You are on page 1of 32

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI KABUPATEN


TEMANGGUNG
(Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung)

Annora Khazanani
Drs. Nugroho SBM, MSP

ABSTRACT
Chili is a commodity that has high economic value, so there is many are
cultivated in Indonesia. Temanggung is one of the region in Central Java that
produce chili. But the production is decrease every year, the farming area is
continues to decline, and the average production that tends to fluctuates. Causes
of fluctuations the average chili production was made possible due to the
inefficiency used of factors of production
This study aims to analyze the level of influence of factors of production to
total production of chili, also to analyze the level of efficiency by using the factors
of production in chilis farming in the District of Bulu, Regency of Temanggung.,
as well as to analyze the level of benefits that could be gained by farmers.
Data used in this study are primary and secondary data. Samples were
taken by snow ball sampling method. Respondents in this research is chili farmers
in the district of Bulu, consist of 92 people Data analysis methods used in this
study is the production function with a stochastic frontier approach with
Maximum Likelihood Method.
Based on the data processing, show that there are four variables that
significantly affect the production of chili peppers, those are the variable of area
(X1), seeds (X2), labor (X3) and fertilizer (X4). While the variable of pesticide (X5)
is not significant in affecting the production of chili. The average value of
technical efficiency of chilis farmer is 0.835 and the price efficiency value is
3.075. So that the value of economic efficiency is 2.57. The value of technical
efficiency, price efficiency, and economic efficiency is not equal to one, meaning
that still inefficient and needs additional use of factors of production. Farming
chili in the village is still profitable, this is indicated by the value of R/C ratio that
reach 1.78. To achieve an efficient condition, chilis farmer needs to add the
amount of use of production factors. In addition, the farming conditions showed a
decreasing returns to scale, that require improvements in chili production
process. The level of soil fertility also need to be considered because land used for
the land which is used for cultivating the garlic are used interchangeably to plant
other crops.

Keywords: Efficiency, Production, Chili Farms.

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagi negara agraris yang berarti negara yang

mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan juga sebagi


sumber mata pencaharian penduduknya. Sektor pertanian membentuk proporsi
yang sangat besar bagi devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sumber
pendapatan masyarakat. Hal ini kemudian menjadikan sektor pertanian sebagai
pasar yang potensial bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi
maupun barang konsumsi, terutama produk yang dihasilkan oleh subsektor
tanaman bahan makanan. Sektor pertanian juga sektor yang paling banyak
menyerap tenaga kerja.
Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman bahan makanan,
subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor
kehutanan. Sejak Tahun 2004 hingga tahun 2008 sub ektor tanaman pangan
mempunyai kontribusi yang paling banyak dibandingkan dengan subsektor yang
lainnya.
Sektor petanian pangan biasanya diusahakan oleh rakyat kecil, salah satu
komoditas tanaman pangan yaitu cabai. Cabai termasuk dari sekian banyak
komoditas pertanian yang menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan cabai
merupakan komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga banyak
dibudidayakan di Indonesia.
Jika dilihat dari sisi produksi maka Jawa Tengah termasuk salah satu
daerah penghasil cabai terbesar secara nasional. Sentra produksi cabai terbesar di
Indonesia terdapat di propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Produksi cabai merah di Jawa Tengah tergantung dari hasil produksi cabai
merah pada beberapa daerah penghasil komoditas tersebut. Hampir semua
kabupaten di Jawa Tengah membudidayakan tanaman cabai. Sentra produksi
cabai di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Blora.
Kabupaten Brebes mempunyai kontribusi terbesar yaitu sebesar 24,6
persen (tahun 2009) terhadap produksi cabai di Jawa Tengah. Pada tahun 2009

Kabupaten Temanggung hanya berada di urutan ke empat dengan total produksi


sebesar 161.658 kuintal, padahal pada Tahun 2004 sempat berada pada urutan ke
dua setelah Brebes dengan total produksi sebesar 180.278 kuintal, dan lebih tinggi
dari Kabupaten Magelang yang memproduksi 164.036 kuintal.
Kabupaten Temanggung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah
yang mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Hal ini dapat
terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang mendominasi terhadap Produk
Domestik Regional Bruto sebesar 37,47 %, serta jumlah penduduk yang bekerja
di sektor pertanian yang mencapai 252.641 atau sekitar 61% dari 9 sektor yang
ada.. Salah satu komoditas nggulan di Kabupaten Temanggung adalah cabai.
Pada tahun 2006, luas panen komoditas cabai di Temanggung menurun
drastis dan mengakibatkan produksi komoditas cabai di tahun 2007 turun dari 48
Kw/Ha menjadi hanya 28 Kw/Ha. Pada tahun 2008 jumlah produksi mulai
meningkat kembali dan di tahun 2009, terdapat peningkatan cukup tinggi pada
area luas panen disertai dengan peningkatan jumlah produksi yang mencapai
161.658 kuintal dengan tara-rata 41 Kw/Ha. Rata-rata produksi cabai di
Temangung menunjukkan tren yang fluktuatif.
Berfluktuasinya produksi cabai di Kabupaten Temanggung dalam
kontribusi produksi cabai di Jawa Tengah, kemungkinan besar disebabkan belum
optimalnya penggunaan faktor produksi. Faktor produksi yang dimaksud adalah
luas lahan, jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah pestisida yang digunakan
dalam budidaya cabai.

2.

Rumusan Masalah
Selama ini Kabupaten Temanggung hanya terkenal dengan produksi

Tembakau dan Kopi saja. Padahal sebenarnya Kabupaten Temanggung


mempunyai potensi komoditas pertanian lain yaitu cabai merah. Komoditas cabai
dapat dikatakan potensi karena pada tahun 2004 Kabupaten Temanggung
merupakan penghasil cabai merah ke-2 terbanyak di Jawa Tengah setelah
Kabupaten Brebes. Namun produksi cabai merah di Kabupaten Temanggung terus
menurun hingga tahun 2008 yang hanya memproduksi sebesar 92.386 Kw/Ha dan

berada di posisi ke 4 setelah Kabupaten Magelang dan Wonosobo. Dan pada


tahun berikutnya mulai menunjukkan peningkatan pada jumlah produksi cabai,
yang menunjukkan bahwa produksi cabai di Temanggung berfluktuasi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh penggunaan faktor produksi yang belum efisien.
Berdasarkan

latar

belakang

permasalahan

tersebut,

dapat

dirumuskan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut:


1.

Seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit,


tenaga kerja, pupuk, dan pestisida terhadap jumlah produksi cabai di
Kabupaten Temanggung?

2.

Seberapa besar tingkat efisiensi yang dihasilkan oleh petani cabai di


Kabupaten Temanggung?

3.

Seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan dari


usahatani cabai di Kabupaten Temanggung?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

3.1

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.

Menganalisis pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit,


tenaga kerja, pupuk, dan pestisida terhadap jumlah produksi cabai di
Kabupaten Temanggung.

2.

Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani


cabai di kabupaten Temanggung.

3.

Menganalisis tigkat keuntungan yang diperoleh usahatani cabai di


kabupaten Temanggung.

3.2

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai brikut:
1.

Sebagai informasi bagi penyelenggara usahatani cabai di Kabupaten


Temanggung agar dapat meningkatkan produksi cabai secara efisien.

2.

Dapat memberi tambahan informasi bagi dinas dan pihak terkait untuk
menentukan kebijakan di masa mendatang.

3.

Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian di bidang


yang sama.

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

1.1

Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan

metematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output
tertentu Nicholson (2002). Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut ini.
Q = f (K,L,M,)

(2.1)

Dimana Q adalah output barang-barang tertentu selama satu periode, K


adalah input modal yang digunakan selama periode tersebut, L adalah input
tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan.
Dari persamaan (2.1) dapat dijelaskan bahwa jumlah onput tergantung dari
kombinasi penggunaan modal, tenaga kerja dan bahan mentah. Semakin tepat
kombinasi input, semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara
maksimal.
Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari
fungsi produksi yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua
produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut The Law of
Deminishing Return. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input
ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output
yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan, mulamula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus
ditambah.

1.2

Fungsi Produksi Cobb Douglas


Fungsi produksi Cobb Douglas adalah fungsi atau persamaan yang

melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel

dependen atau yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen
atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).
Fungsi

produksi Cobb Douglas secara matematis bentuknya adalah

sebagai berikut.
Q = A K L

(2.2)

Jika diubah ke dalam bentuk linear


Ln Q = Ln A + Ln K+ Ln L

(2.3)

Q adalah output, L dan K adalah tenaga kerja dan barang modal. (alpha)
dan (beta) adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data.
Semakin besar nilai barang teknologi makin maju. Parameter mengukur
persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K, semntara L
dipertahankan konstan. Demikian pada mengukur parameter kenaikan Q akibat
kenaikan satu persen L, sementara K dipertahankan konstan. Jadi dan masingmasing adalah elastisitas dari K dan L.
Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka
persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :
Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + + bn Ln Xn + V

(2.4)

Dimana Y adalah variabel yang dijelaskan, X adalah variabel yang


menjelaskan, a dan b adalah besaran yang akan diduga, V adalah kesalahan
(disturbance term).

1.3

Isoquan Produksi
Faktor produksi juga dapat dicerminkan dengan menggunakan kurva

isoquan apabila hanya terdapat dua macam input. Kurva isoquan menunjukkan
kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang modal (K), yang
memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Isoquan
yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output yang lebih besar dan isoquan yang
lebih rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil (Salvatore, 1995).
Garis isokuan juga merupakan tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan
titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi, 1993).

1.4

Return To Scale
Return to scale (RTS) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk

mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Menurut Soekartawi (2003),


terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:
a. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + + bn) < 1, dapat diartikan
bahwa proporsi penambahan faktor produksi lebih kecil dari proporsi
penambahan produksi.
b. Constan return to scale, bila (b1 + b2 + + bn) = 1, dapat diartikan bahwa
proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan proporsi
penambahan produksi yang diperoleh.
c. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + + bn) > 1, dapat diartikan
bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan
produksi yang proporsinya lebih besar.

1.5

Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandaingan antara output fisik dan input

fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat
efisiensi yang dicapai. Efisiensi yang dijelaskan oleh Yuto Paulus dan Nugent
dalam A Marhasan (2005) sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan
sumber daya tertentu. Jika output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya
yang digunakan maka semakin tinggi pula tingkat efisisensi yang dicapai.
Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger Lee Rey Miller dan Rojer
E Meiners (2000) yang membagi efisiensi menjadi dua jenis yaitu:
1.

Efisiensi Teknis
Efisisensi teknis atau technical efisiensi mengharuskan adanya proses
produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi
menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

2.

Efisiensi Ekonomis
Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan
biaya artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu

tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output
serupa dengan biaya yang lebih murah.
Efisiensi juga diartikan upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya
untuk mendapatkan produksi sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi
jika petani mampu membuat suatu upaya yaitu jika nilai produk marginal (NPM)
untuk suatu input sama dengan harga input tersebut, atau dapat ditulis sebagai
berikut (Soekartawi 1993):
NPMx = Px

atau

(2.5)

=1

(2.6)

Jika keadaan yang terjadi adalah:


1.

< 1 maka penggunaan input x tidak efisien dan perlu mengurangi


penggunaan input.

2.

> 1 maka penggunaan input x tidak efisien dan perlu menambah


penggunaan input.

1.6

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pertanian

1.6.1 Pengaruh Luas Lahan Terhadap Produksi Pertanian


Mubyarto (1989), lahan sebagai salah satu faktor produksi yang
merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup
besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain
dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Meskipun demikian,
Soekartawi (1993) menyatakan bahwa bukan berarti semakin luas lahan pertanian
maka semakin efisien lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi
inefisiensi disebabkan oleh:
1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi
seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.
2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.

3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian tersebut


(Soekartawi, 1993)
Sebaliknya dengan lahan yang luasnya relatif sempit, usaha pengawasan
terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja
tercukupi dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar.

1.6.2 Pengaruh Bibit Terhadap Produksi Pertanian


Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul
cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Sehingga semakin
unggul benih komoditas pertanian, maka semakin tinggi produksi pertanian yang
akan dicapai.

1.6.3

Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian


Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang

sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan
anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dengan uang (Mubyarto 1989). Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan
dalam hari orang kerja (HOK).

1.6.4

Pengaruh Penggunaan Pupuk Terhadap Produksi Pertanian


Pemberian pupuk dengan komposisis yang tepat dapat menghasikan

produk yang berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan
pupuk anorganik. Menurut Sutejo (dalam Rahim dan Diah Retno, 2007), pupuk
organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian bagian bagian atau sisa
tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil,
guano, dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa disebut
sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik
misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl.

