Professional Documents
Culture Documents
Annora Khazanani
Drs. Nugroho SBM, MSP
ABSTRACT
Chili is a commodity that has high economic value, so there is many are
cultivated in Indonesia. Temanggung is one of the region in Central Java that
produce chili. But the production is decrease every year, the farming area is
continues to decline, and the average production that tends to fluctuates. Causes
of fluctuations the average chili production was made possible due to the
inefficiency used of factors of production
This study aims to analyze the level of influence of factors of production to
total production of chili, also to analyze the level of efficiency by using the factors
of production in chilis farming in the District of Bulu, Regency of Temanggung.,
as well as to analyze the level of benefits that could be gained by farmers.
Data used in this study are primary and secondary data. Samples were
taken by snow ball sampling method. Respondents in this research is chili farmers
in the district of Bulu, consist of 92 people Data analysis methods used in this
study is the production function with a stochastic frontier approach with
Maximum Likelihood Method.
Based on the data processing, show that there are four variables that
significantly affect the production of chili peppers, those are the variable of area
(X1), seeds (X2), labor (X3) and fertilizer (X4). While the variable of pesticide (X5)
is not significant in affecting the production of chili. The average value of
technical efficiency of chilis farmer is 0.835 and the price efficiency value is
3.075. So that the value of economic efficiency is 2.57. The value of technical
efficiency, price efficiency, and economic efficiency is not equal to one, meaning
that still inefficient and needs additional use of factors of production. Farming
chili in the village is still profitable, this is indicated by the value of R/C ratio that
reach 1.78. To achieve an efficient condition, chilis farmer needs to add the
amount of use of production factors. In addition, the farming conditions showed a
decreasing returns to scale, that require improvements in chili production
process. The level of soil fertility also need to be considered because land used for
the land which is used for cultivating the garlic are used interchangeably to plant
other crops.
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagi negara agraris yang berarti negara yang
2.
Rumusan Masalah
Selama ini Kabupaten Temanggung hanya terkenal dengan produksi
latar
belakang
permasalahan
tersebut,
dapat
dirumuskan
2.
3.
3.1
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.
2.
3.
3.2
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai brikut:
1.
2.
Dapat memberi tambahan informasi bagi dinas dan pihak terkait untuk
menentukan kebijakan di masa mendatang.
3.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
1.1
Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan
metematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output
tertentu Nicholson (2002). Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut ini.
Q = f (K,L,M,)
(2.1)
1.2
melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel
dependen atau yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen
atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).
Fungsi
sebagai berikut.
Q = A K L
(2.2)
(2.3)
Q adalah output, L dan K adalah tenaga kerja dan barang modal. (alpha)
dan (beta) adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data.
Semakin besar nilai barang teknologi makin maju. Parameter mengukur
persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K, semntara L
dipertahankan konstan. Demikian pada mengukur parameter kenaikan Q akibat
kenaikan satu persen L, sementara K dipertahankan konstan. Jadi dan masingmasing adalah elastisitas dari K dan L.
Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka
persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :
Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + + bn Ln Xn + V
(2.4)
1.3
Isoquan Produksi
Faktor produksi juga dapat dicerminkan dengan menggunakan kurva
isoquan apabila hanya terdapat dua macam input. Kurva isoquan menunjukkan
kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang modal (K), yang
memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Isoquan
yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output yang lebih besar dan isoquan yang
lebih rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil (Salvatore, 1995).
Garis isokuan juga merupakan tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan
titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi, 1993).
1.4
Return To Scale
Return to scale (RTS) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk
1.5
Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandaingan antara output fisik dan input
fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat
efisiensi yang dicapai. Efisiensi yang dijelaskan oleh Yuto Paulus dan Nugent
dalam A Marhasan (2005) sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan
sumber daya tertentu. Jika output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya
yang digunakan maka semakin tinggi pula tingkat efisisensi yang dicapai.
Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger Lee Rey Miller dan Rojer
E Meiners (2000) yang membagi efisiensi menjadi dua jenis yaitu:
1.
Efisiensi Teknis
Efisisensi teknis atau technical efisiensi mengharuskan adanya proses
produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi
menghasilkan output dalam jumlah yang sama.
2.
Efisiensi Ekonomis
Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan
biaya artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu
tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output
serupa dengan biaya yang lebih murah.
