You are on page 1of 12

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?.

, Februari 2024

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah di


Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur

SEPTIANA ROTUA LUMBANTORUAN, DEWA AYU SRI YUDHARI

Program Studi Agrinismis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana


Jl. PB. Sudirman, Denpasan, 80232
Email: septianalumbantoruan44@gmail.com
sriyudhari@gmail.com

Abstract

Financial Feasibilit Analysis of Red Chilli Farming in Gekbrong Village,


Gekbrong District, Cianjur Regency

Red chilli is a superior agricultural commodity that has high economic value and is
widely cultivated in Indonesia. Therefore, red chilli farming is directed to be able to
spur an increase in its productivity and also the sustainability of its farming. The
purpose of this study was to determine the amount of red chilli farm income, describe
the sources of capital of farmers and analyse the feasibility of red chilli farming in
Gekbrong Village, Gekbrong District, Cianjur Regency. The data collection methods
used are surveys, interviews and literature studies, which are then analysed with a
qualitative and quantitative descriptive analysis approach. Based on the results of
research in Gekbrong Village, Gekbrong District, Cianjur Regency, it can be concluded
as follows. The average income received by farmers in red chilli farming per one
growing season in Gekbrong Village is Rp15,197,925. This can be seen from the
revenue received of Rp23,808,182, with a total production of 1,088 kg and total
production costs consisting of variable costs and fixed costs of Rp8,610,257. Most of
the farmers' capital sources come from personal capital with a percentage of 78.79%.
The results of the feasibility analysis using R / C ratio analysis >1, namely 2.77, which
means it is feasible to be cultivated. In terms of B/C ratio, it is also economically
feasible because the B/C ratio is >1, which is 1.77. The feasibility of red chilli farming
in terms of Break Event Point, the BEP value of production volume in Gekbrong
Village shows a value of 392 kg with a total production of 1,088 kg. While the BEP
production price shows a value of Rp7,914/kg with a product sales price of
Rp21,939/kg. So it can be concluded that red chilli farming in Gekbrong Village,
Gekbrong District, Cianjur Regency is profitable and feasible.
Keywords: Feasibility analysis, red chilli, source of capital
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor bahan makanan, subsektor
hortikultura, subsektor perikanan, subsektor kehutanan, dan subsektor peternakan.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 1
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
Salah satu komoditas tanaman pangan yaitu cabai merah. Komoditas unggulan
Indonesia ini memiliki daya adaptasi yang cukup luas dimana dapat diusahakan di
daerah dataran rendah dan dataran tinggi.Cabai merah sebagai komoditas pertanian
unggulan mempunyai nilai ekonomi tinggi banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai
merah termasuk dalam lima besar tanaman sayuran dengan produksi terbanyak dalam
lima tahun terakhir.
Kabupaten Cianjur memiliki kondisi tanah yang berpotensi untuk tanaman
sayur-sayuran. Salah satu kecamatan yang sebagian besar penduduknya berorientasi
dalam bidang pertanian adalah Kecamatan Gekbrong. Kecamatan Gekbrong memiliki
luas wilayah 50,77 Km² atau 1,4% dari wilayah Kabupaten Cianjur. Penghasil
hortikultura terbesar di Kecamatan Gekbrong terdapat di Desa Gekbrong, dimana desa
ini berada pada ketinggian 888-1.300 mdpl. Sebagian besar masyarakatnya
bermatapencaharian sebagai petani sayuran. Terdapat beberapa komoditas andalan
yang sering diusahakan seperti sawi, terong, wortel, cabai merah, cabai rawit, kubis
dan kentang. Komoditas tertinggi yang dihasilkan di Desa Gekbrong salah satunya
adalah cabai merah. Berdasarkan data BPS (2021) produksi tanaman cabai merah di
Desa Gekbrong sebanyak 9.220 kuintal.
Dalam melakukan usahatani cabai merah, petani tentu harus memperhatikan
beberapa faktor sebelum memulai usaha seperti bagaimana kondisi lahan, teknik
budidaya, dan ketersediaan modal. Ketersediaan modal memiliki peranan penting
sebagai salah satu sikap awal sebelum melakukan usahatani. Permodalan berkaitan
dengan penyediaan modal yang dikerjakan oleh petani sebagai modal usahatani,
penggunaan modal serta dengan cara bagaimanakah mengawasi pada manfaat
permodalan yang tersedia dan menjadi masalah pokok dalam pembangunan pertanian
(Mariati, 2022).
Apabila dilihat dari kondisi finansial, modal menjadi salah satu keresahan
petani karena dihadapkan dengan ketersediaan modal yang rendah dalam membiayai
usahataninya. Hal ini juga dipengaruhi oleh fluktuasi harga cabai merah yang sulit
untuk dikendalikan. Namun, tidak menutup kemungkinan petani tetap melanjutkan
usahatani cabai merah dengan modal seadanya dengan harapan usahatani tersebut
menguntungkan. Sebagian besar petani tidak memikirkan resiko kerugian akibat
fluktuasi harga yang terjadi di pasar. Oleh sebab itulah perlu dilakukan penelitian
mengenai “Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Cabai Merah di Desa Gekbrong,
Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapakah besar pendapatan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong
Kecamatan Gekbrong?
2. Bagaimana sumber permodalan petani cabai merah di Desa Gekbrong
Kecamatan Gekbrong?
3. Bagaimana kelayakan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong Kecamatan
Gekbrong?