1.6.5

Pengaruh Pestisida Terhadap Produksi Pertanian


Menurut the US Federal Environtment Pestisida Control act, pestisida

adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau
mencegah gangguan serangga, bianatang pengerat, nematode, cendawan, gulma,
virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama. Kecuali virus, bakteri atau jasad
renik yang terdapat pada manusia dan binatang lain.
Penggunaan pestisida yang tepat akan menyebabkan tanaman terbebas dari
penyakit yang disebabkan oleh sejenis jamur yang menyerang pada tanaman,
sehingga tanaman mampu berproduksi secara optimal.

1.7

Analisis Usahatani
Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri usahatani yang

bersangkutan. Analisis dilihat dari barbagai aspek, namun biasanya terkait dengan
analisis anggaran arus uang tunai (cash flow) yang terdiri dari produksi dan
nilainya, pengeluaran dan pendapatan.
a. Struktur Penerimaan
Penerimaan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan kotor dan
penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal dari
penjualan hasil produksi usahatani yang diperoleh dari hasil perkalian
jumlah produksi dengan harga jualnya. Dapat ditulis dengan rumus:
Tri = Yi . Pyi

(2.7)

Dimana TR adalah penerimaan kotor, Yi adalah produksi yang diperoleh


dalam suatu usahatani i, Py adalah harga Y.

b. Struktur Biaya Usahatani


Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif
tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh
banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya yang
besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Yang termasuk

10

biaya tidak tetap adalah upah tenaga kerja, pembelian bibit, pembelian
pupuk, pembelian pestisida.
Biaya total produksi dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC

(2.8)

Keterangan:
TC

: biaya total produksi

TFC

: biaya tetap total

TVC

: biaya variabel total

c. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani ditulis dalam rumus:
= TR TC

(2.9)

adalah pendapatan usahatani, TR adalah total penerimaan dan TC adalah


total biaya.
Analisis usahatani yang dapat digunakan antara lain analisis R/C (Return
Cost Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara
teoritis bila R/C = 1 artinya tidak untung tidak rugi. Sedangkan bila R/C
lebih dari satu maka usahatani dianggap menguntungkan.

2.1

PenelitianTerdahulu
Pada penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan

sebagai referensi dalam penulisan yaitu Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi
Teknik: Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usahatani Cabai di Kecamatan
Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong yang ditulis oleh Ketut Sukiyono
(2004). Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Murbei dan Kokon di Kabupaten
Enrekang yang ditulis oleh A. Marhasan (2005), Efisiensi Produksi Sistem Usaha
Tani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi Teknis yang ditulis oleh Dewi Sahara dan
Idris (2005), Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi pada Dua Tipologi Lahan yang
Berbeda di Propinsi Bengkulu dan Faktor-Faktor Determinannya yang ditulis oleh
Sriyoto et al, (2007), dan Efisiensi Faktor-Faktor Produksi dalam Usahatani
Bawang Merah yang ditulis oleh Tety Suciati (2004).

11

2.3

Kerangka Pemikiran
Usahatani adalah kegiatan untuk memproduksi di lingkungan pertanian

yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang
diperoleh. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani cabai yaitu lahan,
tenaga kerja, pupuk, bibit, dan pestisida akan berpengaruh pada jumlah produksi
yang dihasilkan dan akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh petani.
Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam
berproduksi. Efisiensi dalam produksi usahatani cabai dilihat dari hasil
penghitungan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Penggunaan
faktor produksi yang efisien turut mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diperoleh petani dalam suatu usahatani. Keterkaitan antara faktor-faktor produksi
dengan jumlah produksi yang dihasilkan, efisiensi serta pendapatan yang
diperoleh petani dijabarkan dalam gambar kerangka pemikiran teoritis berikut ini:
Gambar
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Kombinasi faktor
produksi:
- Luas lahan
- Bibit
- Tenaga kerja
- Pupuk
- Pestisida

Produksi
Usahatan
i Cabai

Efisiens
Usahatan
i Cabai

Efisiensi Harga
Nilai Produksi
Marjinal =
Harga Faktor
Produksi

Pendapata
n
Usahatani
Cabai

Efisiensi Teknis
Faktor Produksi
Menghasilkan
Produksi
Maksimum

Efisiensi Ekonomi
Terjadi Bila:
- Efisiensi Teknis
- Efisiensi Harga
Sumber: Budi Suprihono (2003) dengan modifikasi seperlunya

12

2.4

Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan

sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor produksi
(luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida),
2. Diduga proses produksi cabai menunjukkan adanya inefisiensi dalam
penggunaan faktor produksi,
3. Diduga penerimaan yang diperoleh petani cabai di Kabupaten
Temanggung lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani
cabai.

C.

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Jumlah produksi (Y)


Jumlah produksi adalah jumlah total poduksi cabai yang dihasilkan petani
dalam satu kali masa tanam. Satuan yang dipakai adalah kilogram (kg).

2.

Luas lahan (X1)


Luas lahan adalah jumlah luas tanah garapan untuk menanam cabai dalam
satu kali masa tanam. Satuan yang digunakan untuk mengukur luas lahan
adalah meter persegi (m2).

3.

Bibit (X2)
Bibit adalah jumlah penggunaan bibit cabai dalam proses produksi dalam
satu kali masa tanam. Satuan yang dipakai adalah Batang.

4.

Tenaga kerja (X3)


Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam usahatani
cabai dalam satu kali masa tanam mulai dari mengolah tanah, penanaman,
pemeliharaan sampai panen baik dari dalam keluarga maupun dari luar
keluarga. Tenaga kerja yang digunakan tidak dibedakan atas jenis kelamin.

13

Satuan yang digunakan adalah harian orang kerja (HOK) dengan anggapan
satu hari kerja adalah tujuh jam.
5.

Pupuk (X4)
Pupuk adalah jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu kali masa
tanam dengan satuan kilogram (Kg).

6.

Pestisida (X5)
Pestisida asalah jumlah penggunaan pestisida dalam satu kali masa tanam
dengan satuan mililiter (Ml).

2.

Lokasi Penelitian
Kabupaten Temanggung terdapat 17 Kecamatan yang menjadi produsen

cabai. Dalam penelitian ini diambil satu kecamatan yang menghasilkan cabai
terbanyak yaitu Kecamatan Bulu sebagi daerah sampel. Penelitian di Kecamatan
Bulu dilakukan di desa yang menghasilkan cabai paling banyak yaitu Desa
Gondosuli.

