan wilayah yang
Otonomi daerah didefinisikan di lebih luas, atau perencanaan pembangunan
dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. wilayah terpadu.
32 Tahun 2004, adalah pemberian hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Prinsip otonomi
daerah yang diterapkan di Indonesia adalah

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 25


 Benturan Antara Otonomi Daerah persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik,
dengan Pengembangan Wilayah dan kelembagaan yang dihadapinya.
Terpadu
Mendasarkan pada tujuan otonomi  Pemaduan Otonomi Daerah dengan
sebagaimana disebutkan Smith (1985), pada Pengembangan Wilayah Terpadu
khususnya untuk mewujudkan: (a) local Oleh karena keberadaan munculnya
accountability, dan (b) local responsiveness, berbagai kehawatiran tentang adanya
maka masing-masing daerah dapat relatif benturan pelaksanaan otonomi daerah
leluasa merencanakan program-program dengan perencanaan pembangunan wilayah
pembangunannya sendiri. Baik itu berkaitan secara terpadu tersebut, di dalam UU No. 22
dengan pembangunan ekonomi (ekonomi Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004
regional) maupun pembangunan sosial. ditekankan perlu adanya ‘hubungan
Sementara itu di sisi lain, sebagaimana yang kerjasama antar daerah’. Dimana di dalam
dikhawatirkan oleh Muthis (2001), oleh UU No. 22 Tahun 1999 (Bab IX, Pasal 87)
karena luasnya kewenangan yang dimiliki dinyatakan, beberapa daerah dapat
daerah, bisa jadi akan muncul adanya mengadakan kerjasama antar daerah.
kemungkinan dampak negatif berupa Sedangkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004
kebijakan pembangunan daerah yang (Bab IX Pasal 195) semakin lebih jelas
‘kontradiktif’ dengan kepentingan dinyatakan: (a) dalam rangka meningkatkan
perencanaan pembangunan wilayah yang kesejahteraan rakyat, daerah dapat
lebih luas, atau perencanaan pembangunan mengadakan kerjasama dengan daerah lain
wilayah terpadu. yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi
Terkait dengan hal ini Hidayat (2000) dan efektivitas pelayanan publik, senergi
juga menyatakan, oleh karena kebijakan dan saling menguntungkan, dan (b)
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di kerjasama sebagaimana dimaksudkan dapat
letakkan pada tingkat Kabupaten/Kota diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar
(sekup daerah yang relatif kecil), maka daerah yang diatur dengan keputusan
keleluasaan perencanaan pembangunan bersama.
(terutama pembangunan ekonomi Selain itu sebagaimana termaktup di
regionalnya) yang dimiliki oleh masing- dalam Penjelasan No. 32 Tahun 2004,
masing daerah, akan selalu ada pemerintah (Pemerintah Pusat) dapat
kemungkinan memiliki potensi ‘kotradiktif’ mendorong dan menetapkan kawasan
dengan kepentingan perencanaan pengembangan yang terpadu untuk
pembangunan wilayah secara terpadu. menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu
Dimana tujuan utama dari perencanaan secara makro, misalnya dalam rangka
pembangunan wilayah terpadu tersebut pengembangan ekonomi, industri strategis,
adalah untuk memperoleh keuntungan- daerah perdagangan bebas, pengembangan
keuntungan ekonomi (economic scale) yang sumberdaya nasional, dan lainnya. Dimana
lebih besar. Pemerintah Pusat wajib mengikutsertakan
Sebagaimana dinyatakan oleh Glasson Pemerintah Daerah dalam mewujudkannya.
(1978), melalui perencanaan pembangunan Adapun beberapa model pengembangan
wilayah terpadu akan dapat diperoleh kawasan ekonomi terpadu yang
manfaat-manfaat antara lain: (a) cukup besar dikembangkan oleh Badan Perencanaan
untuk mengambil keputusan-keputusan Pembangunan Nasional (Bappenas),
investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu terutama yang dilaksanakan sejak
mengubah industrinya sendiri dengan tenaga diimplementasikannya kebijakan otonomi
kerja yang ada, (c) mempunyai struktur daerah, antara lain pengembangan ekonomi
ekonomi yang cenderung relatif konvergen, terpadu: (a) kawasan adat terpencil, (b)
(d) mempunyai banyak titik-titik berbasis kawasan andalan, (c) kawasan cepat
pertumbuhan (growth point), (e) tumbuh, (d) kawasan khusus (meliputi
memudahkan dalam menggunakan cara kawasan: perdagangan bebas,
pendekatan perencanaan pembangunan, dan pengembangan prioritas, perbatasan,
(f) masyarakat dalam wilayah tersebut dapat tertinggal, rawan bencana alam, konservasi,
memiliki kesadaran bersama terhadap cagar budaya), serta (e) kawasan pesisir.