Efisiensi juga diartikan upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya
untuk mendapatkan produksi sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi
jika petani mampu membuat suatu upaya yaitu jika nilai produk marginal (NPM)
untuk suatu input sama dengan harga input tersebut, atau dapat ditulis sebagai
berikut (Soekartawi 1993):
NPMx = Px
atau
(2.5)
=1
(2.6)
2.
1.6
1.6.3
sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan
anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dengan uang (Mubyarto 1989). Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan
dalam hari orang kerja (HOK).
1.6.4
produk yang berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan
pupuk anorganik. Menurut Sutejo (dalam Rahim dan Diah Retno, 2007), pupuk
organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian bagian bagian atau sisa
tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil,
guano, dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa disebut
sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik
misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl.
1.6.5
adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau
mencegah gangguan serangga, bianatang pengerat, nematode, cendawan, gulma,
virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama. Kecuali virus, bakteri atau jasad
renik yang terdapat pada manusia dan binatang lain.
Penggunaan pestisida yang tepat akan menyebabkan tanaman terbebas dari
penyakit yang disebabkan oleh sejenis jamur yang menyerang pada tanaman,
sehingga tanaman mampu berproduksi secara optimal.
1.7
Analisis Usahatani
Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri usahatani yang
bersangkutan. Analisis dilihat dari barbagai aspek, namun biasanya terkait dengan
analisis anggaran arus uang tunai (cash flow) yang terdiri dari produksi dan
nilainya, pengeluaran dan pendapatan.
a. Struktur Penerimaan
Penerimaan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan kotor dan
penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal dari
penjualan hasil produksi usahatani yang diperoleh dari hasil perkalian
jumlah produksi dengan harga jualnya. Dapat ditulis dengan rumus:
Tri = Yi . Pyi
(2.7)
10
biaya tidak tetap adalah upah tenaga kerja, pembelian bibit, pembelian
pupuk, pembelian pestisida.
Biaya total produksi dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
(2.8)
Keterangan:
TC
TFC
TVC
c. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani ditulis dalam rumus:
= TR TC
(2.9)
2.1
PenelitianTerdahulu
Pada penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
sebagai referensi dalam penulisan yaitu Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi
Teknik: Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usahatani Cabai di Kecamatan
Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong yang ditulis oleh Ketut Sukiyono
(2004). Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Murbei dan Kokon di Kabupaten
Enrekang yang ditulis oleh A. Marhasan (2005), Efisiensi Produksi Sistem Usaha
Tani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi Teknis yang ditulis oleh Dewi Sahara dan
Idris (2005), Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi pada Dua Tipologi Lahan yang
Berbeda di Propinsi Bengkulu dan Faktor-Faktor Determinannya yang ditulis oleh
Sriyoto et al, (2007), dan Efisiensi Faktor-Faktor Produksi dalam Usahatani
Bawang Merah yang ditulis oleh Tety Suciati (2004).
11
2.3
Kerangka Pemikiran
Usahatani adalah kegiatan untuk memproduksi di lingkungan pertanian
yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang
diperoleh. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani cabai yaitu lahan,
tenaga kerja, pupuk, bibit, dan pestisida akan berpengaruh pada jumlah produksi
yang dihasilkan dan akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh petani.
Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam
berproduksi. Efisiensi dalam produksi usahatani cabai dilihat dari hasil
penghitungan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Penggunaan
faktor produksi yang efisien turut mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diperoleh petani dalam suatu usahatani. Keterkaitan antara faktor-faktor produksi
dengan jumlah produksi yang dihasilkan, efisiensi serta pendapatan yang
diperoleh petani dijabarkan dalam gambar kerangka pemikiran teoritis berikut ini:
Gambar
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Kombinasi faktor
produksi:
- Luas lahan
- Bibit
- Tenaga kerja
- Pupuk
- Pestisida
Produksi
Usahatan
i Cabai
Efisiens
Usahatan
i Cabai
Efisiensi Harga
Nilai Produksi
Marjinal =
Harga Faktor
Produksi
Pendapata
n
Usahatani
Cabai
Efisiensi Teknis
Faktor Produksi
Menghasilkan
Produksi
Maksimum
Efisiensi Ekonomi
Terjadi Bila:
- Efisiensi Teknis
- Efisiensi Harga
Sumber: Budi Suprihono (2003) dengan modifikasi seperlunya
12
2.4
Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor produksi
(luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida),
2. Diduga proses produksi cabai menunjukkan adanya inefisiensi dalam
penggunaan faktor produksi,
3. Diduga penerimaan yang diperoleh petani cabai di Kabupaten
Temanggung lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani
cabai.