Pemilihan Sampel
Jumlah seluruh petani seluruh komoditas yang ada di Desa Gondosuli

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung menurut data Kecamatan Bulu Dalam


Angka 2010, pada tahun 2009 sebanyak 1148 petani, Dikarenakan tidak adanya
data khusus tentang jumlah petani cabai, maka diasumsikan bahwa jumlah petani
cabai adalah jumlah keseluruhan petani seluruh tanaman di Desa tersebut. Data
yang diperoleh dari petugas penyuluh lapangan menyebutkan bahwa selama satu
tahun terkadang tiap musim tanam petani mengganti tanaman sayuran yang
ditanam. Atas dasar kondisi tersebut, maka diasumsikan jumlah populasi petani
cabai yang ada di daerah tersebut adalah sebanyak 1148 petani.
Penetapan besar kecilnya sampel yang akan digunakan dalam penelitian
ini menggunakan rumus menurut pendapat Slovin (Sudikin dan mundir, 2005)

= ukuran sampel

14

= ukuran populasi

= nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran


ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi). Interval
keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 90 persen.
Berdasarkan hasil tersebut maka jumlah responden yang diperlukan

sebanyak 92 responden petani pemilik lahan. Karakteristik petani adalah homogen


dan jumlah keseluruhan populasi petani cabai di Kecamatan Bulu yang besar tidak
memungkinkan untuk melakukan pengambilan sampel secara keseluruhan.
Pengambilan responden ditentukan dengan non probability sampling
menggunakan metode accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang ditemi cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 1999).

4.

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.
1. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber aslinya tanpa melalui perantara dalam penelitian ini
yang menjadi narasumber adalah petani di Kecamatan Bulu.
2. Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak
langsung.

5.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
1. Metode wawancara
Data penelitian diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan
petani cabai dengan menggunakan alat panduan kuesioner yang
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan penelitian.
2. Metode dokumentasi

15

berisi

Selain menggunakan metode wawancara data penelitian diperoleh dengan


cara mengumpulkan dan menganalisis data-data yang telah ada baik dari
penelitian-penelitian terdahulu, dokumen, buku dan sebagainya.

6.

Metode Analisis

6.1.

Metode Fungsi Produksi Cobb Douglas


Model yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi

cabai dengan variabel bebasnya dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi
dengan pendekatan frontier stokastik dengan mengasumsikan fungsi produksi
Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk linier
logaritma natural maka produksi frontier usahatani cabai Desa Gondosuli
Kecamatan Bulu dapat dituliskan sebagai berikut.
LnY = 0 + 1LnX1 + 2LnX2 + 3LnX3 + 4LnX4 + 5LnX5 + V
Y

(3.1)

= jumlah produksi cabai yang dihasilkan dalam satu kali masa panen
(Kg).

X1

= luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam. (m2)

X2

= jumlah bibit yang digunakan dalam satu kali masa tanam (Kg)

X3

= jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali masa tanam (hari
orang kerja/HOK).

X4

= jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam satu kali masa tanam
dalam satuan (Kg).

X5

= jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali masa tanam
diakumulasikan dalam satuan (ml).

0-5 = besaran yang akan diduga


V

6.2.

= kesalahan (disturbance term)

Uji Efisiensi

6.2.1 Efisiensi Teknis


Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan
Frontier (Versi 4.1c). Justifikasi nilai efisiensinya adalah (Viswanathan et al,
2001):

16

Jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu, maka penggunaan input dalam
usahatani cabai sudah efisien.

Jika nilai efisiensi teknis tidak sama dengan satu, maka penggunaan input
dalam usahatani cabai belum efisien.
Untuk mendapatkan efisien teknis (TE) dari usaha tani cabai dapat

dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :


TE = exp[E( ui | ei )]

(3.2 )

Dimana :
0 TE 1
Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usaha tani dapat dikatakan
semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usaha
tani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.

6.2.2 Efisiensi Harga


Efisiensi merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi harga tercapai apabila
perbandingan antara nilai produktivitas marginal (NPMX) sama dengan harga
input tersebut (PX). (Nicholson, 1995). Secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
atau

(3.3)

=1
=

(3.4)
atau

= elastisitas

= produksi

=1

(3.5)

Py = harga produksi Y
X

= jumlah faktor produksi X

Px = harga faktor produksi X


Dalam praktek, nilai Y, Py, X dan Px diambil dari rata-ratanya.

17

Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas


marginal masing-masing input dengan harga inputnya sama dengan satu.
(Nicholson, 1995) Kondisi ini menghendaki NPM sama dengan harga faktor
produksi.

3.6.2.3 Efisiensi Ekonomi


Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis
dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang
efisien secara teknis dimana kombinasi output

yang diproduksi juga

mencerminkan preferensi masyarakat (Nicholson, 2002). Dengan kata lain


efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.
EE = ET . EH
EE

: Efisiensi Ekonomi

ET

: Efisiensi Tehnik

EH

: Efisiensi Harga

(3.6)

Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang
dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.

6.3

Analisis Usahatani

6.3.1

Struktur Biaya
Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dalam satu kali masa tanam

terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.biaya tetap (fixed cost) diartikan sebagai
biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak tergantung pada besarnya output
yang dihasilkan. Biaya variabel (variabel cost) diartikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Kedua biaya tersebut jika
dijumlahkan akan menghasilkan biaya total:
TC = FC + VC
TC

: Total cost

FC

: Fixed cost

(3.7)

VC : Variabel cost

18

6.3.2

Struktur Pendapatan
Penerimaan yang diperoleh patani merupakan hasil produksi dikalikan

dengan harga produk yang diterima petani. Sedangkan struktur penerimaan petani
adalah hsil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam satu kali masa tanam.
Untuk menghitung jumlah pendapatan petani digunakan rumus:
= TR TC

(3.8)

: Pendapatan petani

TR

: Total Revenue (total penerimaan)

TC

: Total Cost (total biaya)

Analisis usahatani cabai di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu digunakan


R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) untuk mengetahui perbandingan tingkat
keuntungan dan biaya usahatani.
R/C =

(3.9)

Jika R/C Ratio > 1 maka dapat dikatakan usahatani menguntungkan,


sedangkan R/C Ratio < 1 usahatani dikatakan merugikan karena biaya yang
dikelurkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kabupaten Temanggung


Kabupaten Temanggung mempunyai jarak 120 Km dari ibukota

JawaTengah, secara geografis terletak pada koordinat 7.14' dan 732'35" Lintang
Selatan, 11023' dan 11046'30" Bujur Timur. Kondisi tanah Kabupaten
Temanggung yang subur sangat mendukung untuk pengembangan pertanian
sebagai mata pencaharian utama masyarakat. Sektor pertanian masih merupakan
sektor yang penting, hal ini ditunjukkan oleh sebagian besar rumah tangga yang
berusaha pada sektor pertanian dan juga dilihat dari kontribusi sektor pertanian
dalam PDRB sebagai sektor terbesar dalam menyumbang PDRB dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Secara administratif Kabupaten Temanggung

19

mempunyai luas wilayah sebesar 870,65 Km2 meliputi 20 Kecamatan terdiri atas
289 Desa/Kelurahan.