26 J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011


METODE PENELITIAN Tapal Kuda telah lama ada dalam peta
 Daerah Penelitian teritorial militer (pihak kemanan), (c)
Daerah penelitian adalah kesatuan menjadi kawasan istimewa bagi sejumlah
wilayah Tapal Kuda di Provinsi Jawa Timur partai politik untuk perebutan suara pemilih
yang didefinisikan di dalam penelitian ini (dalam pemilu nasional maupun provinsi),
sebagai daerah nodal. Adapun wilayah Tapal (d) relatif sering dijumpai adanya forum-
Kuda ini meliputi Kabupaten: Sumenep, forum ulama yang mengatasnamakan Ulama
Sampang, Pemekasan, Bangkalan, Sidoarjo, Tapal Kuda, (e) istilah wilayah Tapal Kuda
Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan tidak asing lagi bagi masyarakat di wilayah
Kota: Surabaya, Pasuruan, Probolinggo. Provinsi Jawa Timur, dan (f) istilah wilayah
Tapal Kuda sudah mulai banyak dikenal di
 Data dan Metode Pengumpulan Data tingkat nasional.
Data utama yang akan dipergunakan Ditinjau dari aspek ekonomi, antara
dalam penelitian ini adalah ‘data primer’. lain: (a) fakta sejarah di jaman Hindia
Metode utama guna mengumpulkan data Belanda, dimana perairan di dalam lingkup
adalah: wawancara secara mendalam (in- wilayah Tapal Kuda menjadi jalur pelayanan
depth interview) dengan ‘para ekspert’. untuk perdagangan yang penting, (b) relatif
Adapun metode: (a) observasi, (b) studi mulai ada inisiasi-inisiasi guna
dokumentasi, (c) studi pustaka, serta (f) mengembalikan fungsi perairan di dalam
catatan pribadi/self record, dipergunakan lingkup wilayah Tapal Kuda menjadi jalur
sebagai metode pelengkap dalam pelayaran untuk perdagangan yang cukup
pengumpulan data tersebut. penting, (c) adanya kesamaan bahwa daerah-
daerah pesisiran di masing-masing
 Subyek Penelitian Kabupaten/ Kota yang ada di dalam lingkup
Subyek penelitian ini adalah ‘para wilayah Tapal Kuda, adalah merupakan
ekspert’. Para ekspert yang dimaksudkan kantong-kantong kemiskinan, (d) sering
adalah staf di lingkup: (a) Bappeprov Jawa terjadi konflik antar nelayan (perebutan
Timur, (b) Bappekab Sumenep, Pemekasan, wilayah tangkapan ikan) di dalam lingkup
Sampang, Bangkalan, Sidoarjo, Pasuruan, perairan wilayah Tapal Kuda, (e) relatif
Probolinggo, Situbondo, serta (c) Bappekot mulai ada inisiasi-inisiasi guna menjadikan
Surabaya, Pasuruan, Probolinggo. perairan di dalam lingkup wilayah Tapal
Kuda sebagai pusat kegiatan perikanan dan
 Metode Pendekatan Analisis agroindustri perikanan, (f) adanya
Pendekatan analisis yang kesenjangan perkembangan ekonomi
dipergunakan dalam penelitian ini adalah regional yang mencolok antara sub-wilayah
‘deskriptif-kualitatif’. Yaitu dalam arti tidak Teluk Madura dengan sub-wilayah Pulau
bermaksud untuk menguji hipotesa, akan Madura dan Selat Madura, (g) dibangunnya
tetapi bertujuan untuk menggambarkan jembatan Suramadu dengan harapan-harapan
realitas sosial yang kompleks dengan cara- penciptaan nilai tambah ekonomi (economic
cara mengkonstruksi realitas sosial yang added value) di masa depan, dan (h) wilayah
terjadi (Newman, 1997). sentra penghasil tembakau penting sejak
jaman Hindia Belanda sampai sekarang.
PEMBAHASAN Ditinjau dari aspek sosial, antara lain:
 Faktor Pendorong (a) adanya kesamaan sebagian besar
Ditinjau dari aspek politis, faktor- masyarakat di masing-masing Kabupaten/
faktor kritis yang dapat dipandang Kota yang ada di dalam lingkup wilayah
berpotensi sebagai faktor pendorong guna Tapal Kuda, pada khususnya masyarakat
mewujudkan kemungkinan wilayah Tapal daerah pesisiran, memiliki tingkat
Kuda yang dikonsepsikan sebagai daerah pendidikan yang relatif rendah, (b) adanya
nodal menjadi kesatuan daerah perencanaan kesamaan sebagian besar masyarakat di
di era otonomi daerah dewasa ini, antara masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di
lain: (a) keterkaitan sejarah dengan sejarah dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, pada
pendirian Kerajaan Majapahit, (b) wilayah khususnya masyarakat daerah pesisiran,
relatif kurang dapat memperoleh akses