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 2
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis besar pendapatan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong
Kecamatan Gekbrong.
2. Mendeskripsikan sumber permodalan petani cabai merah di Desa Gekbrong
Kecamatan Gekbrong.
3. Menganalisis kelayakan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong Kecamatan
Gekbrong.

2. Metode Penelitian
2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten
Cianjur sejak bulan November 2023 hingga Januari 2024. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Desa Gekbrong
merupakan salah satu sentra penghasil tanaman hortikultura termasuk cabai merah di
Kecamatan Gekbrong.

2.2 Data dan Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan
data kualitatif. Data Kuantitatif adalah data yang berupa angka yang dapat dihitung,
memiliki nilai numerik, dan dapat diukur dengan satuan berupa jumlah (Sugiyono,
2019). Dalam penelitian ini data kuantitatif adalah data kebutuhan modal meliputi
biaya tetap (cangkul, mulsa, sprayer, sewa lahan, dan biaya penyusutan) dan biaya
variabel (benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja, data sumber permodalan, biaya
pendapatan dan biaya penerimaan.
Data Kualitatif adalah data yang tidak bisa disajikan dalam bentuk angka dan
dikumpulkan dalam situasi alami atau konteks alamiah, tetapi berisi informasi yang
relevan terkait dengan masalah yang sedang diselidiki (Sugiyono, 2019). Sumber data
dan pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, survey dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini data kualitatif adalah gambaran umum Desa Gekbrong,
karakteristik sosial petani cabai merah Desa Gekbrong, kerangka pemikiran dan studi
kepustakaan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei, wawancara
dan studi Pustaka.

2.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah petani cabai merah yang berada di Desa
Gekbrong dan menanam cabai merah periode musim tanam tahun 2023 dengan jumlah
populasi sebanyak 120 petani. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik
acak sederhana (simple random sampling) sehingga didapat sampel penelitian
sebanyak 33 petani cabai merah di Desa Gekbrong.

2.4 Metode Analisis Data


2.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif dilakukan untuk mengkaji dan mendeskripsikan data yang
telah terkumpul. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
mendeskripsikan sumber permodalan dalam usahatani cabai merah di Desa Gekbrong.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 3
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
2.5 Analisis Pendapatan
Penelitian mengenai pendapatan berusahatani cabai merah di lokasi penelitian
dilakukan dengan cara menggunakan analisis pendapatan usahatani. Menurut
Suratiyah (2015) pendapatan adalah selisih antara penerimaan (TR) dan biaya total
(TC) dan dinyatakan dengan rumus :
TC = FC + VC
TR = P X Q
I = TR – TC
Keterangan :
TC : Total biaya
FC : Biaya tetap
VC : Biaya variabel
TR : Penerimaan
P : Harga
Q : Quantity (Produksi)
I : Pendapatan