C.
METODE PENELITIAN
2.
3.
Bibit (X2)
Bibit adalah jumlah penggunaan bibit cabai dalam proses produksi dalam
satu kali masa tanam. Satuan yang dipakai adalah Batang.
4.
13
Satuan yang digunakan adalah harian orang kerja (HOK) dengan anggapan
satu hari kerja adalah tujuh jam.
5.
Pupuk (X4)
Pupuk adalah jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu kali masa
tanam dengan satuan kilogram (Kg).
6.
Pestisida (X5)
Pestisida asalah jumlah penggunaan pestisida dalam satu kali masa tanam
dengan satuan mililiter (Ml).
2.
Lokasi Penelitian
Kabupaten Temanggung terdapat 17 Kecamatan yang menjadi produsen
cabai. Dalam penelitian ini diambil satu kecamatan yang menghasilkan cabai
terbanyak yaitu Kecamatan Bulu sebagi daerah sampel. Penelitian di Kecamatan
Bulu dilakukan di desa yang menghasilkan cabai paling banyak yaitu Desa
Gondosuli.
Pemilihan Sampel
Jumlah seluruh petani seluruh komoditas yang ada di Desa Gondosuli
= ukuran sampel
14
= ukuran populasi
4.
sekunder.
1. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber aslinya tanpa melalui perantara dalam penelitian ini
yang menjadi narasumber adalah petani di Kecamatan Bulu.
2. Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak
langsung.
5.
15
berisi
6.
Metode Analisis
6.1.
cabai dengan variabel bebasnya dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi
dengan pendekatan frontier stokastik dengan mengasumsikan fungsi produksi
Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk linier
logaritma natural maka produksi frontier usahatani cabai Desa Gondosuli
Kecamatan Bulu dapat dituliskan sebagai berikut.
LnY = 0 + 1LnX1 + 2LnX2 + 3LnX3 + 4LnX4 + 5LnX5 + V
Y
(3.1)
= jumlah produksi cabai yang dihasilkan dalam satu kali masa panen
(Kg).
X1
= luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam. (m2)
X2
= jumlah bibit yang digunakan dalam satu kali masa tanam (Kg)
X3
= jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali masa tanam (hari
orang kerja/HOK).
X4
= jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam satu kali masa tanam
dalam satuan (Kg).
X5
= jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali masa tanam
diakumulasikan dalam satuan (ml).
6.2.
Uji Efisiensi
16
Jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu, maka penggunaan input dalam
usahatani cabai sudah efisien.
Jika nilai efisiensi teknis tidak sama dengan satu, maka penggunaan input
dalam usahatani cabai belum efisien.
Untuk mendapatkan efisien teknis (TE) dari usaha tani cabai dapat
(3.2 )
Dimana :
0 TE 1
Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usaha tani dapat dikatakan
semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usaha
tani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.
(3.3)
=1
=
(3.4)
atau
= elastisitas
= produksi
=1
(3.5)
Py = harga produksi Y
X
17
: Efisiensi Ekonomi
ET
: Efisiensi Tehnik
EH
: Efisiensi Harga
(3.6)
Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang
dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.
6.3
Analisis Usahatani
6.3.1
Struktur Biaya
Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dalam satu kali masa tanam
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.biaya tetap (fixed cost) diartikan sebagai
biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak tergantung pada besarnya output
yang dihasilkan. Biaya variabel (variabel cost) diartikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Kedua biaya tersebut jika
dijumlahkan akan menghasilkan biaya total:
TC = FC + VC
TC
: Total cost
FC
: Fixed cost
(3.7)
VC : Variabel cost
18
6.3.2
Struktur Pendapatan
Penerimaan yang diperoleh patani merupakan hasil produksi dikalikan
dengan harga produk yang diterima petani. Sedangkan struktur penerimaan petani
adalah hsil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam satu kali masa tanam.
Untuk menghitung jumlah pendapatan petani digunakan rumus:
= TR TC
(3.8)
: Pendapatan petani
TR
TC
(3.9)
D.