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 27


pelayanan kesehatan, dan (c) adanya baik dari aspek ekonomi, sosial,
kesamaan sebagian besar masyarakat di kelembagaan, politis, dan lainnya.
masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di
dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, pada  Faktor Penghambat
khususnya masyarakat daerah pesisiran, Ditinjau dari aspek politis, faktor-
relatif kurang dapat memperoleh akses faktor kritis yang dapat dipandang
pelayanan publik lainnya. berpotensi sebagai faktor penghambat guna
Ditinjau dari aspek kelembagaan, mewujudkan kemungkinan wilayah Tapal
antara lain: (a) adanya ketentuan di dalam Kuda yang dikonsepsikan sebagai daerah
UU No. 32 Tahun 2004 yang sangat nodal menjadi kesatuan daerah perencanan
memungkinkan adanya kerjasama antar di era otonomi daerah dewasa ini, antara
daerah otonom (Kabupaten/Kota) guna lain: (a) relatif ada kecenderungan
mengembangkan kawasan ekonomi terpadu, munculnya sikap euphoria yang berlebihan
(b) adanya stimulus (potensi pendorong) di di sebagian stakeholders Pemerintah
dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang Kabupaten/Kota di dalam lingkup wilayah
memungkinkan Pemerintah Pusat untuk Tapal Kuda, dalam memandang besarnya
menginisisasi dan menstimulasikan kewenangan yang diberikan pada
pemerintah daerah otonom (Kabupaten/ pelaksanaan otonomi daerah, (b) relatif ada
Kota) agar mau dan/atau berkeinginan kecenderungan berkembangnya sikap
melakukan perencanaan pembangunan primordialisme di sebagian stakeholders
ekonomi terpadu, (c) adanya stimulus Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam
(potensi pendorong) di dalam UU No. 32 lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota di era
Tahun 2004 yang memungkinkan otonomi daerah sekarang ini, (c) relatif ada
Pemerintah Provinsi untuk menginisisasi kecenderungan berkembangnya budaya
dan menstimulasikan pemerintah daerah patron-clien di sebagian stakeholders
otonom agar mau dan/atau berkeinginan Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam
melakukan perencanaan pembangunan Pemerintah Kabupaten/Kota di era otonomi
ekonomi terpadu, (d) relatif mulai timbul daerah sekarang ini, dan (d) relatif belum
kesadaran dari sejumlah Pemerintah ada kepentingan dari forum-forum ulama
Kabupaten/ Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda untuk membawa kepentingan
Tapal Kuda (pada khususnya pihak Badan bagi pengembangan wilayah Tapal Kuda
Perencanaan Pembangunan Kabupaten/ menjadi kawasan pengembangan ekonomi
Kota), akan pentingnya melakukan terpadu, baik di tingkat provinsi maupun
kerjasama antar daerah yang berdekatan nasional.
guna memperoleh efektivitas dan efisiensi Ditinjau dari aspek ekonomi, antara
dalam rangka pembangunan bidang ekonomi lain: (a) relatif belum dapat dijumpai
dan pelayanan publik tertentu, (e) masih bentuk-bentuk ‘inisiasi’ berupa konsep,
besarnya harapan Pemerintah Kabupaten/ rancangan, maupun model terkait dengan
Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda pengembangan perekonomian regional
terhadap Pemerintah Pusat maupun wilayah Tapal Kuda sebagai suatu kesatuan
Pemerintah Provinsi, dalam rangka ‘sharing’ pengembangan kawasan ekonomi terpadu,
penyediaan dana (anggaran) pembangunan baik di tingkat provinsi maupun nasional, (b)
sarana dan psarana ekonomi dan pelayakan relatif minimnya sarana dan prasarana yang
pubik di wilayahnya, (f) mulai adanya dapat dijadikan sebagai faktor penarik
tuntutan dari sejumlah Pemerintah masuknya berbagai investasi, pada
Kabupaten/Kota di dalam lingkup sub- khususnya di sub-wilayah Pulau Madura dan
wilayah Pulau Madura dan Selat Madura Selat Madura, serta (c) keberadaan potensi
kepada Pemerintah Provinsi untuk lahan pertanian di sebagian besar wilayah
mengembangkan kawasan pembangunan Tapal Kuda adalah merupakan lahan-lahan
ekonomi terpadu ‘Gerbangkertosusilo-Plus’, marginal.
dan (g) dapat dijumpai cukup banyak hasil- Ditinjau dari aspek sosial, antara lain:
hasil penelitian (dukungan akademis) dari (a) relatif rendahnya tingkat pendidikan
berbagai perguruan tinggi yang mengkaji sebagian besar masyarakat di wilayah Tapal
secara khusus tentang wilayah Tapal Kuda, Kuda, pada khususnya masyarakat di daerah

