Professional Documents
Culture Documents
None
None
ek
ARSITEKTUR ELEKTRO
Abstract
This research was aimed to analyze the research questions i.e. (1) are there any spatial
arrangement deviation in term of Perda 44/2001, (2) if any, what did the factors influence
the deviation, and (3) what goverment policies should be implemented to avoid the spatial
arrangement deviation in the future.
This research has closen multi cases: the cities of Makassar, Pare-pare and Palopo, and the region
of Barru and East Luwu. Data collectingof has employed by combinating the focused group
discussion (FGD), field observation and the secondary data method.
The results show there are many spatial arrengement deviations. They were caused by (1)
the issuance of same acts. Act 56/2004 (formation of West Sulawesi Province) has lessened
the coverage area of the province, while the Act 7/2003 (formation of East Luwu and North
Mamuju Regions), Act 13/99 (formating of North Luwu Region) and Act 11/2002 (formating
of Mamasa Region and Palopo City) have changed are, (2) the population growth and
distribution, (3) less implementative contents of the spatial planning, (4) the less attention to
the RTRWP due to the local autonomy, (5) the emergency of sector development planning,
(6) less coordination of planning and development, (7) weakness of monitoring, and (8) lact of
socialization of the RTRWP to all parties.
For the future. To avoid the spatial arrangement deviation, this research suggests to (1) revise the
RTRWP sooner, (2) sharpen and to make contents as well as the coverage of the RTRWP
more details, (3) revitalize the related spatial institutions, (4) involve the stakeholders, and (5)
socialize the new RTRWP to stakeholders intensively.
Key words: : deviations, spatial planning
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian (1) apakah dinamika
pembangunan telah menyebabkan penyimpangan tataruang, (2) bila terjadi penyimpangan,
faktor apa yang menjadi penyebab, dan (3) kebijakan apa yang disarankan agar dimasa
datang tidak terjadi penyimpangan ketataruangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap RTRWP.
Penyimpangan disebabkan karena (1) Pemekaran wilayah dengan terbitnya UU No. 56/2004
tentang Pembentukan Propinsi Sulawesi Barat, UU No.7/2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Luwu Utara, dan UU No.11/2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan
Kota Palopo. Penyebab lain adalah (2) Pertambahan dan distribusi penduduk, (3) Lingkup dan
muatan RTRWP yang tidak implementatif, (4) Otonomi daerah yang membuat kekurang
patuhan pada Perda,
(5) Munculnya berbagai pembangunan sektoral, (6) Kurangnya koordinasi perencanaan, (7)
Lemahnya monitoring, dan (8) Kurangnya sosialisasi RTRWP.
Penelitian ini menyarankan agar (1) Melakukan revisi RTRWP, (2) Mempertajam muatan RTRWP,
(3) Revitalisasi kelembagaan, (4) Pelibatan stakoholders, dan (5) Sosialisasi RTRWP baru kepada
semua pihak.
Kata kunci: Penyimpangan, tata ruang
1. Pendahuluan
dinamika pembangunan di wilayah
Dibagian latar belakang Sulawesi Selatan (Sul-Sel) yang
masalah ini akan diuraikan terjadinya
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
PEMANFAATAN
RUANG
Menyipang Sesuai
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
Tabel 1. Perubahan Fungsi Dan Status Kawasan Hutan di Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun 1999-2005
Tahun Jumlah
Kabupaten
No. Pelaksana Perubahan Kawasan Hutan (Ha) Perubaha
/Kota
an n
1. Maros 2003 - HPT 7.886 ha menjadi TN 7.741 ha 145 ha
- HL 25.817 ha menjadi TN 14.086 ha 11.731 ha
2. Gowa 2003 - Status HP menjadi non kawasan 500 ha
3. Pangkep 2003 - HL 21.631 ha menjadi TN 12.029 ha 9.612 ha
- HP 7.387 ha menjadi TN 2.747 4.640 ha
ha
4. Barru 2003 - Status APL menjadi KL 30,63 ha
berdasarkan RTRWK
(Perda)
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
5. Bantaeng 2003 - Status KL 589 ha menjadi APL 125 464 ha
ha
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
Tabel 1. Perubahan Fungsi Dan Status Kawasan Hutan di Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun 1999-2005 (lanjutan)
Tahun Jumlah
Kabupaten
No. Pelaksana Perubahan Kawasan Hutan (Ha) Perubaha
/Kota
an n
6. Parepare 2004 - HL 1.068 ha menjadi 2.050 ha 982 ha
- HPT 339 ha menjadi 347 ha 8 ha
- Unismuh + BK Hewan 15 ha
7. Jeneponto 2004 - APL menjadi HL 275 ha
8. Wajo 2005 - Status APL menjadi HL ex area 2.000 ha
perkebunan PTP XIV
9. Luwu Timur 2005 - Status hl menjadi APL 12.372 ha
10. Polmas 2003 - HL menjadi TWA 11.867,5 ha 11.867,5
dalam proses pemekaran wilayah ha
11. Mamuju 2004 - Status HL, HPT dan HPK menjadi 65.022 ha
Non Kawasan (tanah transmigrasi)
dalam RTRWP
Informasi dari beberapa
instansi di tingkat Propinsi Sulawesi
Selatan tentangimplementasi RTRWP,
selanjutnya dilanjutkan dengan
melakukan wawancara khusus
terhadap beberapa instansi yang
terkait dengan tata ruang pada lima
kasus kota/kabupaten yang dipilih
yaitu Kota Makassar, Kota Pare-pare,
Kota Palopo, Kab. Barru dan Kab.