JawaTengah, secara geografis terletak pada koordinat 7.14' dan 732'35" Lintang
Selatan, 11023' dan 11046'30" Bujur Timur. Kondisi tanah Kabupaten
Temanggung yang subur sangat mendukung untuk pengembangan pertanian
sebagai mata pencaharian utama masyarakat. Sektor pertanian masih merupakan
sektor yang penting, hal ini ditunjukkan oleh sebagian besar rumah tangga yang
berusaha pada sektor pertanian dan juga dilihat dari kontribusi sektor pertanian
dalam PDRB sebagai sektor terbesar dalam menyumbang PDRB dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Secara administratif Kabupaten Temanggung
19
mempunyai luas wilayah sebesar 870,65 Km2 meliputi 20 Kecamatan terdiri atas
289 Desa/Kelurahan.
3.
Karakteristik Responden
20
Usia Responden
Usia petani cabai responden di Kecamatan Bulu berkisar dari 24 tahun
3.3
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh
terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi. Berdasar pada tingkat pendidikan
formal, sebagian besar responden menempuh pendidikan setara sekolah dasar
(SD) yaitu sebesar 74 persen, sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama
21
(SLTP) sebesar 17 persen dan sekolah menengah umum (SMU) hanya ditempuh
oleh 7 persen responden dan bahkan sebanyak 9 persen responden tidak pernah
merasakan dunia pendidikan.
Dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani relatif terbatas
maka pengelolaan usaha tani cabai hanya dijalankan secara sederhana sesuai
dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dan informasi yang didapatkan antar
petani.
3.4
Pengalaman Bertani
Aspek pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap keputusan petani
hasil
tersebut,
petani
dapat
dikatakan
cukup
baru
dalam
3.5
Mata Pencaharian
Pada masa sekarang ini, sektor pertanian dipandang sebagai sektor yang
penuh dengan resiko dan sebagai sektor yang tidak menguntungkan. Oleh karena
itu, banyak petani tidak sepenuhnya mengandalkan kegiatan usaha tani sebagai
mata pencaharian utama. Seperti juga pada responden yang diteliti, 75 persen
responden menyandarkan hidupnya sebagai petani. Mata pencaharian utama lain
adalah sebagai perangkat desa, pedagang, pegawai, dan tukang ojek.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden perlu mencari pekerjaan lain
sebagai pekerjaan sampingan namun tidak semua responden memikirkan hal yang
sama. Keadaan ini terlihat dari masih terdapat responden yang tidak mempunyai
pekerjaan sampingan yaitu sebanyak 69 persen. Responden yang mempunyai
pekerjaan mencapai 30 persen terdiri dari pedagang (9 persen), petani (16 persen),
dan tukang ojek (3 persen).
22
Luas Lahan
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi adalah luas lahan.
Penggunaan luas lahan untuk tiap petani sampel di lokasi penelitian cukup
beragam, yaitu antara 200 m2 hingga 20.000 m2. Dan rata-rata luas lahan yang
digunakan oleh petani sampel yaitu 3.515 m2. Seluruh lahan yang digunakan oleh
petani sampel adalah lahan dengan status kepemilikan sendiri. Lahan yang
digunakan kebanyakan berada di kaki Gunung Sumbing, dengan sistem pengairan
sederhana. Tingkat kesuburan tanah yang tinggi dan dengan suhu yang tergolong
rendah akan sangat mendukung pengembangan usahatani cabai.
4.2
Bibit
Jenis bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah jenis
bibit cabai keriting hibrida Seminis. Menurut Petani, bibit ini memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan bibit cabai biasa. Ada beberapa keunggulan
yang dimiliki oleh bibit cabai jenis ini. Keunggulan tersebut antara lain, adptif di
dataran sedang, ukuran buah relativ seragam, rasa pedas, daya simpannya relativ
lama, masa panennya lebih cepat. Tanaman cabai membutuhkan waktu enam
bulan mulai dari proses pengolahan tanah sampai dengan panen. Rata-rata
penggunaan bibit oleh petani sampel sebanyak 7.053 batang.
4.3
Tenaga Kerja
Dalam melakukan usahatani, tenaga kerja adalah salah satu faktor
23
sebagian besar dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, juka tidak memadai
barulah menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.Upah tenaga kerja wanita
dan laki-laki berbeda. Upah tenaga kerja wanita sebesar Rp. 15.000 sedangkan
untuk upah tenaga kerja laki-laki sebesar Rp. 20.000 per harinya. Tenaga kerja
laki-laki lebih banyak digunakan dalam berusahatani, terutama pada saat proses
pengolahan lahan sebelum penanaman, pemeliharaan dan pengangkutan.
Sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak dibutuhkan saat penanaman dan
pemanenan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam sekali masa tanam adalah
sebanyak 173 HOK.
4.4
Pupuk
Pemupukan merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan
hasil produksi yang lebih tinggi. Pupuk yang digunakan oleh petani di daerah
penelitian beragam. Petani sampel menggunakan pupuk organik maupun
anorganik. Namun penggunaan pupuk yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi
hanya pada penggunaan pupuk organik, yakni pupuk kandang. Rata-rata dalam
sekali masa tanam petani menggunkana pupuk sebanyak 4.445 Kilogram.
4.5
Pestisida
Pestisida digunakan untuk membantu petani memberantas hama penyakit
pada tanaman cabai. Tanaman cabai rentan terserang hama penyakit yang
disebabkan oleh sejenis jamur sehingga tanaman cabai terjangkit penyakit
Antracnose atau lebih sering disebut Pathek oleh petani cabai. Para petani sampel
menggunakan fungisida dengan mencampur cairan fungisida murni dengan air,
lalu hasil campuran ini kemudian disemprotkan pada bagian permukaan daun
cabai dengan menggunakan alat penyemprot. Insektisida digunakan petani dengan
tujuan untuk memberantas hama serangga seperti thrips, ulat daun, atau kutu putih
yang pada tanaman cabai. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani sebanyak
3.311 ml/Ha.
5.
24
Tabel
Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Cabai
No
Variabel
Koefisien T-Rasio
1. Konstanta
0,6764
2,003 *
2. Luas Lahan (LnX1)
0,2182
1,781 **
3. Benih (LnX2)
0,2955
3,108 *
4. Tebaga Kerja (LnX3)
0,2509
2,902 *
5. Pupuk (LnX4)
0,1891
1,674 **
6. Pestisida (LnX5)
0,0228
0,2104
7. Sigma Squared
0,0690
4,1576
8. Gamma
0,8568
8,9455
9. Log Likelihood
31,464
0.9768
10. Return To Scale
0,835
11. Mean Technical Efficiency
92
12. Responden (n)
Sumber: Data Primer diolah, 2011
Keterangan :
**
= Signifikan pada 10 persen
*
= Signifikan pada 5 persen
t-tabel (=10 persen) = 1,658
t-tabel (=5 persen) = 1,980
Df
= 87
Keputusan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
25
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tety Suciaty (2004) dengan judul
Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Dalam Usaha Tani Bawang Merah, dengan hasil
faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berpengaruh positif dalam
menentukan tingkat produksi.
Variabel pupuk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah produksi cabai. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ketut
Sukiyono (2004) dengan judul Analis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik :
Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usaha Tani Cabai di Kecamatan Selupu
Rejang Kabupaten Rejang Lebong diperoleh hasil bahwa variabel pupuk kandang
berpengaruh secara nyata positif terhadap jumlah produksi cabai.
Variabel pestisida mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah produksi,
namun ditemukan tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi
cabai di Kecamatan Bulu tidak dipengaruhi oleh penggunaan pestisida, hasil ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sahara dan Idris (2005)
dengan judul Efisiensi Produksi Sistem Usaha Tani Padi Pada Lahan Sawah
Irigasi Teknis, yang menunjukkan bahwa pestisida berpengaruh nyata positif
terhadap produksi padi. Tidak berpengaruhnya penggunaan faktor produksi
pestisida pada usahatani cabai di daerah penelitian disebabkan karena kebiasaan
petani di daerah sampel yang melakukan penyemprotan pestisida secara rutin
menghiraukan sudah sejauh mana tanaman terkena penyakit. Sehingga
penggunaan pestisida melebihi dari yang dianjurkan. Penggunaan pestisida yang
dianjurkan
adalah
sebanyak
2500
ml/Ha.
Sedangkan
rata-rata
petani
6.