28 J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011


pesisiran, dan (b) relatif kurang pro-aktifnya kesatuan daerah perencanaan dengan
dan/kurang terbukannya sebagian besar kepentingan implementasi kebijakan
masyarakat di wilayah Tapal Kuda terhadap otonomi daerah tersebut, adalah
arus modernisasi. pengembangan ekonomi terpadu ‘kawasan
Ditinjau dari aspek kelembagaan, andalan’ berbasis ‘spesifik lokalita’. Dimana
antara lain: (a) relatif belum adanya menurut PP No.47 Tahun 1997 pasal 7
kepentingan dari Pemerintah Pemerintah tentang Tata Ruang Wilayah Nasional
Pusat untuk ‘menginisiasi’ dan (RTWN), kawasan andalan adalah kesatuan
‘menstimulasikan’ wilayah Tapal Kuda wilayah yang terbentuk berdasarkan fungsi
menjadi kawasan pengembangan ekonomi kawasan dan aspek kegiatan ekonomi yang
terpadu, (b) relatif belum adanya direncanakan secara terpadu berdasarkan
kepentingan dari Pemerintah Provinsi Jawa pada prinsip-prinsip penciptaan keunggulan-
Timur untuk ‘menginisiasi’ dan keunggulan spesifik lokasi (spesifik lokalita)
‘menstimulasikan’ wilayah Tapal Kuda yang dimiliki oleh daerah-daerah di dalam
menjadi kawasan pengembangan ekonomi kesatuannya.
terpadu, serta (c) relatif belum adanya Ditekankan di dalam PP tersebut,
kepentingan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui penciptaan kawasan andalan
yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal diharapkan dapat berperan mendorong
Kuda untuk melakukan ‘inisiasi’ guna pertumbuhan ekonomi bagi kawasan
menjadikan wilayah Tapal Kuda menjadi tersebut, kawasan di sekitarnya, serta dapat
kawasan pengembangan ekonomi terpadu. mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang
di wilayah nasional. Adapun alternatif
 Alternatif Model Kebijakan Sinergis pengembangan spesifik lokalita yang dapat
Alternatif model kebijakan yang dapat dipandang relatif tepat di masing-masing
dipandang efektif dan efisien guna wilayah Kabupaten/Kota dalam wilayah
mensinergikan kepentingan mewujudkan Tapal Kuda sebagai kawasan andalan
kesatuan wilayah Tapal Kuda menjadi satu tersebut, dapat lebih dicermati Tabel 1.