Deskripsi Kecamatan Bulu


Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan dari 20 kecamatan di

wilayah Kabupaten Temanggung. Secara geografis Kecamatan Bulu memiliki luas


wilayah 4.304 ha atau 4,94 % luas Kabupaten Temanggung dengan ketinggian
wilayah rata-rata 772 m diatas permukaan air laut.
Jumlah penduduk di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 sebanyak 43.567
jiwa. Dilihat dari jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di
Kecamatan Bulu tidak jauh berbeda. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak
yaitu 21.825 jiwa, dibanding penduduk laki-laki yang terjumlah 21.742 jiwa.
Komposisi penduduk menurut umur berkaitan dengan jumlah penduduk
yang belum produktif, umur produktif dan sudah tidak berproduktif. Penduduk
belum produktif adalah golongan penduduk yang berumur 0-14 tahun, sedangkan
penduduk dengan usia produktif adalah golongan penduduk yang berumur 15-64
tahun. Penduduk yang sudah tidak produktif adalah penduduk yang berumur di
atas 64 tahun (Sisno dalam Sigit Larsito, 2005)
Jumlah penduduk Kecamatan Bulu terbanyak terdapat pada kelompok
umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 7.271 jiwa, dan kelompok umur terbesar kedua
pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 5.636 jiwa. Jadi dapat dikatakan
penduduk Kecamatan Bulu terbesar berada pada usia produktif.
Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk akan mempengaruhi
kualitas hidup dari masing-masing penduduk yang dapat dilihat dari tingkat
kesejahteraan yang diperoleh. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Bulu pada
tahun 2009 berpendidikan sampai tamat SD (Sekolah Dasar) dengan jumlah 7.775
jiwa (27,19%) sedangkan penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan
sampai ke tingkat Akademi/Perguruan Tinggi hanya 534 jiwa (1,86%).

3.

Karakteristik Responden

20

Karakterisitik responden dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu umur


responden, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan yang dimiliki, jenis pengairan,
pekerjaan utama, dan pekerjaan sampingan menjadi beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan responden dalam mengelola usaha tani yang
dijalankannya.
3.1

Usia Responden
Usia petani cabai responden di Kecamatan Bulu berkisar dari 24 tahun

sampai dengan 61 tahun. Rata-rata petani responden berumur 39 tahun. Usia


tersebut merupakan usia yang dapat dikatakan sebagai usia produktif. Usia
produktif merupakan suatu tahap dimana pada usia tersebut kemampuan fisik
petani cukup potensial untuk menjalankan aktivitasnya baik untuk mengolah lahan
maupun untuk mengembangkan usaha tani yang mereka miliki dalam hal ini
usaha tani cabai.
3.2.

Jumlah Anggota yang Menjadi Tanggungan


Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan bagi petani sebagai

kepala keluarga akan berpengaruh terhadap motivasi berusaha tani untuk


memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Jumlah anggota keluarga berkisar dari 1
anggota sampai dengan 6 anggota. Rata rata jumlah anggota keluarga mencapai
2,64 (2 orang/KK).
Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, pada
umumnya yang terlibat dalam proses usahatani cabai adalah kepala keluarga dan
isteri sehingga ketersediaan tenaga kerja belum mencukupi sehingga pada
kegiatan - kegiatan tertentu seperti saat masa penanaman dan masa panen
diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga.

3.3

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh

terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi. Berdasar pada tingkat pendidikan
formal, sebagian besar responden menempuh pendidikan setara sekolah dasar
(SD) yaitu sebesar 74 persen, sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama

21

(SLTP) sebesar 17 persen dan sekolah menengah umum (SMU) hanya ditempuh
oleh 7 persen responden dan bahkan sebanyak 9 persen responden tidak pernah
merasakan dunia pendidikan.
Dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani relatif terbatas
maka pengelolaan usaha tani cabai hanya dijalankan secara sederhana sesuai
dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dan informasi yang didapatkan antar
petani.

3.4

Pengalaman Bertani
Aspek pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap keputusan petani

untuk mengembangkan usaha tani cabai. Pengalaman bertani responden berkisar


dari 1 tahun sampai dengan 18 tahun. Rata rata pengalaman bertani responden
yang membudidayakan cabai yaitu sebesar 7 tahun.
Dari

hasil

tersebut,

petani

dapat

dikatakan

cukup

baru

dalam

membudidayakan cabai. Karena harga cabai yang sempat melonjak beberapa


tahun terakhir, petani temanggung mulai mencoba membudidayakan cabai.
Sehingga pengalaman bertani cabai masih cenderung sebentar.

3.5

Mata Pencaharian
Pada masa sekarang ini, sektor pertanian dipandang sebagai sektor yang

penuh dengan resiko dan sebagai sektor yang tidak menguntungkan. Oleh karena
itu, banyak petani tidak sepenuhnya mengandalkan kegiatan usaha tani sebagai
mata pencaharian utama. Seperti juga pada responden yang diteliti, 75 persen
responden menyandarkan hidupnya sebagai petani. Mata pencaharian utama lain
adalah sebagai perangkat desa, pedagang, pegawai, dan tukang ojek.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden perlu mencari pekerjaan lain
sebagai pekerjaan sampingan namun tidak semua responden memikirkan hal yang
sama. Keadaan ini terlihat dari masih terdapat responden yang tidak mempunyai
pekerjaan sampingan yaitu sebanyak 69 persen. Responden yang mempunyai
pekerjaan mencapai 30 persen terdiri dari pedagang (9 persen), petani (16 persen),
dan tukang ojek (3 persen).

22

Penggunaan Faktor-Faktor Produksi


Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani cabai di Kecamatan

Bulu, Kabupaten Temanggung untuk penelitian ini hanya dibatasi pada


penggunaan luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan faktorfaktor produksi lainnya seperti penggunaan modal, kemampuan manajerial,
tingkat tekhnologi tidak ikut diperhitungkan.
4.1

Luas Lahan
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi adalah luas lahan.