Luwu Timur. Dari studi yang dilakukan
akhirnya diperoleh beberapa informasi
tentang beberapa kegiatan
pembangunan yang
dilaksanakan di daerah, menunjukkan
beberapa perbedaan dari rencana
atau arahan pengembangan sesuai
yang dikemukakan dalam RTRWP.
Salah satu kasus bentuk
perubahan pemanfaatan ruang yang
terjadi didalam lingkup kerja Dinas
Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan
adalah perubahan fungsi dan status
kawasan hutan yang terjadi pada
tahun 2003-2005 yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Berdasarkan data tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa data
kawasan hutan yang tercantum dalam
dokumen RTRWP tahun 2001 hingga
saat ini telah terjadi perubahan luas
kawasan hutan sebesar 119.664,1 ha,
yang berarti secara langsung
mempengaruhi penyimpangan ruang
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
2001. Disamping kasus diatas, juga
masih banyak
ditemukan
kasus-kasus
perubahan pemanfaatan lahan
yang tidak sempat diungkapkan
secara keseluruhan.
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
1
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 99 -
112
yaitu Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab.
Luwu Utara dan Kab. Luwu Timur.
Rencana tata ruang sebaiknya tidak
berbasis hanya pada batasan
wilayah administratif, melainkan
berbasis pada kondisi alami yang
mengarah pada kestabilan ekosistem
untuk berupaya menciptakan
pelestarian lingkungan.
Perlu keterkaitan kinerja yang kuat
antar wilayah baik dalam lingkup
regional, nasional, maupun
internasional.
Terjadinya beberapa penyimpangan
pemanfaatan lahan melalui
beberapa kasus antara lain :
pemanfaatan lahan hutan lindung
untuk budidaya dan sebagainya.
Perlu dilengkapi dengan arahan
pengembangan ruang di luar
daratan seperti lahan pesisir sampai
lautan dan ruang udara.
Kewenangan terhadap laut untuk
wilayah kabupaten/kota berjarak 4
mil laut dan untuk wilayah propinsi 12
mil laut.
RTRWP perlu ditunjang oleh berbagai
peraturan dalam implementasi dan
pengendaliannya, yang mengarah
pada penegakan hukum yang tegas.
Untuk itu diperlukan kegiatan yang
sinergis yang ditunjang oleh
peraturan-peraturan baku antara
beberapa instansi yang sangat terkait
dengan pemanfaatan ruang di
lapangan.
Perlu penyesuaian antara
penggambaran peta berbagai
pemanfaatan lahan yang ada dalam
rencana dengan kondisi sebenarnya
di lapangan, atau sebaliknya perlu
ada indikator yang jelas di lapangan
untuk mempertegas batas fungsi
kawasan yang ada di peta. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan
proses pengendalian pemanfaatan
ruang.
Perlu dilengkapi dengan skenario
rencana pentahapan pembangunan
yang jelas sesuai dengan alokasi
waktu, tempat/lokasi, lembaga yang
terkait dengan pelaksanaannya,
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
1
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan
Melakukan training bagi aparat yang Koester, Raldi Hendro (ed). 2001. Dimensi
terkait dengan pelaksanaan Keruangan Kota : Studi dan
pembangunan keruangan. Kasus. Penerbit UI, Jakarta.
Melakukan koordinasi pada tingkat
Pemprov. Sulsel. 2000. Rencana Tata
pengambil keputusan misalnya
Ruang Wilayah Provinsi 2000-
Bupati/walikota dan Kepala Dinas.
2010. Bappeda Sulsel.
Sosialisasi tersebut harus dilakukan
secara rutin terutama menjelang Ritonga, Abdurahman dkk. 2001.
penyusunan RAPBD masing-masing Kependudukan dan Lingkungan
daerah dan juga saat hadirnya Hidup. Penerbit FEUI, Jakarta.
kepemimpinan wilayah baru yang
terpilih. Salim, Wilmar. 2003. Revisiting
Community Participation in
Planning. Dalam Jurnal
6. Daftar Pustaka Perencanaan Wilayah dan Kota
Baer, William C. 1997. General Plan hal 1-15 Vol. 14 No. 1 April
Evaluation Criteria: An 2003. Dep. PWK ITB, Bandung.
Approach to Making Setiawan, Bakti. 2005. Hak Masyarakat
BetterPlans Journal American dalam Proses Penyusunan dan
Planning Association Vol.63, Implementasi Kebijakan Tata
No.3, Summer 1997. Chicago, Ruang. Dalam Jurnal Forum
America. Perencanaan Pengembangan
Edisi Khusus Januari 2005 hal
Arsyad, S., 2000. Konservasi Tanah dan
17-
Air. Penerbit IPB/IPB PRESS,
30. PSPPR-UGM, Yogyakarta.
Program Pascasarjana IPB.
State Ministry of Environment. 1997.
Berke, Philip R & Conroy, Maria Manta.
Agenda 21 Indonesia : A
2000. Are We Planning fo
National Strategic for
Sustainable Development? An
Sustainable Development. KLH,
Evaluation of 30 Comprehensive
Jakarta.
Plans. Journal American
Planning Association Vol. 66
No.1, Winter 2000. Chicago, USA.
Darminto, Fahrizal. 2003. Discourse on
Public Participation in Planning.
Dalam Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota hal. 1-15
Vol. 14 No. 1 April 2003. Dep.
PWK ITB,
Bandung.
Dep. Kimpraswil. 2002. Pedoman
Peninjauan Kembali Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi.
Kimpraswil, Jakarta.
Jayadinata, Johara T. 1992. Tata Guna
Tanah dalam Perencanaan
Pedesaan Perkotaan dan
Wilayah. Penerbit ITB, Bandung.
Jhinga, ML. 2004. Ekonomi
Pembangunan dan
Perencanaan. PT. Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta.
1