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 29


Tabel 1. Alternatif Pengembangan Spesifik Lokalita yang Dapat Dipandang Relatif Tepat dalam Model Wilayah Tapal Kuda Sebagai Kawasan
Andalan

Alternatif Pengembangan Spesifik Lokalita Kabupaten/Kota


No SP PM BK SB SD
yang Dapat Dipandang Relatif Tepat SM PS1 PS2 PB1 PB2 ST
1 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
agrobisnis/agroindustri berbasis tanaman pangan ( jagung dan ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
kacang-kacangan).
2 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
agrobisnis/agroindustri berbasis perkebunan tembakau.
3 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩
agrobisnis/agroindustri berbasis perkebunan lainnya
4 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
agrobisnis/agroindustri berbasis peternakan sapi potong dan ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
kambing (domba).
5 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩ ۩
agrobisnis/agroindustri berbasis peternakan sapi perah.
6 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩ ۩ ۩ ۩
agrobisnis/agroindustri berbasis perikanan laut .
7 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩ ۩ ۩ ۩ ۩
agrobisnis/agroindustri berbasis perikanan tambak
8 Mengembangkan pelabuhan perikanan. ۩ ۩
9 Memperkuat pengembangan usaha-usaha
۩ ۩
agrobisnis/agroindustri berbasis kehutanan.
10 Memperkuat pengembangan industri pendukung dan/atau
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
pengguna (pengolah) produk sub-sektor penggalian.
11 Memperkuat pengembangan industri pendukung dan/atau
۩
pengguna (pengolah) produk sub-sektor pertambangan migas
12 Memperkuat pengembangan industri/pengolahan makanan,
۩ ۩
minuman, dan tembakau
13 Memperkuat pengembangan industri/pengolahan pupuk, kimia,
۩ ۩ ۩ ۩ ۩
dan barang karet
Lanjutan Tabel 1. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-

Alternatif Pengembangan Spesifik Kabupaten/Kota


No
yang Dapat Dipandang Relatif Tepat SM SP PM BK SB SD PS1 PS2 PB1 PB2 ST
14 Memperkuat pengembangan industri/pengolahan semen dan
۩ ۩
barang galian bukan logam
15 Memperkuat pengembangan industri/pengolahan logam dasar
۩ ۩
dan besi baja
16 Memperkuat pengembangan industri alat angkutan mesin dan
۩ ۩ ۩ ۩
peralatan
17 Memperkuat pengembangan industri barang industri dan
۩ ۩
pengolahan lainnya
18 Memperkuat pengembangan industri tekstil, barang dari kulit,
۩ ۩ ۩ ۩
dan alas kaki
19 Memperkuat pengembangan industri kertas dan barang cetakan ۩
20 Memperkuat pengembangan industri barang dari kayu dan hasil
۩ ۩ ۩ ۩
hutan
21 Memperkuat pengembangan industri listrik serta sarana dan
۩ ۩ ۩ ۩ ۩
prasarana pendukungnya.
22 Memperkuat pengembangan industri gas serta sarana dan
۩ ۩
prasarana pendukungnya.
23 Memperkuat pengembangan industri air bersih serta sarana dan
۩ ۩
prasarana pendukungnya.
24 Memperkuat pengembangan usaha-usaha sektor bangungan
۩ ۩ ۩ ۩
(konstruksi)
25 Memperkuat pengembangan usaha-usaha perdagangan ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
36 Mengembangkan pelabuhan perdagangan dan/atau pelabuhan
۩ ۩
peti kemas
27 Memperkuat kemampuan (kapasitas) pelabuhan perdagangan ۩ ۩
28 Mengoptimalkan jalan raya lintas utara untuk jalur
۩ ۩ ۩ ۩
perdagangan