Penggunaan luas lahan untuk tiap petani sampel di lokasi penelitian cukup
beragam, yaitu antara 200 m2 hingga 20.000 m2. Dan rata-rata luas lahan yang
digunakan oleh petani sampel yaitu 3.515 m2. Seluruh lahan yang digunakan oleh
petani sampel adalah lahan dengan status kepemilikan sendiri. Lahan yang
digunakan kebanyakan berada di kaki Gunung Sumbing, dengan sistem pengairan
sederhana. Tingkat kesuburan tanah yang tinggi dan dengan suhu yang tergolong
rendah akan sangat mendukung pengembangan usahatani cabai.
4.2

Bibit
Jenis bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah jenis

bibit cabai keriting hibrida Seminis. Menurut Petani, bibit ini memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan bibit cabai biasa. Ada beberapa keunggulan
yang dimiliki oleh bibit cabai jenis ini. Keunggulan tersebut antara lain, adptif di
dataran sedang, ukuran buah relativ seragam, rasa pedas, daya simpannya relativ
lama, masa panennya lebih cepat. Tanaman cabai membutuhkan waktu enam
bulan mulai dari proses pengolahan tanah sampai dengan panen. Rata-rata
penggunaan bibit oleh petani sampel sebanyak 7.053 batang.
4.3

Tenaga Kerja
Dalam melakukan usahatani, tenaga kerja adalah salah satu faktor

produksi yang utama, dikarenakan petani tidak hanya menyumbangkan tenaga


saja, tapi lebih dari pada itu. Petani adalah pemimpin usaha tani, mengatur
organisasi produksi secara keseluruhan. Jadi di dalam hal ini kedudukan petani
sangat menentukan dalam usaha tani. Pada usahatani cabai di kecamatan Bulu

23

sebagian besar dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, juka tidak memadai
barulah menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.Upah tenaga kerja wanita
dan laki-laki berbeda. Upah tenaga kerja wanita sebesar Rp. 15.000 sedangkan
untuk upah tenaga kerja laki-laki sebesar Rp. 20.000 per harinya. Tenaga kerja
laki-laki lebih banyak digunakan dalam berusahatani, terutama pada saat proses
pengolahan lahan sebelum penanaman, pemeliharaan dan pengangkutan.
Sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak dibutuhkan saat penanaman dan
pemanenan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam sekali masa tanam adalah
sebanyak 173 HOK.
4.4

Pupuk
Pemupukan merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan

hasil produksi yang lebih tinggi. Pupuk yang digunakan oleh petani di daerah
penelitian beragam. Petani sampel menggunakan pupuk organik maupun
anorganik. Namun penggunaan pupuk yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi
hanya pada penggunaan pupuk organik, yakni pupuk kandang. Rata-rata dalam
sekali masa tanam petani menggunkana pupuk sebanyak 4.445 Kilogram.
4.5

Pestisida
Pestisida digunakan untuk membantu petani memberantas hama penyakit

pada tanaman cabai. Tanaman cabai rentan terserang hama penyakit yang
disebabkan oleh sejenis jamur sehingga tanaman cabai terjangkit penyakit
Antracnose atau lebih sering disebut Pathek oleh petani cabai. Para petani sampel
menggunakan fungisida dengan mencampur cairan fungisida murni dengan air,
lalu hasil campuran ini kemudian disemprotkan pada bagian permukaan daun
cabai dengan menggunakan alat penyemprot. Insektisida digunakan petani dengan
tujuan untuk memberantas hama serangga seperti thrips, ulat daun, atau kutu putih
yang pada tanaman cabai. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani sebanyak
3.311 ml/Ha.

5.

Estimasi Fungsi Produksi Frontier


Ringkasan hasil analisis fungsi produksi frontier dari usahatani cabai dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

24

Tabel
Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Cabai
No
Variabel
Koefisien T-Rasio
1. Konstanta
0,6764
2,003 *
2. Luas Lahan (LnX1)
0,2182
1,781 **
3. Benih (LnX2)
0,2955
3,108 *
4. Tebaga Kerja (LnX3)
0,2509
2,902 *
5. Pupuk (LnX4)
0,1891
1,674 **
6. Pestisida (LnX5)
0,0228
0,2104
7. Sigma Squared
0,0690
4,1576
8. Gamma
0,8568
8,9455
9. Log Likelihood
31,464
0.9768
10. Return To Scale
0,835
11. Mean Technical Efficiency
92
12. Responden (n)
Sumber: Data Primer diolah, 2011
Keterangan :
**
= Signifikan pada 10 persen
*
= Signifikan pada 5 persen
t-tabel (=10 persen) = 1,658
t-tabel (=5 persen) = 1,980
Df
= 87

Keputusan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel luas lahan mempunyai


pengaruh positif signifikan terhadap jumlah produksi. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Tety Suciaty (2004) dengan judul Efisiensi Faktor-Faktor
Produksi Dalam Usaha Tani Bawang Merah, yang menyatakan bahwa faktor
lahan merupakan faktor produksi yang paling besar pengaruhnya dalam
menentukan tingkat produksi.
Variabel bibit mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
produksi cabai. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ketut Sukiyono (2004) dengan judul Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi
Teknik : Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usaha Tani Cabai di Kecamatan
Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong diperoleh hasil bahwa benih
berpengaruh secara nyata positif terhadap jumlah produksi cabai.
Variabel Tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah produksi cabai. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi
cabai di Kecamatan Bulu dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja. Hasil ini

25

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tety Suciaty (2004) dengan judul
Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Dalam Usaha Tani Bawang Merah, dengan hasil
faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berpengaruh positif dalam
menentukan tingkat produksi.
Variabel pupuk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah produksi cabai. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ketut
Sukiyono (2004) dengan judul Analis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik :
Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usaha Tani Cabai di Kecamatan Selupu
Rejang Kabupaten Rejang Lebong diperoleh hasil bahwa variabel pupuk kandang
berpengaruh secara nyata positif terhadap jumlah produksi cabai.
Variabel pestisida mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah produksi,
namun ditemukan tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi
cabai di Kecamatan Bulu tidak dipengaruhi oleh penggunaan pestisida, hasil ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sahara dan Idris (2005)
dengan judul Efisiensi Produksi Sistem Usaha Tani Padi Pada Lahan Sawah
Irigasi Teknis, yang menunjukkan bahwa pestisida berpengaruh nyata positif
terhadap produksi padi. Tidak berpengaruhnya penggunaan faktor produksi
pestisida pada usahatani cabai di daerah penelitian disebabkan karena kebiasaan
petani di daerah sampel yang melakukan penyemprotan pestisida secara rutin
menghiraukan sudah sejauh mana tanaman terkena penyakit. Sehingga
penggunaan pestisida melebihi dari yang dianjurkan. Penggunaan pestisida yang
dianjurkan

adalah

sebanyak

2500

ml/Ha.