2.5.1 Analisis Kelayakan


Kelayakan Usahatani dihitung menggunakan rumus (R/C), (B/C), dan BEP.
Untuk menguji kelayakan usahatani cabai merah di daerah penelitian digunakan alat
ukur sebagai berikut :

1. R/C Ratio (Revenue Cost Ratio)


Menurut Suratiyah (2015), R/C ratio adalah perbandingan total penerimaan
dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.
R Total Penerimaan
Ratio=
C Total Biaya Produksi
Keterangan :
R/C : Perbandingan antara penerimaan dan biaya
TR : Total penerimaan
TC : Total biaya

Kriteria :
Nilai R/C > 1, Usahatani layak diusahakan

Nilai R/C < 1, Usahatani tidak layak diusahakan


Nilai R/C ratio = 1, Usahatani impas

2. B/C Ratio (Benefit-Cost Ratio)


Menurut Suratiyah (2015), B/C ratio adalah perbandingan NPV total terhadap
total biaya produksi yang dikeluarkan.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 4
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
B Total Pendapatan (TI)
Ratio=
C Total Biaya (TC)
Keterangan :
B/C : Perbandingan antara total pendapatan dan total biaya
TI : Total pendapatan
TC : Total biaya produksi
Kriteria :
B/C > 1, Usahatani layak diusahakan
B/C < 1, Usahatani tidak layak diusahakan

3. Break Event Point (BEP)


Menurut Suratiyah (2015), Break Event Point (BEP) digunakan untuk
mengetahui untung atau rugi dalam suatu usaha. Rumus untuk mencapai BEP
adalah sebagai berikut :

a. Untuk BEP Volume Produksi (Kg)


BEP = TC / P
b. Untuk BEP Harga Produksi (Rp)
BEP = TC / Q
Keterangan :
TC :Total Biaya
P : Harga
Q : Jumlah Produksi

Kriteria :
Jika produksi > BEP produksi, usahatani mengalami keuntungan
Jika produksi = BEP produksi, usahatani impas
Jika produksi < BEP produksi, usahatani mengalami kerugian
Jika harga jual > BEP harga, maka usahatani mengalami keuntungan
Jika harga jual = BEP harga, maka usahatani impas
Jika harga jual < BEP harga, maka usahatani mengalami kerugian

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani berada pada
kriteria usia produktif dengan kisaran antara 15 hingga 64 tahun dengan presentasi
mencapai 84,85%. Dari 33 responden didominasi oleh petani dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 32 orang dengan presentasi 96,97%. Pendidikan terakhir petani
sebagian besar lulusan sekolah dasar (SD) dengan presentasi 66,67%. rata-rata luas
lahan petani di Desa Gekbrong adalah 0,17 ha atau berada pada kisaran kurang dari

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 5
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
0,5 ha dengan presentase 96,97%. Petani cabai merah di Desa Gekbrong memiliki
pengalaman berusahatani selama 10 sampai 30 tahun.

3.2 Hasil Penelitian


3.2.1 Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah
Komponen biaya dalam usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dimana dalam satu
kali produksi penggunaannya tidak sekali habis. Biaya tetap dalam usahatani cabai
merah meliputi biaya penyusutan dan biaya sewa lahan. Biaya variabel adalah biaya
yang kuantitasnya tergantung sesuai dengan jumlah produksi dalam satu kali produksi.
Biaya variabel pada usahatani cabai merah di Desa Gekbrong meliputi biaya bibit,
mulsa, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja.