Efisiensi Teknis
Efisiensi teknik digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana seorang
petani mengubah masukan menjadi keluaran pada tingkat ekonomi dan teknologi
tertentu (Ketut Sukiyono, 2004). Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger
Le Rey Miller dan Roger E. Meiners (2000) yang menyatakan bahwa efisiensi
teknis (technical efficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses
produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan
26
output dalam jumlah yang sama. Tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor
produksi pada usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dapat
diketahui dari dari hasil pengolahan data dengan bantuan software Frontier
Version 4.1c. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 92 responden tersebut
diperoleh nilai rata-rata efisiensi teknisnya mencapai 0,83 nilai efisiensi teknis
tersebut memberi makna bahwa rata-rata petani sampel dapat mencapai 83 persen
dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang
dikorbankan. Nilai rata-rata efisiensi teknik tersebut masih dibawah 1, artinya
bahwa usahatani cabai yang dilakukan oleh petani sampel masih belum efisien,
masih terdapat peluang potensi sebesar 17 persen untuk meningkatkan produksi
cabai di daerah penelitian, jika nilai efisiensi teknik sudah semakin mendekati 1
maka berarti semakin tinggi tingkat efisiensi teknik yang dicapai dalam usahatani.
Secara individual tingkat efisiensi teknik yang dicapai oleh masing masing
petani di daerah penelitian cukup beragam, yakni dari 0,48 dan yang tertinggi
0,96.
7.
lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Namun karena lahan yang
digunakan oleh petani sampel adalah milik sendiri, maka diasumsikan tidak ada
biaya variabel untuk penggunaan lahan. Hasil analisis efisiensi harga dan efisiensi
ekonomi untuk usahatani cabai dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel
Nilai Efisiensi Harga Dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Cabai
No
1.
2.
3.
4.
5.
Variabel
Koefisien
Benih
0,2955
Tenaga Kerja
0,2509
Pupuk
0,1891
Pestisida
0,0228
Jumlah
0,9768
Sumber: Data Primer diolah, 2011
Ratio
NPM/Harga Input
2,962
1,806
0,410
0,299
5,276
27
Efisiensi
EH = 1,259
ET = 0,835
EE = 1,102
8.
sebagai respon adanya kenaikan yang proposional dari seluruh input (Nicholson,
2002). Return to scale produksi cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung dapat diketahui dengan penjumlahan setiap koefisien variabel
dependen. Skala hasil pada produksi cabai, di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung adalah 0,976. Berdasarkan hasil ini, angka return to scale kurang
dari satu yang berarti berada pada kondisi decreasing return to scale (DRS).
Decreasing return to scale terjadi bila kenaikan input lebih besar dari kenaikan
28
output. Nilai DRS sebesar 0,976 berarti bila terjadi penambahan faktor produksi
sebesar satu persen akan menaikkan kuantitas output sebesar 0,976 persen.
9.
Rata-rata (Rp)
9.414.057
Persentase
1.308.206
1.007.025
717.663
4.336.359
7.369.935
2.044.803
1,277
10,70
13,90
7,62
46,06
100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dibutuhkan oleh
petani dalam usahatani cabai adalah sebesar Rp 7.369.935. Jumlah pembiayaan
yang terbesar digunakan untuk membayar pupuk yaitu sebesar Rp 4.336.359,00
atau 46,06 persen dari total biaya. Total penerimaan usahatani cabai adalah Rp
9.414.057,00.
Maka
diperoleh
pendapatan
bersih
rata-rata
sebesar
Rp
29
E.
1.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai
30
2.
Saran
Setelah melakukan penelitian, adapun beberapa hal yang dapat penulis
sampaikan guna perbaikan di masa yang akan datang baik untuk pemerintah
Kabupaten Temanggung ataupun penelitian selanjutnya, meliputi :
1. Usahatani cabai yang dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung berada pada kondisi Decreasing return to scale, dan belum
mencapai efisiensi. Untuk mencapai efisiensi diperlukan pengurangan pada
penggunaan pupuk dan pestisida kerena telah melebihi dari yang
dianjurkan.
2. Diperlukan penyuluhan rutin bagi petani cabai terhadap kemajuan budidaya
cabai sehingga petani tidak ketinggalan informasi dan dapat menggunakan
faktor-faktor produksi secara tepat.
3. Perhitungan Return to scale yang menunjukkan kondisi usahatani dengan
skala hasil yang menurun (Decreasing Return to Scale) maka diperlikan
suatu perbaikan dalam proses produksi cabai baik dalam hal pengolahan
tanah sampai pada penggunaan faktor produksi yang tepat. Tingkat
kesuburan tanah perlu diperhatikan karena lahan digunakan secara
bergantian untuk menanam tanaman lain.
31
F.
REFERENSI
32