Sedangkan

rata-rata

petani

menggunakan 3312 ml/Ha.

6.

Efisiensi Teknis
Efisiensi teknik digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana seorang

petani mengubah masukan menjadi keluaran pada tingkat ekonomi dan teknologi
tertentu (Ketut Sukiyono, 2004). Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger
Le Rey Miller dan Roger E. Meiners (2000) yang menyatakan bahwa efisiensi
teknis (technical efficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses
produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan

26

output dalam jumlah yang sama. Tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor
produksi pada usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dapat
diketahui dari dari hasil pengolahan data dengan bantuan software Frontier
Version 4.1c. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 92 responden tersebut
diperoleh nilai rata-rata efisiensi teknisnya mencapai 0,83 nilai efisiensi teknis
tersebut memberi makna bahwa rata-rata petani sampel dapat mencapai 83 persen
dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang
dikorbankan. Nilai rata-rata efisiensi teknik tersebut masih dibawah 1, artinya
bahwa usahatani cabai yang dilakukan oleh petani sampel masih belum efisien,
masih terdapat peluang potensi sebesar 17 persen untuk meningkatkan produksi
cabai di daerah penelitian, jika nilai efisiensi teknik sudah semakin mendekati 1
maka berarti semakin tinggi tingkat efisiensi teknik yang dicapai dalam usahatani.
Secara individual tingkat efisiensi teknik yang dicapai oleh masing masing
petani di daerah penelitian cukup beragam, yakni dari 0,48 dan yang tertinggi
0,96.

7.

Efisiensi Harga dan Efisiensi Ekonomi


Input yang digunakan dalam menjalankan usahatani cabai adalah luas

lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Namun karena lahan yang
digunakan oleh petani sampel adalah milik sendiri, maka diasumsikan tidak ada
biaya variabel untuk penggunaan lahan. Hasil analisis efisiensi harga dan efisiensi
ekonomi untuk usahatani cabai dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel
Nilai Efisiensi Harga Dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Cabai
No
1.
2.
3.
4.
5.

Variabel

Koefisien

Benih
0,2955
Tenaga Kerja
0,2509
Pupuk
0,1891
Pestisida
0,0228
Jumlah
0,9768
Sumber: Data Primer diolah, 2011

Ratio
NPM/Harga Input
2,962
1,806
0,410
0,299
5,276

27

Efisiensi
EH = 1,259
ET = 0,835
EE = 1,102

Tabel di atas menjelaskan kondisi usahatani cabai di Kecamatan Bulu,


Kabupaten Temanggung, nilai efisiensi harga (EH) lebih dari 1 yaitu sebesar
sebesar 1,259 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien dan perlu
menambahkan kuantitas penggunaan input produksi. hasil ini sejalan dengan
anjuran penggunaan faktor-faktor produksi yang telah ditetapkan oleh dinas
pertanian Kabupaten Temanggung dalam berusaha tani cabai. Penggunaan faktor
produksi yang masih dibawah dari standart anjuran adalah penggunaan bibit, dan
tenaga kerja. Penambahan jumlah produksi cabai dapat dilakukan dengan
penambahan penggunaan faktor produksi bibit, dan tenaga kerja yang masih
dimungkinkan hingga mencapai anjuran, hal ini sesuai dengan hukum the law of
deminishing return, yaitu apabila suatu input ditambahkan maka akan terjadi
penambahan hasil, namun apabila input tersebut ditambahkan secara terus
menerus maka pertambahan hasil yang dihasilkan akan semakin menurun.
Menurut anjuran tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 600 HOK per
hektar. Sedangkan di Desa Gondosuli rata-rata penggunaan tenaga kerja sebanyak
173 HOK. Berdasarkan nilai efisiensi teknis (ET) dan nilai efisiensi harga (EH)
maka efisiensi ekonomi (EE) dapat diketahui yaitu sebesar 1,102. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani cabai tidak efisien, dengan demikian perlu
dilakukan penambahan penggunaan faktor produksi yaitu pada pengunaan bibit
dan tenaga kerja.

8.

Return To Scale (RTS)


Return to Scale merupakan suatu keadaan dimana output meningkat

sebagai respon adanya kenaikan yang proposional dari seluruh input (Nicholson,
2002). Return to scale produksi cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung dapat diketahui dengan penjumlahan setiap koefisien variabel
dependen. Skala hasil pada produksi cabai, di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung adalah 0,976. Berdasarkan hasil ini, angka return to scale kurang
dari satu yang berarti berada pada kondisi decreasing return to scale (DRS).
Decreasing return to scale terjadi bila kenaikan input lebih besar dari kenaikan

28

output. Nilai DRS sebesar 0,976 berarti bila terjadi penambahan faktor produksi
sebesar satu persen akan menaikkan kuantitas output sebesar 0,976 persen.

9.

Penerimaan, Pengeluaran dan R/C Rasio Usahatani Cabai


Penggunaan kombinasi faktor produksi yang efisien dapat menghasilkan

hasil produksi yang maksimal. Jumlah produksi yang maksimal memberikan


keuntungan yang maksimal pula bagi petani. Total pendapatan, biaya dan R/C
ratio usahatani cabai di Desa Gondosuli dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel
Pendapatan Dan Biaya Rata-Rata Usahatani Cabai
No
Keterangan
1. Penerimaan
2. Biaya Variabel
-Tenga Kerja
- Benih
- Pestisida
- Pupuk Kandang
3
Biaya Total
4. Pendapatan Bersih (1-3)
5. R/C Ratio (1/3)
Sumber: Data Primer diolah, 2011

Rata-rata (Rp)
9.414.057

Persentase

1.308.206
1.007.025
717.663
4.336.359
7.369.935
2.044.803
1,277

10,70
13,90
7,62
46,06
100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dibutuhkan oleh
petani dalam usahatani cabai adalah sebesar Rp 7.369.935. Jumlah pembiayaan
yang terbesar digunakan untuk membayar pupuk yaitu sebesar Rp 4.336.359,00
atau 46,06 persen dari total biaya. Total penerimaan usahatani cabai adalah Rp
9.414.057,00.