Tabel 1.
Nilai Rata-rata Biaya Usahatani Cabai Merah dalam Satu Musim Tanam
No Uraian Biaya (Rp)
Rata-rata Luas Lahan 0,17 ha
1 Biaya Tetap
Rata-rata Penyusutan Alat 566.264
Rata-rata Sewa Lahan 341.856
Rata-rata Biaya Tetap 908.120
2 Biaya Variabel
Rata-rata Benih 352.273
Rata-rata Pemupukan 2.707.061
Rata-rata Obat-obatan (Pestisida, Fungisida 654.318
dan Herbisida)
Rata-rata Tenaga Kerja 3.988.485
Rata-rata Biaya Variabel 7.702.137
3 Rata-rata Total Biaya 8.610.257
Sumber : Analisis Data Primer, 2024
Berdasarkan Tabel 1 diatas diatas dijelaskan rincian kebutuhan biaya dalam
usahatani cabai merah di Desa Gekbrong yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Rata-
rata biaya tetap yang digunakan petani dengan luas lahan 0,17 ha dalam satu musim
tanam adalah sebesar Rp908.120. Pada biaya tetap total pengeluaran paling besar
adalah biaya penyusutan alat berupa cangkul, sprayer, drum dan mulsa sedangkan
untuk biaya sewa lahan relatif lebih rendah. Untuk rata-rata biaya variabel yang
digunakan dalam satu musim tanam adalah Rp7.702.137. Pada biaya variabel total
pengeluaran paling besar adalah biaya tenaga kerja dan pembelian pupuk. Sehingga
rata-rata biaya tetap yang digunakan petani cabai merah di Desa Gekbrong dalam satu
musim tanam adalah sebesar Rp8.610.257.
3.2.2 Sumber Permodalan
Menurut jenisnya modal usahatani berasal dari modal pribadi dan modal
pinjaman.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 6
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
Tabel 2.
Sumber Permodalan Usahatani Cabai Merah
No Sumber Permodalan Jumlah Presentase
1 Pribadi 26 78,79%
2 Pinjaman (Tengkulak) 6 18,18%
3 Pinjaman (Keluarga) 1 3,03%
Total 100,00%
Sumber : Analisis Data Primer, 2024

Berdasarkan tabel 2 diatas, dijelaskan bahwa sebagian besar sumber


permodalan petani cabai merah di Desa Gekbrong berasal dari modal pribadi dengan
jumlah 25 Orang atau dengan presentasi 78,79%. Selain itu, terdapat 7 orang yang
sumber permodalan tambahan berasal dari pinjaman dengan rincian 6 orang berasal
dari tengkulak dan 1 orang berasal dari keluarga. Petani memilih menggunakan modal
sendiri dalam memulai usahatani cabai merah karena tidak melibatkan biaya
administrasi atau bunga, sehingga tidak menimbulkan beban tambahan pada kegiatan
pertanian. Keputusan menggunakan modal sendiri diambil oleh petani karena
dianggap lebih menguntungkan dan memberikan keleluasaan dalam menjalankan
usahatani. Oleh karena itu, petani lebih cenderung memilih modal sendiri daripada
mengambil modal pinjaman. Pernyataan ini juga sejalan dengan pendapat dari Hastuti
(2005) yang menyatakan bahwa aksesibilitas masyarakat terhadap pembiayaan non
formal lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan formal karena prosedurnya lebih
sederhana dan cepat.
Terdapat juga petani yang menggunakan tambahan modal dari tengkulak.
Tengkulak menjadi salah satu solusi yang tersedia di kalangan masayarakat kerena
proses peminjaman yang cukup mudah dengan persyaratan hanya kesepakatan
bersama bahwa hasil produksi hanyak boleh dijual kepada tengkulak. Pinjaman
keluarga juga masih jarang dilakukan oleh sesama petani karena ada beberapa hal yang
harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman antar keluarga.
3.2.3 Besar Penerimaan Usahatani Cabai Merah
Soekartawi (2003) menjelaskan bahwa penerimaan dari usaha pertanian
diperoleh dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual.

Tabel 3.
Rata-rata Penerimaan Usahatani Cabai Merah dalam
Satu Musim Tanam
No Uraian Jumlah
1 Rata-rata Produksi (Kg) 1.088
2 Rata-rata Harga (Rp) 21.939
3 Rata-rata Penerimaan (Rp) 23.808.182
Sumber : Analisis Data Primer, 2024