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 31


Lanjutan Tabel 1. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Alternatif Pengembangan Spesifik Kabupaten/Kota


No SP PM BK SB SD
yang Dapat Dipandang Relatif Tepat SM PS1 PS2 PB1 PB2 ST
29 Menguatkan kapasitas pelabuhan penyeberangan ۩ ۩
30 Meningkatkan fungsi (kegunaan) kapasitas pelabuhan
۩ ۩
penyeberangan untuk pelabuhan perdagangan
31 Memperkuat pengembangan usaha-usaha perhotelan ۩ ۩ ۩
32 Memperkuat pengembangan usaha-usaha restoran ۩
33 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
angkutan jalan raya serta sarana dan prasarana pendukungnya
34 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
۩ ۩ ۩ ۩
angkutan laut serta sarana dan prasarana pendukungnya
35 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
angkutan penyeberangan serta sarana dan prasarana ۩ ۩ ۩
pendukungnya
36 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
۩ ۩
angkutan rel serta sarana dan prasarana pendukungnya
37 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
۩
angkutan udara serta sarana dan prasarana pendukungnya
38 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
۩ ۩
penunjang angkutan serta sarana dan prasarana pendukungnya
39 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
komunikasi secara umum serta sarana dan prasarana ۩
pendukungnya
40 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan pos
۩ ۩ ۩
dan telekomunikasi serta sarana dan prasarana pendukungnya
41 Memperkuat pengembangan usaha/industri terkait dengan
penunjang telekomunikasi serta sarana dan prasarana ۩ ۩
pendukungnya
42 Memperkuat pengembangan usaha-usaha keuangan Bank ۩ ۩ ۩
43 Memperkuat pengembangan usaha-usaha keuangan non-Bank ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
44 Memperkuat pengembangan usaha-usaha sewa bangunan ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
45 Memperkuat pengembangan usaha-usaha penunjang keuangan ۩ ۩ ۩

32 J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011


Lanjutan Tabel 1. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Alternatif Pengembangan Spesifik Kabupaten/Kota


No SP PM BK SB SD
yang Dapat Dipandang Relatif Tepat SM PS1 PS2 PB1 PB2 ST
47 Memperkuat pengembangan usaha-usaha jasa perusahaan ۩ ۩
49 Menguatkan potensi sub-sektor jasa pemeritahan umum ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
50 Memperkuat pengembangan usaha-usaha di sub-sektor jasa
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
swasta
51 Memperkuat pengembangan usaha-usaha di sub-sektor jasa
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
sosial dan kemasyarakatan
52 Memperkuat pengembangan usaha-usaha di sub-sektor jasa
۩ ۩ ۩ ۩
hiburan dan kebudayaan
53 Memperkuat pengembangan usaha-usaha di sub-sektor jasa
۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩ ۩
perorangan dan rumah tangga.

Keterangan:
SM = Kabupaten Sumenep SB = Kota Surabaya PB1 = Kabupaten Probolinggo
SP = Kabupaten Sampang SD = Kabupaten Sidoarjo PB2 = Kota Probolinggo
PM = Kabupaten Pamekasan PS1 = Kabupaten Pasuruan ST = Kabupaten Situbondo
BK = Kabupaten Bangkalan PS2 = Kota Pasuruan