Maka

diperoleh

pendapatan

bersih

rata-rata

sebesar

Rp

2.044.803,00. Nilai R/C Ratio diperoleh dengan membandingkan total penerimaan


dengan total biaya yang dikeluarkan, yaitu sebesar 1,277. Hal ini berarti bahwa
usahatani cabai di daerah penelitian masih menguntungkan untuk terus dilakukan.

29

E.

KESIMPULAN DAN SARAN

1.

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai

pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, fungisida,


insetisida, dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi cabai dengan menggunakan
model analisis linier berganda selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat
efisiensi produksi pada usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung yang dilihat dari efisiensi tehnik, efisiensi harga dan efisiensi
ekonomi. Berdasarkan hasil analisis data serta pembahasan yang telah dipaparkan
pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel-variabel usahatani cabai yang signifikan berpengaruh pada
produksi cabai adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja dan pupuk. Variabel
yang tidak signifikan terhadap produksi cabai adalah pestisida karena
digunakan secara rutin oleh petani tanpa memepertimbangkan ada
tidaknya hama/penyakit sehingga penggunaan berlebih..
2. Ratarata efisiensi teknik usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung mencapai 0,83 hampir mendekati 1 yang berarti produksi
cabai pada daerah penelitian belum efisien sehingga masih terdapat
peluang sebesar 17 persen untuk meningkatkan produksi cabai di daerah
tersebut.
3. Efisiensi harga pada daerah penelitian lebih besar dari 1, yaitu sebesar
1,259 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien.
4. Efisiensi ekonomi akan tercapai jika suatu usahatani mencapai efisiensi
teknik dan efisiensi harga. Oleh karena usahatani cabai di Kecamatan
Bulu, Kabupaten Temanggung belum mencapai efisiensi baik teknik
maupun harga maka usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi.
5. Nilai Return to Scale pada usahatani cabai di Desa Gondosuli sebesar
0,976. Hal ini berarti usahatani cabai dalam kondisi skala hasil yang
menurun (Decreasing Return to Scale). Nilai DRS sebesar 0,976 berarti

30

bila terjadi penambahan faktor produksi sebesar satu persen, akan


menikkan pertambahan output sebesar 0,976 persen.
6. Hasil perhitungan pendapatan dan biaya usahatani cabai di Desa
Gondosuli diperoleh R/C ratio sebesar 1,277. Dapat diartikan bahwa
usahatani cabai di daerah penelitian masih menguntungkan bagi petani
cabai.

2.

Saran
Setelah melakukan penelitian, adapun beberapa hal yang dapat penulis

sampaikan guna perbaikan di masa yang akan datang baik untuk pemerintah
Kabupaten Temanggung ataupun penelitian selanjutnya, meliputi :
1. Usahatani cabai yang dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung berada pada kondisi Decreasing return to scale, dan belum
mencapai efisiensi. Untuk mencapai efisiensi diperlukan pengurangan pada
penggunaan pupuk dan pestisida kerena telah melebihi dari yang
dianjurkan.
2. Diperlukan penyuluhan rutin bagi petani cabai terhadap kemajuan budidaya
cabai sehingga petani tidak ketinggalan informasi dan dapat menggunakan
faktor-faktor produksi secara tepat.
3. Perhitungan Return to scale yang menunjukkan kondisi usahatani dengan
skala hasil yang menurun (Decreasing Return to Scale) maka diperlikan
suatu perbaikan dalam proses produksi cabai baik dalam hal pengolahan
tanah sampai pada penggunaan faktor produksi yang tepat. Tingkat
kesuburan tanah perlu diperhatikan karena lahan digunakan secara
bergantian untuk menanam tanaman lain.

31

F.

REFERENSI

A. Marhasan. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Murbei Dan Kokon


DiKabupaten Enrekang. Http://Www.Google.Co.Id/#Hl=Id&Q=Marha
san+Analisis+Efisiensi+Ekonomi+Usahatani+Murbei+Dan+Kokon+Di+
Kabupaten+Enrekang&Aq=F&Aqi=&Aql=&Oq=&Gs_Rfai=&Fp=A866
37e519b879be. diakses 14 Januari 2011
Abd. Rahim dan Diah Retno. 2007. Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Depok : Penebar Swadaya
Ari Sudarman. 1999. Teori Ekonomi Mikro.Yogyakarta : BPFE.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005-2010. Kabupaten Temanggung Dalam Angka.
_______________________. 2008. Kecamatan Bulu Dalam Angka.
_______________________. 2005-2010. Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka.
_______________________. 2009. Statistik Indonesia.
Bambang Prasetyo dan Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif.
Jakarta : Rajawali Pers.
Dewi Sahara dan Idris. 2005. Efisiensi Produksi Sistem Usaha Tani Padi Pada
Lahan Sawah IrigasiTeknis.Http://www.ejournal.unud.ac.id/abstrak/%
287%29%20socadewi%20sahara%20dan%20indriefisiensi%20produksi
%281%29.pdf. diakses 14 Januari 2011
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Indah Susantun, 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas Dalam Pendugaan
Efisiensi Ekonomi Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.5 No.1
Ketut Sukiyono. 2004. Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik: Aplikasi
Fungsi Produksi Frontier pada Usahatani Cabai. Jurnal Agro Ekonomi
Vol.23 No.2
Masri Singarimbun dan Effendi Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta
:LP3ES.
Miller, R. Leroy., Meiner, Roger E. 2000. Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : Raja
Grafindo.
Moch. Nazir, 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES
Nicholson, Walter. 1995, Mikroekonomi Intermediate. Jakarta : Binarupa Aksara
______________. 2002, Mikroekonomi Intermediate. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Salvatore, Dominick. 1995. Teori Mikroekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Soekartawi, 2003, Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb Douglas, Cetakan ke-3, Rajawali Pers, Jakarta
Tety Suciaty. 2004. Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Dalam Usahatani Bawang
Merah. http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&q=Tety+Suci
aty%2C2004%2C+Efisiensi+FaktorFaktor+Produksi+Dalam+Usahatani
+Bawang+Merah&btnG=Penelusuran+Google. diakses 14 Januari 2011
Witono Adiyoga. 1999. Beberapa Alternatif Pendekatan Untuk Mengukur
Efisiensi atau In-Efisiensi Dalam Usaha Tani. http://www.litbang.
deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/witono.pdf. diakses 14 Januari 2011

32

You might also like