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 7
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
Berdasarkan Tabel 3 diatas, dijelaskan bahwa rata-rata penerimaan usahatani
cabai merah di Desa Gekbrong dengan luas lahan 0,17 ha adalah sebesar Rp23.808.182
dalam satu musim tanam. Rata-rata produksi cabai merah yang dihasilkan dalam satu
musim tanam di Desa Gekbrong adalah sebesar 1.088 kg dengan rata-rata harga
sebesar Rp21.939/kg.
3.2.4 Besar Pendapatan Usahatani Cabai Merah
Menurut Sokartawi (2003), Pendapatan dari usahatani dapat dijelaskan sebagai
selisih antara total penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi dengan biaya yang
dikeluarkan.
Tabel 4.
Rata-rata Pendapatan Usahatani Cabai Merah dalam
Satu Musim Tanam
No Uraian Jumlah
1 Rata-rata Total Biaya Produksi (Rp) 8.610.257
2 Rata-rata Penerimaan (Rp) 23.808.182
3 Rata-rata Pendapatan (Rp) 15.197.925
Sumber : Analisis Data Primer, 2024
Berdasarkan Tabel 4 diatas, diketahui bahwa rata-rata pendapatan usahatani
cabai merah di Desa Gekbrong dengan satuan luas lahan sebesar 0,17 ha dalam satu
musim tanam adalah sebesar Rp15.197.925. Pendapatan diperoleh dari selisih total
penerimaan sebesar Rp23.808.182 dengan total biaya produksi sebesar 8.610.257.
Pendapatan yang diperoleh petani nantinya akan diberikan kepada petani pada saat
cabai sudah terjual kepada pengepul atau pedagang besar yang ada di Pasar Gekbrong.
Pendapatan yang diterima petani digunakan sebagai pemasukan dalam membiayai
kebutuhan sehari-hari yang mencakup biaya sekolah anak, biaya keperluan sehari-hari,
dan biaya tak terduga seperti pengobatan dan keperluan lainnya. Petani juga wajib
menyisihkan dan menyimpan pendapatan atau keuntungannya sebagai modal kembali
untuk musim tanam selanjutnya. Petani atau produsen perlu mengalokasikan
pendapatannya dengan sebaik-baiknya sebagai modal usahatani agar mencapai
efektivitas dalam usahatani. Efektivitas usahatani diukur dari kemampuan
pemanfaatan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari serta
sebagai modal untuk usahatani berikutnya (Soekartawi dalam Mariati : 2022). Untuk
memastikan kelancaran usahatani di Desa Gekbrong, diperlukan tambahan modal dari
petani guna menjamin kelangsungan usahatani tersebut.
3.2.5 Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Merah
Secara finansial kelayakan usaha dapat dianalisis dengan menggunakan
beberapa indikator pendekatan atau alat analisis yaitu menggunakan Revenue Cost
Ratio (R/C ratio), Benefit Cost Ratio (B/C ratio), Break Event Point (BEP), Payback
period, dll (Prajnanta Final dalam Waldi, 2017). Dalam penelitian ini menggunakan
analisis R/C ratio, B/C dan BEP yang terdiri dari BEP volume produksi dan BEP harga
produksi.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 8
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
Tabel 5.
Nilai Kelayakan Finansial Usahatani
Berdasarkan R/C Ratio dan B/C Ratio
Nilai Kelayakan Usahatani dengan luas lahan rata-rata 0,17 ha
Rata-Rata Penerimaan (Rp) 23.808.182
Rata-Rata Pendapatan (Rp) 15.197.925
Rata-Rata Total Biaya (Rp) 8.610.257
Revenue/Cost Ratio (R/C Ratio) 2,77
Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio) 1,77
Sumber : Analisis Data Primer, 2024
Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial R/C ratio menunjukkan
bahwa nilai kelayakan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong adalah 2,77 yang
artinya >1. Sama hal nya dengan nilai kelayakan berdasarkan perhitungan B/C ratio
menunjukkan nilai kelayakan >1 yaitu 1,77. Variasi nilai kelayakan usahatani cabai
merah dengan analisis R/C ratio secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6.
Besar Variasi R/C Ratio Cabai Merah dalam
Satu Musim Tanam
R/C Ratio
Nilai Kelayakan
F %
R/C Ratio < 1 0 0,00
R/C Ratio 1-2 8 24,24
R/C Ratio > 2 25 75,76
Jumlah 33 100,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2024
Hasil analisis kelayakan pada Tabel 6 tampak nilai R/C ratio <1 tidak ada,
sedangkan nilai R/C ratio antara 1-2 terdapat sebanyak 8 orang petani dan R/C ratio
>2 terdapat sebanyak 25 orang petani. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 8 petani
yang mengeluarkan biaya Rp1 akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp1-2 per
musim tanam dan terdapat sebanyak 25 petani mengeluarkan biaya Rp1 akan
mendapatkan keuntungan >Rp2 per musim tanam.
Tabel 7.
Besar Variasi B/C Ratio Cabai Merah
B/C Ratio
Nilai Kelayakan
F %
B/C Ratio < 1 8 24,24
B/C Ratio 1-2 16 48,48
B/C Ratio > 2 9 27,27
Jumlah 33 100,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2024