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 33


SIMPULAN DAN SARAN dikembangkan menjadi satu kesatuan
Simpulan perencanaan ekonomi terpadu kawasan
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil andalan berbasis spesifik lokalita di era
penelitian ini antara lain sebagai berikut: otonomi daerah dewasa ini.
(1) Dapat diidentifikasikan ada 6 (enam)
faktor kritis tinjauan aspek politis, 8
DAFTAR PUSTAKA
(delapan) aspek ekonomi, 3 (tiga)
aspek sosial, serta 7 (tujuh) aspek
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis
kelembagaan yang dapat dipandang
Pembangunan Wilayah Pesisir
berpotensi sebagai ‘faktor pendorong’
dan Lautan, Cetakan Pertama.
guna mewujudkan kemungkinan
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
wilayah Tapal Kuda yang
dikonsepsikan sebagai daerah nodal
Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Jakarta:
menjadi kesatuan daerah perencanan
Lembaga Penerbit FE-UI.
di era otonomi daerah dewasa ini.
(2) Dapat diidentifikasikan ada 4 (empat)
Gaffar, A. 2000. Kebijakan Otonomi Daerah
faktor kritis tinjauan aspek politis, 3
dan Implikasinya Terhadap
(tiga) aspek ekonomi, 2 (dua) aspek
Penyelenggaraan Pemerintahan
sosial, serta 3 (tiga) aspek
di Masa Mendatang, dalam
kelembagaan yang dapat dipandang
Jurnal Ilmu Sosial Transformatif
berpotensi sebagai ‘faktor
Edisi 5 Tahun II-2000.
penghambat’ guna mewujudkan
Yogyakarta: Insist Press.
kemungkinan wilayah Tapal Kuda
yang dikonsepsikan sebagai daerah
Glasson, J. 1978. An Introduction to
nodal menjadi kesatuan daerah
Regional Planning; Concepts,
perencanan di era otonomi daerah
Theory and Practice. Second
dewasa ini.
Edition. London: Hutchinson &
(3) Alternatif model kebijakan yang dapat
Co. (Publishers) Ltd.
dipandang efektif dan efisien guna
mensinergikan kepentingan
Hidayat. S., 2000. Dilema Otonomi Daerah
mewujudkan kesatuan wilayah Tapal
Perluasan Wewenang Daerah vs
Kuda menjadi satu kesatuan daerah
Wewenang Elite Daerah.
perencanaan dengan kepentingan
Analisis CSIS Tahun
implementasi kebijakan otonomi
XXIX/2000, No.1. Jakarta: CSIS.
daerah, adalah pengembangan
ekonomi terpadu ‘kawasan andalan’
Muthis, T. 2001. Prospek Otonomi Daerah
berbasis ‘spesifik lokalita’.
di Negara Republik Indonesia.
Saran
Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Guna dapat mewujudkan keinginan
untuk mensinergikan kesatuan wilayah
Newman W. L.. 1997. Social Research
Tapal Kuda menjadi satu kesatuan
Methods; Qualitative and
perencanaan dalam model kebijakan
Qunatitative Approach. Third
pengembangan ekonomi terpadu ‘kawasan
Edition. Boston-USA: Allyn and
andalan’ berbasis ‘spesifik lokalita’, maka
Bacon.
para pihak yang berkepentingan terhadap hal
ini (stakeholders) di tingkat Provinsi Jawa
Sukirno, S. 1976. Beberapa Aspek dalam
Timur pada khususnya dan di tingkat
Persoalan Pembangunan
Pemerintah Pusat pada umumnya,
Daerah. Cetakan Kesatu. Jakarta:
hendaknya dapat memulai upaya-upaya
Lembaga Penetbit FE-UI.
advoksinya dengan menggunakan isu-isu
dari sisi tinjauan aspek: (a) ekonomi, (b)
Sitohang, P. 1990. Pengantar Perencanaan
politis, (c) kelembagaan, dan (d) sosial,
Regional. Edisi Kedua. Jakarta:
bahwa kesatuan wilayah Tapal Kuda akan
Lembaga Penerbit FE-UI.
dapat lebih efektif dan efisien apabila

34 J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011


Provinsi Jawa Timur Antara
Smith, B.C. 1985. Decentralization; The Sebelum dan Setelah
Territorial Dimension of the Pelaksanaan Otonomi Daerah.
State, dalam Syarif Hidayat. Jember: Lembaga Penelitian
2000. Dilema Otonomi Daerah Universitas Jember.
Perluasan Wewenang Daerah vs
Wewenang Elite Daerah.
Analisis CSIS Tahun Perundang-Undangan:
XXIX/2000, No.1. Jakarta: CSIS. (1) PP No.47 Tahun 1997 tentang Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTWN)
Supriono, A., Aditya W., Ati K., Djoko S. (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang
2009. Karakteristik Pemerintahan Daerah
Perkembangan Perekonomian (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Regional Wilayah Tapal Kuda Pemerintahan Daerah

J-SEP Vol. 5 No. 1 Maret 2011 35

You might also like