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 9
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
Berbeda dengan hasil perhitungan R/C ratio pada tabel 6, besar variasi nilai
B/C ratio menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Dari 33 responden, terdapat 8 orang
petani dengan nilai kelayakan <1, yang artinya bahwa kegiatan usahataninya tidak
layak diusahakan. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan petani cukup
besar sedangkan lahan cabai yang dimiliki relatif sempit sehingga keuntungan yang
diperoleh menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Edyson dkk., (2015) yang
menyatakan bahwa rendahnya nilai kelayakan disebabkan karena tingginya biaya
produksi dan produksi usahataninya belum maksimal. Secara rata-rata, hasil penelitian
menunjukkan B/C ratio >1 yaitu 1,77 artinya dengan modal Rp1 menghasilkan
pendapatan sebesar Rp1,77. Hal ini menunjukkan perbandingan menghasilkan nilai
diatas 1, sehingga dapat disimpulkan berdasarkan analisis B/C ratio, artinya usahatani
cabai merah layak diusahakan. Berdasarkan perhitungan kelayakan R/C ratio dan B/C
ratio menunjukkan adanya perbedaan nilai kelayakan, namun berdasarkan hasil rata-
rata seperti yang tertera pada tabel 5 menunjukkan bahwa kegiatan usahatani di Desa
Gekbrong masih layak diusahakan dengan rata-rata nilai kelayakan >1.
Selain analisis R/C ratio dan B/C ratio. penelitian ini juga menggunakan
analisis BEP (Break Event Point). BEP adalah teknik analisis yang digunakan untuk
mengetahui untung atau rugi suatu usaha. BEP terdiri dari BEP Volume produksi dan
BEP harga produksi.
Tabel 8.
BEP Volume Produksi Usahatani Cabai Merah
No Uraian Nilai
1 Rata-rata Total Biaya Produksi (Rp) 8.610.257
2 Rata-rata Harga Produksi (Kg) 21.939
3 BEP Volume Produksi (Rp/Kg) 392
Sumber : Analisis Data Primer, 2024

Berdasarkan Tabel 8 diatas, diperoleh analisis kelayakan usahatani cabai merah


yang ditinjau dari BEP volume produksi di Desa Gekbrong sebesar 2.309 dengan rata-
rata harga produksi sebesar Rp21.939 yang dimana harga produksi berada di atas titik
impas sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai merah di Desa Gekbrong
mengalami keuntungan dan layak untuk diusahakan.
Tabel 9.
BEP Harga Produksi Cabai Merah
No Variabel Total
1 Rata-rata Total Biaya Produksi (Rp/Ha) 8.610.257
2 Rata-rata Total Jumlah Produksi (Kg/Ha) 1.088
3 BEP Harga Produksi (Rp/Kg) 7.914
Sumber : Analisis Data Primer, 2024
Berdasarkan Tabel 9 diatas, diperoleh analisis kelayakan usahatani cabai merah
yang ditinjau dari BEP harga produksi di Desa Gekbrong sebesar 7.914 dengan rata-

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 10
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
rata total jumlah produksi sebesar 1.088 kg yang dimana volume produksi berada di
atas titik impas sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai merah di Desa
Gekbrong mengalami keuntungan dan layak untuk diusahakan. Hasil penelitian ini
juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Rafi Rizqullah dan Taufik
Syamsuddin (2020) dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah di Desa
Talang Kemang Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan.

4. Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
1. Rata-rata besar pendapatan usahatani cabai merah di Desa Gekbrong dalam
satu kali musim tanam adalah sebesar Rp89.399.565/ha. Hal ini dapat dilihat
dari penerimaan yang diterima sebesar Rp140.048.129, dengan jumlah
produksi 1088 Kg dan total biaya produksi sebesar Rp50.648.565.
2. Sumber permodalan petani cabai merah di Desa Gekbrong Sebagian besar
berasal dari modal pribadi dengan presentase 78,79%.
3. Hasil Analisis Kelayakan Usahatani cabai merah di Desa Gekbrong dilihat
berdasarkan R/C ratio menunjukkan angka 2,77 >1 yang artinya layak untuk
diusahakan. Ditinjau dari B/C ratio secara ekonomi juga layak diusahakan
karena B/C ratio >1, yaitu 1,80. Kelayakan usahatani cabai merah ditinjau
berdasarkan Break Event Point nilai BEP volume produksi di Desa Gekbrong
menunjukkan nilai 2.309 Kg dengan jumlah produksi sebesar 6.400 Kg.
Sedangkan BEP harga produksi menunjukkan nilai Rp7.914/Kg dengan harga
penjualan produk sebesar Rp21.939/Kg. Sehingga dapat disimpulkan
usahatani cabai merah di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten
Cianjur menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

4.2 Saran
1. Petani cabai merah di Desa Gekrong diharapkan dapat bergabung dalam
Kelompok Tani kerena belum semua petani bergabung ke dalam kelompok
tani. Melalui kelompok ini dapat memberikan bantuan modal kepada petani
dalam memulai usahatani karena Pemerintah memberikan akses permodalan
melalui kelompok tani. Selain itu kelompok tani juga membantu petani dalam
menjangkau beberapa kebutuhan input yang digunakan dalam usahataninya.
2. Bagi petani supaya lebih memperhatikan dan mengoptimalkan modal serta
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usahatani agar
jumlah produktifitas meningkat dan layak untuk diusahakan.
3. Bagi Pemerintah Desa, diharapkan mampu menyediakan fasilitas penunjang
dalam pembiayaan usahatani seperti LPD (Lembaga Perkreditan Desa).
Sehingga akses petani terhadap sumber permodalan bertambah dan dapat
menambah kebutuhan modal dalam usahatninya.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 11
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: ????-???? Vol. ?, No. ?., Februari 2024
5. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penelitian ini, serta kepada para responden yang telah bersedia sehingga jurnal ini
dapat terselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2021). Kecamatan Gekbrong Dalam Angka 2021. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Cianjur (bps.go.id). Diakses pada tanggal 27
Dabutar, M., dan Husein, R. (2022). Pengaruh Produksi, Harga Dan Luas Lahan
Terhadap Pendapatan Petani Cabai Merah Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pertanian Unimal, 5(2), 42. https://doi.org/10.29103/jepu.v5i2.8721
Edyson M.D.A., Natelda.r.t. dan J.M. Luhukay. (2015). Analisis Tingkat Kelayakan
Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus Di Desa Wanareja Kecamatan Waepo
Kabupaten Buru). Jurnal Agrilan. Vol. 3(2); Hal. 179-190
Hastuti, L. E., & -, S. (2005). Aksessibilitas Masyarakat Terhadap Kelembagaan
Pembiayaan Pertanian Di Pedesaan. Soca: Socioeconomics Of Agriculture And
Agribusiness, 5(2), 1–15.
Mariati, R., Mariyah, M., dan Irawan, C. N. (2022). Analisis Kebutuhan Modal dan
Sumber Permodalan Usahatani Padi Sawah di Desa Jembayan Dalam. jurnal
agribisnis dan komunikasi pertanian (Journal of Agribusiness and
Agricultural Communication), 5(1), 50
Rizqullah, M. R. (2020). Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah di Desa Talang
Kemang Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan. In Jurnal Ilmu Pertanian Agronitas (Vol. 2, Issue 1).
Rizqullah, M. R. (2020). Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah di Desa Talang
Kemang Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan. In Jurnal Ilmu Pertanian Agronitas (Vol. 2, Issue 1).
Soekartawi. (2003). Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Suratiyah, K. (2015). Ilmu Ushatani . Jakarta: Penenebar Swadaya
Waldi. (2017). Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Merah di Lahan Pasir Pantai
Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Ilmiah Agritas Vol 1, No
1

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA 12

You might also like